• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sustainability Analysis on Direct Water Utilization in Gunung Gede Pangrango National Park, Bogor Regency Area

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sustainability Analysis on Direct Water Utilization in Gunung Gede Pangrango National Park, Bogor Regency Area"

Copied!
236
0
0

Teks penuh

(1)

GUNUNG GEDE PANGRANGO KABUPATEN BOGOR

MAMAY MAISAROH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudulAnalisis Keberlanjutan Pemanfaatan Air Secara Langsung di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

(4)

Langsung di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan KHURSATUL MUNIBAH.

Air merupakan barang publik dan merupakan salah satu jasa lingkungan yang dihasilkan oleh hutan. Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sebagai salah satu Kawasan Pelestarian Alam (KPA) memiliki potensi sumber daya air yang cukup besar yaitu berupa surplus sebesar 548.960.480 m3/th (Rushayati 2006). Berbagai pihak dapat memanfaatkan sumber daya air tanpa harus membayar, namun pemanfaatan air yang berlebihan dan tidak bijaksana dapat mengakibatkan penurunan dalam kualitas dan kuantitas sumber daya air.

Pada kawasan TNGGP kegiatan pemanfaatan sumber daya air dikelola

melalui kelembagaan Forum Peduli Air (FORPELA) TNGGP yang

beranggotakan pihak pengguna air yang memanfaatkan secara langsung air dari dalam kawasan, namun belum didukung dengan kebijakan teknis yang mengatur pemanfaatan air di KPA sebagai pedoman bagi pengelola kawasan untuk melakukan evaluasi.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis bentuk mekanisme kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP; (2) Menganalisis status keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP; dan (3) Menyusun arahan untuk pengelolaan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP. Penelitian ini dilaksanakan di lokasi pengguna air sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten Bogor.

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dibagi menjadi 3 tahap yaitu : 1) penyebaran kuisioner; 2) wawancara dan diskusi mendalam (in-depth interview); dan 3) pengisian kuisionerAnalytical

Hierarchy Process (AHP). Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi

pemerintah dan non-pemerintah. Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif untuk mencapai tujuan penelitian. AHP digunakan untuk mengetahui bobot dari dimensi-dimensi keberlanjutan.

(5)

dan dimensi teknologi, sehingga dapat meningkatkan nilai indeks keberlanjutan secara keseluruhan sebesar 3.66%.

Dalam rangka mendukung keberlanjutan dalam pemanfaatan air di KPA, maka dapat disampaikan beberapa saran, yaitu antara lain: a) penyusunan peraturan teknis kegiatan pemanfaatan air di KPA yang mengakomodasi mekanisme pemanfaatan air (kerjasama atau perijinan), penerapan sanksi dan penghargaan, dan mekanisme penentuan insentif berdasarkan kriteria teknis termasuk mekanisme pengelolaan dana insentif tersebut; b) peningkatan kapasitas pihak pengguna air non komersial terkait pengetahuan inovasi teknologi dalam kegiatan konservasi sumber daya air; dan c) melakukan kajian lebih lanjut di bidang teknis dan ekonomi terkait pembaharuan data potensi ketersediaan air di KPA, dasar penilaian kompensasi yang dapat diterapkan, dan valuasi manfaat atas penggunaan air yang telah berlangsung sampai dengan saat ini.

(6)

MAMAY MAISAROH. Sustainability Analysis on Direct Water Utilization in Gunung Gede Pangrango National Park, Bogor Regency Area,. Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and KHURSATUL MUNIBAH.

Water is common good and one of environmental services produced by forest. Gunung Gede Pangrango National Park (TNGGP) as Nature Preserve Area (KPA) has great potential of water resources over 548,960,480 m3/year (Rushayati 2006). Publics can use water resources without fee; though, the excessive and unwisely water uses can lead to decreasing its quality and quantity. Moreover, there are no technical rules which can be used as a guide to evaluate water utilization in KPA’s areas.

The study objectives are to analyze mechanism of water utilization; to study sustainability status of water utilization; and to construct guidance in management of water utilization in TNGGP. This research was conducted in TNGGP focused to Bogor regency area. Data and facts were analyzed quantitatively and qualitatively in order to achieve the research objectives. Furthermore, Analytical Hierarchy Process (AHP) is used to determine weight of sustainability dimensions.

The results reveal that the mechanism of water utilization is managed through partnership concept, yet it is not run very well due to there is no regulation at higher level that specifically regulates compensation mechanisms for environmental services. The direct water utilization in TNGGP for Bogor regency applies sustainability principle and its status is Sustainable with the sustainability index value 76.06%.

(7)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

GUNUNG GEDE PANGRANGO KABUPATEN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(10)
(11)

Nama : Mamay Maisaroh

NRP : A156110224

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr Ketua

Dr. Khursatul Munibah, M.Sc. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

(12)

Bismillahirrahmanirrahiim..

Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan bagi Allah SWT atas segala karunia dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Analisis Keberlanjutan Pemanfaatan Air Secara Langsung di Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Kabupaten Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr selaku ketua komisi pembimbing atas segala arahan, motivasi, bimbingan, dan kritik yang telah diberikan dari tahap awal sampai penyelesaian karya ilmiah ini.

2. Ibu Dr. Khursatul Munibah, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing atas segala dukungan, motivasi, arahan, bimbingan, dan kritik yang telah diberikan selama penelitian sampai penyelesaian karya ilmiah ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas segala bantuan yang telah diberikan.

4. Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi atas segala bimbingan yang telah diberikan dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

5. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

6. Seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB yang telah membantu dalam kegiatan-kegiatan akademik. 7. Kementerian Kehutanan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk

mengikuti program tugas belajar ini.

8. Rekan-rekan PWL Bappenas dan Reguler Angkatan 2011 atas dukungan dan jalinan pertemanan selama ini, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu dalam membantu penyelesaian karya ilmiah ini

Dan tak lupa, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada suami, kedua anak tercinta, dan orang tua serta seluruh keluarga atas segala do’a dan dukungan yang tidak ada henti-hentinya selama ini.

Penulis menyadari karya ini jauh untuk dikatakan sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Amiin.

Bogor, Maret 2013

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Studi 5

Kerangka Pemikiran 5

TINJAUAN PUSTAKA 7

Air 7

Peranan Hutan dalam Ketersediaan Air 7

Analisis Keberlanjutan 8

Pemanfaatan Air Berkelanjutan 13

Analytical Hierarchy Process(AHP) 16

Tinjauan Studi Terdahulu 17

METODE PENELITIAN 20

Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Sumber Data dan Informasi Penelitian 21

Pengumpulan Data 21

Analisis Data 24

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 31

Kegiatan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP 35

HASIL DAN PEMBAHASAN 37

Mekanisme Kegiatan Pemanfaatan Air di Taman Nasional Gunung

Gede Pangrango 37

Kegiatan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP Sebelum Tahun

2006 38

Kegiatan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP Setelah Tahun 2006 39 Analisis Kegiatan Pemanfaatan Air di TNGGP Sebelum dan Setelah

Tahun 2006 43

Keberlanjutan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP Kabupaten

Bogor 49

Status Keberlanjutan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP untuk

Kabupaten Bogor 63

Arahan Pengelolaan Pemanfaatan Air di Kawasan TNGGP 67

SIMPULAN DAN SARAN 72

Simpulan 72

Saran 72

(14)

LAMPIRAN 76

(15)

DAFTAR TABEL

1. Matriks kriteria keberlanjutan berdasarkan IDARio 11

2. Kriteria keberlanjutan berdasarkan panduan Water Forever 15

3. Kriteria keberlanjutan jasa penyediaan air baku 16

4. Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process(AHP) 17

5. Pengguna air di Kabupaten Bogor yang tergabung dalam FORPELA 22

6. Lokasi pengambilan contoh data 23

7. Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis

dan keluaran 24

8. Kategori penilaian status keberlanjutan 29

9. Data kondisi iklim kawasan TNGGP 33

10. Data kondisi hidrologis kawasan TNGGP 35

11. Peningkatan pengguna air di TNGGP tahun 1998-2009 36

12. Tahapan pembentukan FORPELA 40

13. Pengguna air non komersial di kawasan TNGGP 46

14. Pengguna air komersial di kawasan TNGGP 46

15. Perbandingan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP periode

sebelum dan setelah tahun 2006 47

16. Hasil analisis pada dimensi ekologi 50

17. Perubahan tutupan lahan kawasan TNGGP dari tahun 1999-2011 51

18. Hasil perhitungan persentase luas fungsi kawasan hutan terhadap tata

ruang 2 DAS (DAS Ciliwung dan DAS Cisadane) 52

19. Hasil perhitungan IPA pada kawasan TNGGP 53

20. Hasil perhitungan IPA pada pengguna air Kabupaten Bogor di

Kecamatan Caringin, Ciawi, Cisarua, dan Megamendung. 54

21. Hasil analisis dimensi sosial 56

22. Hasil analisis dimensi ekonomi 58

23. Hasil analisis dimensi kelembagaan 60

24. Hasil analisis dimensi teknologi 62

25. Status keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP

untuk Kabupaten Bogor 64

26. Status keberlanjutan setelah peningkatan indeks keberlanjutan dimensi

ekologi (Strategi I) 69

27. Status keberlanjutan setelah peningkatan indeks keberlanjutan dimensi

kelembagaan (Strategi II) 69

28. Status keberlanjutan setelah peningkatan indeks keberlanjutan dimensi

teknologi (Strategi III) 69

29. Status keberlanjutan setelah peningkatan indeks keberlanjutan dimensi

(16)

DAFTAR GAMBAR

1. Diagram alir kerangka pemikiran 6

2. Peta lokasi penelitian 20

3. Tahapan penelitian 26

4. Skema proses pemetaan TNGGP dalam tata ruang DAS 27

5. Diagram layang-layang indeks keberlanjutan multidimensi 30

6. Model hierarki AHP 30

7. Peta daerah aliran sungai di kawasan Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango 33

8. Peta kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango 34

9. Skema mekanisme kegiatan pemanfaatan air di TNGGP 37

10. Prioritas dimensi keberlanjutan berdasarkan AHP 64

11. Diagram layang-layang indeks keberlanjutan pemanfaatan sumber daya

air di kawasan TNGGP 65

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi ekologi 76

2. Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi sosial 78

3. Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi ekonomi 79 4. Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi kelembagaan 80 5. Kriteria dan indikator serta metode analisis dimensi teknologi 81

6. Daftar pengguna air yang tergabung ke dalam FORPELA sampai

dengan tahun 2009 82

7. Penilaian status nilai penting kawasan TNGGP berdasarkan Nilai Konservasi Tinggi/NKT (High Conservation Value) (Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia 2008) 85 8. Peta kecukupan luas kawasan hutan pada DAS Ciliwung dan DAS

Cisadane 89

9. Tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah terkait kegiatan

pemanfaatan sumber daya air 90

10. Kondisi sarana pemanfaatan air pada lokasi pihak pengguna air 91

11. Kuesioner terhadap pengguna air non komersial 92

12. Kuesioner terhadap pengguna air komersial 96

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama

(global commons atau common resources), sumber daya alam yang dikelola

secara kolektif, bukan untuk dijual atau diperdagangkan guna memperoleh keuntungan (Sanim 2011). Ketersediaan air tersebut mengikuti siklus hidrologis yang dipengaruhi secara langsung oleh kondisi ekologi dan secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan sosial pada suatu wilayah.

Dalam segi ekologi, ketersediaan air sangat bergantung pada peran ekosistem hutan sebagai daerah tangkapan air (catchment area). Sebagaimana disampaikan oleh Asdak (2007), bahwa tegakan hutan sebagai hulu DAS (Daerah Aliran Sungai) merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan tata air terhadap seluruh bagian DAS, sehingga setiap aktivitas yang terdapat di dalamnya dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air. Peningkatan jumlah penduduk dalam suatu wilayah sebagai salah satu kondisi sosial turut meningkatkan jumlah kebutuhan air, sedangkan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan ekonomi juga menyebabkan peningkatan kegiatan pemanfaatan air, terutama untuk kebutuhan industri. Kananto et al. dalamRusdiana (2001) memprekdisikan kebutuhan air di Pulau Jawa dan Madura akan meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk yaitu pada tahun 2020 akan dibutuhkan air sejumlah 60,295.45 juta m3/tahun. Ketiga kondisi tersebut lambat laun akan membuat ketersediaan air menjadi terbatas, sedangkan kebutuhan air terus meningkat. Dengan demikian, diperlukan suatu pengelolaan pemanfaatan air agar dapat memenuhi kebutuhan makhluk hidup sepanjang masa.

Dalam kegiatan pemanfaatan air, terdapat dua cara pandang yang berbeda, yang pertama yaitu cara pandang anthropocentrisme yang menganggap bahwa manusia adalah pemilik semua yang ada di bumi ini sehingga setiap keputusan atau kegiatan ekonomi harus mengedepankan kepentingan manusia di atas kepentingan elemen alam lainnya. Sistem ekonomi muncul dari kelangkaan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan manusia semata, sehingga dalam memperlakukan sumber daya alam cenderung eksploitatif bahkan terkadang destruktif, sehingga air dapat dimanfaatkan secara tidak efisien, boros dan tanpa dilandasi perlunya keberlanjutan dari keberadaan air tersebut. Pandangan yang kedua yaitu ecocentrisme, yaitu menganggap bahwa setiap elemen ekosistem-manusia memiliki kedudukan yang setara dalam mendapatkan kebutuhan dan kepentingannya. Sistem nilai ekonomi yang diberlakukan terhadap benda-benda alam dikaitkan dengan nilai intrinsik yang tidak dapat dinilai secara konvensional oleh perangkat ekonomi semata, sehingga pemanfaatan air diperlakukan secara ramah lingkungan dengan memperhatikan efisiensi dan keberlanjutan dari keberadaan sumber daya air (Diesendorf dan Hamilton 1997dalamSanim 2011).

(19)

kapasitas potensi air tersebut. Dengan demikian, diperlukan pendekatan pemanfaatan air yang efisien dan tidak boleh mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. Konsep pendekatan ini disebut juga dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yakni suatu konsep pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi yang akan datang (Rustiadi et al. 2009). Pembangunan berkelanjutan dapat dilihat melalui tiga dimensi keberlanjutan, yaitu keberlanjutan secara ekonomi, sosial, dan ekologi yang membentuk segitiga kerangka kerja (“a

triangular framework”), sebagaimana dikemukakan oleh Serageldin dalam

Rustiadi (2009).

Dalam konteks keberlanjutan pemanfaatan air, selain tiga dimensi tersebut diatas, terdapat dua dimensi lain yang dianggap cukup mempengaruhi yaitu dimensi kelembagaan dan dimensi teknologi. Kelembagaan penting untuk dibentuk sebagai dukungan pihak-pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pemanfaatan air antara lain negara, sektor swasta, dan masyarakat sipil, sedangkan teknologi yang diterjemahkan sebagai infrastruktur juga berperan dalam tata pengaturan ketika ketersediaan air berlimpah di musim hujan maupun ketika terjadi kelangkaan air di musim kemarau (Sanim 2011).

Kegiatan pemanfaatan air di Indonesia pertama kali diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dengan pertimbangan bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang dan sebagai salah satu upaya menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan peningkatan kebutuhan air, maka diperlukan suatu pengelolaan sumber daya air. Dalam undang-undang tersebut, kegiatan pemanfaatan air diistilahkan dengan “pendayagunaan sumber daya air”, dimana kegiatan ini mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dan dikecualikan untuk kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam.

Pada kenyataannya, terdapat kawasan pelestarian alam yang menjadi lokasi kegiatan pemanfaatan air untuk pemenuhan kebutuhan air masyarakat di sekitarnya, diantaranya yaitu Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang telah dimanfaatkan sejak tahun 1998 untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Keseluruhan pengguna air di kawasan TNGGP merupakan pengguna air secara langsung yaitu pengguna yang menggunakan sarana dan prasarana secara langsung yang terhubung dengan sumber air yang berada di dalam kawasan dengan menggunakan pipa atau paralon.

Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Undang-Undang R.I. Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Meskipun dalam UU No.7/2004 tidak mengatur kegiatan pemanfaatan air untuk KPA, namun kegiatan pemanfaatan air yang telah berjalan di TNGGP tetap mengacu pada undang-undang tersebut. Hal ini dikarenakan dalam UU No.41/1999 belum mengatur jenis kegiatan pemanfaatan yang diperbolehkan dalam KPA.

(20)

dan menjadi penyedia kebutuhan air untuk tiga kabupaten di sekitarnya yaitu Kabupaten Cianjur, Bogor, dan Sukabumi. Sejak tahun 1998 sampai dengan tahun 2009, pengguna air secara langsung dari kawasan ini telah meningkat sebanyak hampir 37 kali lipat. Pengguna air yang semula hanya berjumlah 3 (tiga) pengguna yang tersebar pada 2 (dua) kabupaten yaitu Cianjur dan Sukabumi (Sumarto 2008), hingga saat ini sudah mencapai 113 pengguna yang tersebar pada 3 (tiga) kabupaten yaitu 39 pengguna di Bogor, 21 pengguna di Sukabumi, dan 53 pengguna di Cianjur (FORPELA 2009).

Balai Besar TNGGP selaku pengelola kawasan telah mengelompokkan pengguna air secara langsung di kawasan TNGGP menjadi 2 (dua) jenis pengguna, yaitu pengguna air non komersial dan pengguna air non komersial. Pengguna air non komersial merupakan masyarakat desa di sekitar kawasan TNGGP yang memanfaatkan air untuk pemenuhan kebutuhan air bersih atau kegiatan rumah tangga, sedangkan pengguna air komersial merupakan pihak perorangan atau kelompok di sekitar kawasan TNGGP yang memanfaatkan air untuk tujuan usaha. Sumber air yang digunakan berasal dari mata air, sungai, dan kali yang terdapat di dalam kawasan TNGGP. Data FORPELA (2009) menyebutkan bahwa dari 113 pengguna air di kawasan TNGGP, 91 diantaranya merupakan pengguna komersial. Meningkatnya pengguna air tersebut dapat menimbulkan ketidakseimbangan antara ketersediaan air dan kebutuhan air, sehingga diperlukan suatu pengelolaan kegiatan pemanfaatan air agar dapat berkelanjutan.

Kegiatan pemanfaatan air di TNGGP sejak tahun 2006 dikelola berdasarkan

konsep kemitraan melalui pembentukan kelembagaan Forum Peduli Air

(FORPELA) TNGGP yang beranggotakan pihak pengguna air secara langsung dari kawasan TNGGP. Kemitraan ini diwujudkan dalam bentuk perjanjian kerjasama antara pihak pengguna dan pihak pengelola kawasan yaitu Balai Besar TNGGP. Hal ini dilakukan karena sampai saat ini peraturan terkait kegiatan pemanfaatan air di KPA masih dalam tahap penyusunan pada instansi terkait yaitu Kementerian Kehutanan. Lemahnya payung hukum yang mendukung kegiatan pemanfaatan air ini menyebabkan adanya ketidakjelasan hak dan kewajiban para pihak yang dapat menimbulkan potensi konflik, karena dalam perjanjian kerjasama tersebut belum menyebutkan bagaimana kewajiban pihak pengguna terhadap kawasan TNGGP dalam satuan yang terukur. Selain itu, hal ini juga dapat menghambat evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan air yang telah dilakukan karena belum adanya pedoman yang menjadi acuan, sehingga pada akhirnya dapat mengganggu keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air yang sudah berjalan di kawasan TNGGP.

(21)

pengguna air di kawasan TNGGP, Kabupaten Bogor memiliki karakteristik yang lebih bervariasi dibandingkan kedua kabupaten lainnya. Hal ini dikarenakan penggunaan air pada Kabupaten Bogor selain untuk kebutuhan rumah tangga dan pertanian, juga banyak digunakan untuk kepentingan usaha di bidang air minum, peternakan, hortikultura, penginapan dan wisata, sehingga Kabupaten Bogor dipilih sebagai lokasi pengambilan contoh dalam penelitian ini.

Perumusan Masalah

Air merupakan barang publik dan merupakan salah satu jasa lingkungan yang dihasilkan oleh hutan. Berbagai pihak dapat memanfaatkan air tanpa harus membayar, namun pemanfaatan air yang berlebihan dan tidak bijaksana dapat mengakibatkan penurunan dalam kualitas dan kuantitas air. Peningkatan pengguna air secara langsung di kawasan TNGGP dan belum adanya kebijakan yang mengatur secara khusus kegiatan pemanfaatan air di KPA dapat mempengaruhi keberlanjutan dari pemanfaatan air tersebut. Penggunaan air yang semakin meningkat tanpa memperhatikan pertimbangan teknis dapat mengakibatkan penurunan ketersediaan air, sedangkan belum adanya kebijakan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan dapat menghambat upaya konservasi sumber daya air.

Di lain pihak, sangat penting untuk memelihara ketersediaan air agar tetap berlimpah sehingga dapat memberikan manfaat yang optimal bagi wilayah-wilayah disekitarnya. Sejalan dengan kegiatan pemanfaatan air yang telah dilakukan di kawasan TNGGP, diharapkan pihak pengguna air dapat memberikan timbal balik yang sesuai terhadap kawasan sebagai kompensasi akibat pemanfaatan air. Berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh pihak pengelola kawasan, upaya timbal balik tersebut masih dirasakan kurang optimal, karena penentuan kompensasi atas penggunaan air ditentukan tanpa adanya pertimbangan teknis. Hal ini disebabkan belum ada kebijakan teknis terkait pemanfaatan air di KPA, yang dapat menjadi pedoman bagi pegelola kawasan untuk melakukan evaluasi, sehingga sampai saat ini belum pernah dilakukan penilaian keberlanjutan dari kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut : 1) Mekanisme kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP masih belum diatur dengan jelas; 2) Keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP belum diketahui; dan 3) Pengelolaan kegiatan pemanfaatan air di TNGGP belum didukung dengan kebijakan teknis terkait pemanfaatan air di KPA.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu : 1) Menganalisis bentuk mekanisme

kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP; 2) Menganalisis status

(22)

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air yang terdapat di kawasan TNGGP dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP serta penyusunan kebijakan teknis terkait pemanfaatan air di KPA.

Ruang Lingkup Studi

Penelitian yang dilakukan merupakan suatu studi berkaitan dengan kegiatan pemanfaatan air secara langsung dari dalam kawasan TNGGP yang terdiri dari : 1) persepsi dan partisipasi pengguna air non komersial dan pengguna air komersial yang termasuk wilayah Kabupaten Bogor dan termasuk dalam keanggotaan FORPELA; dan 2) penilaian kondisi ekologi, sosial, ekonomi, kelembagaan, dan teknologi terkait kegiatan pemanfaatan air secara langsung di kawasan TNGGP.

Ruang lingkup penelitian berbasis kawasan TNGGP sebagai daerah tangkapan air (catchment area) dan lokasi pengguna air secara langsung yang termasuk wilayah Kabupaten Bogor. Studi ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan pembobotan dalam dalam analisis status keberlanjutan kegiatan pemanfaatan air dan analisis arahan terkait penyusunan kebijakan pemanfaatan air di KPA.

Kerangka Pemikiran

Kajian keberlanjutan pemanfaatan air ini diawali dengan pemikiran adanya peningkatan jumlah pengguna air secara langsung di kawasan TNGGP sejak tahun 1996 – 2009 dan belum adanya dukungan peraturan teknis terkait kegiatan pemanfaatan air di KPA, maka dapat mempengaruhi potensi ketersediaan air apabila tidak dilakukan suatu pengelolaan khusus dalam kegiatan pemanfaatan air. Dalam hal ini, diperlukan suatu mekanisme pemanfaatan air yang dapat mengatur hak dan kewajiban pengguna air dalam memanfaatkan air sekaligus mendukung kelestarian potensi air.

(23)

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran

Mekanisme kegiatan pemanfaatan air di

TNGGP

Peraturan teknis kegiatan pemanfaatan air di KPA belum tersedia Peningkatan

jumlah pengguna air di kawasan

TNGGP

Pengelolaan kegiatan pemanfaatan air di

TNGGP

Ketersediaan air di TNGGP

Ekologi

Teknologi Ekonomi

Kelembagaan

Sosial Pemanfaatan air berkelanjutan

Analisis status keberlanjutan

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Air

Air merupakan bagian penting dalam kehidupan, karena semua makhluk hidup membutuhkan air untuk tumbuh dan berkembang. Setiap organisme yang hidup tersusun dari sel-sel berisi air sedikitnya 60% dan menggunakan larutan air sebagai tempat untuk menjalankan aktivitas metaboliknya (Enger dan Smith 2000

dalam Kodoatie et al. 2010). Air juga merupakan sumber daya yang dapat

diperbaharui dan bersifat dinamis yang berarti sumber utama air yang berupa hujan akan selalu datang sesuai dengan waktu atau musimnya sepanjang tahun (Kodoatie et al. 2010). Dengan demikian air sebagai sumber daya bersifat sangat penting bagi kehidupan dan harus dipertahankan keberadaannya agar dapat dimanfaatkan sepanjang masa.

Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mendefinisikan sumber daya air ke dalam tiga bagian yaitu air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya, sedangkan sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah. Dalam undang-undang ini juga dinyatakan pada Pasal 4 bahwa “Sumber daya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras”, dimana dalam penjelasannya masing-masing fungsi tersebut diterjemahkan sebagai berikut :

1. Fungsi sosial berarti peruntukan sumber daya air lebih diutamakan untuk kepentingan umum dibandingkan kepentingan individu.

2. Fungsi lingkungan memposisikan sumber daya sebagai bagian dari ekosistem, sekaligus sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna.

3. Fungsi ekonomi lebih memprioritaskan pendayagunaan air untuk menunjang kegiatan usaha.

Hal ini sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Gleick (1998), bahwa air dinilai tidak hanya penting untuk mendukung keberlangsungan hidup, tetapi sangat penting dalam mendukung suatu ekosistem, pengembangan ekonomi, taraf kesejahteraan masyarakat, dan memiliki nilai budaya. Berdasarkan ketiga fungsi tersebut, maka sudah selayaknya kegiatan pemanfaatan air dapat dilakukan dengan bijak agar tidak saling mengganggu fungsi-fungsi lainnya.

Peranan Hutan dalam Ketersediaan Air

(25)

Perjalanan air dalam siklus hidrologi dimulai dari hujan yang turun (presipitasi) lalu mendekati muka tanah, jumlahnya terdistribusi menjadi intersepsi (lewat vegetasi), hujan di saluran, tampungan depresi, aliran permukaan dan infiltrasi ke dalam tanah (Kodoatie et al. 2010). Lebih lanjut Harto (1993) menjelaskan bahwa hutan mempunyai peranan sangat penting dalam pengendalian besar dengan limpasan permukaan, terutama sekali fungsi hutan dalam intersepsi dan infiltrasi. Semakin baik kondisi hutan, pada umumnya jumlah kehilangan air semakin besar dan intersepsi di daerah dengan hutan yang masih baik juga relatif besar, mengingat kerapatan pohon dan kerapatan daunnya.

Suatu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistem ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam (KPA) (Undang-Undang R.I. Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Dalam menjalankan fungsinya, KPA dikelola secara sistematis melalui kegiatan perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian. Pemanfaatan pada KPA, khususnya pada Taman Nasional, dapat berupa kegiatan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam (Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam). Dengan demikian, air sebagai bagian dari sumber daya alam dan berperan penting untuk mendukung perikehidupan yang berada di dalam suatu kawasan hutan wajib untuk dilindungi.

Hal ini selaras dengan amanat pemerintah yang disampaikan dalam Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 42 Tahun 2008 Pasal 60 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air sebagai penjabaran dari Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, bahwa pengelolaan KPA yang dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya dalam rangka menjamin ketersediaan air tanah, air permukaan,dan unsur hara tanah, merupakan tanggung jawab dari Kementerian Kehutanan atau pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Analisis Keberlanjutan

Konsep berkelanjutan pertama kali dirumuskan dalam Brundtland Report

sebagaimana dilaporkan oleh World Commission on Environment and

Development (WCED) pada tahun 1987 yang mendefinisikan pembangunan

(26)

Definisi pembangunan berkelanjutan, yang diterima secara luas bertumpu pada tiga pilar ekonomi, sosial, dan ekologi. Bila tidak maka akan terjadi “ trade-off” antar tujuan (MunasinghedalamSuwarno 2011). Pembangunan berkelanjutan pada aspek ekonomi ditekankan pada efisiensi pembangunan, aspek sosial berupa keadilan pemerataan, dan aspek ekologi berupa kelestarian sumberaya alam. Tujuan pembangunan diarahkan pada keberimbangan pencapaian tujuan pada ketiga aspek yaitu aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Menurut Spangenberg dalam Rustiadi et al. (2009) menambahkan dimensi kelembagaan (institution) sebagai dimensi keempat keberlanjutan, sehingga keempat dimensi tersebut membentuk suatu prisma keberlanjutan (prism of sustainability).

Ochsenbein et al. (2004) menyebutkan bahwa konsep kerangka penilaian keberlanjutan pada tingkat normatif mengikuti prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh Federal Council dalam Strategi Pembangunan Berkelanjutan pada tanggal 27 Maret 2002. Penilaian ini dirumuskan berdasarkan model modal saham serta kelemahan dan kelebihan suatu keberlanjutan (“weak sustainability plus”). Model modal saham ini memunculkan prinsip umum keberlanjutan dalam definisi modal yang lebih luas, yaitu sesuatu yang tidak boleh habis tetapi harus dapat diperbaharui dan ditingkatkan. hal ini berarti jual beli diperbolehkan antara tiga dimensi keberlanjutan (ekologi, ekonomi, sosial), dengan memperhatikan persyaratan dasar minimum masing-masing dimensi (misalnya hak asasi manusia, tingkat polusi).

Suatu kegiatan dapat menjadi subjek dalam penilaian keberlanjutan dan optimisasi apabila terdapat konflik serius minimal antara dua dimensi keberlanjutan, khususnya yang memenuhi karakteristik sebagai berikut :

1. Permasalahan yang ada sudah cukup kritis dalam suatu area atau dampak, atau telah ada kecenderungan yang memburuk.

2. Beban (dampak negatif) yang muncul akan dirasakan oleh generasi berikutnya dan tidak dapat diubah (‘irreversible”) atau sulit diubah.

3. Kegiatan tersebut terikat kuat dengan resiko yang sulit untuk dinilai dan evaluasi yang ada penuh dengan ketidak pastian.

4. Adanya persyaratan minimum, misalnya adanya batas tidak dapat

dinegosiasikan atau telah melewati ambang batas.

5. Dampak spasial dari suatu kegiatan tersebut menjadi pertimbangan. 6. Ruang lingkup untuk mengoptimalkan kegiatan tersebut cukup luas.

Penilaian keberlanjutan mengevaluasi dampak-dampak dari suatu kegiatan berdasarkan satu set standar kriteria yang sudah ditetapkan. Satu set kriteria ini mengacu pada 15 kriteria yang dirumuskan oleh Federal Council dalam Strategi Pembangunan Berkelanjutan (“Sustainable Development Strategy”), yang dikelompokkan kedalam tiga dimensi tujuan keberlanjutan yaitu :

1. Keberlanjutan pada dimensi pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab, dimana lingkungan hidup untuk manusia, hewan, dan tumbuhan tetap lestari dan pemanfaatan sumber daya yang ada diatur sedemikian rupa untuk mendukung kebutuhan generasi yang akan datang. Hal ini berarti memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :

(27)

b. Pemeliharaan terhadap tingkat konsumsi sumber daya yang dapat diperbaharui (misalnya bahan mentah yang dapat diproduksi ulang, air) agar tetap di bawah tingkat regenerasi/produksi sumber daya.

c. Tingkat konsumsi sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (misalnya bahan bakar fosil, bahan mentah lainnya) dijaga agar tetap di bawah tingkat produksi sumber daya alam yang dapat diperbaharui.

d. Segala macam dampak berupa emisi maupun bahan beracun terhadap lingkungan (air, udara, tanah, dan iklim) dan kesehatan manusia diturunkan ke tingkat yang aman.

e. Pengurangan terhadap dampak dari potensi bencana alam dan resiko terhadap lingkungan hanya dapat diterima apabila tidak menimbulkan kerusakan yang permanen dalam suatu generasi, meskipun dalam skenario yang terburuk.

2. Keberlanjutan pada dimensi efisiensi ekonomi, dimana kemakmuran dan kapasitas perkembangan ekonomi dapat terus berlangsung. Hal ini berarti memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Tingkat pendapatan dan ketersediaan tenaga kerja dijaga agar sesuai dengan yang dibutuhkan, dengan pertimbangan secara sosial dapat diterima dan tersebar secara geografis.

b. Modal produksi berdasarkan sumber daya sosial dipelihara agar dapat memberikan peningkatan secara kualitatif.

c. Persaingan ekonomi dan kapasitas inovasi ditingkatkan.

d. Mekanisme pasar harus menjadi tujuan utama ekonomi, dengan mempertimbangkan faktor eksternal dan kelangkaan.

e. Sektor publik tidak dikelola dengan mengorbankan generasi yang akan datang (misalnya hutang, kerusakan asset-aset yang dilindungi).

3. Keberlanjutan pada dimensi kepedulian sosial, dimana pembangunan tersebut dapat mendukung kepedulian dan kehidupan yang layak dalam kehidupan manusia dan perkembangannya. Hal ini berarti memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut :

a. Kesehatan dan keamanan umat manusia dilindungi dan diupayakan secara komprehensif.

b. Pendidikan yang akan diberikan, mendukung jati diri dan pengembangan individu.

c. Kebudayaan diupayakan bersama-sama dengan upaya pelestarian dan pengembangan dari nilai sosial dan sumberdaya yang menjunjung modal sosial.

d. Persamaan hak dan perlindungan hukum dijamin bagi semua orang, terutama dalam hal persamaan hak antara pria dan wanita, persamaan hak dan perlindungan untuk kaum minoritas, dan menghormati hak asasi manusia.

e. Kepedulian sosial dijalin dalam dan antar generasi, serta pada tingkat global.

(28)

Tabel 1 Matriks kriteria keberlanjutan berdasarkan IDARio

No. Lingkungan/Ekologi Ekonomi Sosial

1 Kenekaragaman hayati PDB per kapita Pendidikan, kemampuan belajar

2 Iklim Fasilitas dan infrastruktur

yang efisien

Kesehatan, kesejahteraan, keamanan

3 Emisi Laju investasi dan nilai

tambah

Kemerdekaan, kebebasan, kepribadian

4 Tata ruang/budaya dan warisan alam

Utang negara jangka panjang yang berkelanjutan

Identitas, budaya

5 Air Efisiensi sumber daya Nilai-nilai

6 Bahan-bahan, organisme, limbah

Persaingan/kompetisi Solidaritas, masyarakat

7 Energi Potensi usaha kerja Keterbukaan, toleransi

8 Tanah, wilayah, kesuburan Inovasi, penelitian tingkat tinggi

Perlindungan sosial, tingkat kemiskinan

9 Resiko terhadap lingkungan

Kerangka kebijakan Pemerataan kesempatan dan partisipasi

Sumber : IDARio (2004)dalamOchsenbeinet al.(2004)

Ochsenbein et al. (2004) menyampaikan bahwa suatu penilaian

keberlanjutan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :

1. Suatu analisis yang saling terkait menetapkan apakah penilaian keberlanjutan secara penuh (analisis secara luas atau detail) adalah layak untuk kegiatan tertentu.

2. Suatu analisis secara luas atau detail yang menelaah dampak dari suatu kegiatan terhadap ketiga dimensi keberlanjutan.

3. Sebagai tahap akhir, dampak-dampak dinilai dalam kerangka pembangunan berkelanjutan dan kegiatan tersebut dapat dioptimalkan.

Dengan demikian, keseluruhan prosedur penilaian keberlanjutan terdiri dari tiga fase yaitu analisis yang terkait (relevance analysis), analisis dampak (impact analysis), dan penilaian/optimalisasi (assessment/optimization). Masing-masing fase tersebut dijabarkan kembali kedalam 7 (tujuh) tahapan yang saling terkait sebagai berikut :

1. Analisis yang terkait

a. Tahap 1 (Subjek saat ini) :

 Latar belakang, pemicu, sumber, tujuan kegiatan.  Ukuran kegiatan, varian.

 Dampak dan model kasar secara kasar.  Parastakeholdersyang terpengaruh

b. Tahap 2 (Membangun kaitan dengan keberlanjutan)  Hal-hal yang menjadi dasar (matriks kriteria)

 Menetapkan keterkaitan dengan keberlanjutan dengan menggunakan matriks kriteria.

2. Analisis dampak

c. Tahap 3 (Mendefinisikan prosedur)  Tujuan-tujuan dari analisis

 Kedalaman dari analisis (luas/detail)

(29)

d. Tahap 4 (Membangun analisis)

 Menjelaskan ruang lingkup, keragaman, dan skenario-skenario dan (jika diperlukan) tujuan keberlanjutan secara spesifik pada sector tertentu.

 Menyeleksi model dampak  Membangun analisis 3. Penilaian/optimalisasi

e. Tahap 5 (Penilaian)

 Menilai dampak-dampak, memastikan konflik-konflik dan jual-beli (kualitatif/kuantitatif)

 Melakukan evaluasi berdasarkan metode evaluasi f. Tahap 6 (Optimalisasi)

 Menunjukkan peluang-peluang optimalisasi  Kesimpulan dan rekomendasi

g. Tahap 7 (Hasil saat ini)

 Hasil saat ini secara transparan/jelas

 Melakukan verifikasi dari penilaian keberlanjutan

Salah satu contoh penerapan konsep pembangunan berkelanjutan yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran yaitu penerapan yang dilakukan oleh propinsi Manitoba di Kanada (Manitoba 1992 dalam Mitchell 2000) yang mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan ekonomi yang

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Prinsip dan arahan untuk

pembangunan berkelanjutan yang diterapkan oleh Manitoba yaitu terdiri dari : 1. Keterpaduan keputusan lingkungan dan ekonomi : mempunyai syarat bahwa

keputusan ekonomi selalu merefleksikan dampak lingkungan termasuk kesehatan manusia.

2. Pemanduan : dalam mengelola lingkungan manusia menjadi pemegang kendali dari lingkungan dan ekonomi untuk keuntungan generasi sekarang dan yang akan datang.

3. Pembagian tanggungjawab : semua masyarakat mempunyai tanggungjawab untuk keberlanjutan lingkungan dan ekonomi dengan spirit kemitraan dan kerjasama terbuka.

4. Pencegahan : adanya antisipasi, pencegahan atau mengurangi dampak-dampak lingkungan dan ekonomi dari politik, program, dan keputusan.

5. Pelestarian : memelihara proses ekologi, keanekaragaman hayati dan sistem penyangga kehidupan dari lingkungan, serta pemakaian yang efisien dari sumber daya yang dapat dan tidak dapat diperbaharui.

6. Pendaur ulangan : mengurangi pemakaian, memakai kembali, dan mengganti produk-produk masyarakat kita.

7. Peningkatan : memacu kemampuan, kualitas, dan kapasitas produksi ekosistem alamiah untuk jangka panjang.

(30)

9. Inovasi ilmu dan teknologi : melakukan penelitian, pengembangan, uji coba dan penerapan teknologi yang menyangkut kepentingan kualitas lingkungan, termasuk kesehatan manusia dan pertumbuhan ekonomi.

10. Tanggungjawab global : memahami bahwa tidak ada batas lingkungan, ada ketergantungan antar wilayah, dan ada kebutuhan untuk bekerjasama untuk mempercepat keterpaduan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan keputusan dan mengembangkan penyelesaian masalah secara menyeluruh dan merata.

Pemanfaatan Air Berkelanjutan

Air sebagai barang publik memiliki arti milik umum dan bukan milik pribadi, dan oleh karenanya menjadikan air berfungsi sosial, dimana pemanfaatan air harus mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, tidak terkecuali untuk sumber daya air yang berada di dalam KPA. Agar sumber daya air dapat dimanfaatkan sepanjang masa, maka ketersediaan air harus dijaga dan pemanfaatannya harus dapat dilaksanakan dengan dengan adil.

Dalam rangka mendukung upaya kelestarian sumber daya air, pemerintah menerbitkan Undang-Undang R.I. Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang secara eksplisit menyampaikan bahwa dalam pengelolaan sumber daya air harus didasari prinsip kelestarian sebagai hal yang utama dengan tujuan pemanfaatan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana tertulis pada Pasal 2 yang menyatakan “Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas”, serta Pasal 4 yang menyatakan “Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Selain itu, negara juga menjamin setiap warganya untuk dapat memenuhi kebutuhan air secara merata, sebagaimana dinyatakan pada Pasal 5 yaitu “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. Hal ini juga dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air pada Pasal 65 yang menyatakan bahwa “Pendayagunaan sumber daya air mencakup kegiatan: a) penatagunaan sumber daya air yang ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air; b) penyediaan sumber daya air; c) penggunaan sumber daya air; d) pengembangan sumber daya air; dan e) pengusahaan sumber daya air”. Pendefinisian lebih lanjut atas penggunaan air

disebutkan pada Pasal 73 bahwa “Penggunaan sumber daya air adalah

(31)

Sebagai upaya pelestarian sumber daya air di dalam kawasan hutan sekaligus menjaga keutuhan kondisi ekologi kawasan agar tetap berfungsi dengan baik, maka Kementerian Kehutanan menerbitkan kebijakan yang mengijinkan kegiatan pemanfaatan air di dalam Taman Nasional melalui Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Pasal 35 ayat (1), yaitu “taman nasional dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam”.

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) sebagai salah satu kawasan hutan yang memiliki ketersediaan air berlimpah merupakan lokasi yang sangat potensial untuk dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya. Saat ini ketersediaan air di TNGGP belum menjadi masalah, tetapi apabila tidak diatur penggunaan serta sistem pemeliharaannya, maka tidak menutup kemungkinan suatu saat akan menjadi masalah. Oleh karena itu perlu dihitung berapa potensi kawasan dalam menyediakan air. Dari perhitungan pendugaan potensi air kawasan, maka akan diketahui penggunaan air maksimum yang masih diperbolehkan. Pengambilan air juga harus diimbangi dengan upaya-upaya konservasi sehingga air dapat tersedia sepanjang tahun (Rushayati 2006).

Dua hal utama yang penting untuk diperhatikan dalam kegiatan

pemanfaatan air adalah bagaimana air tersebut dapat digunakan dengan bijaksana dan perlunya upaya-upaya untuk melestarikan sumber daya air agar dapat menghasilkan ketersediaan air yang cukup atau bahkan berlimpah sehingga dapat bermanfaat bagi semua makhluk hidup dan mendukung kehidupan sepanjang masa atau dengan kata lain perlunya mewujudkan suatu pengelolaan pemanfaatan air yang berkelanjutan.

Dengan tetap mengacu pada definisi sebelumnya yang dinyatakan oleh WCED, terdapat beberapa definisi lebih lanjut dari suatu keberlanjutan dalam bidang pemanfaatan air atau bidang sumber daya air. Salah satu peneliti yaitu Gleick (1998) mengungkapkan bahwa penjelasan sederhana atas keberlanjutan sumber daya air sebagai pemeliharaan manfaat sumber daya air bagi pengguna tertentu tanpa mengurangi manfaat bagi pengguna lainnya, termasuk ekosistem alam. Lebih jauh lagi dijelaskan bahwa ketidakberlanjutan sumber daya air digambarkan sebagai kondisi saat jasa-jasa yang disediakan oleh sumber daya air dan ekosistem telah hilang secara perlahan dalam jangka waktu tertentu oleh karena keinginan masyarakat yang semakin tinggi dalam menggunakannya. Adapun dalam mendukung keberlanjutan suatu perencanaan sumber daya air, telah ditetapkan beberapa kriteria, antara lain yaitu :

1. Air sebagai kebutuhan dasar akan dijamin bagi seluruh manusia untuk memelihara kesehatan manusia.

2. Air sebagai kebutuhan dasar untuk memelihara dan memulihkan kesehatan dari ekosistem.

3. Kualitas air akan dijaga sampai pada suatu standar minimum tertentu. Standar tersebut akan bervariasi yang tergantung pada lokasi air dan bagaimana air tersebut digunakan.

(32)

5. Ketersediaan, penggunaan, dan kualitas dari data sumber daya air akan dikumpulkan serta dapat diakses semua pihak yang berkepentingan.

6. Mekanisme institusi akan dibangun untuk mencegah dan mengatasi potensi konflik terkait air.

7. Perencanaan sumber daya air dan pengambilan keputusan akan dilakukan secara demokratis, memastikan perwakilan dari pihak-pihak terkait dan membina partisipasi langsung dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Definisi lain muncul dari suatu komunitas yang terdiri dari perusahaan yang bergerak di bidang sumber daya air (Water Corporation) di Australia bagian barat yang dituangkan dalam bentuk panduan penilaian keberlanjutan yang berjudul Water Forever. Panduan ini diterbitkan pada bulan Oktober tahun 2007 dalam rangka penyusunan rencana jangka panjang 50 tahun untuk menyediakan air, pengolahan air limbah, dan jasa drainase untuk kota Perth dan sekitarnya. Panduan ini akan menghasilkan kerangka kerja bagi perusahaan di bidang sumber daya air yang bertumpu pada prinsip konservasi dan pembangunan infrastruktur dalam rangka mendukung pengelolaan air di masa depan, khususnya pada saat terjadi penurunan curah hujan yang kontinu dan perkiraan peningkatan populasi yang semakin tinggi.

Dalam panduan ini, disampaikan definisi keberlanjutan sebagai pertemuan antara kebutuhan saat ini dengan kebutuhan generasi di masa mendatang melalui keterpaduan perlindungan ekosistem (lingkungan), pengembangan sosial, dan kesejahteraan ekonomi. Beberapa kriteria keberlanjutan untuk masing-masing dimensi lingkungan, sosial, dan ekonomi, yaitu sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2 (Western Australian State Sustainability Strategy 2003 dalam Water Corporation 2008).

Tabel 2 Kriteria keberlanjutan berdasarkan panduan Water Forever

No. Dimensi Lingkungan Dimensi Sosial Dimensi Ekonomi

1 Jejak secara fisik (physical footprint)

Preferensi masyarakat Biaya ekonomi netto (net economic cost)

2 Intensitas energi Warisan lokal (situs) Kompleksitas 3 Kapasitas untuk

meningkatkan lingkungan

Kebutuhan sosial Kepercayaan

4 Alokasi air Pemberdayaan pelanggan Ketergantungan terhadap curah hujan

5 Efisiensi air Resiko dari sumber daya (kesehatan)

Fleksibilitas dan kemampuan penyesuaian

Sumber : Water Corporation (2008)

(33)

Tabel 3 Kriteria keberlanjutan jasa penyediaan air baku

No. Dimensi Lingkungan (sumber daya

air)

Dimensi Ekonomi Dimensi Teknologi (infrastruktur) 2 Kualitas Skala ekonomi Keahlian pegawai Kebijakan Aksesibilitas 3 Kepercayaan Perlindungan 4 Kerentanan Minimisasi biaya

produksi

Partisipasi Pemerataan intergenerasi Sumber : Okeola dan Sule (2011)

Berdasarkan beberapa penjelasan dan kriteria keberlanjutan terkait pemanfaatan air, maka diketahui bahwa selain ketiga dimensi utama keberlanjutan (lingkungan/ekologi, sosial, ekonomi), terdapat dua dimensi lain yang dianggap turut mempengaruhi keberlanjutan pemanfaatan air, yaitu dimensi kelembagaan dan dimensi teknologi. Dengan demikian, diperlukan suatu upaya mewujudkan keberlanjutan masing-masing dimensi tersebut di atas agar kegiatan pemanfaatan air juga dapat berkelanjutan.

Analytical Hierarchy Process(AHP)

Dalam rangka mendukung kegiatan pemanfaatan air yang berkelanjutan, diperlukan suatu penguatan sistem pengelolaan melalui penyusunan pedoman kebijakan. Salah satu alat analisis yang umum digunakan dalam menyusun alternatif sebagai arahan dalam pengambilan keputusan yaitu Analisis Proses Hirarki atau umum dikenal sebagai Analytical Hierarchy Process(AHP).

AHP merupakan salah satu teknik pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan banyak kriteria atau Multi Criteria Decision Analysis

(MCDA) yang membantu menjelaskan variabel prioritas yang harus

dipertimbangkan dalam suatu hasil keputusan. Dalam studi ini, metode AHP digunakan untuk menyusun strategi pengelolaan dalam pemanfaatan air di dalam kawasan TNGGP, dimana kriteria-kriteria yang menjadi bahan analisis adalah kriteria yang telah ditentukan sebelumnya pada analisis keberlanjutan, yaitu kriteria ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan teknologi. Teknik AHP dalam studi ini mengadopsi hasil kajian sebelumnya yang dilakukan oleh Okeola dan Sule (2011) terhadap evaluasi alternatif pengelolaan untuk persediaan air baku (urban water supply) di kota Offa, Kwara State, Nigeria. Berdasarkan hasil kajian tersebut, teknik AHP terbukti cukup efektif dalam memfasilitasi para penyusun kebijakan dalam mengeksplorasi suatu permasalahan lebih dalam.

(34)

Kriteria dan alternatif kemudian dinilai melalui perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) dengan skala 1 sampai 9 (Saaty 1983 dalam Marimin, 2008) sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Skala dasar rankingAnalytical Hierarchy Process(AHP)

Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari suatu kriteria/alternatif, kemudian bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau persamaan matematis. Setelah pembobotan, kemudian dilakukan uji konsistensi untuk mengetahui apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan secara konsekuen atau tidak.

Tinjauan Studi Terdahulu

Kajian tentang kegiatan pemanfaatan sumber daya air di kawasan TNGGP telah banyak dilakukan sebelumnya, beberapa diantaranya akan disampaikan dalam sub bab ini. Topik penelitian, nama peneliti serta hasil penelitian akan diuraikan secara singkat untuk memberikan gambaran dan mencari keterkaitan dengan penelitian yang akan dibahas dalam tesis ini.

Kawasan TNGGP untuk pertama kalinya diketahui memiliki nilai ekonomi air yang tinggi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darusman (1993). Dengan menggunakan teori “willingness to pay “ sebagai dasar analisis untuk merumuskan kurva permintaan air baik untuk sektor rumah tangga maupun untuk pertanian di sekitar TNGGP pada tahun 1991, maka diketahui bahwa nilai manfaat air yang diberikan oleh TNGGP diperkirakan sebesar Rp. 4.341 milyar per tahun atau Rp. 280 juta per hektar Taman Nasional per tahun kepada masyarakat di sekitarnya. Salah satu saran yang dikemukakan oleh peneliti adalah perlunya keberadaan kelembagaan (lembaga, aturan, mekanisme) yang mengatur pembayaran dari sektor rumah tangga dan sektor pertanian ke sektor kehutanan, agar sumber daya hutan dan sumber daya lahan dapat dimanfaatkan secara optimal.

Kajian valuasi ekonomi terhadap air di kawasan TNGGP juga pernah dilakukan oleh Wiratno et a.l(2004) dengan asumsi kegiatan pelestarian kawasan TNGGP dapat menjadikan kawasan TNGGP sebagai suatu aset yang bernilai sekitar Rp. 920 milliar (100 juta dollar AS) per tahun untuk menghidupi sekitar 20 juta pendudk di sekitarnya. Dalam perhitungan ini, dilakukan kalkulasi nilai air yang ada di kawasan TNGGP yang terbagi menjadi dua kategori yaitu nilai air yang digunakan untuk mengairi lahan pertanian dan nilai konsumsi rumah tangga. Berdasarkan hasil kajian ini, diketahui bahwa harga air untuk kebutuhan pertanian dinilai sebesar Rp. 0.27/m3dan keperluan air per tahun dinilai sebesar 3.89 milliar

Nilai Keterangan

1 Kriteria/alternatif A sama penting dengan kriteria/alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B

5 A jelas lebih penting dari B

7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B

(35)

m3, sehingga per tahun kebutuhan pertanian memiliki harga air sebesar Rp. 1.05 milliar dan dengan asumsiNet Present Value (NPV) 10% dalam 25 tahun harga konstan, maka harga air per tahun akan meningkat menjadi Rp. 9.53 milliar. Pada konsumsi rumah tangga, harga air dinilai sebesar Rp. 268/m3 dan keperluan air per tahun dinilai sebesar 7,097.369 m3, sehingga per tahun kebutuhan rumah tangga memiliki harga air sebesar Rp. 1.90 milliar dan dengan asumsi NPV 10% dalam 25 tahun harga konstan, maka harga air per tahun akan meningkat menjadi Rp. 17.28 milliar. Dengan demikian, kedua nilai air tersebut yang bernilai Rp. 2.95 milliar per tahun akan meningkat harganya menjadi 27,80 milliar pada 25 tahun yang akan datang.

Selain memiliki nilai ekonomi, air di kawasan TNGGP juga dinilai sangat penting keberadaannya dengan adanya kajian pendugaan potensi ketersediaan air oleh Rushayati (2006) dengan menggunakan metode analisis Neraca Air Lahan. Berdasarkan hasil kajian ini, kawasan TNGGP diketahui memiliki surplus air sebesar 548,960,480 m3/tahun apabila luas kawasan TNGGP 21,975 ha. Peneliti juga menyampaikan bahwa agar kelangsungan ketersediaan air tersebut terpelihara, maka pemanfaatan yang dilakukan tidak boleh melebihi kapasitas kemampuan kawasan dalam menyimpan air, sehingga perlu adanya aturan dalam pemanfaatan air termasuk insentif dan upaya-upaya konservasi tersebut dengan melibatkan semua pihak.

Terkait dengan upaya konservasi tanah dan air di dalam kawasan TNGGP, Ihsan (2009) telah melakukan penelitian tentang intensitas komunikasi petani di daerah penyangga kawasan TNGGP dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa intensitas komunikasi antara petani dengan pengelola taman nasional melalui kegiatan berpengaruh secara nyata terhadap perilaku petani dalam melakukan konservasi tanah dan air secara berkelanjutan di daerah penyangga kawasan TNGGP. Secara tidak langsung hal tersebut membuktikan bahwa upaya-upaya konservasi sumber daya air dapat didukung melalui keterlibatan masyarakat daerah penyangga atau desa penyangga.

Berkenaan dengan salah satu hulu DAS yang terdapat di kawasan TNGGP yaitu hulu DAS Ciliwung, Suwarno (2011) telah melakukan penelitian terkait pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu dengan menggunakan metode analisismultidimensional scaling(MDS) untuk menghitung nilai indeks keberlanjutan pengelolaan DAS Ciliwung Hulu dan analisis prospektif digunakan untuk menentukan faktor kunci dalam pengelolaan berkelanjutan, serta analisis morfologis untuk menentukan skenario pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu. Penelitian ini menghasilkan nilai indeks keberlanjutan DAS Ciliwung Hulu sebesar 47,23 berarti kurang berkelanjutan, dimana dua dimensi yang cukup berkelanjutan diperoleh dari dimensi ekonomi dan dimensi aksesibilitas dan teknologi konservasi, serta tiga dimensi lainnya kurang berkelanjutan yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial, dan dimensi kelembagaan.

(36)

(willingness to concervation)/(Y

WTC); 2) kesediaan pemanfaat air minum untuk

membayar jasa lingkungan (willingness to pay)/(Y

WTP); 3) kesediaan masyarakat

menerima pembayaran atas jasa lingkungan (willingness to accept)/(Y

WTA); dan 4)

menetapkan pilihan kebijakan dengan pendekatan AHP. Hasil penelitian menyatakan perlunya dikembangkan pengembangan kebijakan insentif yang lebih adil dan merata dan menetapkan nilai rataan (WTP-WTA) sebesar Rp. 1563.97 per m3sebagai basis perhitungan dasar tentang nilai pembayaran jasa lingkungan yang dapat diterapkan secara bertahap di DAS Cisadane Hulu oleh Pemerintah terhadap para pengelola air(users pay principle) untuk masyarakat di hulu.

(37)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lokasi pengguna air sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Pada Kabupaten Bogor terdapat 40 pengguna air yang tersebar di 4 kecamatan yaitu kecamatan Ciawi, Caringin, Cisarua, dan Megamendung. Karakteristik pengguna air di Kabupaten Bogor lebih bervariasi dibandingkan dengan pengguna air di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, karena selain digunakan untuk kegiatan rumah tangga dan pertanian, juga digunakan untuk kegiatan usaha antara lain bidang usaha peternakan, air minum, penginapan, dan wisata. Oleh karena itu, maka Kabupaten Bogor dipilih sebagai lokasi studi kasus pada penelitian ini. Kegiatan persiapan, pengambilan data, pengolahan dan analisis data serta penyusunan tesis dilaksanakan selama 6 (enam) bulan mulai bulan Juli - Desember 2012. Peta lokasi studi dapat dilihat pada Gambar 2.

(38)

Sumber Data dan Informasi Penelitian Sumber Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner oleh masyarakat danstakeholders yang terkait dengan kegiatan pemanfaatan air secara langsung di kawasan TNGGP, baik sebagai pelaku utama (pengelola kawasan dan pengguna air), pembuat kebijakan maupun yang terlibat dalam ruang lingkup pemanfaatan air. Beberapa pihak yang terlibat menjadi responden dalam penelitian ini adalah unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, lembaga, dan tokoh masyarakat, yang terdiri dari : Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BB TNGGP), Forum Peduli Air-TNGGP (FORPELA-TNGGP), Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (Dit. PJLKKHL) Kementerian Kehutanan, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (BPSDA WS) Ciliwung-Cisadane, Provinsi Jawa Barat, Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor, Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) Citarum-Ciliwung, akademisi dari Institut Pertanian Bogor, ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Flamboyan desa Sukagalih, perusahaan pengguna air, dan masyarakat pengguna air.

Sumber Perolehan Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari BB TNGGP, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perencanaan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ciliwung-Citarum, Badan Planologi Kementerian Kehutanan, Dit. PJLKKHL Kementerian Kehutanan, FORPELA, dan laporan-laporan penelitian terkait kegiatan pemanfaatan sumber daya air di kawasan TNGGP.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dibagi menjadi 3 tahap yaitu : 1) penyebaran kuisioner pendahuluan; 2) wawancara dan diskusi mendalam (in-depth interview); dan 3) pengisian kuisioner Analytical Hierarchy Process (AHP). Pada tahap penyebaran kuisioner pendahuluan dilakukan kepada pihak pengguna air yang

tergabung kedalam kelembagaan FORPELA wilayah Kabupaten Bogor

sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.

(39)

Tabel 5 Pengguna air di Kabupaten Bogor yang tergabung dalam FORPELA

No. Nama Pengguna Penggunaan Alamat Tahun

Perjanjiana

1 Desa Naggerang Rumah tangga Nangerang, Cicurug 2002

2 STTP Cinagara Lembaga Pasir Buligir,

Cicurug

-3 BBDAPK Cinagara Lembaga Cinagara, Cicurug

-4 Hendro Peternakan ayam Tangkil, Caringin

-5 Dodi Peternakan sapi dan

sayuran Tangkil, Caringin

-6 PT. Nilam Indo/PT. Pacul Tani Pertanian Tangkil, Caringin -7 PT. Rejosari Peternakan Tapos Peternakan Citapen, Ciawi 1999

8 PT. Saung Mirwan Pertanian Sukagalih,

Megamendung 1999

9 Taman Safari Indonesia Lembaga/wisata Cisarua

-10 PTPN VIII Gunung Mas Pertanian Tugu Selatan,

Cisarua

-11 ALECCIA Hortikultura/ bunga

potong

Sukaresmi,

Megamendung

-12 Ibu Ida Hortikultura/

sayuran dan bunga -

-13 PT. Prestine Aqua AMDK Pancawati, Caringin

-14 Peternakan Bunikasih Peternakan sapi -

-15 Romo Rumah Tangga dan

Sayuran

17 Peternakan Barubolang Peternakan ayam Sukaresmi,

Megamendung

-18 PT. Agri Ekatama Hortikultura/

sayuran dan bunga

-19 Bapak Bagyo Hortikultura/

sayuran

-20 Hotel Seruni Penginapan/wisata Tugu Selatan,

Cisarua

-21 Rose Farm Hortikultura/bunga -

-22 Bapak Suryo Penginapan/villa Cinagara, Caringin

-23 Santa Monica Penginapan/villa Pancawati, Caringin

-24 Yayasan Batase Hortikultura/

sayuran -

-25 PT. Pasekon Hortikultura/

sayuran -

-26 Peternakan Fajar Peternakan ayam -

-27 Padepokan Walisongo Rumah tangga -

-28 Pusdiklat Karya Nyata Rumah tangga Cinagara, Caringin

-29 RM. Desa Bumbu Rumah tangga/

rumah makan Cinagara, Caringin

-30 Peternakan Wangunjaya Peternakan ayam -

-31 Yayasan Dua’pa Rumah tangga -

-32 Desa Bojong Murni Rumah tangga Bojong Murni,

(40)

Tabel 5 (Lanjutan)

a

Sumber : FORPELA (2009) dan BB TNGGP (2012)

Tabel 6 Lokasi pengambilan contoh data

Jumlah responden untuk masing-masing perusahaan terdiri dari 1 (satu) orang yang merupakan perwakilan perusahaan, sedangkan jumlah responden untuk masing-masing desa berjumlah 12 Kepala Keluarga (KK) yang merupakan perwakilan dari jumlah masyarakat pengguna air langsung dari TNGGP di desa tersebut yaitu sebanyak 100 KK di desa Cileungsi dan 176 KK di desa Sukagalih. Tahap yang kedua, yaitu melakukan wawancara dan diskusi mendalam (in-depth interview) terhadap pihak pengelola kawasan (BB TNGGP), perwakilan lembaga pengguna air (FORPELA), serta beberapa instansi pemerintah terkait sumber daya air. Tahap yang ketiga, yaitu penyebaran kuisioner AHP dilakukan kepada BB

No. Nama Pengguna Penggunaan Alamat Tahun

Perjanjiana

33 Desa Cileungsi Rumah tangga Cileungsi, Ciawi 2002

34 Desa Citapen Rumah tangga Citapen, Ciawi 2002

35 Desa Sukagalih Rumah tangga Sukagalih,

Megamendung 2002

36 Desa Pancawati Rumah tangga Pancawati, Caringin 2008

37 Desa Pasir Buncir Rumah tangga Pasir Buncir,

Caringin 2008

38 Desa Kuta Rumah tangga Kuta,

Megamendung 2008

39 Desa Cibeureum Rumah tangga Cibeureum, Cisarua

-40 Desa Tangkil Rumah tangga Tangkil, Caringin 2006

(41)

TNGGP, FORPELA, Ketua Gapoktan Flamboyan Desa Sukagalih, PT. Prestine Aqua, BPSDA Provinsi Jawa Barat, Dit. PJLKKHL, dan Akademisi dari IPB yang memahami pemanfaatan air.

Analisis Data

Tahapan penelitian dapat disajikan pada Gambar 3. Adapun gambaran hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran

No. Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Keluaran

1. Menganalisis

a. Dimensi ekologi : data potensi c. Dimensi sosial :

(42)

Tabel 7 (Lanjutan)

No. Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik Analisis Keluaran

d. Dimensi

(43)

Identifikasi Permasalahan Studi Pustaka dan Wawancara

Tujuan Penelitian

Pengumpulan Data :

1. Studi data sekunder;

2. Wawancara dan pengisian kuesioner; 3. Wawancara danIn-depth interview

Data Primer

Data Sekunder

Kegiatan pemanfaatan air belum pernah dievaluasi karena kebijakan teknis sebagai salah satu dasar evaluasi masih dalam tahap penyusunan

Bentuk mekanisme pemanfaatan air di kawasan TNGGP

Pengolahan dan Analisis Data

A

Indikator –indikator ekologi : 1 a. Nilai Konservasi Tinggi (NKT)

kawasan (Panduan Identifikasi..2008);

b. Indeks Penutupan Lahan (IPL) (Ditjen RLPS 2009) c. Kecukupan luas kawasan hutan (Suwarno 2011) 2. a. Indeks Penggunaan Air (IPA) (Ditjen RLPS 2009)

b. Stabilitas ketersediaan air

3. a. Perencanaan konservasi sumber daya air b. Pelaksanaan konservasi sumber daya air c. Jenis konservasi sumber daya air

Indikator-indikator ekonomi : 1.a. Bentuk manfaat penggunaan air

b. Manfaat lebih bagi pengguna air

2.a. Rasio biaya pemanfaatan air terhadap biaya total produksi pengguna komersial

b. Rasio biaya pemanfaatan air terhadap pendapatan masyarakat pengguna non komersial

Indikator-indikator sosial :

a.a. Ruang lingkup pemanfaatan air b. Faktor pembatas pemanfaatan air

b.a. Persepsi

b. Partisipasi pihak pengguna air c. Peranan lembaga pengguna air

Indikator-indikator kelembagaan :

1.a. Kapasitas organisasi pemerintah (Suwarno 2011) b. Kapasitas koordinasi

2. Tingkat sinergitas kebijakan Indikator teknologi dan aksesibilitas :

a.a. Jumlah sarana pada pengguna air non komersial b. Jumlah sarana pada pengguna air komersial c. Kemudahan akses pihak pengguna air

2.a. Penerapan teknologi konservatif pengguna air non komersial

b. Penerapan teknologi konservatif pengguna air komersial

(44)

Sebagai data pendukung dalam dimensi ekologi maka dilakukan analisis spasial untuk mengetahui kecukupan luas kawasan hutan dalam tata ruang DAS yang termasuk kawasan TNGGP dan Kabupaten Bogor dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) melalui proses tumpang tindih (overlay) dengan antara peta batas kawasan TNGGP, peta RTRWP Propinsi Jawa Barat, peta administrasi Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur; dan peta batas DAS Prioritas, dengan menggunakan software Arc GIS 10 sebagaimana tergambar dalam skema pada Gambar 4.

Gambar 4 Skema proses pemetaan TNGGP dalam tata ruang DAS

Bentuk Mekanisme Pemanfaatan Air

Gambaran umum kondisi kegiatan pemanfaatan air langsung di kawasan TNGGP dilakukan dengan analisis deskriptif dari studi literatur dan wawancara dengan BB TNGGP dan FORPELA-TNGGP sebagai informasi pendukung kondisi umum kegiatan pemanfaatan air di kawasan TNGGP.

Status Keberlanjutan Pemanfaatan Air

Penilaian keberlanjutan dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria keberlanjutan yang terbagi ke dalam tiga dimensi pokok yaitu dimensi lingkungan/ekologi, ekonomi, dan sosial. Pada beberapa perumusan kriteria keberlanjutan yang telah disampaikan sebelumnya pada bab Tinjauan Pustaka, unsur-unsur kelembagaan dan teknologi secara implisit dan eksplisit termasuk kedalam kriteria pada dimensi sosial dan ekonomi, seperti kriteria yang ditetapkan

oleh Federal Council, IDARio, dan Water Corporation. Dalam bidang

pemanfaatan air, unsur-unsur kelembagaan dan teknologi dapat menjadi dimensi keempat dan kelima yang memiliki kriteria tersendiri, seperti yang telah dikaji oleh Okeola dan Sule (2011). Hal ini dikarenakan dimensi kelembagaan juga menjadi sangat penting dalam mendukung keberlanjutan, karena suatu intitusi akan sangat berperan dalam menjamin keadilan pemerataan dan mengatasi konflik yang mungkin terjadi (Gleick 1998), sedangkan teknologi juga dipandang dapat

Peta kawasan TNGGP

Peta administrasi Kab. Bogor

Peta administrasi Kab. Sukabumi

Peta administrasi Kab. Cianjur

Overlay dengan SIG

Peta RTRW Prop. Jawa Barat Peta Batas DAS

Prioritas

Persentase luas fungsi kawasan hutan dalam tata ruang DAS yang termasuk TNGGP dan

Gambar

Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiranMekanisme kegiatanpemanfaatan air diTNGGPPeraturan tekniskegiatanpemanfaatan air diKPA belum tersediaPeningkatanjumlah penggunaair di kawasanTNGGP Pengelolaan kegiatanpemanfaatan air diTNGGPKetersediaan air diTNGGPEk
Tabel 5 Pengguna air di Kabupaten Bogor yang tergabung dalam FORPELA
Tabel 7 Matrik hubungan antara tujuan, jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran
Gambar 4 Skema proses pemetaan TNGGP dalam tata ruang DAS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan tersebut jika dibandingkan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf c Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : M.09-HT.05.10 Tahun 1998 Tentang

Sistem Pendukung keputusan rotasi posisi duduk siswa dalam kelas ini dapat memberikan penilaian pendukung keputusan rotasi posisi duduk siswa dalam kelas dengan

Perspektif situasi merupakan suatu perspektif yang menekankan bahwa sukses tidaknya komunikasi antar pribadi sangat tergantung pada situasi komunikasi, mengacu pada hubungan

Manfaat penelitian ini adalah memberikan manfaat praktis dan teoritis untuk masyarakat maupun seniman khususnya seni tari tentang bentuk penyajian dan proses

menjadi negara-negara Arab independen. Hal itu bermula dari dialektika inteligensia 19 yang mendapat tantangan hebat dari penetrasi lempengan sejarah menarik yang menyedot

Agama sebagai terapi kesehatan mental dalam islam sudah ditunjukkan secara jelas dalam ayat-ayat Al-Quran, di antaranya yang membahas tentang ketenangan dan kebahagiaan

Učni načrt iz leta 2011 kot cilj poučevanja slovenščine pri književnem pouku opredeljuje razvijanje sporazumevalne zmožnosti, ki vključuje bralno, literarno, kulturno in

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan motivasi kerja pegawai sudah baik, pemimpin mampu dalam menjalankan