BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
7) Kearifan Lingkungan sebagai Aset Bangsa dan Negara
Gb. 2.7 Kearifan Lingkungan sebagai Aset Bangsa dan Negara Kearifan Lingkungan sebagai Aset Bangsa dan Negara
Ditemukan nilai rasionalisasinya/ penjelasan ilmiah Nilai-nilai budaya seperti pamali Alternatif baru
dalam penanganan masalah lingkungan yang terjadi Keinginan manusia menghargai dan mengaplikasikan
sains, dan agama sebagai wahana untuk menghubungkannya dengan alam sebagai ciptaan.
Ditemukan hakikat mendasar Kearifan
Lingkungan
Penerapan paperless dan teknologi informasi serta komunikasi
Paperless dan Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran, PPL, KKL, KKN, dan bimbang skripsi
43 8) Rapuhnya Kearifan Lingkungan sebagai Faktor Penghambat
Pembangunan Berkelanjutan
Sudharto P. Hadi dalam Sudarsono (2007a: 165)
berpendapat ‘rapuhnya kearifan lingkungan itu seiring dengan
makin besarnya jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meningkatnya jumlah penduduk dan beragamnya kebutuhan memicu eksploitasi sumber daya alam yang semakin besar. Perkembangan teknologi manusia merasa bahwa alam tidak lagi sakral karena manusia merasa dapat menguasainya. Manusia tidak lagi merasa harus mengikuti irama
dan hukum alam tetapi menentukan irama dan hukumnya sendiri’.
Di samping itu, kebijakan tertulis ataupun tidak tertulis yang dimiliki oleh masyarakat, atau bahkan lembaga menjadikan masyarakat dibuat tidak berdaya utuk mengakkan kearifan terhadap lingkungan.
Kearifan lingkungan direpresentasikan dalam nilai agama, sosial, norma, adat, etika, sistem kepercayaan, pola penataan ruang tradisional, serta peralatan dan teknologi sederhana ramah lingkungan. Sumber daya sosial yang diwarisi secara turun temurun tersebut pada kenyataannya terbukti efektif menjaga kelestarian lingkungan serta menjamin kelestarian lingkungan. Nilai-nilai agama Islam yang sarat dengan nilai-nilai moral menjadi kekayaan tersendiri bagi mahasiswa STAIN Salatiga
44 dalam mengimplementasikan paperless berbasis teknologi informasi dan komunikasi dalam melaksanakan kegiatan akademik dan organisasi kemahasiswaan.
9) Mempertahankan Kearifan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan
Kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan faktor pendorong sekaligus kekuatan penggerak dalam pengelolaan lingkungan hidup. Adaptasi terhadap lingkungan kelompok-kelompok masyarakat tersebut mengembangkan kearifan lingkungan sebagai hasil abstraksi pengalaman dalam mengelola lingkungan. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang dikembangkan masyarakat Indonesia yang majemuk merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan.
Keyakinan tradisional mengandung sejumlah besar data empiris yang berhubungan dengan fenomena, proses dan sejarah perubahan lingkungan, sehingga membawa implikasi bahwa sistem pengetahuan tradisional dapat memberikan gambaran informasi yang berguna bagi perencanaan dan proses pembangunan. Keyakinan tradisional dipandang sebagai kearifan budaya lokal dan merupakan sumber informasi empiris dan pengetahuan penting yang dapat ditingkatkan untuk melengkapi dan memperkaya keseluruhan pemahaman ilmiah. Kearifan tersebut banyak
45 berisikan gambaran tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang hal-hal yang berkaitan dengan struktur lingkungan, misalnya bagaimana lingkungan berfungsi, reaksi alam terhadap tindakan manusia, serta hubungan-hubungan yang sebaiknya tercipta antara masyarakat dan lingkungan alamnya. Penggalian terhadap kearifan budaya lokal ditujukan untuk mengenal dan memahami fenomena alam melalui penelusuran informasi dari masyarakat.
Kearifan lokal di masyarakat yang didasari dari pengalaman dalam periode waktu panjang sehingga tertanam keselarasan hidup dengan alam, memahami secara dalam karakter alam dan kehidupannya diterapkan dalam mengelola alam merupakan cara untuk mempertahankan kearifan lingkungan. Kearifan lingkungan bukanlah tindakan tradisional yang terbelakang, kita dapat menerapkan teknologi modern pengelolaan lingkungan, tetapi dengan memperhatikan kearifan lokal, paduan yang proporsional akan terwujud kearifan lingkungan. Kegiatan gotong royong dalam pembuatan rumah adat merupakan salah satu contoh kearifan lokal yang dipertahankan sebagai kearifan lingkungan sosial.
Kearifan mahasiswa terhadap lingkungan yang berada di luar lingkungan hutan secara langsung perlu mendapatkan apresiasi yang memadai. Pentingnya paperless sebagai bagian dari sikap arif
46 terhadap lingkungan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan. Ciri dari pembangunan berkelanjutan antara lain penggunaan sumber daya alam secara efisien. Paperless dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi merupakan salah satu upaya efisiensi terhadap sumber daya alam.
Mempertahankan Kearifan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan dapat ditampilkan dalam gambar 2.8.
Gb. 2.8 Mempertahankan Kearifan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan
10)Strategi Membangun Perilaku Arif terhadap Lingkungan
Strategi yang dapat digunakan untuk membentuk perilaku ekologis berupa perilaku arif terhadap lingkungan dengan Pendorong sekaligus kekuatan
penggerak dalam pengelolaan lingkungan hidup Kemajemukan
Bangsa
Mempertahankan Kearifan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan
Adaptasi Keanekaragaman
Sumber Daya Alam
Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Kearifan Tradisonal
Perencanaan Paperless dan Penggunaan Teknologi Informasi Dan Komunikasi
47 mengadopsi pada pendidikan Islam menurut Nasikh Ulwan dalam Susilowati (2002: 73) antara lain melalui keteladanan, pembiasaan, nasehat, pengawasan, dan hukuman. Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, 2011: 26-9 menegakkan konsep penyusunan strategi perilaku ekologis dengan kegiatan mengajarkan, pembiasaan, keteladanan, dan refleksi.
a) Mengajarkan
Menumbuhkan akhlak lingkungan dengan mengandalkan pada pengetahuan teoretis tentang konsep-konsep nilai yang terkait dengan perilaku ramah lingkungan dan pengelolaan lingkungan. Seseorang dapat memiliki kesadaran dan melakukan perilaku ramah lingkungan terlebih dahulu harus mengetahui nilai-nilai penting lingkungan bagi kehidupan dan bagaimana melakukan pengelolaannya. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa perilaku manusia pada dasarnya dituntun oleh pengertian dan pemahaman terhadap nilai dari perilaku yang dilakukannya melalui proses pendidikan dan pengajaran.
Proses pendidikan dan pengajaran tentang lingkungan ini dapat dilakukan secara langsung, baik melalui pemberian informasi dengan pembelajaran maupun penugasan melalui pembacaan terhadap berbagai referensi. Bahkan pengajaran ini dapat dilakukan dengan melihat secara langsung ayat-ayat
48 kauniyah (fenomena alam) yang ada di sekitar kampus untuk dapat ditindaklanjuti pada perilaku paperless sebagai bagian upaya untuk menunjukkan kearifan terhadap lingkungan. b) Keteladanan
Keteladanan dalam pendidikan adalah metode ifluentif yang paling meyakinkan keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk perilaku spiritual dan moral. Metode pembinaan akhlak terhadap lingkungan ini sangat penting karena akhlak merupakan kawasan afektif yang terwujud dalam bentuk tingkah laku (behavioral). Metode ini berdasarkan pada pemahaman bahwa tingkah laku peserta didik dimulai dengan imitatio; meniru dan ini berlaku sejak masih kecil. Apa yang dikatakan orang yang lebih tua akan terekam dan dimunculkan kembali oleh anak sebagai proses transfer keteladanan. Peserta didik belajar untuk melakukan sesuatu dari sekitarnya untuk mendapatkan keteladanan. Pembinaan akhlak lingkungan melalui metode keteladanan ini memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam membentuk perilaku peduli terhadap lingkungan. Bagaimana mungkin orang lain dapat menumbuhkan akhlak lingkungan dalam dirinya kalau orang yang mengajarkan tidak pernah bersikap dan berperilaku arif terhadap lingkungan. Pentingnya keteladanan ini sesuai dengan adagium bahwa satu keteladanan lebih berharga dibanding dengan seribu nasehat.
49 Keteladanan untuk mengimplementasikan paperless akan lebih berharga dari seribu kali mengikuti kuliah.
c) Pembiasaan
Unsur penting bagi pembinaan akhlak adalah bukti dilaksanakannya nilai-nilai normatif akhlak itu sendiri. Penumbuhan akhlak dapat terlaksana apabila dilakukan dengan pembiasaan yang terus menerus sehingga menjadi kebiasaan yang melekat dalam pribadi seseorang. Proses pembiasaan ini dapat dilakukan secara bertahap dan dimulai dari hal yang ringan atau mudah. Untuk ini diperlukan suasana dan tempat yang mendukung bagi terciptanya proses pembiasaan. Penyediaan fasilitas, himbauan, dan larangan dapat dilakukan sebagai upaya menumbuhkan kesadaran kolektif berperilaku paperless untuk menunjukkan kearifan terhadap lingkungan. d) Refleksi
Akhlak lingkungan yang dibentuk melalui berbagai macam program dan kebijakan perlu dievaluasi dan direfleksikan secara berkesinambungan. Tanpa ada usaha untuk melihat kembali proses penumbuhan akhlak lingkungan ini direfleksi, dievaluasi, tidak akan pernah terdapat kemajuan. Refleksi merupakan kemampuan sadar khas manusiawi untuk melihat kelemahan diri dan memperbaikinya pada masa yang akan datang. Berdasarkan pada kemampuan sadar ini, manusia
50 mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas hidupnya dengan lebih baik. Segala tindakan dan pembiasaan dalam menumbuhkan akhlak lingkungan yang telah dilaksanakan perlu dilakukan refleksi untuk melihat keberhasilan dan peranan keluarga, kelompok masyarakat atau pihak yang melakukannya telah berhasil atau gagal dalam menumbuhkan akhlak lingkungan. Proses refleksi ini dapat dilakukan dengan cara mengajak untuk memikirkan kembali apa yang dirasakan, manfaat yang diterima, hikmah apa yang diterima mengenai perilaku paperless yang telah dilakukan dan dibiasakan sehari-hari di kampus. Manfaat dan hikmah dapat dirasakan dan diterima ketika seseorang itu konsisten dengan perilaku paperless untuk menunjukkan kearifan terhadap lingkungan.
Kepeloporan juga dapat menghadirkan karakter ekologis. Kepeloporan menjadi kunci pelestarian daya dukung lingkungan, termasuk implementasi paperless. Kegiatan kepeloporan tersebut tidak hanya sekadar ritual tetapi menjadi spirit yang mampu menggugah semua pihak untuk memasukkan perilaku peduli terhadap lingkungan sebagai agenda bersama (Hadi dalam Sudarsono, 2007a: 167). Mangunjaya (2006) menyatakan bahwa manusia sebenarnya mampu mengelola sumber daya alam karena 3 (tiga) alasan penting. Pertama, manusia dilahirkan dalam keadaan bersih
51 (fitrah). Filosofi ini dapat diartikan kehadiran manusia di bumi hendaknya tidak mencemari lingkungan sebagaimana bersihnya tatkala lahir. Sikap bersih ini harus dikembangkan dalam diri sendiri. Kedua, rangkaian kesadaran manusia dalam memelihara kelestarian hidupnya dan sumber daya alam di bumi. Ketiga, kesadaran kolektif masyarakat yang berangkat dari tradisi dan budaya tidak selalu bisa didekati dengan pendekatan ilmiah. Kepeloporan terhadap kepedulian lingkungan menjadi spirit untuk membangun lingkungan dengan paradigma biofilia dan altruistik yang dapat memberikan bukti keberlanjutan lingkungan bagi generasi yang akan datang melalui implementasi paperless untuk menunjukkan kearifan terhadap lingkungan.
Strategi membangun kearifan lingkungan yang ditegakkan oleh Notoatmodjo (2010: 246) antara lain revitalisasi ajaran agama, tadabbur alam, muhasabah terhadap fenomena lingkungan, berpartisipasi dalam program hijau, dan reward dan punishment. Pertama, revitalisasi ajaran agama, artinya bentuk ajaran agama yang didominasi dogma-dogma sempit perlu diperluas. Kontekstualisasi agama perlu diperbanyak agar cakrawala pemikiran dan tindakan lebih luas, tidak hanya sekadar ritual keagamaan saja. Kedua, tadabbur alam keindahan alam menjadi modal untuk berpikir, merenung,
52 dan bermuara pada aktivitas untuk memanfaatkan, megelola, dan menjaga dengan penuh tanggung jawab. Birunya laut, gemuruh ombak, hijaunya alam dengan aneka flora dan fauna adalah anugerah Allah Swt yang tiada tara yang dapat dinikmati secara bijaksana. Ketiga, muhasabah terhadap fenomena lingkungan, fenomena alam panas bumi yang semakin meningkat, bendana alam, musim yang tidak teratur, dan rusaknya lapisan ozon merupakan fenomena alam yang mesti menjadi sumber muhasabah bagi setiap individu terhadap berbagai aktivitas yang telah dilakukan selama ini. Keempat, berpartisipasi dalam program hijau, program hijau semakin banyak variasinya. Banyaknya acara ini sudah seharusnya bukan sekadar acara sensasional atau seremonial tanpa makna, namum lebih dari itu. Acara-acara ini perlu penghayatan, sebab aktivitas tanpa penghayatan tidak akan efektif. Setiap individu mestinya dapat memilih dari berbagai program hijau yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik dirinya. Kelima, program reward dan punishment dengan memberi kepada siapa saja yang berprestasi dalam menjaga kelestarian lingkungan, demikian sebliknya, memberikan pusnihment kepada siapa saja yang melakukan perusakan terhadap lingkungan. Konsep ini dapat ditarik pada program paperless di PT berupa revitalisasi ajaran agama, tadabbur alam, muhasabah terhadap fenomena
53 lingkungan, berpartisipasi dalam program hijau, dan reward dan punishment.
Strategi membangun perilaku arif terhadap lingkungan dapat ditampilkan dalam gambar 2.9.
Gb. 2.9 Strategi Membangun Perilaku Arif terhadap Lingkungan
Ruang lingkup kajian teori yang berkaitan dengan kearifan lingkungan dapat ditampilkan dalam tabel 2.1
Tabel 2.1
Ruang Lingkup Kajian Teori No Ruang Lingkup
Kajian Teori
Keterangan 1. Pengertian Kearifan
Lingkungan
Kearifan (wisdom) dapat disepadankan maknanya dengan pengetahuan, kecerdikan, kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan penyelesaian atau penanggulangan suat masalah atau serangkaian masalah yang relatif pelik dan rumit
2. Makna Kearifan Lingkungan
makna kearifan lingkungan adalah penyesuaian dengan sifat alami lingkungan, yaitu penyesuaian manusia untuk sederhana dan harmonis dengan alam. Implikasi penyesuaian dengan sifat alami alam antara lain dengan membina, melestarikan, Strategi Membangun Perilaku Arif terhadap
Lingkungan Pe nga ja ra n P em bi as aa n ke te la da n an Re fl eks i Na se ha t pe nga w as an H ukum an
54 mencegah, dan membimbing dari perusak lingkungan menjadi pembina lingkungan. 3. Fungsi Kearifan
Lingkungan
1) Konservasi dan pelestarian sumberdaya alam;
2) Pengembangan sumberdaya manusia; 3) Pengembangan kebudayaan dan ilmu
pengetahuan
4) Petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.
5) Sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.
6) Bermakna etika dan moral, misal yang terwujud dalam upacara Ngabendan penyucian roh leluhur.
7) Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.
4. Prinsip Etika dalam Membangun
Kearifan Lingkungan
lingkungan holistik, keanekaragaman hayati, daur ulang, faktor pembatas, perilaku ekologis, semua ekosistem memiliki kemampuan tertentu, pemulihan dan penstabilan ekosistem. 5. Kearifan
Tradisional dan Rasional
Kearifan tradisional merupakan kebiasaan yang berlaku turun temurun dalam berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Budaya rasional terbentuk dari himpunan gagasan dan inovasi dalam berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Budaya tradisional dan rasional yang pro terhadap lingkungan hidup membentuk kearifan lingkungan hidup
6. Kearifan
Lingkungan dalam Perspektif Islam
Substansi pesan ekoteologis dari ungkapan peduli lingkungan sebagai bagian dari iman adalah hakikat orang beriman adalah selalu memelihara kelestarian optimasi daya dukung lingkungan bagi kehidupan. Islam memberikan ajaran secara tegas janganlah mengaku dirinya sebagai orang beriman jika tidak memiliki komitmen untuk peduli lingkungan. Indikator orang beriman adalah kepedulian terhadap lingkungan
7. Kearifan
Lingkungan sebagai Aset Bangsa dan Negara
Keberagaman kearifan lingkungan yang dimiliki bangsa ini merupakan aset atau modal pembangunan yang sangat berharga yang tidak boleh dinaifkan atau dihilangkan semata-mata tidak masuk akal. Nilai pamali (tabu) justru harus ditransformasikan ke dalam khazanah
55 budaya masa kini.
8. Rapuhnya Kearifan Lingkungan sebagai Faktor Penghambat Pembangungan Berkelanjutan
rapuhnya kearifan lingkungan itu seiring dengan makin besarnya jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
9. Mempertahankan