• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEARIFAN LINGKUNGAN MELALUI UPAYA PAPERLESS BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI BAGI MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KEARIFAN LINGKUNGAN MELALUI UPAYA PAPERLESS BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI BAGI MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA - Test Repository"

Copied!
259
0
0

Teks penuh

(1)

i KEARIFAN LINGKUNGAN MELALUI UPAYA PAPERLESS

BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI BAGI MAHASISWA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

NEGERI (STAIN) SALATIGA

LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN STAIN SALATIGA TAHUN 2014

Oleh:

Hj. MASLIKHAH, S.Ag., M.Si

(2)

ii KEMENTERIAN AGAMA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (P3M) JL. Tentara Pelajar 02. Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721

PENGESAHAN

Judul Penelitian

KEARIFAN LINGKUNGAN MELALUI UPAYA PAPERLESS BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI BAGI MAHASISWA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

Peneliti : Hj. MASLIKHAH, S.Ag., M.Si

Tema : Pendidikan

Konsultan : Dr.H.Rahmat Hariyadi, M.Pd Lokasi Penelitian : STAIN Salatiga

Waktu Penelitian : 5 (Lima) Bulan

Besar/Sumber Dana : ………./DIPA STAIN Salatiga tahun 2014

Salatiga, 25 Nopember 2014

Kepala P3M Konsultan

Mufiq, S.Ag., M.Phil Dr.H.Rahmat Hariyadi, M.Pd NIP: 196906171996031004 NIP: 196701121992031005

(3)

iii ABSTRAK

MASLIKHAH. 2014. Kearifan Lingkungan melalui Upaya Paperless Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Konsultan. Dr. H.Rahmat Hariyadi, M.Pd.

Key words: Paperless, Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui makna kearifan lingkungan, upaya yang dilakukan, faktor pendukung, penghambat, dan upaya mengatasi hambatan penerapan paperless dalam rangka menerapkan kearifan lingkungan bagi mahasiswa STAIN Salatiga. Metode penelitian yang digunakan dengan penelitian kualitatif di STAIN Salatiga selama 5 (lima) bulan. Subyek penelitian mahasiswa STAIN Salatiga dengan obyek kegiatan perkuliahan, ujian, praktek, dan bimbingan skripsi. Sumber data mengacu pada 3 (tiga) sumber yaitu dari unsur

person, place, dan paper. Teknik pengumpulan data dengan wawancara,

(4)

iv DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Ruang Lingkup Kajian teori ... 53 Tabel 2.2 Kajian Teori tentang Paperless ... 84 Tabel 2.3 Perbedaan Sebelum dan Sesudah Penggunaan Sistem Website . 102

Tabel 2.4 Perbandingan E-Journal dan Jurnal Tercetak... 105

(5)

v

Gambar 2.8 Rapuhnya Kearifan Lingkungan Sebagai Penghambat Pembangunan Berkelanjutan ... 46

Gambar 4.6 Wawancara Isma Menunjukkan Media Pembelajaran dengan Kertas Bekas Bimbingan Skripsi ... 193

Gambar 4.7 Peneliti dengan Sikhatun Menunjukkan Upaya Paperless pada Hasil Penyusunan Skripsi ... 194

Gambar 4.8 Wawancara Peneliti dengan Istikhana ... 195

Gambar 4.9 Anis Menunjukka Pemanfaatan Kertas Bekas untuk Kegiatan Akademik ... 196

Gambar 4.10 Wawancara Peneliti dengan Faiz di Gedung Perpustakaan Ruang Skripsi Lantai 3 ... 197

Gambar 4.11 Wawancara Peneliti dengan Agus di Gedung Perpustakaan Ruang Skripsi Lantai 3 ... 198

(6)

vi Disk di Lap Top ... 201 Gambar 4.14 Mahasiswa Memanfaatkan Kertas sebagai Alat Peraga

Microteaching ... 202 Gambar 4.15 Mahasiswa Memanfaatkan Kertas Sebagai Alat Peraga

Microteaching ... ... 203 Gambar 4.16 Email Mahasiswa ... 204 Gambar 4.17 Mahasiswa sedang Melakukan Searching on line di Perpustakaan

Internet ... 205 Gambar 4.18 Mahasiswa Mencatat Data/Informasi dai Buku Referensi pada

Buku Catatan ... 206 Gambar 4.19 Mahasiswa Menggunakan Buku Binder untuk Mencatat

Keterangan Kuliah ... 207 Gambar 4.20 Mahasiswa sedang memanfaatkan Teknologi Informasi dan

Komunikasi di Perpustakaan STAIN Salatiga ... 208 Gambar 4.21 Naskah Skripsi yang Dicetak Bolak Balik dari Kertas Bekas

Konsultasi Skripsi Sebelumnya ... 210 Gambar 4.22 Persiapan Mahasiswa untuk Presentasi ... 211 Gambar 4.23 Mahasiswa Presentasi dengan Menggunakan Catatan Kecil dan

Bantuan Alat Teknologi Informasi dan Komunikasi ... 213 Gambar 4.24 Mahasiswa Memanfaatkan Teknologi Informasi dan

(7)

vii DAFTAR LAMPIRAN

halaman

LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara ... 1 LAMPIRAN II Verbatim Wawancara ... 2

(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Abstrak ... iii

Daftar Tabel ... iv

Daftar Gambar ... v

Daftar Lampiran ... vii

Daftar Isi ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 17

BAB II LANDASAN TEORI ... 21

A. Tinjauan Pustaka ... 21

1. Kajian Teori ... 21

a. Kearifan Lingkungan ... 21

1) Pengertian... 21

2) Makna Kearifan Lingkungan ... 24

3) Fungsi Kearifan Lingkungan ... 28

4) Prinsip Etika dalam Membangun Kearifan Lingkungan 30 5) Kearifan Tradisional dan Kearifan Rasional ... 35

6) Kearifan Lingkungan dalam Peerspektif Islam ... 38

(9)

ix 8) Rapuhnya Kearifan Lingkungan sebagai Faktor

Penghambat Pembangunan Berkelanjutan ... 43

9) Mempertahankan Kearifan Lingkungunan untuk Pembangunan Berkelanjutan ... 44

10) Strategi Membangun Perilaku Arif terhadap Lingkungan 46 b. Paperless ... 55

1) Pengertian ... 55

2) Dasar Penerapan Paperless ... 55

3) Tujuan dan Fungsi Paperless ... 63

4) Faktor Penting dalam Penerapan Paperless ... 69

5) Domain Perilaku Paperless ... 72

6) Implementasi Kebijakan Paperless di Perguruan Tinggi Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi ... 75

7) Keuntungan Menerapkan Paperless ... 80

8) Faktor Pendukung pada Penerapan Paperless ... 82

9) Faktor Penghambat Penerapan Paperless ... 83

c. Teknologi Informasi dan Komunikasi ... 85

1) Pengertian ... 85

2) Tujuan ... 85

3) Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi 87

(10)

x 5) Keuntungan Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi

Manusia ... 92

6) Pengelolaan Adminstrasi Akademik Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi ... 93

7) Upaya dari Paperbased ke Paperless ... 97

2. Temuan Hasil Penelitian Terdahulu ... .. 106

a. Mangen, Bente R, Walgermo, Kolbjorn Bronnick ... 106

b. Chao, Chiang-nan, Niall Hegarty, Abraham Stefandis ... 107

c. Dwivedi, Sanjay dan Anand Kumar ... 109

d. Sri Haryati ... 111

e. Agus Efendi ... 114

f. Tiwari, Mohit, Seema Syah ... 115

B. Kerangka Berpikir ... 140

BAB III METODE PENELITIAN ... 144

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 144

B. Jenis Penelitian ... 144

C. Subyek Penelitian ... 145

D. Sumber Data ... 147

E. Teknik Pengumpulan Data ... 148

F. Teknik Analisis Data ... 153

G. Pengecekan Keabsahan Data ... 157

H. Teknik Analisis Data ... 149

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 161

(11)

xi

B.Pembahasan ... 230

BAB V PENUTUP ... 233

A.Kesimpulan ... 233

B.Saran ... 234

C.Rekomendasi ... 235

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah Swt menyatakan dalam Al-Quran yang suci Q.S al-Baqarah: 284

bahwa seluruh alam semesta adalah milikNya. Manusia diberi izin tinggal di dalamnya untuk se mentara dalam rangka memenuhi tujuan yang direncanakan dan ditetapkan Allah Swt. Hal ini berarti, alam bukanlah milik

hakiki manusia. Kepemilikan manusia hanyalah amanat, titipan, pinjaman yang pada saatnya harus dikembalikan dalam keadaan seperti semula, bahkan

manusia yang baik akan mengembalikannya dalam keadaan yang lebih baik dari ketika menerimanya (Muhammad dalam Mangunjaya, Heriyanto, dan Gholami 2007: 4). Bumi tempat manusia tinggal telah diciptakan oleh Allah

Swt dengan sempurna dan seimbang untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kesempurnaan dan keseimbangan tersebut harus dijaga oleh seluruh

manusia tanpa kecuali untuk keberlanjutan bagi generasi yang akan datang. Bumi sebagai tempat hidup bagi berbagai macam makhluk hidup dan matahari sebagai salah satu sumber energi bagi kehidupan yang dilengkapi

dengan kekayaan sumber daya. Mangunjaya (2006: 283) menerangjelaskan bahwa bumi seperti halnya makhluk hidup, sangat sensitif atas perlakukan

yang tidak seimbang. Bumi bisa jatuh sakit apabila ada organ atau sistem yang telah berjalan atas kodrat atau fitrahnya terganggu. Bumi memiliki

(13)

2 dilanggar dan diperlakukan melebihi kapasitasnya akan mengakibatkan ketidakseimbangan yang merugikan umat manusia.

Secara ekologis, lingkungan hidup dipandang sebagai satu sistem yang terdiri dari subsistem. Manusia sebagai bagian penting dalam sistem

ekologi merupakan kesatuan terpadu dengan lingkungannya dan yang memiliki jalinan hubungan fungsional yang sangat kuat. Hubungan fungsional antara manusia dan lingkungan terdapat saling ketergantungan dan saling

pengaruh yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekosistem secara keseluruhan. Budiharjo (2002: 27) memberikan karakter kepada manusia

berdasarkan pada asal kata bahasa Arab, insan yang memiliki sifat bisa diatur atau jinak, ingin senang, lupa dan selalu ingin bergerak maju atau dinamis agar hidupnya harmonis, selaras, dan serasi. Untuk mencapai keselarasan,

keserasian, dan keseimbangan antar subsistem dalam ekosistem diperlukan sistem pengelolaan secara terpadu. Sebagai suatu ekosistem, lingkungan hidup

mempunyai aspek sosial, budaya, ekonomi dan geografi dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda yang lebih menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi untuk mengejar kesejahteran rakyat sering mendatangkan

permasalahan di bidang lingkungan. Permasalahan lingkungan ini biasanya bersumber pada dorongan untuk memanfaatan secara terus menerus dan

belebihan sumber daya alam tanpa memperhatikan daya dukung sumber daya alam tersebut dan dampak yang akan terjadi. Manusia sebagai poros paling

(14)

3 bahwa manusia merupakan tema sentral dalam ekologi manusia. Manusia memiliki posisi imanen dalam konteks ekologi, yaitu menyatu dengan alam.

Manusia berfikir secara antroposentris, alam semesta lebih dilihat sebagai obyek untuk memenuhi kebutuhan manusia dan makhluk hidup lain daripada

ekosentrisme. Ekosentrisme menilai alam semesta merupakan pusat kehidupan manusia dan bagian dari alam ini yang harus dijaga akan kelestariannya. Manusia memiliki berbagai kepentingan terhadap alam baik yang menyangkut

aspek fisik, psikologis, ekonomis, politis, spiritual, maupun sosial. Kepentingan tersebut tidak lepas dari pemanfaatan kekayaan alam.

Kepentingan terhadap kekayaan alam tersebut tidak sekadar memanfaatkan, tetapi justru membuat desteriorasi lingkungan.

Lingkungan hidup mengalami degradasi kualitas lingkungan baik fisik,

sosial maupun buatan. Degradasi lingkungan hampir merata di pelbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Degradasi lingkungan dapat mengancam

keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Kondisi lingkungan yang demikian disebabkan pola pembangunan dan perilaku manusia yang mengabaikan prinsip-prinsip dasar lingkungan. Pembangunan yang berlangsung cenderung

tidak memperhatikan keberlanjutan pembangunan secara sustainable. Semangat eksploitasi sumber daya alam untuk pembangunan dan memenuhi

kebutuhan manusia tanpa memperhatikan kemampuan alam untuk memenuhi dan mengembalikan fungsi lingkungan seperti sedia kala. Bumi dan kekayaan

(15)

4 fungsi alam dan lingkungan hidup tersebut bagi manusia konsekuensinya harus dijaga dan dimanfaatkan dengan bijak. Manusia dan alam harus dibina

hubungannya secara harmonis, sehingga keduanya dapat memberikan hubungan timbal balik yang serasi. Manusia dalam pengertian ini merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari alam dalam proses ekosistemnya. Manusia dipersiapkan untuk menjadi pelestari lingkungan hidup dan bukan sebagai perusak lingkungan. Sudarsono (2008: 25) mengemukakan pendapat bahwa

sebenarnya manusia itu bukanlah perusak mutlak jika manusia mengerti prinsip-prinsip ekologi dalam memanfaatkan sumber daya alam. Interaksi

manusia dengan alam memiliki variasi antara lain mengelola, memanfaatkan, dan melestarikan, serta merusak kelestarian lingkungan. Pada posisi ini, sesuai dengan model interaksinya manusia dapat memerankan secara ganda, di

samping memberikan peluang juga ancaman terhadap kelestarian fungsi lingkungan.

Ancaman bagi lingkungan adalah tipisnya sense of ecology yang dimiliki oleh masyarakat pada semua kalangan, masyarakat tidak memiliki kesadaran yang memadai tentang permasalahan lingkungan (Absori, 2000:

21). Masyarakat pada kelompok tertentu menilai kerusakan lingkungan dan pelestarian lingkungan menjadi tanggung jawab pemerintah, berbeda dengan

konsep yang dituangkan oleh Petkova et.al (2002: 11) bahwa

(16)

5 participation by making information widely available. Effective access to judicial and administrative proceedings,including redress and remedy, shall be provided.

Selebihnya, dijelaskan pada public participation in practice ada 3 (tiga) level yaitu nasional, lokal, dan project level oleh Petkova et.al (2002:

75) disebutkan bahwa This analysis of how public participation operates in practice conciders decision making at three levels: nasional, state or local,

and project level. For each decision-making cases. The analysis begins with

making at the national level, proceeded to regional or local

decision-making, and conclude with an assesment of public participation in decicions

made at the project level.

Hubungan partisipatif antara pemerintah dengan masyarakat menjadi pasangan yang dipersyaratkan untuk kebangunan prinsip ecological

awareness. Gobinath (2010: 18) bahwa educational institutions should also

be focused with industries to preserve our natural resources and

methods are to be developed to improve their environmental

performance. Kasperson (2002: 91) co-operation between government and

civil society has become an established principle in the environment, at least

private. Prinsip interaksi manusia dengan lingkungan diupayakan untuk meningkatkan kualitas manusia itu sendiri, melestarikan vitalitas dan

keanekaragaman bumi agar pembangunan dapat berlanjut, meminimalisir penciutan sumberdaya alam, mengubah kelangkaan menjadi kemelimpahan,

(17)

6 secara baik bagi manusia di masa yang akan datang. Kenyataan yang tampak dan dirasakan saat ini, manusia memanfaatkan sumberdaya alam secara tidak

arif, sehingga lingkungan mengalami kerusakan yang berkelanjutan (Sukandarrumidi dalam Wardhana, 2010: xiv). Fadjar (2005: 297)

mendiskripsikan bahwa kerusakan alam dan lingkungan hidup yang lebih dahsyat bukanlah disebabkan oleh proses penuaan alam itu sendiri, tetapi justru diakibatkan oleh tangan-tangan yang selalu berdalih memanfaatkannya,

yang sesungguhnya adalah mengeksploitasi tanpa memperdulikan adanya kerusakan lingkungan. Anshoriy (2008: 25) menyatakan bahwa sebenarnya

manusia bukan perusak mutlak jika manusia mengerti akan prinsip-prinsip ekologi dalam memanfaatkan sumber daya alam. Dengan demikian, perilaku manusia dinyatakan secara khusus sebagai unsur penting yang mempengaruhi

kualitas sumber daya alam yang mendukung kesejahteraan manusia itu sendiri (Soerjani, 1996: 13). Mangunjaya (2008: 76) memaparkan tentang manusia

dan kerusakan lingkungan sebagai berikut manusia kaya atau miskin menjadi tertuduh atas penyebab kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Apa yang bisa dilakukan? Saat ini target yang bisa dilakukan para pembela lingkungan

adalah bagaimana sesegera mungkin orang dapat mengubah pola gaya hidup dan perilakunya. Faktor yang dapat menentukan perubahan perilaku manusia

baik individual maupun kolektif antara lain nilai-nilai moral dan budaya yang di dalamnya termasuk nilai-nilai keagamaan yang mengkristal, pendidikan

(18)

7 hidup yang lebih ramah lingkungan, perundang-undangan atau aturan dan tata kerja yang jelas.

Manusia memposisikan hutan sebagai lahan untuk mencari nafkah hidup sejak zaman nenek moyang. Sejak itu pula telah ada kearifan lokal

manusia untuk melindungi dan melestarikan hutan dan lingkungannya sehingga hutan tetap menjadi primadona penopang kehidupan manusia pada zamannya. Hutan diketahui memiliki manfaat yang langsung maupun tidak

langsung bagi kehidupan manusia. Manfaat langsung antara lain sebagai sumber bahan pangan, sumber protein, sumber pendukung fasilitas

pendidikan, sumber bahan bakar, sumber oksigen, sumber pendapatan, sumber obat-abatan, habitat satwa.

Kerusakan hutan atau istilahnya "disturbance" ganguan-gangguan

dalam intensitas yang terbatas memberikan dampat posistif terhadap pertumbuhan semai-semai dan regenerasi di dalam hutan. Semua ini terjadi

agar keseimbangan ekosistem dalam hutan dapat terjadi melalui proses alami yang berjalan dengan baik. Namun, apabila intensitas kerusakan hutan itu tinggi melebihi "daya lenting" yang ada, maka akan terjadi deforestasi yang

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Pendekatan rasionalitas dengan menggunakan sains dan teknologi lebih

ditonjolkan tanpa diimbangi dengan sentuhan moral atau etika manakala manusia berhadapan dengan alam semesta. Cara pandang manusia terhadap

(19)

8

World Record, Indonesia merupakan negara penghancur hutan tercepat

(Sudarsono, 2007: xi). Hutan di Kalimantan dan Riau terbakar/dibakar

mencapai ribuan hektar. Menurut Mangunjaya (2008: 61) kerusakan hutan Indonesia antara tahun 2000-2005 mencapai 1,8 Ha hingga 2 juta Ha per

tahun. Menurut Qaradhawi, 2002: 332) hutan yang dimusnahkan setiap detiknya di dunia ini mencapai lebih dari 4 Km. Beberapa industri kertas menjadi kehilangan bahan dasar pembuat kertas. Menurut Fariz (7 April 2010

dalam Kompas) disebutkan bahwa semakin banyak kertas yang dipakai, maka semakin banyak pula kayu yang ditebang. Apabila semakin banyak hutan

yang digunduli, maka kerusakan lingkungan seperti ini akan berakibat pada perubahan iklim. Misalnya efek rumah kaca, yang ada kaitannya dengan kurangnya penyerapan karbondioksida akibat jumlah pohon yang makin

sedikit. Efek rumah kaca akan meningkatkan suhu bumi, lalu berimbas pada banyaknya gejala cuaca yang aneh seperti El Nino, La Nina, mencairnya es di

kutub dan lain-lain. Produksi kertas pun menjadi menurun atau paling tidak Indonesia kembali menjadi importir kayu sebagai bahan dasar industri kertas untuk memenuhi kebutuhan manusia pada berbagai lapisan masyarakat

dengan berbagai keperluan.

Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan

kompresi serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya alami yang mengandung selulosa dan hemiselulosa. Kertas dikenal sebagai media

(20)

9 digunakan untuk hidangan, kebersihan ataupun toilet. Adanya kertas merupakan revolusi baru dalam dunia tulis-menulis yang menyumbangkan arti

besar dalam peradaban dunia. Sebelum ditemukan kertas, bangsa-bangsa dahulu menggunakan tablet dari tanah lempung yang dibakar. Hal ini dapat

dijumpai dari peradaban bangsa Sumeria, prasasti dari batu, kayu, bambu, kulit atau tulang binatang, sutra, bahkan daun lontar yang dirangkai seperti dijumpai pada naskah naskah nusantara beberapa abad lampau (wikipedia

bahasa Indonesia. Diakses 4 September 2014). Kertas yang sering digunakan itu umumnya terbuat dari kayu atau lebih tepatnya dari serat kayu yang

dicampur dengan bahan-bahan kimia sebagai pengisi dan penguat kertas. Kayu yang digunakan di Indonesia umumnya jenis Akasia. Kayu jenis ini berserat pendek sehingga kertas menjadi rapuh. Hutan merupakan penghasil

kayu yang diandalkan selama ini. Kebakaran hutan yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia menyisakan ruang sejarah yang sangat fenomenal.

Mangunjaya (2006: 102) memberikan informasi bahwa ketika hutan menjadi gundul, upaya mengembalikan hutan ternyata membutuhkan biaya yang sangat mahal. Mengembalikan hutan dengan program dana reboisasi pun

terbukti gagal. Program-program untuk mengembalikan hutan dengan reboisasi selalu dilaporkan tidak enak didengar. Proyek-proyek pengganti

untuk menstabilkan produksi kayu pun gagal dilakukan. Pemerintah perlu strategi yang terintegrasi dan komprehensif untuk bisa mempertahankan hutan

(21)

10 lain agar tujuan utama pencatatan dan pencetakan dapat diperoleh. Teknologi informasi dan komunikasi perlu digalakkan sebagai bagaian dari penyelesaian

paperbased yang menjadi primadona masyarakat selama ini.

Masyarakat menilai isu konsumsi kertas untuk berbagai kepentingan

sebagai salah satu perusak lingkungan dianggap berlebihan. Alasan yang dapat dikemukakan saat ini, pilihan-pilihan sedang dihadapkan pada masyarakat adalah bagaimana masyarakat dapat bersikap bijaksana untuk mengatasi

masalah kelangkaan kayu sebagai bahan dasar kertas. Penanaman pohon kembali atau reboisasi menunjukkan kegagalan yang berulang. Seruan

penghematan penggunaan kertas tidak henti-hentinya dilakukan oleh berbagai kalangan, baik dari unsur pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat. Peralihan teknologi media informasi dari media cetak ke media digital dan

elektronik masih belum bisa diterima secara keseluruhan oleh berbagai pihak. Seruan menggunakan kembali kertas (reuse) hingga mendaur ulang kertas

belum dapat menyentuh hati masyarakat pada berbagai lapisan. Program paperless yang sudah dilakukan pada berbagai PT di luar negeri telah

disosialisasikan keuntungan yang dapat dipetik, namun beberapa PT masih

mempertahankan paperbased sebagai salah satu fasilitas utama.

Kertas merupakan sarana yang dibutuhkan berbagai lapisan masyarakat,

termasuk mahasiswa di Perguruan Tinggi. Mahasiswa di perguruan tinggi memiliki ketergantungan pada kertas yang cukup signifikan. Budaya

(22)

11 maupun di luar kelas, termasuk juga dalam kegiatan organisasi mahasiswa. Kendati sebagian sudah dirancang menggunakan sistem online, penggunaan

kertas terbukti tidak dapat dihindarkan. Mahasiswa sebenarnya sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan sistim informasi, komunikasi, dan

teknologi (information, communication, and technology). Mahasiswa dikondisikan oleh lingkungan untuk menggunakan sistem tersebut, tetapi data yang tersimpan dalam sistem elektronik tidak mampu menggeser kebutuhan

cetakan data di atas kertas untuk berbagai kepentingan secara signifikan. Demikian juga budaya akademik di STAIN Salatiga. Kertas masih menjadi

kebutuhan fundamental dalam proses perkuliahan di kelas, administrasi akademik, penugasan, ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian komprehensif, pembekalan praktek profesi keguruan, pembekalan Kuliah

Kerja Nyata (KKN), bimbingan akademik, dan bimbingan skripsi. Demikian halnya pada kegiatan unit kemahasiswaan, kertas masih menjadi raja untuk

mengiring-iringi kegiatan mahasiswa di kampus. Tidak dapat disangkal, kebutuhan mahasiswa terhadap kertas untuk tugas-tugas akademik memiliki cukup bukti dalam menambah kebutuhan kertas yang harus dipenuhi.

Teknologi informasi dan komunikasi sebenarnya sudah cukup memberikan solusi. Mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan tidak perlu lagi

menggunakan foto kopi materi perkuliahan tetapi cukup dengan soft copy materi perkuliahan atau menggunakan buku referensi yang digunakan.

(23)

12 tidak perlu mendapatkan materi pembekalan praktek profesi keguruan, tetapi cukup mengunduh pada website unit PPP (sekarang unit praktikum).

Mahasiswa tidak perlu memfotokopi materi pembekalan KKN, tetapi cukup mengunduh pada website unit Pusat Penelitian dan Pengabdian pada

Masyarakat (P3M) untuk disimpan di laptop/flashdisk masing-masing kapan saja membutuhkan. Mahasiswa tidak perlu menerima lembaran hasil studi semesteran dari dosen pembimbing akademik. Sistem computerize dapat

membantu mahasiswa mendapatkan informasi hasil studi semesteran dengan mencatat/mengunduh pada anjungan akademik secara on line. Mahasiswa

tidak perlu mencetak draft proposal dan/atau skripsi selama proses bimbingan, tetapi cukup menggunakan lap top, email, soft copy, mencetak pada kertas bekas bimbingan sebelumnya atau menggunakan kertas secara bolak-balik

dengan model cetakan buku. Skripsi yang dikumpulkan di perpustakaan tidak perlu dalam bentuk skripsi layaknya diterapkan sekarang ini, cukup

mengumpulkan abstrak atau mengumpulkan skripsi dalam bentuk CD. Hal ini dapat mengurangi jumlah skripsi yang harus menumpuk di gedung perpustakaan yang akan menambah beban berat bangunan di perpustakaan

STAIN Salatiga, mengingat laporan penelitian dalam bentuk skripsi disimpan di lantai 3 perpustakaan ini.

Perpustakaan di berbagai perguruan tinggi juga sudah mengimplementasikan program paperless berupa program books dan

e-journal. Perilaku pemanfaatan fasilitas yang berorientasi untuk mengurangi

(24)

13 ditunjukkan oleh mahasiswa sebagai bagian dari budaya akademik mahasiswa. Menurut Sjafri S. Sairin dalam Sudarsono (2007: 175) kearifan lokal tidak

dapat dipisahkan dari kebudyaan masyarakat pemilik kebudayaan tersebut. Kearifan lokal seringkali tidak berlaku secara universal, hal ini karena kearifan

lokal itu merupakan bagian yang menyatu dalam budaya masyarakat lokal yaitu nilai-nilai yang berakar dari sebuah sistem pengetahuan milik bersama secara kolektif yang berfungsi sebagai blue print bagi sikap dan perilaku

anggota masyarakat lokal pendukung sistem itu.

Mahasiswa STAIN Salatiga belum memiliki arti dan makna kearifan

lingkungan dalam menggunakan kertas, upaya yang perlu dilakukan mahasiswa dalam mewujudkan kearifan lingkungan melalui paperless berbasis teknologi informasi dan komunikasi, mahasiswa masih terbelenggu

dengan hambatan pada sistem administrasi, unit kelembagaan akademik, dan style dosen dalam melaksanakan perkuliahan, penugasan dari dosen,

bimbingan akademik, dan bimbingan skripsi. Mahasiswa pada satu sisi belum menemukan faktor pendukung untuk melakukan paperless pada setiap proses perkuliahan dan tugas-tugas akademik lainnya. Mahasiswa dalam

melaksanakan kegiatan-kegiatan unit kemahasiswaan juga belum menemukan cara untuk berperilaku paperless dan menggunakan fasilitas teknologi

informasi dan komunikasi dalam perjalanan perkuliahan pada STAIN Salatiga. Mahasiswa dalam mengikuti dan melaksanakan program perkuliahan

(25)

14 sering terjadi pemborosan penggunaan kertas karena kesalahan yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Mahasiswa dapat melakukan penyempurnaan

naskah dan melakukan pengecekan naskah secara teliti sebelum dilakukan pencetakan kesalahan-kesalahan sepele yang dilakukan mahasiswa pada

akhirnya dilakukan pencetakan ulang dalam jumlah yang fantastis. Hal ini menunjukkan telah terjadi inefisiensi sumber daya dalam proses belajar mengajar dan sistem administrasi bagi mahasiswa, serta dalam kegiatan unit

kemahasiswaan di STAIN Salatiga. Runnels (2013: 275) berpendapat A paperless classroom, when all materials required to complete a class are

available in an electronic form, has been shown to have positive impacts on

student and teacher motivation, engagement, productivity, and efficiency. Hal

ini dipertegas oleh Shah dan Tiwari (2010: 177) bahwa The paperless office is

an ideal situation for all managerial aspects in any organization. Several

studies have been conducted in this field and none concluded that there

is a possibility of any organization to become fully paperless.

Berdasarkan hal tersebut diperlukan kearifan lingkungan yang dimiliki oleh mahasiswa agar dapat meminimalisir penggunaan kertas (reduce) atau

menggunakan kertas dengan sistem recycling atau reuse. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan dan pengalaman yang memadai sekiranya dapat

memahami makna kearifan lingkungan dan makna paperless bagi dirinya, keluarga, lembaga, dan negaranya, karena meminimalisir penggunaan kertas

(26)

15 berarti pula menghemat penebangan pohon sebagai bahan dasar penghasil kertas.

Paperless perlu dilakukan sebagai bukti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah sampai di tangan mahasiswa. Keuntungan secara normatif

juga sudah dapat dipahami oleh sivitas akademika, khususnya mahasiswa. Namun, gejala dan gerakan yang mengarah pada paperless action dan menuju pada penerapan teknologi informasi dan komunikasi bagai mahasiswa STAIN

Salatiga tidak kunjung memberikan bukti. Nilai-nilai kepedulian terhadap lingkungan juga sudah dibentangkan pada materi perkuliahan, namun

paperbased tidak dapat ditinggalkan. Ada berbagai alasan yang dapat

dikemukakan oleh mahasiswa pada pemaknaan kearifan, hambatan yang tidak dapaat diurai oleh mahasiswa STAIN Salatiga atau terdapat variabel lain yang

mengganggu pada implementasi paperless bagi mahasiswa pada proses pembelajaran, penugasan, ujian, PPL, KKL, KKN, dan bimbingan skripsi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti berkeinginan untuk menemukan problematika, memotret lebih dekat permasalahan yang ada, dan solusi yang dapat ditawarkan untuk mahasiswa STAIN Salatiga agar memiliki

kearifan lingkungan dalam meminimalisir penggunaan kertas (paperless) berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Jika penelitian ini tidak segera

dilakukan dikhawatirkan dapat membentuk karakter mahasiswa yang tidak mau peduli terhadap lingkungan. Ketidakpedulian mahasiswa dapat

(27)

16 sebagai bagian dari kepedulian terhadap lingkungan dan dapat menikmati keuntungan paperless yang dilakukan. Berdasarkan pada hal tersebut, peneliti

berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul KEARIFAN LINGKUNGAN MELALUI UPAYA PAPERLESS BERBASIS

TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI BAGI MAHASISWA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN SALATIGA).

B. Fokus Masalah

Peneliti menyusun fokus masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah bagaimana kearifan lingkungan mahasiswa STAIN Salatiga melalui upaya paperless berbasis teknologi informasi dan komunikasi? Fokus masalah

tersebut dapat diperinci ke dalam sejumlah pertanyaan berikut:

1. Apa makna kearifan lingkungan bagi mahasiswa STAIN Salatiga?

2. Apa upaya mahasiswa STAIN Salatiga dalam mewujudkan kearifan lingkungan melalui paperless berbasis teknologi informasi dan komunikasi?

3. Apa faktor pendukung kearifan lingkungan bagi mahasiswa STAIN Salatiga melalui upaya paperless berbasis teknologi informasi dan

komunikasi?

4. Apa faktor penghambat kearifan lingkungan bagi mahasiswa STAIN Salatiga melalui upaya paperless berbasis teknologi informasi dan

(28)

17 5. Bagaimana mahasiswa STAIN Salatiga mengatasi hambatan untuk melakukan paperless dalam rangka menunjukkan kearifan terhadap

lingkungan?.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki serangkaian tujuan yang hendak diperoleh

dalam penelitian, antara lain untuk mengetahui:

1. Makna kearifan lingkungan bagi mahasiswa STAIN Salatiga melalui

paperless berbasis teknologi informasi dan komunikasi;

2. Upaya mahasiswa STAIN Salatiga dalam mewujudkan kearifan lingkungan melalui paperless berbasis teknologi informasi dan

komunikasi;

3. Faktor pendukung kearifan lingkungan bagi mahasiswa STAIN Salatiga

melalui upaya paperless berbasis teknologi informasi dan komunikasi; 4. Faktor penghambat kearifan lingkungan bagi mahasiswa STAIN Salatiga

melalui upaya paperless berbasis teknologi inforamasi dan komunikasi;

5. Upaya mahasiswa STAIN Salatiga dalam mengatasi hambatan untuk melakukan paperless dalam rangka menunjukkan kearifan terhadap

lingkungan. D. Manfaat Penelitian

1. Teoretis

Peneltian ini dapat menambah khasanah dunia pustaka di bidang lingkungan hidup secara khusus tentang paperless berbasis teknologi

(29)

18 disiplin keilmuan yang ada di STAIN Salatiga yang sebagian besar di luar kajian tentang lingkungan hidup. Penelitian ini dapat memenuhi keinginan

sivitas akademika STAIN Salatiga untuk memperoleh informasi tentang penelitian di bidang ilmu lingkungan.

2. Praktis

a. Mahasiswa

1) Mahasiswa STAIN Salatiga dapat mengetahui pentingnya makna

kearifan lingkungan sebagai bagian upaya mengatasi permasalahan lingkungan yang semakin kompleks.

2) Mahasiwa STAIN Salatiga dapat mengimplementasikan kearifan lingkungan melalui kegiatan paperless dan berorientasi pada penggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan

pembelajaran, penugasan, ujian mata kuliah, PPL, KKL, KKN, dan bimbingan skripsi.

3) Mahasiswa STAIN Salatiga dapat mengatasi hambatan yang ditimbulkan dari penerpan paperless dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam dalam kegiatan pembelajaran,

penugasan, ujian mata kuliah, PPL, KKL, KKN, dan bimbingan skripsi.

b. STAIN Salatiga

Signifikansi penelitian ini bagi STAIN Salatiga memuat dua

(30)

19 STAIN Salatiga menjadi IAIN Salatiga dan pentingnya pada permasalahan yang akan diteliti.

1) STAIN Salatiga dapat membangun bidang sosial sebagai bagian yang dapat melengkapi bidang garapan utama melalui kebijakan

kelembagaan yang peduli terhadap persoalan-persoalan regional, nasional dan internasional di bidang lingkungan hidup. Ketanggapsegeraan terhadap permasalahan tersebut diperlukan

penelitian yang mengacu pada peningkatan pembangunan karakter mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika STAIN

Salatiga melalui upaya paperless berbais teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran, penugasan, ujian mata kuliah, PPL, KKL, KKN, dan bimbingan skripsi bagi mahasiswa

STAIN Salatiga.

2) Memperkuat kebijakan pengembangan lembaga dalam rencana

alih status menjadi IAIN/UIN pada masa mendatang yang bercirikan pada kampus berkearifan lingkungan. Harapan yang diinginkan dapat menjadi kampus percontohan atau rujukan studi

Islam Indonesia melalui upaya paperless berbasis teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran,

(31)

20 c. Peneliti

1) Peneliti sebagai bagian dari sivitas akademika STAIN Salatiga

dapat memperoleh informasi yang akurat terhadap pemaknaan kearifan lingkungan bagi mahasiswa STAIN Salatiga untuk

mendorong upaya paperless berbasis teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran, penugasan, ujian mata kuliah, PPL, KKL, KKN, dan bimbingan skripsi.

2) Peneliti dapat mengetahui hambatan yang dimiliki oleh mahasiswa STAIN Salatiga dalam melakukan upaya paperless berbasis

teknologi informasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran, penugasan, ujian mata kuliah, PPL, KKL, KKN, dan bimbingan skripsi selanjutnya dapat memberikan sumbang pemikiran untuk

mengatasi hambatan yang dimiliki mahasiswa STAIN Salatiga. 3) Peneliti dapat menemukan keyword baru pada penelitian yang

(32)

21 BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori memuat tinjauan pustaka dan kerangka berfikir. Tinjauan

pustaka meliputi kajian teori dan temuan hasil penelitian terdahulu. Sistematika tersebut dipaparkan secara runtut dalam laporan penelitian ini.

A. Tinjauan Pustaka

1. Kajian Teori

a. Kearifan Lingkungan

1) Pengertian

Kearifan sebagai seperangkat pengetahuan dikembangkan

oleh suatu kelompok masyarakat setempat (komunitas) yang terhimpun dari pengalaman panjang untuk menggeluti lingkungan

alam. Ikatan atau hubungan keduanya saling menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan lingkungan) secara berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis. Kearifan (wisdom) dapat

disepadankan maknanya dengan pengetahuan, kecerdikan, kepandaian, keberilmuan, dan kebijaksanaan dalam pengambilan

keputusan yang berkenaan dengan penyelesaian atau penanggulangan suatu masalah atau serangkaian masalah yang relatif pelik dan rumit.

Sudharto P.Hadi dalam Sudarsono, (2007a: 164) mengemukakan kearifan lingkungan atau environmental wisdom

(33)

22 warga masyarakat dalam bertindak dan bertingkah laku dalam hubungannya dengan lingkungan. Tata nilai dimaksud

mengajarkan untuk hidup harmonis dengan lingkumgan. Kearifan lingkungan dimaksudkan sebagai aktivitas dan proses berpikir,

bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan, dan mengolah alam sebagai suatu lingkungan hidup dan kehidupan umat manusia secara timbal balik.

Pengetahuan masyarakat yang memiliki kearifan ekologis itu dikembangkan, dipahami dan secara turun-temurun diterapkan

sebagai pedoman dalam mengelola lingkungan terutama dalam mengolah sumber daya alam. Pengelolaan lingkungan secara arif dan berkesinambungan itu dikembangkan mengingat pentingnya

fungsi sosial lingkungan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat.

Kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat, sedangkan

wisdom dapat berarti kebijaksanaan. Secara umum, local wisdom (kearifan/kebijaksanaan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh

kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal sebagai gagasan konseptual hidup

(34)

23 masyarakat. Kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat memiliki ciri yang spesifik, terkait dengan pengelolaan lingkungan sebagai

kearifan lingkungan. Sudarsono (2007b: 46) menuliskan ketika kearifan nenek moyang berlaku, maka tanah bumi dipandang

sebagai ibu dan dijuluki tanah air sebagai Ibu Pertiwi, sehingga ada rasa dan sikap kasih pada tanah, air, hutan, fauna-flora, dan alam semesta. Alam diperlakukan bagaikan bidadari puteri yang cantik,

halus, lembut, berkembanglah perilaku menghormati alam.

Kearifan lingkungan (ecological wisdom) sebagai

pengetahuan yang diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap lingkungannya yang khas. Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas, dan peralatan. Kearifan

lingkungan yang diwujudkan ke dalam tiga bentuk tersebut dipahami, dikembangkan, dipedomani dan diwariskan secara

turun-temurun oleh komunitas pendukungnya. Kearifan lingkungan diharapkan dapat dipahami, dikembangkan, dipedomani dan diwariskan secara terus menerus oleh mahasiswa dalam

(35)

24 Definisi dan implikasi kearifan lingkungan dapat ditampilkan dalam bagan 2.1 berikut:

Gb. 2.1 Definisi dan Implikasi Kearifan Lingkungan

2) Makna Kearifan Lingkungan

Sudarsono (2007a: 91) berpendapat ‘makna kearifan

lingkungan adalah penyesuaian dengan sifat alami lingkungan, yaitu penyesuaian manusia untuk sederhana dan harmonis dengan

Kearifan lingkungan (local wisdom)

Widom/ Kearifan

dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti

oleh anggota masyarakatnya

aktivitas

Local/tempat

ide peralatan

Menjaga lingkungan

dipahami dikembangkan dipedomani

(36)

25 alam. Kearifan lingkungan berarti sifat penyesuaian manusia sesuai dengan budayanya agar dapat diterima lingkungan dalam rangka

melestarikan lingkungan, dan bukan hanya sekadar untuk mengambil keuntungan belaka. Sukandarrumidi (2010: 23)

berpendapat manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling cerdik, kadang-kadang lupa melestarikan alam. Manusia ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dari alam. Susilo (2009: 44)

berpendapat lingkungan memiliki sifat yang relatif. Hal ini memberi arti bahwa pada saat tertentu lingkungan berperan penting

dalam menjelaskan kecocokannya dengan budaya tertentu, tetapi pada suatu sisi lain lingkungan tidak cocok dengan budaya tertentu itu.

Makna kearifan lingkungan bagi Asdiqoh (2011: 9) terdapat 4 (empat) hal, yaitu membina, melestarikan, mencegah, dan

membimbing. Pertama, membina hubungan keselarasan antara manusia dengan lingkungan. Kedua, melestarikan berarti melestarikan sumber-sumber alam agar dapat dimanfaatkan terus

menerus dari generasi ke generasi. Ketiga, mencegah berarti mencegah kemerosotaan mutu lingkungan dan meningkatkannya

sehingga dapat menaikkan kualitas hidup manusia. Keempat, membimbing berarti membimbing manusia dari posisi perusak

(37)

26 moralitas yang dimiliki manusia memiliki 5 (lima) karakteristik yaitu perbuatan yang mendarah daging sebagai identitas bagi orang

yang melakukan; mudah, gampang, serta tanpa memerlukan pikiran lagi untuk melaksanakannya; dilakukan atas kemauan

sendiri dan pilihan sendiri, bukan karena paksaan dari luar; dilakukan dengan sebenarnya bukan berpura-pura, sandiwara atau tipuan; perbuatan tersebut atas dasar niat semata-mata karena Allah

Swt. Memberikan makna terhadap sebuah obyek perlu dibantu dengan sebuah modifikasi untuk digunakan sebagai langkah

implementatif. Erawati (2002: 129) 7 (tujuh) hal yang perlu dimodifikasi untuk membangun makna dalam perilaku seseorang. 7 (tujuh) hal itu antara lain perilaku yang dilakukan secara sengaja,

mengubah sasaran, menimbulkan perilaku baru yang diinginkan, cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran

perilaku yang dapat diubah karena batas-batas tertentu, pendekatan yang bersifat simptomatis yaitu hanya perilaku yang menampakkan gejala secara nyata yang menjadi sasaran modifikasi perilaku,

analisis mengenai asal-usul perilaku sasaran serta konteks di mana individu hidup, dipakai sebagai catatan penting yang digunakan

untuk memiliki sebuah prosedur yang paling efektif.

Kearifan lingkungan melalui paperless bagi mahasiswa

(38)

27 dasar kertas untuk peduli terhadap lingkungan. Kepedulian lingkungan bagi mahasiswa terhadap permasalahan tersebut

diharapkan mahasiswa mampu menggerakkan dirinya secara arif untuk melakukan reduce, recycling, dan reuse terhadap

penggunaan kertas berbasis teknologi informasi dan komunikasi pada kegiatan akademik mahasiswa di kampus dan/atau melakukan kegiatan organisasi di mampus serta melakukan kegiatan nyata

berupa penanaman pohon atau usaha memelihara pohon bersama masyarakat melalui kegiatan pengabdian masyarakat di bawah

inisiasi P3M STAIN Salatiga.

Makna kearifan Lingkungan dan Implikasinya dapat ditampilkan dalam gambar 2.2

Gb. 2.2 Makna Kearifan dan Implikasi Membina

Makna Kearifan dan Implikasi

Melestarikan

penyesuaian dengan sifat alami lingkungan

Mencegah Membimbing

mahasiswa dapat menyesuaikan dengan sifat alami lingkungan

(39)

28 3) Fungsi Kearifan Lingkungan

Fungsi kearifan lingkungan antara lain sebagai bagian

dari upaya untuk melakukan beberapa hal, antara lain: 1) Konservasi dan pelestarian sumberdaya alam;

2) Pengembangan sumberdaya manusia;

3) Pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan 4) Petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan.

5) Sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat.

6) Bermakna etika dan moral, misal yang terwujud dalam upacara

Ngabendan penyucian roh leluhur.

7) Bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan kekuasaan patron client.

Penjelasan fungsi-fungsi kearifan lokal mulai dari yang sifatnya teologis sampai pragmatis dan teknis dapat diterima secara

normatif dan tidak bertentangan dengan makna kaidah ilmiah. Salah satu contoh kearifan lingkungan yang digali dari kearifan lokal pada upaya pelestarian sumber air adalah kepercayaan pada

sumber air yang terdapat pohon rindang dan besar. Konsep

pamali” atau (bahasa. Jawa oraelok: tidak baik) kencing di bawah

pohon besar di bawahnya terdapat sumber air merupakan perilaku masyarakat tradisional untuk memagari perbuatan anak-cucu agar

(40)

29 lingkungan untuk kelangsungan hidup berkelanjutan tanpa harus mengorbankan rasionalitas ilmu pengetahuan melebur dalam

keyakinan tradisional secara mutlak, melainkan mengutamakan azas manfaat dan kewajaran.

Kearifan lingkungan yang ditunjukkan pada pelaksanaan paperless diharapkan sebagai bagian untuk melaksanakan

serangkaian kegiatan yang berfungsi pada beberapa komponen.

Komponen tersebut antara lain konservasi dan pelestarian sumberdaya alam; pengembangan sumberdaya manusia;

pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan; sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat; bermakna etika dan moral, misal yang

terwujud dalam upacara Ngabendan penyucian roh leluhur; bermakna politik, misalnya upacara ngangkuk merana dan

kekuasaan patron client.

Kegiatan-keegiatan di masyarakat yang bermaksud untuk melindungi liingkungan sebagai bukti kearifan terhadap

lingkungan terkadang juga menimbulkan permasalahan terhadap lingkungan juga. Sebagai contoh kegiatan masyarakat berupa

sedekah bumi dengan berbagai kegiatan baik di darat dan di lautan menyisakan permasalahan terhadap lingkungan, antara lain dengan

(41)

30 Fungsi kearifan lingkungan dapat dapat ditampilkan dalam gambar 2.3

Gb. 2.3 Fungsi Kearifan Lingkungan

4) Prinsip Etika dalam Membangun Kearifan Lingkungan

Beatrice Willard dalam Mangunjaya (2006: 283) merumuskan ethics of biospheral survival dalam Growth or

ecodisaster bahwa ekologis bumi itu mencakup tujuh macam

prinsip etika yang secara bersama-sama harus kita pahami guna mereformasi pemahaman dan perlakukan terhadap alam agar tidak

menyalahinya. Prinsip tersebut antara lain lingkungan holistik, keanekaragaman hayati, daur ulang, faktor pembatas, perilaku

(42)

31 pemulihan dan penstabilan ekosistem. Prinsip tersebut dapat dijabarkan pada keterangan berikut ini:

a) Prinsip Lingkungan Holistik

Sesuatu akan mempengaruhi sesuatu yang lain baik

langsung maupun tidak langsung. Tidak ada satu pun benda di jagad ini yang hidup terpisah, setiap sesuatu berkaitan dengan yang lain. Sekecil apa pun andil manusia dalam memelihara

bumi dari perilaku arif terhadap lingkungan akan mempunyai dampak kumulatif. Perilaku mahasiswa yang peduli dengan

lingkungan dengan menerapkan paperless sebagai perilaku arif terhadap lingkungan akan mempengaruhi kondisi lainnya secara holistik.

b) Keanekaragaman Hayati

Sumber-sumber kehidupan di bumi memamerkan

berbagai kekayaan morfologis, fisiologi, dan genetis yang hampir tidak terbatas pada dunia hewan dan tumbuhan. Keanekaragaman hayati merupakan warisan yang paling

berharga untuk menjamin kekekalan kehidupan di atas bumi. Kearifan lingkungan pada perilaku paperless bagi mahasiswa

(43)

32 c) Daur Ulang

Daur ulang sumber-sumber kehidupan yang ada di

bumi atau penyebaran kembali sumber-sumber tersebut. Semua ekosistem mendaur ulang limbah, semua materi dimanfaatkan,

dibuang dan diambil kembali oleh ekosistem yang lain untuk dimanfaatkan tanpa berhenti dalam siklus yang tidak terbatas. Perilaku arif terhadap lingkungan antara lain dengan

melakukan daur ulang bahah-bahan kertas yang tidak dapat digunakan lagi menjadi barang yang berharga.

d) Faktor Pembatas

Faktor-faktor lingkungan tertentu membatasi berfungsinya organisme-organisme hidup dalam semua

ekosistem. Faktor-faktor ini mendefinisikan parameter-parameter yang berlaku dari ekosistem dan

organisme-organisme hidup di dalamnya. Sering tidak hanya satu, tetapi banyak sekali faktor fisika dan kimia dalam lingkungan berinteraksi dengan kelompok spesies untuk melukiskan

faktor-faktor pembatas dari sistem itu. Prinsip ini dapat dikaitkan dengan sebagian besar sistem kehidupan untuk bereproduksi

lebih dari kemampuan pendukung ekosistem itu di mana mereka hidup. Kelangkaan pohon yang menjadi bahan dasar

(44)

33 e) Perilaku Ekologis

Kenyataan menunjukkan bahwa kelebihan populasi

memastikan bahwa beberapa individu berhasil mempertahankan hidupnya untuk melestarikan spesiesnya,

tetapi prinsip ini tidak bertindak bersama untuk menjaga keseimbangan populasi suatu spesies tertentu. Hal ini biasanya tidak mudah dimengerti dan terkadang sulit dipahami akan

kenyataan bahwa kita mungkin mengubah keseimbangan dengan suatu tindakan yang nampaknya tidak berbahaya.

Penebangan pohon untuk kebutuhan produksi kertas menjadikan keseimbangan alam menjadi terganggu. Tanaman yang biasanya dapat digunakan sebagai tempat tumbuh dan

berkembangnya satu spesies menjadi terganggu. f) Semua Ekosistem Memiliki Kemampuan Tertentu

Kemampuan ini seirng diistilahkan sebagai kapasitas pembawa. Perilaku ini mempunyai persamaan dengan sistem-sistem rekayasa dan perilaku dalam sebuah organisasi.

Organisasi yang memiliki keterbatasan untuk mengatur anggotanya agar dapat terawasi dan berdisiplin, begitu pula

ekosistem apabila ekosistem dipaksakan dan dibebani menampung segala persoalan, pasti akan hancur. Kelangkaan

(45)

34 kelangkaan tanaman yang seharusnya dapat menampung persoalan udara kotor.

g) Pemulihan dan Penstabilan Ekosistem

Ekosistem telah berkembang dalam jangka panjang dan

lama. Dimulai dari sistem yang sederhana selanjutnya menjadi sistem yang lebih rumit, saling terkait dan menjadi seimbang, bersaam dengan proses tersebut, terkait dan saling seimbang.

Bersamaan dengan proses tersebut muncul pula proses alam untuk mengontrol kemantapan sistem itu dan melindunginya

dari kerusakan yang mungkin disebabkan oleh dan melindunginya dari kerusakan yang mungkin disebabkan oleh kecelakaan seperti kebakaran, tanah longsor. Kondisi ini

memerlukan dilakukannya pemulihan untuk memberikan kondisi lingkungan yang dapat memberikan pemenuhan

kebutuhan manusia. Tanaman yang telah mengalami kebakaran dan longsor perlu dilakukan reboisasi bagi kepentingan yang lebih jauh untuk memenuhi kebutuhan manusia pada masa

yang akan datang.

Prinsip lingkungan holistik, keanekaragaman hayati, daur

ulang, faktor pembatas, perilaku ekologis, semua ekosistem memiliki kemampuan tertentu, pemulihan dan penstabilan

(46)

35

paperless dan mengupayakan penggunaan teknologi informasi dan

teknologi.

Prinsip Etika dalam membangun kearifan lingkungan dapat ditampilkan dalam gambar 2.4

Gb 2.4 Prinsip Etika dalam Membangun Kearifan Lingkungan

5) Kearifan Tradisional dan Rasional

Istilah tradisional dan rasional bersinonim dengan desa kota dan lama dan modern. Budaya tradisional merupakan kebiasaan yang berlaku turun temurun dalam berinteraksi dengan lingkungan

hidupnya. Budaya rasional terbentuk dari himpunan gagasan dan inovasi dalam berinteraksi dengan lingkungan hidupnya. Budaya

tradisional dan rasional yang pro terhadap lingkungan hidup membentuk kearifan lingkungan hidup (Rohadi, 2011: 221).

Ketika masyarakat dalam sebuah masa telah didominasi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengarungi hidup, maka Prinsip Etika dalam Membangun Kearifan Lingkungan

(47)

36 dikatakan masyarakat tersebut telah memasuki peradaban modern. Rasionalitas yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi ini

menjadi harapan baru di masa yang akan datang. Budaya rasional sesungguhnya dapat menciptakan budaya yang ramah lingkungan.

Pemikiran yang memikirkan kelanjutan fungsi lingkungan atau dikenal dengan pembangunan berkelanjutan kini tampak terus dikembangkan untuk memperbaiki lingkungan hidup. Ilmu

pengetahuan dan teknologi juga semakin nyata banyak yang dikembangkan untuk menciptakan teknologi industri yang

berwawasan lingkungan. Hal ini disebut sebagai budaya rasional yang pro terhadap lingkungan hidup.

Konsep kearifan lingkungan hidup yang terbangun dari

budaya tradisional dan rasional yang ramah lingkungan lebih tegas keberpihakan terhadap lingkungan hidup. Rohadi (2011: 221)

berpendapat dinamika budaya lingkungan hidup di perkotaan mengkonstruksikan konsep kearifan lingkungan hidup yang terbangun dari budaya tradisional dan rasional yang ramah

lingkungan.

Mahasiswa yang berada pada lingkungan akademik

memiliki budaya rasional dan tradisional secara bersamaan. Artinya mahasiswa yang berasal dari berbagai budaya tradisional

(48)

37 kertas. Paperless sebagai konstruksi konsep kearifan tradisional dan rasional menghendaki keberpihakan mahasiswa terhadap

keberlanjutan lingkungan hidup. Ruang-ruang dan kesempatan proses perkuliahan, penugasan, pembekalan PPL, KKL, KKN, dan

bimbingan skripsi yang masih berorientasi pada kertas akan bergeser menuju paperless dan mengoptimalkan pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Kearifan Tradisional dan

Rasional dapat ditampilkan dalam gambar 2.5

Gb. 2.5. Kearifan Tradisional dan Rasional Kearifan Tradisional dan Rasional

Kearifan tradisional

Kearifan Rasional

Paperless pada proses perkuliahan, PPL, KKL, KKN, dan bimbingan skripsi

Mahasiswa berada pada ruang lingkup tradisional dan seklaigus rasional diharapkan dapat menciptakan budaya yang ramah lingkungan.

Keberpihakan terhadap lingkungan hidup pada proses akademik

Optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan

(49)

38 6) Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Islam

Kearifan lingkungan dalam hal ini adalah pada konteks

penerapan Paperless dan Penggunaan Teknologi informasi dan Komunikasi. Agama merupakan pedoman dan pandangan hidup

berperikehidupan bagi pemeluknya. Oleh karena itu, agama menjadi referensi utama sekaligus sebagai tolok ukur perilaku penganut agama. Agama dapat menjadi motivator dan motor

penggerak perilaku ekologis penganutnya menuju kearifan lingkungan. Islam memandang kearifan lingkungan merupakan tata

ketentuan hubungan antara manusia dengan lingkungannya.

Substansi pesan ekoteologis dari ungkapan peduli lingkungan sebagai bagian dari iman adalah hakikat orang beriman

adalah selalu memelihara kelestarian optimasi daya dukung lingkungan bagi kehidupan. Sudarsono (2007a: 10) menambahkan

spirit dan substansi ekoteologis berupa hati damai, bumi lestari. Sesanhwa ramah lingkungan, peduli lingkungan, arif terhdap lingkungan akan menjadi pilar penyangga kelestarian lingkungan.

Hal ini merupakan sikap teologis Islam memberikan ajaran secara tegas janganlah mengaku dirinya sebagai orang beriman jika tidak

memiliki komitmen untuk peduli lingkungan. Indikator orang beriman adalah kepedulian terhadap lingkungan (Sudarsono,

(50)

39 penyangga kelestarian lingkungan. Sikap ramah dan positif terhadap lingkungan antara lain sebagaimana diteorikan oleh

Asdiqoh (2002: 15) antara lain apresiatif, kreatif, proaktif, dan produktif. Pertama, apresiatif merupakan sikap menghargai

keberadaan lingkungan hidup. Seorang muslim harus berusaha mengetahui apa guna dari adanya lingkungan hidup tersebut. Adanya menghargai lingkungan hidup memberikan indikasi

terhindarnya manusia dari sifat perusak, termasuk perusak alam dan sekitarnya. Kedua, kreatif merupakan daya cipta manusia yang

tumbuh dari dalam dirinya karena melihat obyek, termasuk lingkungan hidup. Seorang manusia seharusnya mampu membangkitkan dan menumbuhkan sikap kreatifnya, sehingga

tercipta kondisi positif bagi lingkungan hidup. Seorang muslim diharapkan agar selalu berbuat baik kepada siap saja dan apa saja.

manusia mempunyai nilai tinggi di hadapan sang Pencipta apabila mampu melakukan tindakan yang menyenangkan orang lain. Harapan yang diinginkan adalah lingkungan yang tetap serasi,

tumbuh dan berkembang serta dapat dirasakan kemanfaatannya bagi umat manusia. Ketiga, proaktif artinya lawan dari dari sikap

kontraktif. Sikap proaktif pada dasarnya sikap pembangunan lingkungan hidup selaras, searah, sejalan dengan eksistensi

(51)

40 Keempat, produktif artinya sikap manusia untuk mengarah kepada aktivitas memproduksi bahan mentah menjadi bahan jadi yang

diambil dari sumber daya alam.

Kearifan lingkungan dalam perspektif Islam dalam

mengimplementasikan paperless dan mengupayakan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dapat ditampilkan dalam gambar 2.6

Gb. 2.6 Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Islam Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Islam

Kepedulian dan ramah lingkungan Nilai-nilai Ajaran Islam

Motivator dan motor penggerak perilaku ekologis Tolok ukur perilaku

penganut agama

Perilaku Peduli sebagai Pilar Penyangga Kelestarian Lingkungan

Menjadi referensi umatnya berperilaku

utama

Paperless dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi

Kreatif Proaktif Produktif

(52)

41 7) Kearifan Lingkungan sebagai Aset Bangsa dan Negara

Keberagaman kearifan lingkungan yang dimiliki bangsa ini

merupakan aset atau modal pembangunan yang sangat berharga yang tidak boleh dinaifkan atau dihilangkan semata-mata tidak

masuk akal. Nilai pamali (tabu) justru harus ditransformasikan ke dalam khazanah budaya masa kini. Masyarakat dapat menemukan hakekat mendasar dari kearifan lingkungan yang ada dalam

masyarakat itu dengan cara mencari rasionalisasinya atau penjelasan ilmiah sebagai modal utama dalam mencari alternatif

baru dalam penanganan masalah lingkungan yang terjadi selama ini (Sudarsono, 2007b: xii). Mangunjaya (2008: 92) berpendapat keinginan manusia untuk menghargai sains, dan agama sebagai

wahana untuk menghubungkannya dengan alam sebagai ciptaan. Kearifan lingkungan berupa perilaku paperless berbasis

teknologi informasi dan komunikasi bagi mahasiswa STAIN Salatiga merupakan aset bangsa dan negara. Jumlah mahasiswa STAIN Salatiga di atas 3000 mahasiswa yang dapat mengurangi

jumlah kertas pada setiap kegiatan akademik dan organisasi dapat meminimalisir penggunaan kertas berarti turut serta mengurangi

jumlah pohon yang harus ditebang sebagai bahan dasar kertas. Oleh karena itu, mahasiswa STAIN menjadi aset negara dalam

(53)

42 informasi dan komunikasi. Paperless bagi mahasiswa dalam proses perkuliahan dan memenuhi tugas-tugas serta ujian yang

dilaksanakan, pembekalan dan praktek PPL, KKL, KKN, dan bimbingan skripsi baik pada proses bimbingan maupun publikasi

hasil penelitian. Kearifan lingkungan sebagai aset bangsa dan negara dapat ditampilkkan dalam gambar 2.7

Gb. 2.7 Kearifan Lingkungan sebagai Aset Bangsa dan Negara Kearifan Lingkungan sebagai Aset Bangsa dan Negara

Ditemukan nilai rasionalisasinya/ penjelasan ilmiah

Nilai-nilai budaya seperti pamali

Alternatif baru

dalam penanganan masalah lingkungan yang terjadi

Keinginan manusia menghargai dan mengaplikasikan sains, dan agama sebagai wahana untuk

menghubungkannya dengan alam sebagai ciptaan. Ditemukan hakikat mendasar Kearifan

Lingkungan

Penerapan paperless dan teknologi informasi serta komunikasi

Paperless dan Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi bagi mahasiswa dalam proses pembelajaran, PPL, KKL, KKN, dan bimbang skripsi

(54)

43 8) Rapuhnya Kearifan Lingkungan sebagai Faktor Penghambat

Pembangunan Berkelanjutan

Sudharto P. Hadi dalam Sudarsono (2007a: 165)

berpendapat ‘rapuhnya kearifan lingkungan itu seiring dengan

makin besarnya jumlah penduduk, meningkatnya kebutuhan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Meningkatnya jumlah penduduk dan beragamnya kebutuhan memicu eksploitasi sumber

daya alam yang semakin besar. Perkembangan teknologi manusia merasa bahwa alam tidak lagi sakral karena manusia merasa dapat

menguasainya. Manusia tidak lagi merasa harus mengikuti irama

dan hukum alam tetapi menentukan irama dan hukumnya sendiri’.

Di samping itu, kebijakan tertulis ataupun tidak tertulis yang

dimiliki oleh masyarakat, atau bahkan lembaga menjadikan masyarakat dibuat tidak berdaya utuk mengakkan kearifan

terhadap lingkungan.

Kearifan lingkungan direpresentasikan dalam nilai agama, sosial, norma, adat, etika, sistem kepercayaan, pola penataan ruang

tradisional, serta peralatan dan teknologi sederhana ramah lingkungan. Sumber daya sosial yang diwarisi secara turun

temurun tersebut pada kenyataannya terbukti efektif menjaga kelestarian lingkungan serta menjamin kelestarian lingkungan.

(55)

44 dalam mengimplementasikan paperless berbasis teknologi informasi dan komunikasi dalam melaksanakan kegiatan akademik

dan organisasi kemahasiswaan.

9) Mempertahankan Kearifan Lingkungan untuk Pembangunan

Berkelanjutan

Kemajemukan masyarakat Indonesia merupakan faktor pendorong sekaligus kekuatan penggerak dalam pengelolaan

lingkungan hidup. Adaptasi terhadap lingkungan kelompok-kelompok masyarakat tersebut mengembangkan kearifan

lingkungan sebagai hasil abstraksi pengalaman dalam mengelola lingkungan. Keanekaragaman pola-pola adaptasi terhadap lingkungan hidup yang dikembangkan masyarakat Indonesia yang

majemuk merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan.

Keyakinan tradisional mengandung sejumlah besar data empiris yang berhubungan dengan fenomena, proses dan sejarah perubahan lingkungan, sehingga membawa implikasi bahwa sistem

pengetahuan tradisional dapat memberikan gambaran informasi yang berguna bagi perencanaan dan proses pembangunan.

Keyakinan tradisional dipandang sebagai kearifan budaya lokal dan merupakan sumber informasi empiris dan pengetahuan penting

(56)

45 berisikan gambaran tentang anggapan masyarakat yang bersangkutan tentang hal-hal yang berkaitan dengan struktur

lingkungan, misalnya bagaimana lingkungan berfungsi, reaksi alam terhadap tindakan manusia, serta hubungan-hubungan yang

sebaiknya tercipta antara masyarakat dan lingkungan alamnya. Penggalian terhadap kearifan budaya lokal ditujukan untuk mengenal dan memahami fenomena alam melalui penelusuran

informasi dari masyarakat.

Kearifan lokal di masyarakat yang didasari dari

pengalaman dalam periode waktu panjang sehingga tertanam keselarasan hidup dengan alam, memahami secara dalam karakter alam dan kehidupannya diterapkan dalam mengelola alam

merupakan cara untuk mempertahankan kearifan lingkungan. Kearifan lingkungan bukanlah tindakan tradisional yang

terbelakang, kita dapat menerapkan teknologi modern pengelolaan lingkungan, tetapi dengan memperhatikan kearifan lokal, paduan yang proporsional akan terwujud kearifan lingkungan. Kegiatan

gotong royong dalam pembuatan rumah adat merupakan salah satu contoh kearifan lokal yang dipertahankan sebagai kearifan

lingkungan sosial.

Kearifan mahasiswa terhadap lingkungan yang berada di

(57)

46 terhadap lingkungan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan berkelanjutan. Ciri dari pembangunan

berkelanjutan antara lain penggunaan sumber daya alam secara efisien. Paperless dan penggunaan teknologi informasi dan

komunikasi merupakan salah satu upaya efisiensi terhadap sumber daya alam.

Mempertahankan Kearifan Lingkungan untuk

Pembangunan Berkelanjutan dapat ditampilkan dalam gambar 2.8.

Gb. 2.8 Mempertahankan Kearifan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan

10)Strategi Membangun Perilaku Arif terhadap Lingkungan

Strategi yang dapat digunakan untuk membentuk perilaku ekologis berupa perilaku arif terhadap lingkungan dengan Pendorong sekaligus kekuatan

penggerak dalam pengelolaan lingkungan hidup Kemajemukan

Bangsa

Mempertahankan Kearifan Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan

Adaptasi Keanekaragaman

Sumber Daya Alam

Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Kearifan Tradisonal

(58)

47 mengadopsi pada pendidikan Islam menurut Nasikh Ulwan dalam Susilowati (2002: 73) antara lain melalui keteladanan, pembiasaan,

nasehat, pengawasan, dan hukuman. Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah, 2011:

26-9 menegakkan konsep penyusunan strategi perilaku ekologis dengan kegiatan mengajarkan, pembiasaan, keteladanan, dan refleksi.

a) Mengajarkan

Menumbuhkan akhlak lingkungan dengan mengandalkan

pada pengetahuan teoretis tentang konsep-konsep nilai yang terkait dengan perilaku ramah lingkungan dan pengelolaan lingkungan. Seseorang dapat memiliki kesadaran dan

melakukan perilaku ramah lingkungan terlebih dahulu harus mengetahui nilai-nilai penting lingkungan bagi kehidupan dan

bagaimana melakukan pengelolaannya. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa perilaku manusia pada dasarnya dituntun oleh pengertian dan pemahaman terhadap nilai dari perilaku

yang dilakukannya melalui proses pendidikan dan pengajaran. Proses pendidikan dan pengajaran tentang lingkungan ini

dapat dilakukan secara langsung, baik melalui pemberian informasi dengan pembelajaran maupun penugasan melalui

Gambar

gambar 2.3  Fungsi Kearifan Lingkungan
gambar 2.6
Tabel 2.1 Ruang Lingkup Kajian Teori
Tabel 2.2 Kajian Teori tentang Paperless
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Kusmono (2001:346), strategi penetapan harga adalah strategi yang dilakukan oleh perusahaan dalam menetapkan harga atas produk yang dipasarkan untuk menghasilkan

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan

Dalam pembelajaran barisan dan jumlah deret tak hingga ini diharapkan siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran dan bertanggungjawab dalam menyampaikan

Dalam strategi baru ini, Ministry of European Union Affairs yang mewakili pemerintahan Turki ingin menekankan bahwa hubungan antara Turki dan Uni Eropa

Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Kabupaten Morowali merupakan suatu instansi yang melakukan pembinaan, pengawasan dan pelaksanaan pembangunan kehutanan dan

Berbeda dengan iklan-iklan rokok lainnya yang menggunakan kegiatan-kegiatan seperti petualangan ataupun olahraga ekstrem seperti iklan Gudang Garam ,QWHUQDVLRQDO

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kerapatan papan partikel yang dihasilkan berkisar antara 0,80 gr/cm3 sampai dengan 0,91 gr/cm3, nilai kerapatan tertinggi pada

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ulfah (2016) ayam bekisar merupakan keturunan F1 atau Filial 1, perubahan materi genetik hasil dari persilangan inter spesies ini