• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian yang berjudul Hak Ahli Waris Terhadap Harta Warisan Yang Diwasiatkan Secara Lisan Pada Masyarakat Batak Toba (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 428 PK / Pdt / 2009) adalah hasil pemikiran sendiri. Penelitian ini belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada seperti penelitian yang diuraikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda. Oleh karena itu, keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah. Pengajuan tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat dari perpustakaan juga telah dilakukan dan dilewati, namun ada penelitian tesis yang memiliki kemiripan dengan judul yang diangkat, yaitu:

1. Mika Lestari, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Pelaksanaan Hukum Waris Islam Pada Masyarakat Batak Toba (Studi di Kota Medan)”. Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :

a.Bagaimana pelaksanaan hukum waris Islam pada masyarakat Batak Toba di Kota Medan?

b.Bagaimana penyelesaian sengketa yang terjadi dalam pembagian warisan di kalangan masyarakat Batak Toba yang beragama Islam di Kota Medan?

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat yang digunakan untuk menjawab permasalahan atau sebagai pegangan baik setuju ataupun tidak setuju terhadap permasalahan yang diteliti tersebut.34 Kerangka teori sangat diperlukan dalam penulisan ilmiah. Pada dunia ilmu, teori berada pada kedudukan yang paling penting karena memberikan sarana kepada penulis untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang dibicarakan menjadi lebih baik.35

Menurut Soerjono Soekanto, bahwa keberlanjutan perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi aktivitas penelitian dan imajinasi

34M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.

35Jimly Asshiddiqie dan M.Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Konstitusi Press, Jakarta, 2012, hal. 56

sosial sangat ditentukan oleh teori.36 Teori bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk, analisis dari hasil penelitian yang dilakukan. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.37

Teori diartikan sebagai sistem yang berisikan proposal-proposal yang telah diuji kebenarannya dengan berpedoman kepada teori, akan tetapi menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapi, walau hal ini tidak selalu berarti adanya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi, suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada efektifitas penelitian yang dijelaskan dan memberikan pemahaman.38 Teori juga merupakan tolak ukur dalam menganalisis permasalahan yang akan diteliti karena suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:39

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diteliti atau diuji kebenarannya

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan konsep-konsep

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti d. Teori memberikan kemungkinan prediksi fakta mendatang, oleh karena telah

diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang

36Sorjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1991, hal. 6

37J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I asas-asas, FE.UI, Jakarta, 1996, hal. 16

38Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal. 10.

39J.Satrio, Hukum Waris, Alumni, Bandung, hal. 254.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan pada pengetahuan penelitian

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan menjelaskan kejadian yang diamati, yaitu menggali mengenai kekuatan hukum atas hak ahli waris yang mendapat wasiat secara lisan menurut adat Batak Toba. Untuk menjawab rumusan masalah pada tesis ini digunakan kerangka teori sebagai pisau analisis untuk membedah permasalahan yang diteliti yakni dengan menggunakan Teori Kepastian Hukum dan Teori Keadilan.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim, yaitu antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.40 Menurut Utrecht, teori kepastian hukum adalah aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan untuk menjamin keamanan hukum bagi individu.41 Maka dari itu setiap individu yang ingin memberikan wasiat pada ahli warisnya, wasiat tersebut sebaiknya dibuat secara tertulis. Meskipun proses pemberian wasiat tersebut dilakukan secara hukum adat Batak Toba, tetapi akan lebih baik jika wasiat tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis jangan hanya diutarakan secara lisan, hal ini untuk menjamin kepastian hukum si penerima wasiat atau pewaris dikemudian hari.

40 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Kencana Pranada Media Group, 2008), halaman 158

41Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 23.

Teori Kepastian Hukum digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama pada tesis ini, yaitu untuk menemukan kepastian hukum terhadap wasiat lisan yang masih sering dilakukan masyarakat adat Batak Toba, karena beranggapan bahwa apabila terjadi sengketa maka keterangan dari tetua-tetua adat dan Dalihan Na Tolu yang menyaksikan dan menyetujui wasiat lisan tersebut memiliki kekuatan hukum yang sama baik secara hukum adat maupun hukum perdata. Namun pada kenyataannya pernyataan saksi tersebut akan kalah apabila ada pihak lain yang memberikan bukti otentik yang dalam hal ini berupa Srtipikat Hak Milik No. 20/ Batang Beruh yang terdaftar atas nama O. Siburian (Tergugat I). Dengan demikian tidak adanya kepastian hukum atas wasiat yang dilakukan secara lisan.

Teori Keadilan merupakan salah satu tujuan utama dari hukum. Kata adil dalam Bahasa Indonesia artinya sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan.

Suatu keadaan dikatakan adil jika sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau didasari pada perjanjian yang disepakati.42 Artinya, seseorang yang berbuat berdasarkan perjanjian yang disepakatinya bisa dikatakan adil.43 Dengan demikian suatu keadilan tercipta apabila tercapainya kesepakatan antara dua belah pihak yang membuat suatu kesepakatan.

Menurut John Rawls, teori keadilan adalah:44

a. Sederet prinsip-prinsip umum keadilan yang mendasari dan menerangkan

42http://kbbi.web.id/adil. Mengacu pada KBBI Edisi III Hak Cipta Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, 31 Desember 2020

43Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal 21.

44Will Kymlicka, Pengantar Fisafat Politik Kontemporer: Kajian Khusus atas Teori-Teori Keadilan, terjemahan Agus Wahyudi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001, hal. 70.

berbagai keputusan moral yang sungguh-sungguh dipertimbangkan dalam keadaan-keadaan khusus

b. Sesuatu dikatakan adil untuk memaksimalisasi keuntungan dan kegunaan.

Teori keadilan digunakan untuk menjawab rumusan masalah kedua dan ketiga pada tesis ini. Untuk menjawab rumusan masalah kedua yaitu tentang hak dan kedudukan ahli waris yang menerima wasiat secara lisan menurut hukum adat Batak Toba, dalam hal ini berkaitan dengan teori keadilan menurut John Rawls point a, yaitu pewaris memiliki alasan dan keadaan khusus sehingga mengambil suatu tindakan dengan memberikan wasiat secara lisan kepada ahli waris yang dipilihnya. Menurut keterangan dari tetua adat Batak Toba di Sidikalang yaitu J.

Nainggolan, bahwa biasanya keadaan khusus yang mendasari pewaris memberikan wasiat secara lisan ialah:45

1) pemberi wasiat atau pewaris kurang memahami hukum

2) pemberi wasiat merasa cukup nyaman dan percaya dengan wasiat lisan yang diutarakannya sesuai dengan hukum adat Batak Toba, dengan harapan si penerima wasiat atau pewaris akan menjalankan amanah wasiat lisan tersebut. Padahal pada kenyataannya wasiat lisan sering menimbulkan konflik diantara para ahli waris pasca kematian pewaris 3) orang tua pada masyarakat adat Batak Toba merasa tabu menuliskan wasiat

ketika ia masih hidup, seperti halnya di daerah Sidikalang. Maka dari itu orang tua atau pewaris lebih nyaman memberikan wasiat secara lisan, karena kalau dibuat wasiat tertulis, orang tua pada masyarakat adat Batak

45Hasil wawancara dengan J. Nainggolan, Tetua Adat Batak Toba Sidikalang, Jum’at, 08 Oktober 2018

Toba seperti didaerah Sidikalng, ada pemikiran bahwa ia sudah bagi-bagi warisan padahal ia masih hidup, namun kembali lagi yaitu kelemahan wasiat lisan ini hanya sebatas ucapan dan sulit dibuktikan dipersidangan.

Oleh sebab itu ahli waris yang menerima wasiat secara lisan tidak memiliki kekuatan hukum tetap, dan apabila pihak lawan atau tergugat memilliki bukti otentik dari objek yang diwasiatkan maka hak ahli waris yang mendapatkan wasiat lisan menjadi gugur. Dengan demikian keadaan-keadaan khusus yang dijelaskan di atas menghilangkan hak ahli waris dan menyebabkan ketidak adilan untuk ahli waris.

Untuk menjawab rumusan masalah ketiga yaitu tentang pertimbangan hukum hakim pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 428 PK/ Pdt / 2009, dalam hal ini berkaitan dengan teori keadilan menurut John Rawls point b, yaitu untuk memaksimalisasi keuntungan dan kegunaan maka hakim berpatokan pada bukti otentik, yang dikuatkan dengan pernyataan dari Tergugat II yaitu Kantor Pertanahan Kabupaten Dairi bahwa peralihan Sertipikat Hak Milik No. 20/ Batang Beruh atas nama C. Siburian menjadi atas nama O. Siburian (Tergugat I) sudah terdaftar dalam buku tanah dan prosesnya sudah benar dan tidak menyalahi prosedur. Oleh karena peralihan tersebut dibuat oleh pejabat yang berwenang maka secara hukum harus dianggap benar kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Dengan demikian bahwa bukti otentik tersebut memiliki keuntungan dan kegunaan bagi pemiliknya agar tercipta keadilan.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dengan observasi, antara abstraksi dengan kenyataan. Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal khusus yang sebut definisi operasional.46 Maka dalam penelitian ini disusun beberapa definisi operasional dari konsep-konsep yang akan digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian, antara lain yaitu:

c. Hak adalah kekuasaan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau kekuasaan untuk memiliki sesuatu yang diperboleh melalui ketentuan baik secara hukum positif menurut aturan lainnya.47

d. Hukum waris adat adalah proses penerusan dan peralihan kekayaan materiil dan immateriil dari keturunan ke keturunan.48

c. Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup.49

d. Ahli waris adalah orang yang berhak mewaris harta peninggalan pewaris.50 e. Harta warisan adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang

meninggal dunia kepada ahli warisnya.51

46Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3.

47Rocky Marbun, Kamus Hukum Lengkap, Visimedia, Jakarta, 2012, hal. 113.

48Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga Harta-Harta Benda Dalam Perkawinan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2016, hal. 204.

49Ibid., hal. 205.

50Ibid., hal. 206.

51Ibid.

f. Wasiat adalah suatu keterangan yang dinyatakan dalam suatu akta yang dibuat dengan adanya suatu campur tangan seorang pejabat resmi yang dituangkan dalam akta notaris.52

g. Wasiat lisan adalah suatu pernyataan yang keluar dari satu pihak atau pewaris, yang menyatakan apa yang diinginkannya terjadi kepada keluarga dan harta warisannya setelah ia meninggal dunia. Wasiat lisan menurut adat Batak Toba sebaiknya diutarakan pewaris di hadapan Dalihan Na Tolu.53 h. Masyarakat Batak Toba adalah masyarakat dengan sistem kekerabatan

patrilineal.54