• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Pembagian Waris Menurut Hukum Adat Batak Toba Masyarakat adat Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan

KEKUATAN HUKUM WASIAT SECARA LISAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA

5. Pelaksanaan Pembagian Waris Menurut Hukum Adat Batak Toba Masyarakat adat Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan

Patrilineal, lebih menitikberatkan pada kedudukan anak laki-laki dan anggota keluarga yang berasal dari pihak laki-laki. Pada masyarakat adat Batak Toba, lebih mengistimewakan anak laki-laki sulung dan anak laki-laki bungsu dalam hal pewarisan. Hal ini dikarenakan anak laki-laki sulung memegang tanggung jawab untuk mengurus dan menafkahi adik-adiknya, sedangkan anak laki-laki bungsu adalah anak yang tinggal terlama dengan orang tuanya dan mengurus orang tuanya hingga meninggal dunia. Anak perempuan dalam adat Batak Toba, walaupun ia berstatus sebagai anak sulung, tidak dianggap sebagai ahli waris.103

Adapun pelaksanaan pembagian waris menurut hukum adat Batak Toba yaitu:104

a. Pada waktu pewaris masih hidup

Menurut hukum adat Batak Toba, pewarisan dapat dilakukan pada saat pewaris masih hidup untuk menghindari keributan antara ahli waris pasca kematian pewaris, karena pada saat pewaris masih hidup ia dapat menentukan akan diberi kepada siapa harta bendanya. Hukum waris adat Batak Toba yang menganut sistem kekerabatan patrilineal sanagat mengutamakan anak laki dalam hal pewarisan. Menurut hukum adat Batak Toba anak sulung laki-laki dan anak bungsu laki-laki-laki-laki mendapatkan warisan yang lebih istimewa dari saudara laki-lakinya yang lain. Namun hal tersebut tidaklah mutlak, karena

103Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, Bandung, Penerbit Alumni, 2002, hal. 195.

104Nani Suwondo, Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal. 109.

keputusan ada pada pewaris kepada siapa ia akan memberikan hartanya.

Meskipun menurut hukum adat Batak Toba yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki saja, akan tetapi hal itu tidak berarti bahwa anak perempuan tidak mendapat warisan apapun dari ayahnya. Sudah menjadi kebiasaan untuk memberikan hadiah/pauseang kepada anak perempuan yang sudah menikah atau akan menikah ketika pewaris (ayah) masih hidup.

b. Setelah pewaris meninggal dunia

Menurut hukum adat Batak Toba apabila pewaris wafat meninggalkan isteri dan anak-anak maka harta warisan terutama harta bersama suami isteri yang didapat sebagai harta pencarian dapat dikuasai oleh janda karena isteri masuk dalam kerabat suaminya dan tetap merupakan anggota keluarga pihak suami.

Harta tersebut dapat dinikmati isteri pewaris selama hidupnya untuk kepentingan dirinya dan kelanjutan hidup anak-anaknya

.

Apabila isteri pewaris lebih dahulu wafat, maka pada saat pewaris wafat harta warisannya jatuh kepada anak-anaknya terutama anak laki-laki.

Pada masyarakat adat Batak Toba peranan anak laki-laki sangatlah penting sebagai penerus keluarga, tetapi dengan perkembangan ilmu pengetahuan ada juga yang menyatakan bahwa anak laki-laki dan perempuan sama saja, namun mayoritas masyarakat adat Batak Toba masih menempatkan kedudukan anak laki-laki lebih tinggi. Terlebih pada anak sulung laki-laki-laki-laki dan anak laki-laki-laki-laki bungsu yang lebih istimewa dibanding anak laki-laki yang lainnya. Tak jarang banyak orang tua masih lebih mengistimewakan anak laki-laki bungsu (siapudan) dengan

alasan anak laki-laki paling kecil masih sedikit merasakan kasih sayang dari orang tuanya dibandingkan dengan saudara laki-lakinya yang lain.105

Menurut hukum adat Batak Toba anak laki-laki lah yang dapat menguasai harta peninggalan dari orang tuanya baik berupa kedudukan/jabatan adat, harta pusaka termasuk harta pencarian kedua orang tuanya. Penguasaan atas harta peninggalan tersebut bukan berarti langsung menjadi milik pribadi anak laki-laki tersebut terkecuali apabila ia merupakan anak tunggal laki-laki, tetapi harus melakukan musyawarah dengan para anggota keluarga yaitu saudara laki-laki yang lainnya yang masih hidup. Apabila anaklaki-laki sulung tidak bisa mengurus harta peninggalan dari orang tuanya, maka anak laki-laki bungsu memiliki hak untuk menggantikan abangnya dalam hal pengurusan warisan yang diberikan oleh orang tuanya. Biasanya hal tersebut terjadi karena anak laki-laki sulung merantau dalam waktu yang cukup lama untuk memenuhi tanggung jawab menghidupi adik-adiknya.106

Menurut hukum waris adat Batak Toba apabila pewaris/ayah meninggal dunia pada saat anak-anaknya masih kecil dan belum ada yang melangsungkan perkawinan maka yang berhak dan wajib dalam mengurus harta peninggalan adalah ibu yang masih hidup (janda dari pewaris). Seorang janda dengan atau tanpa anak laki-laki tidak dapat mewaris harta peninggalan suaminya. Pada umumnya janda hanya boleh mengelola harta peninggalan suaminya sebelum kemudian beralih ke tangan ahli waris. Jika janda tersebut tidak mempunyai

105Hasil wawancara dengan J. Nainggolan, Sidikalang, hari Jum’at, tanggal 05Oktober 2018.

106Hasil wawancara dengan J. Nainggolan, Sidikalang, hari Jum’at, tanggal 05Oktober 2018.

keturunan, atau hanya keturunan anak perempuan, maka harta peninggalan suaminya beralih ke sanak kolateral.107

Hukum waris adat Batak Toba memungkinkan anak perempuan untuk mendapat sebagian dari harta orang tuanya. Namun ada cara-cara memperoleh harta orang tua tersebut karena tidak begitu saja diberikan secara otomatis, tetapi harus melalui tata cara adat tertentu yaitu di mana anak perempuan tersebut harus membawa makanan secara adat dan pada upacara adat itu harus disaksikan oleh Dalihan Na Tolu. Pada saat upacara adat inilah anak perempuan tersebut memohon kepada orang tuanya atau hula-hula agar diberikan sebagian harta orang tuanya. Menurut masyarakat adat Batak Toba pemberian seperti ini (apabila anak perempuan telah memenuhi tata acara adat), merupakan kewajiban moral yang menurut keyakinan masyarakat adat Batak Tobalebih kuat dari pada kewajiban hukum.108

Sesuatu hal yang sangat tercela di dalam pandangan masyarakat adat Batak Toba apabila seorang anak perempuan memohon kepada orang tuanya dan orang tuanya tidak mau atau enggan memenuhi permohonan anak perempuannya padahal mereka sanggup memberikannya.109Perempuan memang dianggap patut untuk meminta warisan dari ayahnya atau saudara laki-lakinya, atau meminta untuk anak laki-lakinya (indahan arian). Hak anak perempuan yang meminta harta orang tuanya memiliki arti berbeda dengan hak anak laki-laki, hak perempuan terbatas pada “hak meminta” berdasarkan cinta kasih. Bila orang tua

107Mahkamah Agung Proyek Penelitian Hukum Adat, Penelitian Hukum Adat tentang Warisan Di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Medan, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Medan, 1979, hal. 298.

108Ibid., hal.11.

109Ibid., hal. 12.

memang ada hartanya, maka permintaan ini secara normatif tidak boleh ditolak. Singkatnya, perempuan dianggap patut untuk menerima bagian dari harta, sedangkan laki-laki berhak atas bagian tertentu dari harta waris.110

Pembagian warisan menurut hukum waris perdata dapat dilaksanakan ketika terbukanya warisan, ditandai dengan meninggalnya pewaris. Pewarisan hanya berlangsung karena kematian.111Pelaksanaan Pembagian Waris menurut Hukum PerdataKeluarga sedarah dan suami/istri digolongkan menjadi empat golongan berikut ini :

a. Anak atau keturunannya dan suami/istri yang masih hidup.

b. Orang tua (ayah ibu) dan saudara pewaris.

c. Kakek dan nenek atau leluhur lainnya dalam garis lurus ke atas (Pasal 853 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata),

d. Sanak keluarga dalam garis ke samping sampai tingkat keenam. (pasal 861 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Golongan ahli waris ini ditetapkan secara berurutan. Artinya jika terdapat orang-orang dari golonganpertama, mereka itulah yang secara bersama-sama berhak mewaris segala harta peninggalan pewaris. Jika tidak tedapat anggota keluarga dari golongan pertama, orang-orang yang termasuk golongan kedua sebagai ahli waris yang berhak mewaris. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari golongan kedua, orang-orang yang termasuk golongan ketiga sebagai ahli waris yang berhak mewaris. Jika semua golongan ini tidak ada, barulah mereka yang termasuk dalam golongan keempat secara bertingkat sebagai ahli waris yang

110Sulistyowati Irianto, Op.Cit., hal. 9-10.

111Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

berhak mewaris. Jika semua golongan ini sudah tidak ada, negaralah sebagai ahli waris yang berhak mewaris semua harta peninggalan pewaris.