• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS DATA

2. Simbol Sosial Nilai-Nilai Kepahlawanan Dalam Film Harap Tenang Ada Ujian

2.1 Keberanian a Denotatif

Keberanian adalah kekuatan yang tersimpan dalam kehendak jiwa, yang mendorong seseorang untuk maju menunaikan tugas, baik tindakan maupun perkataan, demi kebenaran dan kebaikan, atau untuk mencegah suatu keburukan dan dengan menyadari sepenuhnya semua kemungkinan resiko yang akan diterimanya.91 Secara denotatif simbol sosial Keberanian diperlihatkan melalui gambar/visual dan dialog.

1. Visual

Gambar yang menunjukkan simbol sosial Keberanian diambil dari scene 4, scene 5, dan scene 6. Pada malam sebelum gempa terjadi si anak kecil tengah belajar untuk persiapan ujian sejarah, dan ayahnya tengah memasang televisi baru dan jadwal pertandingan piala dunia. Gempa yang melanda Jogja pada keesokan paginya telah menghancurkan rumah dan menewaskan ayah si anak kecil tersebut. Si anak kecil masih menemukan buku sejarah yang semalam dipelajarinya, diapun melanjutkan belajarnya hingga tertidur didalam kardus. Ketika anak kecil terbangun dia melihat orang asing yang tengah mendirikan tenda dan memasang bendera Jepang.

91

commit to user

Pelajaran tentang perjalanan sejarah Indonesia ternyata membekas sangat kuat dalam ingatan anak kecil ini sehingga ketika melihat seorang relawan Jepang yang sekiranya hendak membantu Jogja pasca bencana gempa dikiranya hendak menjajah kembali. Dari situlah si anak kecil berpikir bahwa orang Jepang yang sedianya adalah relawan yang akan membantu evakuasi gempa dikiranya adalah penjajah Jepang yang kembali menjajah Indonesia. Rasa penasaran tentang tujuan kedatangan orang Jepang ini, ternyata mengalahkan rasa takut didirinya. Ia-pun memutuskan untuk menyelinap masuk ke tenda relawan tersebut agar bisa tahu apa tujuan relawan tersebut mengunjungi tanah kelahirannya hanya dengan berbekal ketapel.

1.1.1 Scene 4

1. a 1. b

commit to user

Dilihat dari gambar pada penggalan scene 4, simbol sosial Keberanian ditunjukkan oleh anak kecil tersebut, setelah pada siang hari dia melihat kedatangan relawan Jepang yang mendirikan tenda kemudian pada malam hari dia memutuskan untuk mengendap-endap mendatangi tenda relawan Jepang tersebut sendirian (gambar 1a dan 1b). Bukan tanpa resiko, setelah gempa melanda Jogyakarta keadaan menjadi gelap gulita, dan dibutuhkan keberanian yang sangat tinggi.

Kemudian ketika relawan Jepang tersebut pergi, anak kecil itu memasuki tenda dan menggeledah barang-barang yang ada di dalam tenda. Disana dia menemunkan kotak yang ternyata hanya berisi senter dan makanan (gambar 2a dan 2b), kemudian ada mini tv dan sebuah peta yang telah ditandai (gambar 2c). dengan menggunakan senter yang dia temukan, dia mempelajari peta yang telah ditandai itu dan menurutnya itu adalah daera-daerah yang akan “dijajah” oleh relawan Jepang tersebut.

1.1.2 Scene 5

commit to user

3.c 3.d

3.e 3.f

1.1.3 Scene 6

3.g 3.h

Simbol sosial keberanian yang lain ditunjukkan melalui gambar dalam scene 5 dan scene 6. Setelah melakukan penyelidikan di tenda relawan Jepang, anak kecil memutuskan untuk melakukan penyerangan

commit to user

terhadap relawan Jepang pada keesokan harinya. Bersenjatakan ketapel, ia mendatangi relawan tersebut untuk berusaha mengusirnya. Sebagai anak yang masih polos tentulah ia tidak tahu maksud sebenarnya kedatangan orang Jepang itu. Ingatannya hanya terpaku pada kesimpulan bahwa bangsa Jepang adalah penjajah sehingga harus diusir dari bumi pertiwi. Keberanian yang berawal dari kebencian terhadap penjajahan telah mendorongnya untuk melawan tanpa rasa takut walaupun secara fisik ia masih anak-anak. Karena tidak sengaja menginjak kaleng bekas sehingga menimbulkan suara, maka keberadaanyapun diketahui relawan Jepang, dan terjadilah kejar-kejaran antara anak kecil dan relawan Jepang hingga akhirnya relawan Jepang jatuh ke sungai. Hanya dengan bersenjatakan ketapel, anak kecil itu mengancam relawan Jepang dan menyuruhnya pergi dari Negara Indonesia (gambar 3f). Relawan Jepang berusaha menjelaskan kedatangan mereka ke Jogjakarta adalah untuk menolong korban gempa. Namun keterbatasan bahasa diantara relawan Jepang dan anak kecil itu membuat kesalah pahaman terjadi. Relawan Jepang memutuskan untuk mengalah pada anak kecil dan mengemasi barang-barang mereka dibawah ancaman ketapel anak kecil. Disini (gambar 3b dan 3c) diperlihatkan keberanian seorang anak kecil yang demi rasa cintanya pada tanah air berani mengusir Jepang yang menurutnya akan kembali menjajah Indonesia. Karena menurut dia keadaan yang kacau porak poranda serta kematian ayahnya disebabkan oleh kedatangan orang Jepang tersebut yang akan kembali menjajah Indonesia. Maka dengan keberaniannya dia

commit to user

berusaha untuk mengusir orang-orang Jepang tersebut agar segera meninggalkan Indonesia.

2. Verbal

Dialog adalah proses komunikasi antara dua atau lebih agen. Struktur dialog manusia kadang dipengaruhi oleh emosi, situasi serta berbagai faktor lain.92 Dalam dialog scene ini ditunjukkan juga simbol sosial keberanian, diambil dari scene 5.

Table 1. dialog antara anak kecil dan relawan Jepang Scene 5 Anak kecil : Minggat, minggat koe seko negoroku! Relawan jepang : Boy.. (boku) please don’t misunderstand Anak kecil : Buku opo? Minggat!

Relawan jepang : We’re just going to (nanda) help you! Anak kecil : Nandang opo? Alasan! Koe penjajah! Relawan jepang : You’re safe now!

Anak kecil : Koe wis mateni bapakku!

Table 2. dialog antara anak kecil dan relawan Jepang scene 6 Relawan jepang : Ok, we’re go home, take care of yourself, boy If I met Indonesian volunteer

I’ll tell them about you They’ll help you

Anak kecil : Rasah cerewet! Minggat!

Dalam dialog yang terjadi antara anak kecil dan relawan Jepang mengalami kendala keterbatasan bahasa diantara mereka berdua. Relawan

92

www.aqwamrosadi.staff.gunadarma.ac.id/downloads/files/12721/pertemuan%2B9.doc, diakses pada tanggal 2 Juli 2010

commit to user

Jepang yang menggunakan bahsa Jepang tidak mengerti bahasa Jawa yang digunakan anak kecil tersebut. Begitu juga sebaliknya, si anak kecil juyga tidak mengerti apa yang dikatakan oleh relawan Jepang itu. Relawan Jepang bermaksud menjelaskan bahwa mereka datang ke Indonesia untuk membantu korban gempa yang ada di Jogjakarta, tetapi anak kecil tetap menganggap bahwa mereka hanya beralasan saja, karena mereka adalah penjajah dan menyuruh mereka agar segera meninggalkan Indonesia. 3. Teknis

Simbol Teknis pada Scene 4

Setting : Tenda relawan Jepang.

Properti : Mini tv, peta, box yang berisi makanan (dalam tenda).

Pemeran : anak kecil

Kostum : Anak kecil mengenakan kaos bola dan celana pendek.

Pencahayaan : Low key dan low contrast.

Sound : natural sound.

Teknik Kamera : Pada awal scene ini gambar dambil melalui teknik Long Shot. Pada scene selanjutnya menggunakan Medium Shot. Kamera bergerak mengikuti anak kecil yang menggeledah tenda relawan Jepang.

Simbol Teknis pada Scene 5

Setting : Di pinggir sungai

Properti : Ketapel

Pemeran : Anak Kecil, Relawan Jepang

Kostum : Anak kecil masih mengenakan kaos bola dan celana pendek dan Relawan Jepang mengenakan kaos dan celana jeans.

Pencahayaan : High Level

Sound : natural sound.

Teknik Kamera : Ukuran Medium Shot dan High Angle. Kamera bergerak statis dengan perpindahan gambar cut to cut.

Simbol Teknis pada Scene 6

Setting : Tenda Relawan Jepang

Properti : Ketapel, tas dan perlatan milik Relawan Jepang, kaos bola, ayunan.

commit to user

Kostum : Anak kecil mengenakan kaos bola dan celana pendek dan Relawan Jepang mengenakan kaos, jaket dan celana jeans.

Pencahayaan : High Level

Sound : natural sound.

Teknik Kamera : Long Shot. Kamera bergerak ( panning ke kanan ) mengikuti Relawan Jepang.

b. Konotatif

Menurut penulis suatu usaha atau perjuangan untuk mencapai suatu tujuan cita-cita ataupun kemenangan pastilah akan disertai dengan resiko. Untuk mengahadapi resiko tersebut dibutuhkan keberanian untuk mengahadapinya agar tujuan atau cita-cita dapat tercapai.

Seperti adegan yang diperlihatkan dalam scene 4, 5, 6, keberanian yang dimiliki anak kecil membuatnya tidak takut untuk mengusir relawan Jepang yang dianggapnya sebagai sebuah ancaman bagi rakyat Indonesia. Pada adegan penyelidikan di tenda relawan Jepang yang dilakukan pada malam hari menggunakan pencahayaan low key dan low contrast, hal ini dimaksudkan untuk menciptakan kesan mencekam, didukung dengan natural sound yang menunjukkan suasana malam hari. Pada awal scene ini gambar dambil melalui teknik long shot, dimana relawan Jepang dan anak kecil nampak jelas dan latar belakang disekelilingnya sengaja diperlihatkan. Pada scene selanjutnya menggunakan medium shot, pengambilan gambar dengan teknik ini bertujuan agar ekspresi wajah si anak kecil dapat disajikan kepada penonton dan menunjukkan aktivitas pengintaian yang dilakukan si anak kecil. Kamera bergerak mengikuti anak kecil yang menggeledah tenda relawan Jepang. Pergerakan kamera

commit to user

ini juga bertujuan untuk menunjukkan apa yang ditemukan oleh si anak kecil.

Dalam adegan pengusiran yang dilakukan pada siang hari si anak kecil masih mengenakan kaos bola dan celana pendek dan Relawan Jepang mengenakan kaos dan celana jeans. Menurut penulis hal ini menegaskan bahwa semua harta benda telah hilang terkena gempa sehingga tidak ada baju ganti. Pencahayaan high level digunakan untuk menunjukkan suasana di luar ruangan pada waktu siang hari dan natural sound untuk mendukung suasana. Teknik pengambilan gambar dengan ukuran medium shot dan high angle digunakan untuk menampilkan ekspresi anak kecil yang sangat marah kepada relawan Jepang dan menekankan dominasi anak kecil atas relawan Jepang. Kamera bergerak statis dengan perpindahan gambar cut to cut. Mulai dari medium shot wajah anak kecil berpindah ke medium shot wajah relawan Jepang. Hal ini menunjukkan sedang terjadi pengusiran yang dilakukan anak kecil terhadap relawan Jepang. Teknik pengambilan gambar long shot digunakan pada adegan pengusiran relawan Jepang, teknik ini digunakan dengan tujuan menampilkan suasana dan aktivitas pengusiran anak kecil terhadap relawan Jepang. Kamera bergerak (panning ke kanan) mengikuti relawan Jepang. Teknik ini untuk mendekatkan hubungan pemirsa dengan objek, dipertegas dengan ekspresi sedih wajah relawan Jepang yang menatap ke depan dan ekspresi kemarahan dari wajah anak kecil. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa penjelasan beberapa unsur diatas seperti pencahayaan low key dan low contrast untuk

commit to user

adegan penyelidikan pada malam hari dan beberapa teknis pengambilan gambar semakin menjelaskan tentang keberanian anak kecil.

c. Mitos

"Keberanian adalah serigala dan pengecut adalah mangsa.." - Julius A Cartage

"Berani bukanlah siap menghunus pedang.. tetapi siap memasukkan pedang ke sarungnya" - Dawson Peter Amstrong93

Tercatat dalam perjalanan bangsa Indonesia, Jepang pernah menjajah negeri ini selama tiga setengah tahun. Penderitaan yang diakibatkan oleh kekejaman bangsa Jepang ini bahkan disejajarkan dengan penjajahan Belanda selama hampir tiga setengah abad. Sehingga meskipun kedatangan relawan Jepang ke Jogjakarta adalah untuk membantu evakuasi korban gempa, mereka tetap dianggap sebagai penjajah yang akan kembali menjajah bangsa Indonesia.

Salah satu syarat untuk menjadi pemenang adalah mempunyai keberanian. Saudara yang paling dekat dari naluri kepahlawan adalah keberanian. Pahlawan sejati selalu merupakan seorang pemberani sejati. Tidak akan pernah seseorang disebut pahlawan jika ia tidak pemah membuktikan keberaniannya. Pekerjaan-pekerjaan besar atau tantangan- tantangan besar dalam sejarah selalu membutuhkan kadar keberanian yang sama besarnya dengan pekerjaan dan tantangan itu. Karena pekerjaan dan

93

commit to user

tantangan besar itu selalu menyimpan risiko. Dan, tak ada keberanian tanpa risiko.

Keberanian merupakan aset yang sangat berharga bagi pribadi kita. Keberanian bisa menjadikan sesuatu yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin. Keberanian bisa menjadikan sikap negative menjadi positif, loyo menjadi semangat, takut menjadi berani, pesimis menjadi optimis, miskin menjadi kaya, gagl menjadi sukses.

Keberanian juga dapat dirumuskan sebagai suatu kualitas, yakni sesuatu yang hanya dapat dirasakan dan dialami, bukan kata-kata, bukan rumusan pikiran, seperti yang ditulis oleh Jakob Somarjo dalam artikelnya yang berjudul Renungan Keberanian. Keberanian adalah sebuah sikap, sikap untuk bertahan atas prinsip kebenaran yang dipercayai meski mendapat berbagai tekanan yang membuatnya tidak populer dan kehilangan.94

Keberanian itu sebuah kemuliaan, seperti kata Hemingway. Pengarang ini menggambarkan kualitas keberanian lewat matador-matador yang siap mati di lapangan melawan banteng. Lewat para sukarelawan yang berperang di lain bangsa. Lewat kisah-kisah pemburu singa di afrika. Mereka sendirian menghadapi marabahaya dan maut yang setiap saat dapat merenggut jiwanya.95

Catatan sejarah telah membuktikan, begitu banyak prestasi spektakuler di segala bidang tercipta di dunia ini karena faktor Keberanian.

94

Jakob Somarjo, Renungan Keberanian, Kompas, 26 Januari 2008 95

commit to user

Baik prestasi yang diciptakan oleh para ilmuwan, olahragawan, tokoh politik, wiraswastawan, professional dll. Sebaliknya begitu banyak orang mengalami kegagalan karena kurangnya keberanian, mungkin mereka mempunyai ide cemerlang, namun karena takut gagal dan takut mencoba, akhirnya semua ide menjadi layu dan mati. Di lain pihak, orang lain bisa sukses karena mereka lebih berani dengan bergerak lebih cepat. Maka bila ingin lebih berkembang dan sukses, sudah pasti harus mempunyai Keberanian, Keberanian untuk mencoba, keberanian untuk memperjuangkan apa yang di cita-citakan.96

Namun, kadang keberanian diartikan secara dangkal, yaitu kenekatan. Karena memang, letak keberanian dengan kenekatan itu sangatlah dekat. Keberanian adalah sifat pertengahan antara penakut, pengecut dan berani tanpa perhitungan atau kenekatan seperti apa yang dikatakan oleh Aristoteles tentang keberanian pada salah satu analisisnya yang berjudul Nichomacean Ethics: “Courage is a mean between

cowardice and thoughtless rashness” (Arti keberanian berada diantara

kepengecutan dan tindakan tanpa berpikir (kenekatan)).97

Pada strategi perang Jenderal Sun Tzu ada prinsip mendasar yang berbunyi “kemenangan besar hanya bisa dilakukan oleh orang yang berani ambil resiko besar”. Prinsip ini menegaskan bahwa tanpa keberanian mengambil taktik berisiko besar, maka kemenangan besar sulit diraih. Inti

96

http://andriewongso.com/artikel/aw_artikel/75/Kekuatan_Keberanian/, diakses pada 20 Juni 2010

97

Brumbaugh, Robert S. "Aristotle." Microsoft® Student 2008 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2007

commit to user

dari strategi perang Sun Tzu adalah mensinergikan antara strategi perang yang cerdik dan matang dengan keberanian mengambil risiko besar demi kemenangan yang besar pula98. Maka keberanian untuk mengatasi tantangan-tantangan dengan resiko besar untuk mencapi cita-cita haruslah disertai dengan perencanaan yang matang, agar tindakan yang diambil tidak menjadi sia-sia bukan tindakan-tindakan yang nekat tanpa perencanaan.

Pada akhirnya keberanian inilah yang membuat kita tetap melangkah, tak gampang menyerah, tak mudah gelisah, karena mampu melihat segala sesuatu secara positif dengan cara pandang yang berbeda.

2.2 Pantang Menyerah

Dokumen terkait