• Tidak ada hasil yang ditemukan

I.5 Tinjauan Teor

I.5.1. Kebijakan Bidang Pertanian

Pembangunan pertanian harus dapat memanfaatkan secara maksimal atas sumber daya wilayah yang ada sehingga dapat mencapai keberlanjutan, untuk itu kebijakan di bidang pertanian harus dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Melalui Undang-undang Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999, yang kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 mengenai kebijakan pembangunan pertanian yang dirancang secara implisit dalam perspektif ekonomi wilayah ini semakin berkembang. Terlihat dari peran pemerintah pusat dan daerah yang merencanakan dan mengimplementasikan program-program. Pemerintah pusat berperan dalam merancang perencanaan yang bersifat makro, sedangkan pemerintah daerah merancang pelaksanaan yang disesuaikan dengan pencapaian target di setiap wilayah. Kebijakan seperti ini membutuhkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya.14

Kebijakan di bidang pertanian juga dapat dilihat dari visi dan misi pembanguan pertanian. Visi pembangunan pertanian adalah terwujudnya pertanian yang modern, tangguh dan efisien menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera. Misi pembangunan pertanian yaitu menggerakkan berbagai upaya untuk memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal dan menerpakan teknologi tepat serta spesifik dalam rangka membangun pertanian yang berdaya saing tinggi dan berkelanjutan; Memberdayakan masyarakat pertanian menuju wiraswasta agribisnis yang mandiri, maju dan sejahtera.15

Kebijakan bidang pertanian mencakup pada metode yang dipakai oleh pemerintah dalam melakukan perubahan terhadap lingkungan produksi pertanian melalui perubahan harga input maupun output atau pengenalan terhadap teknologi baru di bidang pertanian. Dalam pengertian yang lebih umum, kebijakan pertanian merupakan kebijakan sektoral yang bertujuan untuk mempengaruhi pembangunan

14

Tahlim Sudaryanto, et.al. Analisis Kebijaksanaan: Pendekatan Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis. (Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2002) Hal. 1.

15Ibid

sosial dan ekonomi di sektor pertanian. Berdasarkan bentuk intervensinya, kebijakan pertanian secara garis besar dapat dikategorikan menjadi :

1. Intervensi dalam harga input dan output pertanian;

2. Intervensi pada lembaga pertanian, termasuk didalamnya pemasaran komoditi pertanian, distribusi input, dan teknologi; dan

3. Intervensi dalam inovasi teknolgi dan penyebarannya kepada petani.16

Dalam upaya menerapkan kebijakan bidang pertanian diperlukan tiga elemen utama untuk dapat mengoperasikan instrumen kebijakan, yang terdiri dari target atau objektif, instrumen dan aturan. Objektif kebijakan pertanian berbicara mengenai tujuan atau target yang dicapai untuk meningkatkan pendapatan bagi para petani, meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian, stabilisasi pasar, swasembada pangan, kecukupan akan kebutuhan pangan, keamanan pangan, harga pangan yang terjangkau oleh konsumen dan lainnya baik dalam lingkup nasional, provinsi maupun regional.

Menurut Irawan dan Suparmoko (1998) kegiatan bidang pertanian selalu berpedoman dalam pengembangan ekonomi bagi negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini selalu dikaitkan karena dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keinginan suatu negara agar bisa menjadi negara yang maju dalam aspek ekonomi dan pembangunan, bidang pertanian menjadi salah satu sektor paling dikembangkan dikarenakan dalam pertanian dapat memuat beberapa nilai kehidupan. Penggunaan lahan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan pertanian ini. Kondisi yang umumnya terjadi pada masyarakat yang bekerja di bidang pertanian ini memiliki produktivitas yang rendah yang selanjutnya berpengaruh pada pendapatan yang rendah. Pendapatan yang rendah ini selanjutnya berpengaruh pada kemampuan petani untuk memperbaiki modal untuk investasi dan konsumsi. Hal ini menyebabkan petani

16

berusaha untuk mengembangkan sistem pertanian yang ekstensif (peningkatan pada produksi melalui perluasan lahan).17

I.5.1.1. Lahan Pertanian

Menurut FAO dan Brickman dan Smith, definisi lahan (land) merupakan suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis yang berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah, batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia di masa lalu dan sekarang yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan di masa yang akan datang.18

Lahan merupakan salah satu faktor sumber hasil-hasil pertanian yang menjadi tempat proses produksi dan hasil produksi itu diperoleh. Dalam bidang pertanian khususnya di negara berkembang seperti Indonesia, faktor produksi lahan mempunyai kedudukan yang sangat penting. Hal ini dapat dibuktikan dengan besarnya tingkat balas jasa yang didapatkan dari lahan jika dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya. Bagi para petani, lahan mempunyai arti yang sangat penting karena dari lahan itulah mereka dapat bertahan hidup untuk kebutuhan sehari-hari keluarga melalui kegiatan bercocok tanam dan beternak.

Lahan dapat dipandang sebagai suatu sistem yang tersusun atas berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut terorganisir secara spesifik dan perilakunya sesuai dengan tujuan dan sasaran tertentu. Komponen lahan ini juga dapat disebut sebagai sumberdaya dalam hubungannya dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan akan hidupnya dan mencapai kesejahteraan masyarakat. Lahan dalam kegunannya banyak memberi peranan penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam bidang pertanian. Dengan meningkatnya kebutuhuan akan kehidupan manusia dan bertambahnya jumlah penduduk serta

17

Usman Rianse. Membangun Agribisnis Terpadu dan Berkelanjutan. (Kendari. Unhalu Press. 2009). Hal. 33.

18

Juhadi. Pola-pola Pemanfaatan Lahan dan Degradasi Lahan Lingkungan Pada Kawasan Perbukitan. Jurnal Geografi. Vol. 4. No. 1/Januari/2007. Hal. 11.

semakin meningkatnya kegiatan-kegiatan pembangunan, maka semakin banyak pula permintaan masyarakat akan lahan pertanian. Bahkan pemanfaatan lahan ini bisa mencapai angka produktif jika dikelola dengan sebaik-baiknya sehingga dapat didayagunakan secara berkelanjutan.

Pola pemanfaatan lahan pada kawasan perbukitan merupakan salah satu tipologi lahan efektif bagi usahatani yang diusahakan oleh petani, secara umum memiliki beberapa tipikal yang berhubungan dengan ketersediaan air bagi tanaman, antara lain memiliki sumber daya air yang terbatas; mengandalkan pada air hujan; dan memiliki air tanah yang relatif dalam; serta hilangnya air yang relatif cepat (fast-drain). Keterbatasan sumber air tersebut menjadikan daerah tersebut sebagai pertanian lahan kering yang sangat rawan terhadap kekeringan. Keberadaan lahan kering menjadi areal sumber produksi pertanian secara umum yang telah dilindungi dalam Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Peraturan Pemerintah tersebut, pada dasarnya mendukung pembudidayaan tanaman di daerah lahan kering, dengan memperhatikan kepada;

1. meningkatkan produktifitas tanaman;

2. meningkatkan fungsi perlindungan/pelestarian lahan; 3. meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani; dan 4. memperluas/menciptakan kesempatan kerja.

Pada pertanian lahan kering, kondisi yang merugikan tersebut, akan semakin menjadikan marjinalnya lahan tersebut, dan mengakibatkan lahan menjadi kritis, yang sebagian besar terdapat di luar Jawa.19

Namun pada kenyataannya, kelambatan perkembangan pembangunan pertanian sering terjadi dan itu membuat munculnya berbagai kebijakan yang dapat membelenggu sektor pertanian. Banyak pemikiran yang menganggap kegiatan pertanian itu sudah terlalu tradisional, miskin, kumuh dan tertinggal. Kondisi yang tidak kondusif ini membuat pembangunan bidang pertanian

19

cenderung kontraproduktif, sehingga pada akhirnya membuat pertanian tidak bisa maju. Seperti pada ditetapkannya kebijakan mengenai pertanahan dan tata ruang, dimana banyaknya lahan pertanian yang subur dan beririgrasi sebagian kini telah tergusur oleh pembangunan di sektor lain. Ironisnya lahan pertanian yang berlaih itu merupakan lahan subur , ini menyebabkan kegiatan pertanian semakin terdesak ke wilayah yang tingkat kesuburannya rendah dan tidak beririgrasi. Kebijakan mengenai tata ruang yang dibuat oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten seringkali tidak dipatuhi, sehingga pemanfaatan lahan kini semakin tidak jelas. Hal ini sesuai dengan yang diemukakan oleh Chambers, bahwa lahan akan menjadi faktor ang sangat berperan penting untuk mengatasi kebutuhan masyarakat miskin untuk memenuhi hajat sosial dan mengatasi kondisi yang kritis. Namun dengan permasalahan seperti tadi, lahan pertanian yang dimiliki bisa diagadaikan atau dijual untuk mendapatakan uang demi kebutuhan hidup.20