• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III Relevansi Sanksi Pidana Mati dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Ditinjau Dari Tujuan Pemidanaan

A. Ruang Lingkup Tindak Pidana Narkotika

Narkotika mengingatkan kita pada banyak kejadian mengerikan yang diakibatkan oleh penyalahgunaannya, sehingga menyebabkan masyarakat sering kali mengidentikan narkotika sebagai sesuatu yang sangat terlarang. Pada awalnya, Narkotika digunakan untuk keperluan medis. Sejak zaman dahulu, narkotika dipakai sebagai penghilang rasa sakit dalam tindakan-tindakan medis tertentu, terutama bagi pasien yang membutuhkan tindakan pembedahan. Seiring berkembangnya teknologi, narkotika mulai disalahgunakan pemakaiannya sebagai pemberi rasa kenikmatan sesaat dengan dosis yang berlebihan dan dapat membuat ketergantungan/kecanduan bagi sang pemakai42.

Sifat narkotika yang dapat membuat ketergantungan bagi pemakainya inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan. Sang korban Bukan hanya menderita kerugian materiil karena rela mengorbankan hartanya demi memuaskan ketergantungannya, namun juga tak jarang hingga kehilangan nyawanya akibat pemakian obat yang melebihi dosis yang aman (overdosis).

Letak Indonesia yang strategis membuat Indonesia menjadi salah satu jalur perdagangan gelap narkotika. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi,

42 Jimmy “Sejarah Munculnya Narkoba” diakses dari http://entertainmentgeek -jimmy.blogspot.com/2011/10/sejarah-munculnya-narkoba.html pada tanggal 26/1/2014 (17.24)

Indonesia tidak hanya menjadi daerah transit ataupun pemasaran Narkotika semata, namun juga menjadi daerah produsen Narkotika itu sendiri. Banyak ditemukan pabrik-pabrik pembuatan Narkotika baik dalam skala kecil maupun besar, oleh aparat, seperti yang ditemukan di daerah Tangerang, Bogor, Serang, Batu Malang, dan Batam. Letak Indonesia yang juga diapit oleh segitiga emas (Laos, Thailand, dan Myanmar) dan daerah bulan sabit (Iran, Afghanistan, dan Pakistan) yang merupakan daerah penghasil opium terbesar di dunia menjadikan Indonesia sebagai lalulintas gelap narkotika.43

Penyalahgunaan Narkotika di kalangan masyarakat luas ini menjadi isyarat kepada pemerintah untuk memberi perhatian secara khusus dalam menanggulangi bahaya dari penyalahgunaan narkotika, sebab bahaya yang di timbulkan dapat mengancam masyarakat khususnya generasi muda yang diharapkan sebagai para penerus bangsa di masa yang akan datang.

Sebagai wujud sikap proaktif Indonesia mendukung gerakan Internasional dalam memerangi segala bentuk tindak pidana Narkotika, diterbitkanlah Undang-Undang nomor 7 tahun 1997 tentang pengesahan (ratifikasi) United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances

1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988). Selain itu terdapat juga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972 yang mengubahnya, sebagai simbol proaksi Indonesia mendukung gerakan Internasional dalam memerangi segala bentuk

43

tindak pidana Narkotika tersebut44 dan di berlakukan pula Undang-Undang No. 22 tahun 1997 yang mengatur tentang segala macam bentuk penyalahgunaan Narkotika serta sanksi yang di berlakukan terhadap subjek hukum yang terkait, menggantikan Undang-undang nomor 9 tahun 1976 yang di anggap sudah tidak sesuai lagi. Namun seiring berkembangnya zaman dan teknologi, Undang-Undang No. 22 tahun 1997 ini dianggap tidak lagi efektif dalam menanggulangi tindak-tindak penyalahgunaan narkotika yang telah bersifat transnasional, yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, sehingga disahkanlah Undang-Undang no.35 tahun 2009 menggantikan Undang-Undang-Undang-Undang no 22 tahun 199745.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika ini, diatur beberapa ketentuan yang membahas tentang etimologi dan terminologi sekitar pengertian dan istilah-istilah yang diatur dalam undang-undang narkotika tersebut. Ketentuan tentang Dasar, asas, dan Tujuan pengaturan narkotika, yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang ini, diselenggarakan berasaskan keadilan, pengayoman, kemanusiaan, ketertiban, perlindungan, keamanan, nilai-nilai ilmiah

44

Aziz Syamsuddin, Op.Cit., Hlm 89

45“Sejarah Hukum Undang-Undang Narkotika Di Indonesia Yang Di Mulai Dari Tahun 1976 Sampai Dengan Tahun 2011” diakses dari http://ilmuhukumbisnis.blogspot.com/2012/01/sejarah-hukum-undang-undang-narkotika.html pada tanggal 28/1/2014 (07:30)

dan kepastian hukum. Sedangkan tujuan undang-undang narkotika ini sendiri adalah46:

e. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

f. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika;

g. Memberantas peredaran gelap narkotika dan precursor narkotika, dan

h. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika.

Adapun pengertian Narkotika itu sendiri berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika adalah:

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.”

Pengertian Narkotika yang terdapat pada Undang-Undang nomor 35 Tahun 2009 di atas merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, narkotika ini pada dasarnya dipakai di dalam dunia kedokteran, namun karena dapat mengakibatkan ketergantungan/kecanduan maka perlulah diatur penggunaannya oleh Undang-Undang, tetapi tidak semua jenis narkotika dipergunakan di dalam dunia kedokteran sehingga jenis-jenis Narrkotika ini telah dibagi ke dalam beberapa golongan yang mana penggolongan

46

tersebut di atur di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika.

Selain mengatur tentang narkotika itu sendiri, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ini juga mengatur mengenai Prekursor Narkotika. Menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009, Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Prekursor Narkotika walaupun bukan termasuk di dalam Narkotika itu sendiri namun peredarannya tetap diatur oleh Undang-Undang dan penyalahgunaannya tetap dijatuhi sanksi.

Adapun ketentuan pidana mengenai tindak pidana Narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 terdapat di dalam Bab XV Ketentuan Pidana khususnya terdapat dalam pasal 111 sampai pasal 148. Berdasarkan beberapa golongan narkotika, maka tindak pidana Narkotika di dalam Undang-Undang Narkotika dapat dibagi ke dalam 3 kriteria, yaitu

1. Tindak Pidana Narkotika Golongan I terdapat dalam pasal 111 sampai dengan 116.

2. Tindak Pidana Narkotika Golongan II terdapat dalam pasal 117 sampai dengan 121.

3. Tindak Pidana Narkotika Golongan III terdapat dalam pasal 122 sampai dengan 126

.

B. Perbuatan-Perbuatan Pidana di Dalam Ketentuan Pidana