• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Luar Negeri di Era Deng Xiaoping (1978 – 1990): Era Reformasi Ekonomi dan Pengembangan Strategi

Peran Negara

DINAMIKA KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA SEBAGAI USAHA PENYESUAIAN DIRI TERHADAP GLOBALISASI

II.2 Kebijakan Luar Negeri di Era Deng Xiaoping (1978 – 1990): Era Reformasi Ekonomi dan Pengembangan Strategi

72

Deng Xiaoping meneruskan pemerintahan dengan mempertanyakan kebijakan luar negeri yang dibuat Mao. Deng mengusulkan perubahan total arah kebijakan luar negeri Cina dengan memprioritaskan perekonomian Cina.73

71 ibid. 72

Lanteigne, op.cit., hal. 6. 73

ibid.

Setelah Perang Korea, Cina belajar bahwa dalam hal implikasi politik terhadap kebijakan luar negerinya serta evolusi hubungan

26

internasional, perang itu terbukti sangat buruk bagi Cina.74 Deng terus - menerus

menggaungkan perlunya perubahan prioritas oleh Cina dari revolusi menjadi modernisasi. Sejak awal 1980an, Deng menyebutkan tiga tugas bagi Cina dalam tiga dekade berikutnya: untuk melawan hegemonisme dan menjaga perdamaian dunia, mengusahakan reunifikasi Cina dengan Taiwan, serta memajukan modernisasi Cina.75

Di era ini kebijakan luar negeri Cina fokus pada usaha membentuk lingkungan internasional yang damai.76 Salah satu cara yang digunakan adalah

dengan mempromosikan strategi ekonomi, yakni bahwa Cina ingin bekerjasama dengan negara lain dalam mengembangkan perekonomian dan modernisasinya. Dengan perekonomian yang lebih terbuka ini menandakan usaha Cina untuk berintegrasi dengan dunia internasional sehingga peran Cina akan lebih diakui dan hal tersebut sudah pasti akan menguntungkan bagi Cina sendiri. Eksekusi pertama dari kebijakan ini adalah ketika pada tahun 1980 Cina mulai memfasilitasi pembentukan Special Economic Zones (SEZs) di Cina bagian selatan dan mengundang berbagai investor asing untuk berinvestasi di zona ini.77 Di tahun

yang sama pula Cina mulai mendekat pada dua organisasi, yakni IMF dan Bank Dunia, dan mendapatkan banyak pinjaman modal untuk meningkatkan industri tekstilnya yang menjadi komponen utama dalam perekonomian Cina ketika itu.78

74

Zhao, Quansheng. 1996. Chinese Foreign Policy After Cold War [pdf]. Diakses dari http://www.janeluinas.lt/files/Quansheng Zhao Chinese foreign policy after cold war.pdf, pada 26 Desember 2011.

75 ibid. 76

Sutter, op.cit., hal. 78. 77

Lanteigne, op.cit., hal. 7. 78

ibid.

27

berhubungan dengan negara – negara Barat, dalam hal ini sebagai bagian dari investasi ekonomi. Pemerintah Cina juga menandatangani Multi Fibre Agreement

(MFA) di tahun 1983 dengan tujuan agar Cina mendapat tempat dalam perdagangan tekstil internasional.79 Salah satu tujuan dari ekspor tekstil Cina

adalah negara – negara Sub – Sahara Afrika. Namun, kontribusi pasti akan jumlah ekspornya sendiri tidak terdokumentasi secara jelas, tetapi diyakini dalam jumlah yang substansial.80 Di Sudan, Cina juga membangun pabrik tekstil dan tenun di

kawasan Hassa – Heissa.81 Perekonomian Cina mengalami banyak perubahan

ketika kebijakan industrialisasi dengan menarik modal dan teknologi asing diimplementasikan. Hal ini berdampak pada naiknya ekspor Cina, termasuk ekspor ke Afrika, dari $300 juta pada 1976 meningkat jadi $2,2 juta di tahun 1988, meskipun ini bisa dikatakan hanya sebagai bagian kecil dari ekspor Cina secara keseluruhan.82 Maka salah satu upaya untuk mendorong perekonomiannya

adalah dengan investasi di bidang minyak sebagai sumber energi.83 Sejak tahun

tahun 1950an hingga awal 1990an Cina telah mengembangkan lebih dari 18 ladang minyak dan gas onshore dan tujuh ladang minyak offshore yang menghasilkan 140 juta ton minyak per tahun. Selain mulai mengekspor barang – barang murah ke luar negeri, Cina juga mengekspor minyak, diawali tahun 1985 ketika 25% dari produksi minyaknya diekspor keluar negeri.84

79 ibid. 80

Dayaratna - Banda dan John Whalley. 2007. After The Multifibre Arrangement, The China

Containment Agreements [pdf]. Asia - Pacidic Trade and Investment Review, Vol.3, No.1. Diakses

dari http://www.unescap.org/tid/publication/aptir2456_BandaWhalley.pdf, pada 11 Januari 2012. 81

Maglad, loc.cit. 82

Sutter, op.cit., hal. 369. 83

Hadi, Syamsul, dan Wibowo. 2009. Merangkul Cina. Jakarta; Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 170.

84

28

Sementara itu prinsip non – intervensi Cina dalam kebijakan luar negerinya terlihat ketika Cina secara vokal dan terbuka meminta Uni Soviet untuk menarik pasukannya yang menyerang Afghanistan dan Mongolia pada tahun 1980an.85 Hubungan Cina dan Uni Soviet sedikit merenggang karena pasukan

militer Uni Soviet mendekati perbatasan Cina di bagian utara ketika menginvasi Mongolia. Cina juga mulai memikirkan kembali hubungannya dengan Amerika Serikat yang sempat membaik karena usaha reformasi kebijakan luar negeri Cina. Hal ini dikarenakan Presiden Amerika Serikat ketika itu, Ronald Reagan, menyatakan dukungannya yang kuat terhadap Taiwan.86 Sementara hubungan

Cina dengan Amerika Serikat kembali dingin, Cina semakin memperkuat hubungan dengan negara – negara dunia ketiga.87 Hubungan Cina dengan negara

– negara Afrika juga semakin kuat ketika Insiden Tiananmen terjadi pada 1989. Negara – negara Barat, terutama Amerika Serikat, semakin mengisolasi Cina karena peristiwa ini dianggap penodaan Cina terhadap praktek perlindungan atas hak asasi manusia. Menteri Luar Negeri Cina ketika itu, Qian Qichen, mengunjungi sebelas negara Afrika sebulan setelah insiden tersebut terjadi. Cina menyadari bahwa negara – negara Afrika, yang termarjinalkan seiring dengan beralihnya investor – investor Barat dan Asia ke wilayah lain, tetap mendukung Cina dan menyambut gembira adanya komitmen yang lebih kuat dari Cina untuk berhubungan dengan Afrika.88

85

Sutter, op.cit., hal. 80. 86 ibid. 87 ibid. 88 ibid.

Dalam kurun waktu 1981 hingga 1989 sendiri komitmen akan hubungan yang lebih baik dari Cina ke Sudan bisa dilihat dari

29

beberapa proyek yang dibangun Cina di negara itu, seperti pabrik pakaian, rumah sakit, pusat pelatihan tenaga kerja, dan beberapa jembatan di Khartoum.89

Insiden Tiananmen dan sanksi ekonomi dari negara - negara Barat (termasuk penolakan terhadap Cina dari GATT), disintegrasi dengan Uni Soviet, serta runtuhnya komunisme di Eropa Timur menyadarkan Deng bahwa Cina butuh pembangunan strategi baru.90 Strategi - strategi yang diarahkan oleh Deng

antara lain: perhatikan dan analisa perkembangan Cina dan dunia dengan hati - hati, amankan posisi Cina, atasi perubahan - perubahan dengan percaya diri, sembunyikan kemampuan, selalu rendah diri, jangan memimpin, dilarang berkonfrontasi langsung dengan negara - negara Barat, jangan membuat musuh (termasuk dilarang mengintervensi urusan internal negara lain baik mereka negara sosialis atau bukan), serta melangkah melebihi pertimbangan ideologi.91

Perubahan kebijakan luar negeri yang mendasar seperti mulai bersikap terbuka terhadap dunia internasional dianggap Deng bisa membantu mengurangi persepsi negatif negara – negara lain tentang Cina yang ketika itu diisolasi dari dunia internasional.92 Banyak kalangan intelektual Cina yang melihat sikap – sikap Cina

ini adalah bentuk perubahan kebijakan luar negeri dari yang berorientasi ideologi pada era Mao menjadi pragmatisme yang diperkenalkan oleh Deng Xiaoping.93

89 Maglad, loc.cit. 90 ibid. 91 ibid. 92 Lanteigne, loc.cit. 93 ibid.

Kebijakan luar negeri di era ini memberikan fondasi yang kuat kepada kebijakan luar negeri Cina setelah Perang Dingin, terutama dalam pemantapan orientasi ekonomi dan keterbukaan diri negara ini terhadap dunia internasional.

30

II.3 Kebijakan Luar Negeri di Era Jiang Zemin (1990 – 2002): Kebijakan