• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI NON INTERVENSI CINA TERHADAP KONFLIK SUDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERUBAHAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI NON INTERVENSI CINA TERHADAP KONFLIK SUDAN SKRIPSI"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun oleh:

NIM 070810518

ROSA LONGI FOLIA

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi S1 dengan gelar Sarjana Hubungan Internasional (S.Hub. Int.) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Airlangga, Surabaya

Disusun oleh: Rosa Longi Folia

NIM 070810518

PROGRAM STUDI S-1 ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Skema Keterkatian dan Relevansi Komponen – komponen Kebijakan Luar

Negeri

Gambar 1.2 : Skema Konsep Kebijakan Luar Negeri Cina terhadap Sudan

Gambar III.1.1 : Gambar Peta Produksi Minyak Sudan

(4)

Halaman Pernyataan Tidak Melakukan Plagiat...

1.5.1 Teori Kebijakan Luar Negeri...

1.5.2 Teori Pembuatan Kebijakan Luar Negeri...

1.5.3 Teori Perubahan Kebijakan Luar Negeri...

1.6Hipotesis...

1.7Definisi Konseptual...

1.7.1 Perubahan Kebijakan Luar Negeri...

(5)

1.7.4 Konflik...

1.7.5 Non – intervensi...

1.7.6 Intervensi...

1.8Definisi Operasional...

1.8.1 Perubahan Kebijakan Luar Negeri Cina...

1.8.2 Kepentingan Nasional Cina di Bidang Ekonomi...

1.8.3 Oil Security... 1.8.4 Konflik Sudan...

1.8.5 Prinsip Non – intervensi...

1.8.6 Intervensi Cina terhadap Sudan...

1.9 Tipe Penelitian...

1.10 Teknik Pengumpulan Data...

1.11 Teknik Analisa Data...

1.12 Sistematika Penulisan...

BAB II DINAMIKA KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA SEBAGAI USAHA PENYESUAIAN DIRI TERHADAP GLOBALISASI...

II.1 Kebijakan Luar Negeri Cina di Era Mao (1949 – 1978) : Era Sebelum Reformasi

Ekonomi dan Awal Hubungan Cina dengan Negara – negara Afrika…………...20

(6)
(7)

Buku

Eisenman, Joshua. 2007. China and the Developing World: Beijing's Strategy for the Twenty - first Century. New York; M.E. Sharpe, Inc.

Liu, Guoli. 2004. Chinese Foreign Policy in Transition. New Jersey, Transaction Publishers. Sutter, Robert. 2008. Chinese Foreign Relations: Power and Policy Since Cold War. Rowman

and Littlefield Publishers, Inc.

Lanteigne, Marc. 2009. Chinese Foreign Policy: an Introduction. New York; Routledge.

Snyder, Richard, Henry Bruck, dan Sapin, Burton. 1962. Foreign Policy Decision - making. Palgrave Macmillan.

Evans, G. 1998. The Penguin Dictionary of International Relations. New York; Penguin Putnam, Inc.

Hudson, Valerie. 2007. Foreign Policy Analysis; Classic and Contemporary Theory. New York: Rowman & Littlefield Publishers, Inc.

Hermann, Charles. 1990. Changing Course: When Governments Choose to Redirect Foreign Policy. The Ohio State University; The International Studies Quaterly.

Neuman, WL. 2000. Social Research Method. Boston; Allyn & Bacon. Effendi, S. (ed). 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta; LP3ES.

Hadi, Syamsul, dan Wibowo. 2009. Merangkul Cina. Jakarta; Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Artikel

(8)

Maglad, Nour Eldin. 2008. Scoping Study on Chinese Relations with Sudan [pdf]. Diakses dari http://www.aercafrica.org/documents/china_africa_relations/Sudan.pdf pada 12 Mei 2011.

Unpacking China's Resource Diplomacy in Africa [pdf]. Diakses dari http://www.cctr.ust.hk/materials/working_papers/WorkingPaper19_IanTaylor.pdf pada 19

Oktober 2011.

Australian Strategic Policy Institute [pdf]. Diakses dari http://www.aspi.org.au/publications/publication_details.aspx?ContentID=142&pubtype=5

pada 6 Februari 2012.

MLM Revolutionary Study Group in the US. 2007. Chinese Foreign Policy during the Maoist Era and its Lessons for Today [pdf]. Diakses dari http://www.cddc.vt.edu/marxists/history/erol/ncm-5/cpc-policy.pdf, pada 20 April 2011.

Large, Daniel. 2008. China and the Contradictions of Non - Interference in Sudan: Review of

African Political Economy [pdf]. Department of Politics and International Studies, School

of Oriental and African Studies, Rift Valley Institute's Sudan Open Archive, London.

Large, Daniel. 2008. Sudan's Foreign Relations with Asia (China and the Politics of 'looking east') [pdf]. Institute for Security Studies.Diakses dari http://dspace.cigilibrary.org/jspui/bitstream/123456789/30875/1/PAPER158.pdf?1, pada

12 Januari 2012.

Global Witness on the Democratic Republic of Congo bulan Maret tahun 2011 [pdf]

Zhao, Quansheng. 1996. Chinese Foreign Policy After Cold War [pdf]. Diakses dari http://www.janeluinas.lt/files/Quansheng Zhao Chinese foreign policy after cold war.pdf,

(9)

Containment Agreements [pdf]. Asia - Pacidic Trade and Investment Review, Vol.3, No.1. Diakses dari http://www.unescap.org/tid/publication/aptir2456_BandaWhalley.pdf,

pada 11 Januari 2012.

Glaser, Bonnie S., dan Evan Medeiros. 2007. The Changing Ecology of Foreign Policy - making in China: The Ascension and Demise of the Theory of "Peaceful Rise" [pdf]. Diakses dari http://tailieu.tapchithoidai.org/Demise_of_Peaceful_Rise.pdf, pada 6 Januari 2012.

Pinaud, C. 2006. Oil Fact Sheet on Sudan September 2006 [pdf]. Diakses dari http://africa.berkeley.edu/Sudan/Oil/SudanOilFactsheet-Sept06.pdf, pada 6 Januari 2012.

Steinvig, Morten. 2009. China Tries to Solve a Dilemma in Sudan [pdf].Copenhagen, Royal Danish Defence College.

Responsibility to Protect: Informasi tentang Prinsip ini dan Langkah - langkah Implementasi

[pdf], diakses dari http://www.r2pasiapacific.org/documents/R2P_basic_info_Bahasa.pdf

pada 14 Januari 2012.

Brosche, Johan. 2007. CPA - New Sudan, Old Sudan, or Two Sudan? [pdf]. A Review of the Implementation of the Comprehensive Peace Agreement. Journal of African Policy

Studies, vol. 13, no. 1.Uppsala Conflict Data Program. Diakses dari

http://www.ucdp.uu.se/gpdatabase/info/Sud%201.pdf, pada 10 Januari 2012.

Almquist, Katherine. 2010. Contingency Planning Memorandum No. 7: Renewed Conflict in Sudan [pdf]. Council on Foreign Relations, Center for Preventive Action. Diakses dari http://www.gurtong.net/LinkClick.aspx?fileticket=Vx9b1ewcJac%3d&tabid=124, pada

(10)

University, Institute of International and Public Affairs. Diakses dari

http://itsctt.ust.hk/itsctt006/production/articles/pdf/WorkingPaper9.pdf pada 19 Januari

2012.

Large, Daniel. 2009. China's Sudan Engagement: Changing Northern and Southern Political Trajectories in Peace and War [pdf]. Diakses dari http://eprints.soas.ac.uk/10905/1/ChinaSudanEngagement.pdf china sudan engagement

pada 28 Januari 2012.

Website

China's Initiation of the Five Principles of Peaceful Co-Existence [online]. Diakses dari http://www.fmprc.gov.cn/eng/ziliao/3602/3604/t18053.htm

United Nations Treaty Collection [online]. Diakses dari http://treaties.un.org/doc/publication/unts/volume%20299/v299.pdf

China GDP Growth Rate [online]. Diakses dari http://www.tradingeconomics.com/china/gdp-growth

Crisis in Darfur [online]. Diakses dari http://www.crisisgroup.org/en/key-issues/~/link.aspx?_id=592f339975654401833c16c83e8c6bd4&_z=z

China: a Force for Peace in Sudan? [online]. Diakses dari http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/01/20111910357773378.html

Events of 1971, diakses dari http://www.upi.com

(11)

[online]. Diakses dari Center for Northeast Asian Policy Studies, The Brookings

Institution, http://www.brookings.edu/articles/1999/fall_china_troush.aspx

BBC News 4 Juli 2011 [online]. Diakses dari http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-12128080

African Online News. 2011. New Oil Installations in Darfur [online]. Diakses dari http://www.afrol.com/articles/21316

Business Report 11 Juli 2011 [online]. Diakses dari

http://www.iol.co.za/business/markets/commodities/china-eyes-oil-cooperation-with-south-sudan-1.1097012

Afrique en Ligne. 2011. Security: China Urges Sudan and South Sudan to Avoid Conflict over Oil [online]. Diakses dari http://www.afriquejet.com/security-china-urges-sudan-and-south-sudan-to-avoid-conflict-over-oil-2011121129360.html

http://www.merriam-webster.com/dictionary/conflict

http://www.merriam-webster.com/dictionary/non-interference

http://www.thefreedictionary.com/interference

http://www.sudanupdate.org/WHOSWHO/NIF.HTM

www.bbc.co.uk /news/world-africa-12128080

http://www.digitaljournal.com/article/308927

http://www.abc.net.au/pm/content/2004/s1203299.htm

(12)

PERUBAHAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI NON INTERVENSI CINA

TERHADAP KONFLIK SUDAN

Telah disetujui untuk diujikan di hadapan Komisi Penguji

Surabaya, 12 Maret 2012

Dosen Pembimbing

Anne Francois Guttinger , DEA, PhD candidate

Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

(13)

HALAMAN PERNYATAAN TIDAK MELAKUKAN PLAGIAT

Bagian atau keseluruhan isi Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi dan/atau universitas lain dan tidak pernah dipublikasikan/ditulis oleh individu selain penyusun kecuali bila dituliskan dengan format kutipan dalam isi skripsi.

Surabaya, 3 Maret 2012

Rosa Longi Folia

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam merumuskan kebijakan luar negeri dan menjalankan hubungan

internasionalnya, Cina dikenal sebagai negara yang mengedepankan prinsip non –

intervensi, yakni, tidak turut campur dalam urusan domestik negara lain.1 Prinsip

ini terangkum dalam Five Principles of Peaceful Coexistence.2 Dengan menggunakan retorika prinsip non – intervensi terhadap urusan internal masing –

masing negara, Cina berhasil merangkul negara – negara yang dianggap sebagai

negara problematik oleh Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lain, menjadi

rekan kerjasama ekonomi yang menguntungkan.3 Sebabnya adalah sejak

selesainya Perang Dingin kebijakan luar negeri berbasis ideologi sudah mulai

ditinggalkan oleh Cina dan negara ini beralih orientasi ke arah kerjasama ekonomi

serta berkontribusi menciptakan lingkungan internasional yang damai.4

1

China's Initiation of the Five Principles of Peaceful Co-Existence [online]. Diakses dari

http://www.fmprc.gov.cn/eng/ziliao/3602/3604/t18053.htm pada 12 Mei 2011. 2

Lima prinsip ini adalah: (1) penghargaan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial; (2) non - agresi; (3) non - intervensi dalam urusan internal; (4) persamaan dan saling menguntungkan; (5) penciptaan perdamaian.

Teks asli bisa dibaca di United Nations Treaty Collection [online]. Diakses dari http://treaties.un.org/doc/publication/unts/volume%20299/v299.pdf pada 12 Mei 2011.

3

Eisenman, Joshua. 2007. China and the Developing World: Beijing's Strategy for the Twenty -

first Century. New York; M.E. Sharpe, Inc., hal. 120

4

Liu, Guoli. 2004. Chinese Foreign Policy in Transition. New Jersey, Transaction Publishers,hal.

3.

(15)

2

juga berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Cina yang sangat cepat sehingga

membutuhkan rekan kerjasama yang luas.5

Beberapa negara yang dianggap bermasalah dalam hal politik oleh negara

– negara Barat yang memiliki hubungan cukup erat dengan Cina adalah negara –

negara di wilayah Afrika, termasuk Sudan.6 Dalam hubungannya dengan negara –

negara di Afrika, pemerintah Cina memberikan dukungan politik sepenuhnya

kepada negara – negara tersebut walaupun pemerintahan negara – negara Afrika

sering dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyatnya

oleh Amerika Serikat.7 Dukungan ini, misalnya, disampaikan oleh Presiden Hu

Jintao dalam pidatonya di Asia – Africa Business Forum 2005, bahwa Cina sebagai negara berkembang ingin melakukan hubungan kerjasama ekonomi

dengan negara berkembang lainnya. Cina tidak pernah mempermasalahkan urusan

domestik negara lain selama kerjasama ekonomi tetap berjalan.8 Bagi Cina

sendiri setiap negara berhak mendapatkan persamaan status dan penghargaan

terhadap kedaulatan dari negara lain.9 Hubungan Cina dan Sudan sendiri lebih

didasarkan pada kerjasama ekonomi dalam hal minyak dan Sudan merupakan

salah satu pasar terbesar bagi produk – produk Cina di Afrika.10 Cina juga adalah

satu – satunya partner kerjasama ekonomi terbesar bagi Sudan.11

5 China GDP Growth Rate

[online]. Diakses dari http://www.tradingeconomics.com/china/gdp-growth pada 18 November 2011.

6

Sutter, Robert. 2008. Chinese Foreign Relations: Power and Policy Since Cold War. Rowman and Littlefield Publishers, Inc., hal. 376.

7

Eisenman, op.cit., hal. 34. 8

ibid. 9

Lanteigne, Marc. 2009. Chinese Foreign Policy: an Introduction. New York; Routledge, hal. 46. 10

Sutter, op.cit., hal. 377. 11

(16)

3

Pertanyaan terhadap konsistensi Cina dalam menjalankan prinsip non –

intervensi terjadi ketika banyak kalangan menilai adanya perubahan sikap Cina

terhadap Sudan ketika negara itu sedang dalam konflik.12 Konflik ini sendiri

sudah berlangsung sejak tahun 1950an, yakni antara masyarakat yang berada di

Sudan bagian utara dan bagian selatan lalu kemudian diakhiri dengan referendum

yang memisahkan Sudan Utara dan Sudan Selatan pada Januari 2011. Selain itu

konflik Darfur juga ikut menjadi perhatian Cina berkaitan dengan kebijakan luar

negerinya.13 Apa yang terjadi di Sudan awalnya dianggap Cina sebagai urusan

internal dari negara tersebut yang tidak boleh dicampuri oleh pihak luar

manapun.14 Deputi Kementerian Luar Negeri Cina, Zhou Wenzhong, pada

tahun 2005 sempat memberikan pernyataan bahwa “Business is business. We try to separate politics from business.. the internal situation in Sudan is an internal affair”.15 Cina bahkan melakukan veto pada sidang Dewan Keamanan PBB tahun 2005 ketika akan dijatuhkan sanksi kepada Sudan atas tuduhan genosida.16

Pemerintah Cina juga mendukung keputusan Presiden Sudan, Omar Al – Bashir,

yang menolak masuknya pasukan asing ke wilayahnya.17

Inkonsistensi Cina dalam mempertahankan prinsip non – intervensi

terhadap Sudan terlihat ketika persuasi yang intensif dilakukan oleh pemerintah

Cina kepada pemerintahan Presiden Omar al Bashir di Khartoum pada tahun 2007

12

Maglad, Nour Eldin. 2008. Scoping Study on Chinese Relations with Sudan [pdf]. Diakses dari http://www.aercafrica.org/documents/china_africa_relations/Sudan.pdf pada 12 Mei 2011.

13

Crisis in Darfur [online]. Diakses dari

http://www.crisisgroup.org/en/key-issues/~/link.aspx?_id=592f339975654401833c16c83e8c6bd4&_z=z pada 12 Mei 2011. 14

Unpacking China's Resource Diplomacy in Africa [pdf]. Diakses dari

http://www.cctr.ust.hk/materials/working_papers/WorkingPaper19_IanTaylor.pdf pada 19 Oktober 2011.

15

ibid. Dikutip dari The New York Times tanggal 22 Agustus 2005. 16

Sutter, loc.cit. 17

(17)

4

untuk menerima joint mission dari pasukan perdamaian Uni Afrika serta PBB di Darfur, dan dalam misi ini Cina juga menyertakan 315 tentaranya dari Chinese Army Engineering Division.18 Selain itu, Cina juga mulai membangun hubungan dengan pemerintah tidak resmi di Sudan Selatan, dimulai pada tahun 2005 yang

ditandai dengan berkunjungnya pimpinan kelompok separatis Sudan Selatan

(Sudan’s People Liberation Movement), Salva Kiir, ke Cina. Kunjungan kedua

dari perwakilan Sudan Selatan dilakukan pada 2007.19 Sedangkan di bulan

September 2008 Cina mendirikan kantor konsulat di Juba (ibukota Sudan Selatan

kini). Lebih menarik lagi ketika pada November 2010 kantor konsulat ini

dinaikkan ke level kedutaan besar.20 Sementara itu, pemerintah Cina juga

melakukan kunjungan ke Juba pada Oktober 2010 dan melakukan pertemuan

dengan sekretariat Sudan’s People Liberation Movement dan beberapa pemimpin Sudan Selatan lain.21

Tindakan – tindakan yang dilakukan oleh Cina ini tentu menjadi sebuah

pertanyaan besar terhadap konsistensi Cina dalam implementasi prinsip non –

intervensi terhadap urusan internal negara lain. Perubahan ini juga menarik

terutama ketika Cina melakukan hubungan yang cukup terbuka dengan sebuah

entitas tidak resmi yang ingin memisahkan diri dari sebuah negara merdeka

dimana hal ini bertentangan dengan prinsip penghargaan terhadap kedaulatan

negara dan integritas teritorialnya.

18 ibid. 19

ibid. 20

China: a Force for Peace in Sudan? [online]. Diakses dari

http://www.aljazeera.com/indepth/features/2011/01/20111910357773378.html pada 10 Mei 2011 21

(18)

5

I.2 RUMUSAN MASALAH

Mengapa Cina melakukan perubahan terhadap implementasi prinsip non

– intervensi yang selama ini menjadi salah satu kebijakan luar negerinya terhadap

Sudan?

I.3 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini adalah riset empirik untuk menjelaskan kebijakan luar negeri

Cina yang selama ini menggunakan prinsip non – intervensi terhadap urusan

domestik negara lain, namun kemudian Cina melakukan perubahan dalam

implementasi kebijakan tersebut terhadap Sudan. Cina mengalami ganjalan dalam

penerapan prinsip non – intervensi ini ketika berhadapan dengan Sudan yang

sepanjang tahun 2000an mengalami konflik yang sangat panjang dan menarik

perhatian internasional, yakni konflik Darfur dan konflik antara pemerintah Sudan

di Khartoum dan masyarakat Sudan Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk

menelaah faktor – faktor atau alasan apa saja yang melatarbelakangi keputusan

Cina untuk melakukan perubahan dalam kebijakan non – intervensinya khusus

terhadap Sudan.

I.4 JANGKAUAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jangka waktu antara tahun 2005 hingga 2010.

Tahun 2005 merupakan tahun awal indikasi adanya perubahan sikap Cina dalam

menerapkan prinsip non – intervensinya terhadap kasus Sudan. Tahun 2010

adalah puncak dimana sikap tidak konsisten ini ditunjukkan dengan jelas ketika

(19)

6

Sudan bagian selatan yang belum menjadi entitas merdeka sebagai balasan atas

kunjungan pemimpin separatis Sudan Selatan ke Beijing pada tahun – tahun

sebelumnya. Di antara tahun – tahun ini perubahan – perubahan Cina dalam

melakukan praktek diplomasi atas konflik Darfur juga terlihat mencolok.

I.5 KERANGKA PEMIKIRAN I.5.1 Teori Kebijakan Luar Negeri

Kebijakan luar negeri merupakan sesuatu yang sangat kompleks.

Kebijakan ini dipahami sebagai serangkaian aksi yang dilakukan oleh pemerintah

dengan tujuan baik untuk mempertahankan aspek – aspek yang diinginkan dalam

lingkungan internasional atau untuk merubah aspek – aspek yang tidak

diinginkan dalam lingkungan tersebut.22 Kebijakan luar negeri suatu negara

dipengaruhi oleh kombinasi antara orientasi, peran negara, tujuan – tujuan, dan

aksi.23

Orientasi adalah perilaku dan komitmen secara umum terhadap lingkungan

eksternal, dan ini menggunakan strategi dasar untuk memperoleh tujuan domestik

dan eksternal dari negara tersebut.

24

Strategi dan orientasi ini jarang terlihat dalam

satu keputusan saja, tapi merupakan hasil dari serangkaian keputusan untuk

menyesuaikan tujuan, nilai, dan kepentingan negara dengan kondisi dan

karakteristik dari lingkungan internal dan eksternal.25

22

Dugis, Vinsensio. 2007. Explaining Foreign Policy Change, hal. 101. 23

Holsti, K.J. 1983. International Politics, A Framework for Analysis, dalam Dugis, “Explaining Foreign Policy Change”, hal. 102.

24 ibid. 25

(20)

7

Peran negara bisa dimengerti sebagai definisi yang dipakai oleh para

pembuat kebijakan tentang keputusan – keputusan umum, komitmen, aturan, dan

aksi yang sesuai dengan negara mereka dan persepsi tentang bagaimana

seharusnya negaranya bertindak dalam lingkup isu dan greografis yang beraneka

ragam.26 Sedangkan tujuan disini berarti sebuah gambaran atau kondisi yang

diharapkan untuk dicapai di masa depan dengan menggunakan pengaruh ke luar

batas negara dan dengan mengubah atau meneruskan perilaku negara lain.27

Sementara aksi adalah kebijakan aktual dari pemerintah suatu negara yang

dilakukan terhadap negara lain.28

26 ibid. 27

ibid. 28

(21)

8

Gambar 1.1 : Keterkaitan dan Relevansi Komponen – komponen Pembentuk Kebijakan Luar Negeri

Sumber: Dugis, 2007 : 102

Kebijakan luar negeri Cina yang mengutamakan kerjasama ekonomi

dengan menggunakan prinsip non – intervensi memudahkan negara ini untuk

bekerjasama dengan negara manapun tanpa negara tersebut khawatir bahwa Cina

akan mencampuri urusan domestik negara tersebut. Sudan merupakan salah satu

negara yang menjadi rekan kerjasama ekonomi Cina yang sangat dekat, maka

kebijakan luar negeri Cina terhadap negara – negara Afrika secara umum lebih

Orientasi

Kebijakan Luar

Negeri

Peran Negara

(22)

9

diarahkan kepada kebijakan ekonomi dan bagaimana menciptakan hubungan yang

saling menguntungkan.29

Gambar 1.2 : Konsep Kebijakan Luar Negeri Cina terhadap Sudan

Sumber : analisis pribadi berdasarkan teori kebijakan luar negeri Holsti

Kerjasama ekonomi adalah fokus kebijakan luar negeri yang utama.

Dengan Sudan, kerjasama ekonomi yang mendasari keduanya adalah tentang

minyak, dimana seperti disebutkan sebelumnya bahwa Cina adalah rekan

29

Sutter, op.cit., hal 373.

Pengembangan dan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan

Kebijakan luar negeri Cina dengan prinsip

non - intervensi

Meningkatkan

perekonomiannya dan negara lain, menciptakan perdamaian dunia

Kerjasama ekonomi, anti hegemoni, perdamaian

internasional

Mempromosikan

(23)

10

kerjasama ekonomi Sudan nomor satu dalam investasi minyak. Energy security

menjadi salah satu fokus dalam kebijakan ekonomi Cina karena suplai minyak

yang aman sangat dibutuhkan dalam pembangunan perekonomian Cina.

Kebijakan dengan prinsip non – intervensi dianggap tepat untuk menciptakan

kerjasama yang kondusif karena masing – masing negara hanya akan mengurusi

sektor perekonomian tanpa terlibat terlalu jauh dalam sektor politik negara lain

yang biasanya justru akan memicu pergesekan dan mengakibatkan konflik.

Kerjasama ekonomi juga diharapkan Cina bisa memunculkan kesadaran anti –

hegemoni, dimana semua negara adalah berdaulat dan tidak berhak untuk

mencampuri urusan satu sama lain.

I.5.2 Teori Pembuatan Kebijakan Luar Negeri

Pengambilan keputusan adalah proses tentang pemilihan yang terbentuk

secara rasional, serta pemilihan sasaran alternatif yang ingin diterapkan dalam

kebijakan luar negeri.30 Ada dua elemen yang mempengaruhi pembuat kebijakan

untuk membuat kebijakan tertentu yaitu, elemen internal dan eksternal.31 Elemen

internal membentuk konteks latar belakang pembuatan kebijakan. Elemen ini

meliputi keadaan sumber daya, posisi geografis, perkembangan ekonomi, serta

keberadaan aktor – aktor pembuat keputusan yang kerangka berpikirnya

dipengaruhi ideologi dan nilai fundamental.32

30

Snyder, Richard, Henry Bruck, dan Sapin, Burton. 1962. Foreign Policy Decision - making. Palgrave Macmillan, hal. 65.

31

Evans, G. 1998. The Penguin Dictionary of International Relations. New York; Penguin Putnam, Inc., hal. 179.

32 ibid.

(24)

11

dimana kebijakan tersebut diterapkan dan kemudian akan menghasilkan umpan

balik.33

Aktor – aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan luar negeri

biasanya adalah individu atau kelompok.34 Aktor individu dan kelompok berperan

signifikan dalam pembuatan keputusan karena posisi mereka yang kuat di dalam

negara. Di Cina sendiri, kelompok merupakan aktor penentu dalam setiap

pembuatan keputusan, termasuk dalam kebijakan luar negeri.35

Perubahan dalam kebijakan luar negeri dari suatu pemerintahan adalah

sesuatu yang biasa.

I.5.3 Teori Perubahan Kebijakan Luar Negeri

36

Secara umum, perubahan kebijakan luar negeri dibagi

menjadi dua yaitu, perubahan akibat perubahan rezim atau transformasi negara,

dan perubahan yang terjadi ketika pemerintahan yang ada memutuskan untuk

memasukkan arah kebijakan luar negeri yang berbeda.37 Sedangkan menurut

Holsti ada empat tipe perubahan kebijakan luar negeri.38

33 ibid. 34

Hudson, Valerie. 2007. Foreign Policy Analysis; Classic and Contemporary Theory. New York: Rowman & Littlefield Publishers, Inc., hal.32.

35

Lanteigne, op.cit., hal. 24. 36

Hermann, Charles. 1990. Changing Course: When Governments Choose to Redirect Foreign

Policy. The Ohio State University; The International Studies Quaterly

37 ibid. 38

Holsti, K.J. 1982. “Restructuring Foreign Policy: A Neglected Phenomenon in Foreign Policy Theory”, dalam Dugis Explaining Foreign Policy Change.

Tipe pertama adalah

isolasi, yaitu dikarakterisasi oleh keterlibatan asing pada tingkat paling rendah

yang dikombinasikan dengan kebijakan ekslusi yang komprehensif.

Konsekuensinya adalah komitmen diplomatik dan militer dihindari, transaksi

(25)

12

Tipe kedua adalah self – reliance yang ditandai dengan diversifikasi perdagangan, kontak diplomatik, dan kebudayaan. Dalam tipe ini level transaksi

masih rendah dan menghindari komitmen militer. Tipe ketiga yaitu

ketergantungan (dependence) adalah situasi dimana aksi dan transaksi yang

ditujukan terhadap lingkungan di luar batas negara cukup tinggi. Konsentrasi

terhadap negara – negara lain tinggi. Akibatnya, penetrasi dari aktor eksternal

dalam bentuk apapun juga tinggi.

Tipe keempat adalah diversifikasi non –blok (non – alignment

diversification) memiliki karakteristik dimana negara memiliki sejumlah aksi dan

transaksi dengan banyak negara berbeda yang tinggi. Tekanan eksternal yang

cukup tinggi sangat mungkin terjadi, tetapi pemerintah berusaha

menyeimbangkan perbedaan antara jumlah dan tipe agen – agen luar negeri.

Sebagai tambahan, komitmen terhadap militer juga sangat dihindari. Perubahan

dari satu tipe ke tipe yang lain sangat mungkin terjadi.

Cina sendiri memiliki karakter yang terakhir dimana hubungannya tidak

hanya dengan negara – negara demokrasi dan maju seperti Amerika Serikat atau

beberapa negara di Eropa, tetapi juga dengan negara – negara yang dianggap

otoriter dan bermasalah dengan isu HAM tetapi memiliki sumber daya yang

melimpah seperti Sudan. Teori ini digunakan untuk menjelaskan perubahan

kebijakan luar negeri Cina dalam hal prinsip non – intervensi disebabkan oleh

kondisi di Sudan yang menuntut adanya kebijakan luar negeri baru untuk

mengakomodasi situasi politik di Sudan yang berpengaruh langsung terhadap

(26)

13

I.6 HIPOTESIS

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran, hipotesis dari penelitian ini

adalah bahwa perubahan sikap Cina akan implementasi kebijakan luar negeri non

– intervensi terhadap Sudan diakibatkan oleh kepentingan – kepentingan Cina

dalam hal kerjasama ekonomi, lebih spesifik mengenai kerjasama minyak yang

melatarbelakangi hubungan Cina dengan Sudan dimana kondisi politik di Sudan

tidak bisa diakomodasi dengan kebijakan luar negeri yang sebelumnya, yakni

kebijakan non – intervensi. Konflik Sudan membahayakan keberlangsungan

kepentingan Cina di negara itu, secara khusus, dan di lingkungan internasional,

secara umum, bila tidak ditangani dengan kebijakan luar negeri yang baru.

I.7. DEFINISI KONSEPTUAL

• Perubahan kebijakan luar negeri : Pengarahan kembali dari kebijakan

luar negeri suatu negara.39 Kebijakan luar negeri sendiri adalah sebuah

aksi yang berorientasi pada tujuan, yang diambil oleh otoritas

pemerintah terhadap lingkungan di luar batas – batas negara itu (baik

terhadap negara lain maupun aktor non – negara).40

• Kepentingan nasional : Konsep kunci dalam kebijakan luar negeri.

Konsep tersebut diorientasikan pada ideologi suatu negara atau pada

sistem nilai sebagai pedoman perilaku negara tersebut. Artinya

keputusan dan tindakan politik luar negeri bisa didasarkan pada

pertimbangan - pertimbangan ideologis ataupun dapat terjadi atas dasar

39

Dugis, hal. 103. 40

(27)

14

pertimbangan kepentingan. Namun bisa juga terjadi campuran antara

ideologi dengan kepentingan sehingga terjalin hubungan timbal balik

dan saling mempengaruhi antara pertimbangan - pertimbangan

ideologis dengan pertimbangan - pertimbangan kepentingan yang tidak

menutup kepentingan terciptanya formulasi kebijakan luar negeri yang

lain atau baru.41

Energy security : istilah yang diasosiasikan dengan kepentingan nasional dan ketersediaan sumber daya alam untuk konsumsi

energi.Akses terhadap energi yang murah menjadi esensial untuk

perekonomian modern. Ancaman terhadap energy security termasuk instabilitas politik dari negara produsen energi, manipulasi suplai

energi, kompetisi atas sumber energi, serangan terhadap infrastruktur

energi seperti bencana alam, terorisme, serta ketergantungan negara -

negara dominan terhadap suplai minyak luar negeri.42

• Konflik : tindakan menentang sesuatu yang tidak diinginkan oleh

negara atau orang.43

• Non – intervensi : sebuah kebijakan luar negeri dimana suatu negara

tidak ikut campur akan perkara negara lain.44

41

Saputra, Sumpena Prawira. 1985. Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta, Remaja Karya Offset, hal. 24.

42

Australian Strategic Policy Institute [pdf]. Diakses dari http://www.aspi.org.au/publications/publication_details.aspx?ContentID=142&pubtype=5 pada 6 Februari 2012.

43

Diakses dari http://www.merriam-webster.com/dictionary/conflict pada 12 Oktober 2011. 44

(28)

15 • Intervensi : sebuah kebijakan yang dibuat untuk mencampuri urusan

negara lain.45

I.8 DEFINISI OPERASIONAL

• Perubahan kebijakan luar negeri Cina : Pengarahan kembali

kebijakan luar negeri Cina untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu.

Perubahan ini sendiri berada pada konsistensi pengimplementasian

prinsip non – intervensi yang selama ini menjadi bagian dari

kebijakan luar negeri Cina dalam melakukan hubungan dengan

negara lain. Perubahan terjadi khusus pada Sudan yang mengalami

konflik yang memisahkan negara itu menjadi Sudan Utara dan

Sudan Selatan. Tujuan Cina yang terangkum dalam kepentingan

nasionalnya tidak berubah, namun bagaimana cara Cina dalam

mendapatkannya yang kemudian mengalami perubahan.

• Kepentingan nasional Cina di bidang ekonomi : Cina memiliki

kepentingan nasional yang sangat besar di bidang ekonomi. Hal ini

ditunjukkan dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi

Cina dari tahun ke tahun dan kerjasama Cina dengan Sudan sebagian

besar berpusat pada kerjasama dalam investasi sumber daya alam

berupa minyak dan ekspor produk – produk Cina ke Sudan juga

besar.

45

(29)

16 • Oil security : bagian dari energy security dan merupakan salah satu fokus dalam kebijakan nasional sebuah negara dengan tujuan untuk

melindungi negara dari kehancuran ekonomi yang disebabkan oleh

perang, terorisme, kecelakaaan, bencana alam, keputusan -

keputusan politik yang merugikan kepentingan nasional di bidang

minyak, dan sebagainya, dengan cara kerjasama dengan negara -

negara penghasil minyak.

• Konflik Sudan : pertentangan yang terjadi antara masyarakat di

Sudan bagian utara dan selatan karena masyarakat Sudan di bagian

selatan merasa diperlakukan tidak selayaknya oleh pemerintah

Sudan yang dianggap lebih mementingkan mereka yang berada di

Sudan bagian utara. Selain konflik yang terjadi antara pemerintah

Sudan di Khartoum (Sudan Utara) dan masyarakat di Sudan bagian

selatan, konflik Sudan juga meliputi konflik yang terjadi di wilayah

Darfur.

• Prinsip non – intervensi Cina : salah satu prinsip mendasar dalam

Five Principles of Peaceful Coexistence yang telah menjadi fondasi kebijakan luar negeri Cina sejak era 1980an. Prinsip ini membatasi

Cina dalam melakukan campur tangan terhadap urusan domestik

negara lain sehingga menjauhkan Cina dari potensi terlibat konflik

seperti perang dengan negara tersebut. Indikatornya adalah netralitas

Cina atas setiap keputusan maupun tindakan Sudan menyangkut

(30)

17

dasar prinsip ini. Diplomasi dan persuasi juga tidak dilakukan untuk

mempengaruhi kebijakan negara lain. Cina tidak menghukum berupa

pemberian sanksi dalam bentuk apapun (embargo ekonomi atau

pemutusan hubungan kerjasama). Prinsip non – intervensi ini

memudahkan Cina dalam melakukan kerjasama dengan negara

manapun selama negara itu bisa memberi keuntungan ekonomi dan

politik bagi Cina.

• Intervensi Cina terhadap Sudan : Cina menunjukkan perubahan

sikap yang sebelumnya mendukung pemerintah Sudan dalam setiap

keputusan politiknya yang berkaitan dengan keadaan domestik

negaranya. Cina mendukung Sudan dengan melakukan veto ketika

sidang Dewan Keamanan PBB yang akan memberi sanksi pada

negara itu dengan alasan prinsip non - intervensi. Tetapi kemudian

Cina bersikap tidak konsisten pada prinsip ini dengan pertemuan

langsung antara Presiden Hu Jintao dengan Presiden al – Bashir

untuk mempersuasi pemerintah Sudan agar mau menerima pasukan

gabungan dari PBB dan Uni Afrika untuk membantu menyelesaikan

konflik di Sudan. Cina juga melakukan komunikasi intens dengan

otoritas Sudan Selatan yang belum resmi. Perubahan ini dilakukan

(31)

18

I.9 TIPE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian eksplanatif, sesuai dengan

rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, untuk menjelaskan

mengenai mengapa Cina melakukan perubahan dalam mengimplementasikan

kebijakan luar negerinya yaitu,kebijakan non – intervensi terhadap Sudan.

I.10 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui studi pustaka.46

Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan

penjelasan berupa kata – kata untuk menganalisa data – data yang sudah

diperoleh. Tujuannya adalah untuk memperoleh sejumlah kecenderungan yang

disimpulkan sebagai hasil penelitian. Teknik ini dikenal dengan teknik analisa

data bersifat kualitatif.

Teknik ini memungkinkan peneliti untuk menelusuri dan

mencari informasi yang relevan dengan cara meneliti artikel – artikel yang

terdapat dalam jurnal penelitian sosial, buku – buku, disertasi maupun penelitian

yang telah ada sebelumnya, dokumen dari website pemerintah, koran dan majalah baik cetak maupun internet.

I.11 TEKNIK ANALISA DATA

47

46

Neuman, WL. 2000. Social Research Method. Boston; Allyn & Bacon. Hal. 448 – 454. 47

Effendi, S. (ed). 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta; LP3ES.

Dengan menggunakan teknik ini maka peneliti bisa

menganalisa data baik kualitatif maupun kuantitatif. Terhadap data kualitatif,

(32)

19

terhadap data kuantitatif, analisa dilakukan untuk menerangkan kejelasan angka

atau membandingkan beberapa gambaran sehingga diperoleh gambaran baru.

I.12 SISTEMATIKA PENULISAN

Secara keseluruhan, penelitian ini terbagi menjadi empat bab, yaitu :

- Bab I adalah bab pendahuluan yang memiliki 12 sub – bab. Bab ini digunakan

sebagai petunjuk metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. Isi dari bab

pendahuluan adalah latar belakang masalah yang menjadi permasalahan

penelitian, rumusan masalah yang akan dijawab, tujuan penelitian, jangkauan

penelitian yang membatasi waktu permasalahan yang diteliti, kerangka pemikiran,

hipotesis, konseptualisasi variabel, operasionalisasi variabel, teknik pengumpulan

data, teknik analisis data, terakhir adalah sistematika penulisan. Bagian awal ini

adalah sangat penting untuk melanjutkan penelitian.

-Bab II dalam penelitian ini berisi pemaparan tentang evolusi dan dinamika

kebijakan luar negeri Cina sejak merdeka di bawah pemerintahan Mao hingga saat

ini di bawah pemerintahan Hu Jintao. Di bab ini juga dipaparkan mengenai

kebijakan luar negeri Cina terhadap Sudan yang memperlihatkan bagaimana

hubungan antar kedua negara.

-Bab III adalah bab yang menjelaskan tentang perubahan kebijakan non –

intervensi Cina sebagai bagian dari strategi minyak Cina di Sudan karena konflik

Sudan bisa mengancam investasi minyak Cina di negara tersebut.

(33)

20

BAB II

DINAMIKA KEBIJAKAN LUAR NEGERI CINA SEBAGAI USAHA PENYESUAIAN DIRI TERHADAP GLOBALISASI

Kebijakan luar negeri Cina di era kontemporer tidak bisa dipisahkan

begitu saja dari sejarahnya di masa lalu. Sejarah memainkan peran yang sangat

penting bagi Cina dalam membentuk setiap kebijakan luar negerinya di masa kini

dan bagaimana negara ini merespon kebijakan luar negeri negara lain, serta sistem

yang berlaku. Bab ini memaparkan bagaimana kompleksitas dinamika kebijakan

luar negeri Cina sejak era Mao hingga abad 21 sebagai usaha akan penyesuaian

terhadap tuntutan globalisasi dan perekonomian, serta bagaimana kebijakan luar

negeri Cina terhadap Sudan.

II.1 Kebijakan Luar Negeri Cina di Era Mao (1949 – 1978): Era Sebelum Reformasi Ekonomi dan Awal Hubungan Cina dengan Negara – negara Afrika

Mao Zedong merupakan tokoh sentral yang memiliki peran sangat penting

dalam awal pembentukan kebijakan luar negeri bagi Cina. Dimulai pada tahun

1945 ketika Mao memimpin Partai Komunis Cina dan sejak Oktober 1949 partai

ini mendominasi Cina.48

48 ibid.

Pada dekade pertama Mao memperlihatkan

kecenderungan kebijakan luar negeri yang kuat, yakni kedekatan dengan Uni

(34)

21

negara lain.49 Di saat yang sama, hubungan internasional Cina merefleksikan

kecurigaan yang mendalam terhadap negara - negara Barat, terutama Amerika

Serikat, karena negara ini mendukung pemimpin Partai Nasional, Chiang Kai-Sek,

yang ingin mendirikan pemerintahan baru di Taiwan setelah diasingkan dari Cina

daratan.50

Persepsi kebijakan luar negeri Cina di masa awal berdirinya negara ini

terhadap sistem internasional dibentuk oleh dua peristiwa yang menciptakan

sebuah skeptisme mendalam mengenai keuntungan organisasi untuk negara ini.51

Peristiwa pertama adalah kegagalan usaha Cina di tahun 1949 untuk mendapat

posisi di PBB. Kegagalan ini karena Amerika Serikat menolak mengakui Partai

Komunis Cina dan pemerintahan Mao sebagai entitas berdaulat yang memimpin

Cina, tetapi justru menganggap bahwa pemerintahan Chiang Kai-Sek sebagai

pemerintahan yang sah.52 Peristiwa kedua merupakan serangan tentara

komunis Korea Utara ke Korea Selatan pada Perang Korea di tahun 1950 -

1953.53 Amerika Serikat memimpin pembentukan pasukan perdamaian PBB,

sementara Uni Soviet keluar dari Dewan Keamanan PBB.54

Taiwan diberi posisi sebagai perwakilan sah oleh PBB yang mewakili negara tersebut dan Cina

(Events of 1971, diakses dari http://www.upi.com, pada 5 Januari 2012)

53 ibid. 54

ibid.

Karena pasukan yang

dipimpin Amerika Serikat semakin mendekat ke Korea dan perbatasan Cina, Mao

memutuskan untuk mengirim pasukan ke Korea Utara untuk membantu pasukan

(35)

22

diluncurkan dengan tajuk "Lawan Amerika dan Bantu Korea".55 Di tahun 1950,

lebih dari 30% anggaran nasional Cina didedikasikan untuk membantu perang

melawan agresi Amerika Serikat di Korea.56 Mao menentang keras imperialisme

Amerika Serikat dengan menyatakan bahwa jika Amerika Serikat bisa melakukan

agresi di Korea, maka Cina juga akan melakukan serangan ke seluruh wilayah

Asia.57 Karena sikap – sikap ini maka banyak negara Barat yang mengisolasi Cina

dari pergaulan internasional yang didominasi oleh Amerika dan sekutunya.58

Di tahun 1955, Cina ikut dalam Konferensi Bandung (Konferensi Asia

Afrika) yang diadakan di Bandung, Indonesia.59 Konferensi ini penting bagi

kebijakan luar negeri Cina saat itu karena di awal tahun 1950an banyak negara

bangkit dari kolonialisme dan terlibat serangkaian konflik dengan imperialisme

Amerika Serikat. Cina ingin bersatu dengan negara - negara ini dengan sebuah

program pengembangan mutual support dan perlindungan bersama melawan Amerika Serikat serta negara imperialis lainnya, dan di konferensi inilah negara -

negara tersebut bersatu dengan salah satu tujuan untuk mempersatukan kerjasama

ekonomi dan budaya kawasan Asia dan Afrika.60

55

MLM Revolutionary Study Group in the US. 2007. Chinese Foreign Policy during the Maoist

Era and its Lessons for Today [pdf]. Diakses dari

http://www.cddc.vt.edu/marxists/history/erol/ncm-5/cpc-policy.pdf, pada 20 April 2011. 56

MLM Revolutionary Study Group in the US, loc.cit. 60

ibid.

Dalam konferensi ini pula

(36)

23

"colonialism of a new type".61 Zhou Enlai menegaskan bahwa Cina menggunakan prinsip - prinsip tersebut untuk menjamin bahwa negaranya tidak akan

mencampuri urusan domestik negara - negara anggota Konferensi Bandung atau

mendukung kelompok gerakan revolusi di negara - negara tersebut, seperti yang

sebelumnya dilakukan terhadap beberapa negara di Afrika atau Vietnam.62

Hubungan antara pemerintah Cina dan Sudan sendiri dimulai sejak tahun

1959.63 Sudan adalah negara keempat yang mengakui kemerdekaan Cina pada 4

Februari 1959.64 Perdana Menteri Zhou Enlai sempat mengunjungi Khartoum

pada Januari 1964. Sudan memberikan dukungan kepada Cina untuk masuk

menjadi anggota PBB di bawah pemerintahan Presiden Abboud. Selain

memberikan suplai peralatan militer ke Sudan, pemerintah Cina juga membantu

Sudan dengan memberi bantuan ekonomi, pinjaman bunga lunak, dan bantuan -

bantuan teknis lainnya. Di tahun 1970 Cina membangun Friendship Hall di

Khartoum sebagai simbol hubungan kedua negara yang semakin baik.65

Large, Daniel. 2008. China and the Contradictions of Non - Interference in Sudan: Review of

African Political Economy [pdf]. Department of Politics and International Studies, School of

Oriental and African Studies, Rift Valley Institute's Sudan Open Archive, London. 64

Large, Daniel. 2008. Sudan's Foreign Relations with Asia (China and the Politics of 'looking

east') [pdf]. Institute for Security Studies.Diakses dari

http://dspace.cigilibrary.org/jspui/bitstream/123456789/30875/1/PAPER158.pdf?1, pada 12 Januari 2012

65 ibid.

Pada

tahun - tahun awal hubungan kedua negara lebih disebabkan karena Cina ingin

membentuk aliansi dengan negara - negara Afrika untuk mencapai tujuan Cina

ketika mengikuti Konferensi Bandung. Advokasi Cina dalam Konferensi

Bandung membantu negara itu keluar dari isolasi dan memperlihatkan kebijakan

(37)

24

merdeka dipandang sebagai aliansi paling dasar dari usaha Cina melawan

kekuatan negara Barat yang menganut imperialisme.66 Prinsip - prinsip kebijakan

luar negeri ini ditujukan khusus untuk hubungan Cina dengan negara - negara

sosialis karena doktrin Mao bahwa Cina tidak akan berhubungan dengan negara -

negara non - sosialis. Di era ini sangat jelas bahwa kebijakan luar negeri Cina

lebih diarahkan kepada penentangan akan dominasi Amerika Serikat dalam sistem

internasional, serta memperkuat aliansi dengan negara – negara sosialis yang

dijajah oleh negara Barat dalam Konferensi Bandung.67 Namun, di tahun 1970an

paradoks terjadi pada kebijakan luar negeri Cina. Mao dan Zhou Enlai menjadi

arsitek utama dalam pembuatan kebijakan luar negeri Cina dan memutuskan

bahwa negara ini harus memperoleh posisi dalam PBB dan menggeser Taiwan.

Salah satu strateginya adalah dengan menormalisasi hubungan dengan 100 negara,

termasuk negara – negara Barat.68 Cina kemudian memperoleh keanggotaan PBB

di tahun 1971 yang merupakan hasil voting lebih dari dua pertiga anggota PBB.69

Dengan menjadi anggota PBB posisi Cina mengalami kenaikan yang cukup

penting dalam hubungannya dengan negara lain. Selama Perang Dingin

berlangsung beberapa negara di Afrika melihat Cina sebagai penyeimbang antara

Amerika Serikat dan Uni Soviet.70

66

Large, China and the Contradictions of Non - Interference in Sudan: Review of African Political

Economy, loc.cit.

67

Cina ikut serta memperkenalkan Five Principles of Peaceful Coexistence dalam Gerakan Non – Blok tahun 1955, yakni aliansi negara – negara di kawasan Asia dan Afrika, yang dihasilkan Konferensi Bandung, yang menginginkan pengakuan atas kedaulatan dan integritas teritori mereka serta menentang imperialisme, kolonialisme, dan rasisme. (MLM Revolutionary Study Group in the U.S, loc.cit.)

68 ibid. 69

Events of 1971, loc.cit.

70

Laporan dari Global Witness on the Democratic Republic of Congo bulan Maret tahun 2011 [pdf].

(38)

25

yang dekat dengan Cina. Sejak tahun 1971, setahun setelah masuknya Cina dalam

PBB, Presiden Mobutu mengunjungi Cina sebanyak lima kali selama masa

pemerintahannya. Pemerintah Cina memberikan beberapa donasi kepada Kongo,

termasuk dua bangunan elit di ibukota Kongo yakni, bangunan National

Assembly dan Martyrs' Stadium. Cina juga memberikan bantuan - bantuan

ekonomi sebagai imbalan bagi Kongo dan beberapa negara Afrika lain karena

mendukung kebijakan ‘Satu Cina’, bahwa Taiwan adalah bagian dari Cina.71

Era ini juga disebut era reformasi dan dimulai pada tahun 1978 setelah

kematian Mao.

Di

bawah pemerintahan Mao, kebijakan luar negeri Cina diarahkan kepada

penegasan status Cina secara politik termasuk atas isu Taiwan dan posisinya di

PBB, serta perlawanan terhadap imperialisme negara – negara Barat dengan

diplomasi yang dilakukan terhadap negara – negara dunia ketiga termasuk Asia

dan Afrika.

II.2 Kebijakan Luar Negeri di Era Deng Xiaoping (1978 – 1990): Era Reformasi Ekonomi dan Pengembangan Strategi

72

Deng Xiaoping meneruskan pemerintahan dengan

mempertanyakan kebijakan luar negeri yang dibuat Mao. Deng mengusulkan

perubahan total arah kebijakan luar negeri Cina dengan memprioritaskan

perekonomian Cina.73

71 ibid. 72

Lanteigne, op.cit., hal. 6. 73

ibid.

Setelah Perang Korea, Cina belajar bahwa dalam hal

(39)

26

internasional, perang itu terbukti sangat buruk bagi Cina.74 Deng terus - menerus

menggaungkan perlunya perubahan prioritas oleh Cina dari revolusi menjadi

modernisasi. Sejak awal 1980an, Deng menyebutkan tiga tugas bagi Cina dalam

tiga dekade berikutnya: untuk melawan hegemonisme dan menjaga perdamaian

dunia, mengusahakan reunifikasi Cina dengan Taiwan, serta memajukan

modernisasi Cina.75

Di era ini kebijakan luar negeri Cina fokus pada usaha membentuk

lingkungan internasional yang damai.76 Salah satu cara yang digunakan adalah

dengan mempromosikan strategi ekonomi, yakni bahwa Cina ingin bekerjasama

dengan negara lain dalam mengembangkan perekonomian dan modernisasinya.

Dengan perekonomian yang lebih terbuka ini menandakan usaha Cina untuk

berintegrasi dengan dunia internasional sehingga peran Cina akan lebih diakui dan

hal tersebut sudah pasti akan menguntungkan bagi Cina sendiri. Eksekusi pertama

dari kebijakan ini adalah ketika pada tahun 1980 Cina mulai memfasilitasi

pembentukan Special Economic Zones (SEZs) di Cina bagian selatan dan mengundang berbagai investor asing untuk berinvestasi di zona ini.77 Di tahun

yang sama pula Cina mulai mendekat pada dua organisasi, yakni IMF dan Bank

Dunia, dan mendapatkan banyak pinjaman modal untuk meningkatkan industri

tekstilnya yang menjadi komponen utama dalam perekonomian Cina ketika itu.78

74

Zhao, Quansheng. 1996. Chinese Foreign Policy After Cold War [pdf]. Diakses dari http://www.janeluinas.lt/files/Quansheng Zhao Chinese foreign policy after cold war.pdf, pada 26 Desember 2011.

Lanteigne, op.cit., hal. 7. 78

ibid.

(40)

27

berhubungan dengan negara – negara Barat, dalam hal ini sebagai bagian dari

investasi ekonomi. Pemerintah Cina juga menandatangani Multi Fibre Agreement

(MFA) di tahun 1983 dengan tujuan agar Cina mendapat tempat dalam

perdagangan tekstil internasional.79 Salah satu tujuan dari ekspor tekstil Cina

adalah negara – negara Sub – Sahara Afrika. Namun, kontribusi pasti akan jumlah

ekspornya sendiri tidak terdokumentasi secara jelas, tetapi diyakini dalam jumlah

yang substansial.80 Di Sudan, Cina juga membangun pabrik tekstil dan tenun di

kawasan Hassa – Heissa.81 Perekonomian Cina mengalami banyak perubahan

ketika kebijakan industrialisasi dengan menarik modal dan teknologi asing

diimplementasikan. Hal ini berdampak pada naiknya ekspor Cina, termasuk

ekspor ke Afrika, dari $300 juta pada 1976 meningkat jadi $2,2 juta di tahun

1988, meskipun ini bisa dikatakan hanya sebagai bagian kecil dari ekspor Cina

secara keseluruhan.82 Maka salah satu upaya untuk mendorong perekonomiannya

adalah dengan investasi di bidang minyak sebagai sumber energi.83 Sejak tahun

tahun 1950an hingga awal 1990an Cina telah mengembangkan lebih dari 18

ladang minyak dan gas onshore dan tujuh ladang minyak offshore yang menghasilkan 140 juta ton minyak per tahun. Selain mulai mengekspor barang –

barang murah ke luar negeri, Cina juga mengekspor minyak, diawali tahun 1985

ketika 25% dari produksi minyaknya diekspor keluar negeri.84

79 ibid. 80

Dayaratna - Banda dan John Whalley. 2007. After The Multifibre Arrangement, The China

Containment Agreements [pdf]. Asia - Pacidic Trade and Investment Review, Vol.3, No.1. Diakses

dari http://www.unescap.org/tid/publication/aptir2456_BandaWhalley.pdf, pada 11 Januari 2012. 81

Maglad, loc.cit. 82

Sutter, op.cit., hal. 369. 83

Hadi, Syamsul, dan Wibowo. 2009. Merangkul Cina. Jakarta; Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 170.

84

(41)

28

Sementara itu prinsip non – intervensi Cina dalam kebijakan luar

negerinya terlihat ketika Cina secara vokal dan terbuka meminta Uni Soviet untuk

menarik pasukannya yang menyerang Afghanistan dan Mongolia pada tahun

1980an.85 Hubungan Cina dan Uni Soviet sedikit merenggang karena pasukan

militer Uni Soviet mendekati perbatasan Cina di bagian utara ketika menginvasi

Mongolia. Cina juga mulai memikirkan kembali hubungannya dengan Amerika

Serikat yang sempat membaik karena usaha reformasi kebijakan luar negeri Cina.

Hal ini dikarenakan Presiden Amerika Serikat ketika itu, Ronald Reagan,

menyatakan dukungannya yang kuat terhadap Taiwan.86 Sementara hubungan

Cina dengan Amerika Serikat kembali dingin, Cina semakin memperkuat

hubungan dengan negara – negara dunia ketiga.87 Hubungan Cina dengan negara

– negara Afrika juga semakin kuat ketika Insiden Tiananmen terjadi pada 1989.

Negara – negara Barat, terutama Amerika Serikat, semakin mengisolasi Cina

karena peristiwa ini dianggap penodaan Cina terhadap praktek perlindungan atas

hak asasi manusia. Menteri Luar Negeri Cina ketika itu, Qian Qichen,

mengunjungi sebelas negara Afrika sebulan setelah insiden tersebut terjadi. Cina

menyadari bahwa negara – negara Afrika, yang termarjinalkan seiring dengan

beralihnya investor – investor Barat dan Asia ke wilayah lain, tetap mendukung

Cina dan menyambut gembira adanya komitmen yang lebih kuat dari Cina untuk

berhubungan dengan Afrika.88

Dalam kurun waktu 1981 hingga 1989 sendiri

(42)

29

beberapa proyek yang dibangun Cina di negara itu, seperti pabrik pakaian, rumah

sakit, pusat pelatihan tenaga kerja, dan beberapa jembatan di Khartoum.89

Insiden Tiananmen dan sanksi ekonomi dari negara - negara Barat

(termasuk penolakan terhadap Cina dari GATT), disintegrasi dengan Uni Soviet,

serta runtuhnya komunisme di Eropa Timur menyadarkan Deng bahwa Cina

butuh pembangunan strategi baru.90 Strategi - strategi yang diarahkan oleh Deng

antara lain: perhatikan dan analisa perkembangan Cina dan dunia dengan hati -

hati, amankan posisi Cina, atasi perubahan - perubahan dengan percaya diri,

sembunyikan kemampuan, selalu rendah diri, jangan memimpin, dilarang

berkonfrontasi langsung dengan negara - negara Barat, jangan membuat musuh

(termasuk dilarang mengintervensi urusan internal negara lain baik mereka negara

sosialis atau bukan), serta melangkah melebihi pertimbangan ideologi.91

Perubahan kebijakan luar negeri yang mendasar seperti mulai bersikap terbuka

terhadap dunia internasional dianggap Deng bisa membantu mengurangi persepsi

negatif negara – negara lain tentang Cina yang ketika itu diisolasi dari dunia

internasional.92 Banyak kalangan intelektual Cina yang melihat sikap – sikap Cina

ini adalah bentuk perubahan kebijakan luar negeri dari yang berorientasi ideologi

pada era Mao menjadi pragmatisme yang diperkenalkan oleh Deng Xiaoping.93

Kebijakan luar negeri di era ini memberikan fondasi yang kuat kepada kebijakan

luar negeri Cina setelah Perang Dingin, terutama dalam pemantapan orientasi

(43)

30

II.3 Kebijakan Luar Negeri di Era Jiang Zemin (1990 – 2002): Kebijakan Membuka Diri melalui Kerjasama Ekonomi dan Peningkatan Hubungan dengan Sudan

Pada akhir Perang Dingin, Cina meneruskan reformasi yang dijalankan

oleh Deng Xiaoping. Namun tugas berat bagi pemimpin selanjutnya, Jiang Zemin,

adalah melepaskan Cina dari isolasi, terutama embargo ekonomi, negara – negara

Barat paska Insiden Tiananmen 1989.94 Amerika Serikat dan negara – negara

Barat merupakan kelompok negara yang mendominasi hubungan internasional

paska Perang Dingin hingga konsekuensinya adalah sistem yang berlaku

mengikuti standar dari negara – negara tersebut. Misalnya kerjasama ekonomi

global atau perdagangan bebas. Hal ini menuntut Cina untuk semakin fokus pada

pemenuhan kebutuhan ekonominya. Jika kebijakan luar negeri era Mao digunakan

untuk mencari aliansi dengan negara – negara bekas kolonial dan menentang

dominasi Barat, maka kebijakan luar negeri Cina setelah Perang Dingin adalah

untuk terus meningkatkan perekonomiannya.95

Kerjasama menjadi kata kunci penting dalam setiap keputusan Cina

terhadap hubungan internasional.96

94

Lanteigne, op.cit., hal. 62. 95

ibid.

96

Liu, hal. 3.

Hal ini terutama karena pengalaman di masa

lalu Cina bahwa dengan kebijakan luar negeri yang berbasis ideologi semata, Cina

menjadi terpuruk.Tingkat pertumbuhan ekonomi paska Perang Dingin cukup

(44)

31

kepercayaan diri Cina dalam aktivitas internasionalnya.97 Peristiwa Tiananmen

tidak menyurutkan keinginan negara ini untuk menjadi anggota GATT. Hal ini

terutama karena komitmen Cina untuk terbuka dan mengutamakan perkembangan

ekonominya, sehingga masuk menjadi anggota GATT menjadi salah satu prioritas

kebijakan luar negerinya.98 Meskipun banyak politisi dan akademisi lokal yang

mengkhawatirkan masuknya Cina ke dalam globalisasi, pemerintahan Jiang

menegaskan bahwa keanggotaan dalam organisasi – organisasi internasional

mutlak diperlukan demi perkembangan Cina sendiri.99 Konsekuensi keseriusan

Cina terhadap perkembangan ekonomi dan keinginannya masuk ke dalam GATT

ditunjukkan dengan meliberalisasi perekonomiannya dan pada Desember 2001

akhirnya Cina bisa menjadi anggota GATT (menjadi WTO dalam Uruguay Round

1994).100 Perekonomian Cina memang mengalami kenaikan sejak reformasi

ekonomi yang dijalankan oleh Deng, dan terutama sejak masuknya ke dalam

WTO di tahun 2001.101

Sejak reformasi ekonomi yang dimulai pada era Deng Xiaoping hingga

kini, GDP Cina secara konsisten berada di angka sembilan persen dan menjadikan

negara ini yang paling cepat tumbuh.102

Oleh karena itu, dalam pemerintahan

Jiang Zemin, memasuki berbagai organisasi internasional yang fokus pada

(45)

32

menjadi anggota APEC.103 Tahun 1991, Cina masuk menjadi bagian dari

organisasi ini dan di tahun awal 1990an Cina memanfaatkan keanggotaannya

dalam organisasi ini untuk menguji kebijakan liberalisasi perdagangannya sendiri

sebelum membawanya ke level internasional.104 Masih menggunakan prinsip non

– intervensi, Cina bisa merangkul negara mana saja untuk diajak kerjasama tanpa

takut bahwa kekuatan Cina yang semakin meningkat akan membahayakan negara

tersebut. Pada paska Perang Dingin negara ini juga tidak melihat adanya

keuntungan yang besar dengan meningkatkan aliansi Cina – Rusia, justru Cina

lebih memilih mendalami kerjasama dengan negara dimana tidak ada kepentingan

Amerika Serikat disana agar bisa memenuhi tujuan - tujuan Cina itu sendiri.105

Setelah hubungan kedua negara pada masa Mao Zedong hanya sebatas

hubungan berbasis ideologi dan mengalami pasang surut di era Deng Xiaoping, di

bawah pemerintahan Jiang Zemin Cina dan Sudan memulai hubungan yang lebih

intensif. Diawali ketika The National Islamic Front (NIF) mengambil alih Sudan melalui kudeta militer pada bulan Juni 1989, kemudian Omar al - Bashir ke

Beijing pada November 1990 untuk menemui Jiang Zemin. Salah satunya adalah Sudan.

106

103

Lanteigne, op.cit., hal. 63. 104

ibid, hal. 64. 105

Sutter, op.cit., hal. 46. 106

The National Islamic Front (NIF) adalah organisasi islam yang mengusung penegakan hukum syariah Islam, berisi mahasiswa - mahasiswa politik yang berdiri pada tahun 1970an dan Presiden Sudan, Omar al – Bashir, adalah pemimpin organisasi ini ketika melakukan kudeta terhadap pemerintahan Perdana Menteri terpilih Sudan, Sadiq al - Mahdi, pada Juni 1989, yang kemudian

menjadikan al - Bashir sebagai Presiden Sudan hingga kini. (Diakses dari

http://www.sudanupdate.org/WHOSWHO/NIF.HTM, pada 8 Januari 2012).

Semenjak itu,

hubungan Cina dengan Sudan merupakan hubungan berbasis perdagangan dengan

(46)

33

helikopter, satu juta bom berdaya ledak tinggi masing - masing seberat 1000 pon,

sebuah amunisi besar, dan diikuti dengan ekspor Cina berikutnya berupa pesawat

militer dan senjata - senjata ringan lainnya kepada pemerintah Sudan.107 Beberapa

usaha dilakukan untuk memperluas ikatan ekonomi antara keduanya dengan

Khartoum menggelar sebuah pameran perdagangan produk - produk Cina pada

1993. Pemerintah Sudan juga memperlihatkan ketertarikan terhadap keterlibatan

Cina dalam mengembangkan sektor minyak Sudan yang dimulai pada tahun

1994.108 Larangan impor minyak yang dulu benar – benar dilarang kemudian

dicabut karena perkembangan industrialisasi Cina sudah tidak memungkinkan

untuk dipenuhi sendiri oleh pasokan energi domestik atau bahkan untuk

diekspor.109 Sudan memanfaatkan perginya perusahaan – perusahaan minyak milik

Barat yang sebelumnya berinvestasi di negara ini.110

Tahun 1990 impor minyak mentah Cina baru sekitar 2,1 juta barel/hari,

tetapi dalam kurun waktu satu tahun impor ini meningkat menjadi 3,5 juta

barel/hari.

111

Mulai tahun 1993 Cina telah menjadi net importer minyak sepenuhnya dan tidak lagi mengekspor minyak.112

Hadi, Syamsul, dan Wibowo, op.cit., hal. 172. 110

Sutter, op.cit., hal. 376.Sebelumnya perusahaan minyak milik Amerika Serikat, Chevron, yang berinvestasi di ladang minyak Sudan, namun kemudian meninggalkan negara ini karena kekhawatiran akan terorisme dan praktek pelanggaran hak asasi manusia di Sudan dan beberapa negara Afrika lainnya. Perusahaan minyak Kanada juga menjual kembali investasinya kepada pemerintah Sudan setelah mendapat tekanan dari Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya.

kerjasama energi Cina dengan Sudan meraih momentum ketika Presiden al -

(47)

34

rendah dari Cina dengan sebuah perjanjian antara China Exim Bank dan Bank of Sudan untuk mendanai pengembangan minyak di Sudan. Pada awal Maret 1997, setelah memulai pengerjaan proyek minyak di Sudan bagian selatan, CNPC

menandatangani perjanjian kerjasama dengan Petronas, Talisman, dan Sudapet

(perusahaan minyak milik Malaysia, India, dan Sudan) yang tergabung dalam

Greater Nile Petroleum Operating Company (GNPOC) untuk mengerjakan tiga blok ladang minyak dengan model sharing investment risk.113

Produksi minyak di Sudan Selatan terhalang oleh kurangnya infrastruktur

yang memadai sehingga diperlukan pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan

untuk mengekstraksi, membawa, memproses, dan mengekspor minyak dari Sudan

Selatan, termasuk fasilitas keamanan produksi, lapangan udara, dan sistem aliran

air. Anak perusahaan CNPC, China Petroleum Engineering and Construction Corporation, terlibat dalam pembangungan pipa minyak ini sepanjang 1600 km untuk menghubungkan produksi minyak menuju Laut Merah.114 Kilang minyak di

Khartoum juga dibangun oleh CNPC dan Kementerian Energi Sudan sebagai joint venture dengan investasi senilai $638 juta, yang mulai beroperasi pada Februari tahun 2000. Tahun 2001 CNPC membeli 41% saham dan perusahaan minyak

Cina lainnya, Sinopec, membeli 6% untuk mengembangkan dua konsesi minyak

di Melut Basin. Infrastrukur minyak lain dikembangkan oleh Cina termasuk pipa

dari ladang minyak di Sudan Selatan menuju Port Sudan sepanjang 1.392 km

yang mulai beroperasi pada April 2006.115

113

Large, loc.cit. Cina membeli 40% saham kepemilikan GNPOC, India 25%, Malaysia 30%, 5% dimiliki Sudapet, perusahaan minyak Sudan.

114

Large, loc.cit. 115

ibid.

(48)

35

Zemin, kebijakan luar negeri Cina memang tertuju pada bagaimana caranya

mengembangkan perekonomian dengan juga menetapkan kerjasama dengan

negara penghasil minyak seperti Sudan. Bisa dikatakan bahwa di bawah Jiang

Zemin ini Cina baru benar – benar terbuka secara ekonomi dan peningkatan

perekonomiannya yang semakin pesat menuntut adanya hubungan yang lebih baik

dengan Sudan selain sebagai salah satu negara yang menyuplai energi bagi Cina,

juga sebagai pasar produk – produk Cina.

II.4. Kebijakan Luar Negeri di Era Hu Jintao ( 2003 – sekarang ): Respon Cina atas Tuntutan Globalisasi dan Ujian terhadap Prinsip Non - Intervensi

Memasuki abad 21 peran Cina semakin naik, terutama dengan semakin

meningkatnya perekonomian Cina dan negara ini juga dengan cukup baik

mengontrol posisinya di dunia internasional sejak 1990an. Di bawah

pemerintahan Hu Jintao, Cina menekankan kebijakan luar negeri dengan

menunjukkan bahwa Cina terbuka untuk bekerjasama dengan negara manapun

karena hanya dengan kerjasama setiap negara bisa menciptakan perdamaian.116

116

Glaser, Bonnie S., dan Evan Medeiros. 2007. The Changing Ecology of Foreign Policy -

making in China: The Ascension and Demise of the Theory of "Peaceful Rise" [pdf]. Diakses dari

http://tailieu.tapchithoidai.org/Demise_of_Peaceful_Rise.pdf, pada 6 Januari 2012.

Ide ini dilatarbelakangi oleh citra di masa lalu, yaitu kecurigaan negara – negara

lain akan kebangkitan Cina akan menjadi sebuah ancaman bagi negara lain.

Dengan kebijakan yang berpijak pada perdamaian, ini bukan berarti Cina akan

menjauh dari tujuan pengembangan perekonomian, terutama karena Cina telah

terintegrasi ke dalam proses globalisasi, tetapi perdamaian yang diangkat Cina

(49)

36

standar hidup masyarakat Cina selama beberapa dekade ke depan, dan untuk

mencapai tujuan - tujuan ini Cina tidak akan mengganggu stabilitas internasional

atau menekan negara manapun.117 Setahun sebelumnya, Wakil Menteri dari

Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan bahwa kemajuan yang dicapai Cina

tidak akan merusak keseimbangan global atau bahkan memicu sebuah perang.118

Dibandingkan menantang atau menggantikan kekuatan - kekuatan yang kini ada,

Cina memilih equal status sebagai negara negara besar dalam komunitas internasional yang bisa berkontribusi lebih besar terhadap perdamaian dunia.119

“A rising power dedicated to peace . . . While opening still

wider to the outside world, we must more fully and more

consciously depend on our own structural innovation, on

constantly expanding the domestic market, on converting the

huge savings of our citizens into investment, and on improving

the quality of the population and scientific and technological

progress to solve the problems of resources and the

environment. Here lies the essence of China's relative peaceful

rise and development.”

Di tahun 2003 juga Perdana Menteri Cina, Wen Jiabao sempat

menyebutkan tentang ide dari peaceful rise ini ketika berpidato di Universitas Harvard, Amerika Serikat:

120

117

Large, loc.cit. 118

ibid. 119

ibid. 120

(50)

37

Pidato Wen di Amerika Serikat ini ingin menandakan bahwa Cina

bukanlah merupakan ancaman seperti yang ditakutkan oleh negara – negara Barat

seperti pada era – era sebelumnya. Selain itu, Hu Jintao juga menegaskan bahwa

Cina harus berpegang teguh pada jalan perdamaian, bekerjasama dengan semua

negara dengan berdasarkan Five Principles of Peaceful Coexistence, secara aktif bekerjasama dengan negara lain dengan tetap menjalankan prinsip persamaan dan

saling menguntungkan, serta berkontribusi kepada hal - hal yang bertujuan pada

perdamaian dan kemajuan - kemajuan.121 Namun, kritik berdatangan terhadap ide

peaceful rise ini oleh sebagian kalangan asing maupun domestik Cina sendiri. Hal ini dikarenakan, pertama, kata “rise” bisa dianggap bahwa Cina sedang menantang dominasi Amerika Serikat dan kekuatan lainnya, sehingga harus

dihindari dan lebih disarankan menggunakan kalimat peaceful development. Kedua, para analis mengatakan bahwa kata “peaceful” ini kontroversial karena Cina perlu untuk mengamankan haknya yang bisa menggunakan kekuatan dan

militer terhadap Taiwan serta isu – isu sensitif lain seperti Tibet.122

121 ibid. 122

Sutter, op.cit., hal. 176.

Sejak era Mao

hingga Hu, kebijakan luar negeri Cina salah satunya terfokus pada Taiwan dan ini

salah satu yang menyebabkan hubungan Cina dengan Amerika Serikat sering

bergejolak. Cina tidak ingin ada kekuatan asing, termasuk Amerika Serikat,

mencampuri urusan Taiwan. Cina bersedia menurunkan tensi kritik akan

Gambar

Gambar III.1.2 : Gambar Peta Pembagian Ladang Minyak Sudan
Gambar 1.1 : Keterkaitan dan Relevansi Komponen – komponen Pembentuk
Gambar 1.2 : Konsep Kebijakan Luar Negeri Cina terhadap Sudan
Gambar III.1.1: Peta Produksi Minyak Sudan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa osilasi Rabi dalam sistem SQD- MNP heterodimer dapat dimodifikasi dengan mengontrol parameter sistem maupun intensitas

Praktik pengalaman lapangan (PPL) adalah kegiatan kurikuler yang harus dilaksanakan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh dalam

Hasil uji-t terhadap koefisien jalur pada hubungan ini sebesar2,684 dengan nilai analisis jalur 0,231adalah signifikan (sig,t = 0,000), sehingga individu

Masyarakat Desa Temandang identik dengan masyarakat pertanian yang memiliki pendidikan rendah dan juga skill yang rendah, masyarakat Desa Temandang hanya melakukan konflik

Berkaitan dengan hal tersebut, Polisi Resort Bungo seyogyanya melaksanakan peran dan fungsi Polri tersebut, salah satu programnya adalah dalam bentuk Patroli

Pertemuan inimenunjukkan terus adanya peningkatan dari pertemuan sebelumnya.Sehingga dapat disimpulkan bahwa teknik pembelajaran word flow ini sangat membantu siswa untuk

Obat Apotik Untuk Penyakit Sipilis_Produk dari De Nature Indonesia semuanya telah di BPOM dan Dinkes no.442/00060/V-2 Semua obat terbuat dari 100% bahan alami yang

Untuk mengetahui pengaruh saturasi oksigen pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sebelum dan sesudah dilakukan perawatan metode kanguru (PMK) pagi dan sore di rumah