• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pemerintah Kolonial dan Pengaruhnya

BAB IV KEBANGKITAN NASIONAL

A. Kebijakan Pemerintah Kolonial dan Pengaruhnya

5) mencetak dan mengedarkan uang sendiri;

6) menyatakan perang dan mengadakan perdamaian.

Dilihat dari tujuan pendiriannya, VOC bukan semata-mata badan perdagangan yang mencari keuntungan, tetapi juga merupakan badan pemerintahan yang dijadikan alat oleh Belanda sebagai alat untuk menjajah Nusantara. Gerakan penjajahan Belanda melalui VOC yang didirikanya di antaranya dengan menetapkan beberapa kebijakan yang sangat merugikan rakyat, seperti:

1) menarik upeti (verplichte leverantie) dari raja-raja yang telah ditaklukkan oleh Belanda;

2) menarik pajak (contingenten) dari rakyat dalam bentuk hasil-hasil bumi;

3) mengadakan pelayaran Hongi, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh armada Belanda dengan menggunakan perahu-perahu kecil untuk menangkap, mengawasi para pedagang dan penduduk pribumi yang dianggap melanggar ketentuan Belanda seperti menjual hasil pertanian kepada orang lain;

4) melakukan ektirpasi, yaitu menebas, membinasakan, dan menghancurkan tanaman rempah-rempah yang menjadi komoditas ekspor agar tidak mengalami kelebihan produksi yang menyebabkan jatuhnya harga;

5) mengangkat seorang gubernur jenderal untuk mengawasi dan melaksanakan jalannya pemerintahan di daerah yang dikuasainya, seperti Jan Piterzoon Coen (1619-1629) yang dikenal sebagai pendiri Kota Batavia dan kebijakan kolonialisasi untuk mendatangkan keluarga orang Belanda ke Nusantara untuk kebutuhan tenaga kerja Belanda.

Penjajahan yang dilakukan oleh VOC sangat kejam yang mengakibatkan rakyat Indonesia mendapat kerugian, menderita secara fisik, serta kekurangan uang dan barang untuk keperluan hidupnya. VOC tidak segan-segan menangkap rakyat yang dianggapnya memberontak, menjadikan budak belian, bahkan membunuh rakyat yang tidak berdosa. Setelah berkuasa cukup lama di Nusantara, dalam perkembangan selanjutnya VOC mengalami kemunduran. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya:

1) merebaknya tindakan korupsi di kalangan para pegawai VOC;

2) adanya persaingan dagang yang ketat di antara sesama kongsi dagang negara lain seperti Compagnie des Indies (CDI) dari Prancis, dan East Indian Company (EIC) dari Inggris;

3) membengkaknya biaya perang yang dikeluarkan oleh VOC untuk mengatasi pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan rakyat Indonesia di daerah-daerah; 4) akibat kekuasaan VOC yang cukup luas menyebabkan kebutuhan gaji pegawai

65

Bab IV Kebangkitan Nasional

Akibat dari kemunduran yang dialami VOC, akhirnya pada tahun 1795 dibentuklah panitia pembubaran VOC. Panitia ini membubarkan VOC pada tanggal 31 Desember 1799 dengan ketentuan semua utang dan kekayaannya diambil alih oleh pemerintah Belanda.

Berakhirnya kekuasaan VOC di Indonesia pada 31 Desember 1799 menyebabkan kekuasaan Belanda semakin memudar. Di sisi lain pada saat yang bersamaan kongsi dagang Inggris semakin mengalami perkembangan. Hal ini membuat pemerintah Hindia Belanda semakin gencar untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia. Belanda mengangkat Herman Willem Daendels untuk mengatur pemerintahan di Indonesia sekaligus mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Untuk tugas-tugas ini, Daendels melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: pemindahan pusat pemerintahan lebih ke pedalaman, menambah jumlah prajurit, membangun benteng-benteng pertahanan, membuat jalan dari Anyer ke Panarukan, mengadakan Preanger Stelsel, dan rakyat dipaksa untuk kerja rodi.

Dalam perkembangan selanjutnya, semakin buruknya perekonomian Belanda mengakibatkan gejolak tersendiri di kalangan mereka. Siasat yang dilancarkan Belanda dalam rangka memperbaiki keuangan mereka serta menguasai Indonesia akhirnya dirubah, semula menggunakan politik monopoli menjadi politik bebas. Melalui rekomendasi

Johannes Van de Bosch, seorang ahli keuangan Belanda ditetapkanlah dan Sistem Tanam Paksa atau Cultur Stelesel tahun 1830.

Tujuan Sistem Tanam Paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar- besarnya. Tujuannya untuk mengisi kekosongan kas Belanda yang pada saat itu terkuras habis akibat perang.

Terdapat beberapa peraturan yang ditetapkan Belanda dalam rangka melaksanakan Sistem Tanam Paksa:

1) rakyat harus menyediakan seperlima dari tanah miliknya untuk tanaman ekspor, seperti kopi, tebu, teh dan tembakau, serta tanah tersebut harus bebas pajak tanah; 2) waktu tanam dari setiap tanaman tersebut tidak boleh lebih dari waktu pemeliharaan

padi;

3) kerusakan tanaman akibat bencana alam ditanggung oleh pemerintah Belanda; 4) hasil tanaman rakyat tersebut harus diserahkan kepada Belanda dengan harga yang

yang telah ditentukan oleh pemerintah Belanda;

5) bagi petani yang tidak memiliki tanah dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik milik pemerintah selama 66 hari.

Adanya Sistem Tanam Paksa sangat merugikan rakyat, karena selain pelaksanaannya yang tidak sesuai aturan diperparah lagi oleh banyaknya penyimpangan yang dilakukan para pengusaha pribumi. Mereka ingin menambah upah pengawasan dengan cara menekan rakyat seperti penyediaan tanah tidak seperlima lagi, tapi setengahnya; desa yang memiliki tanah subur semuanya digunakan untuk tanam paksa; semua kerusakan dan kegagalan panen akan ditanggung oleh petani dan rakyat.

Akibat dari kegiatan tanam paksa, rakyat Indonesia menderita kemiskinan yang berkepanjangan, kelaparan dan kematian terjadi di mana-mana. Sementara bagi Belanda merupakan ladang ekonomi yang banyak mendapatkan keuntungan. Kas Belanda yang asalnya kosong dapat dipenuhi kembali, kemudian secara berangsur-angsur utang Belanda dapat dilunasi dan menjadikan Belanda sebagai negara yang tidak mengalami kesulitan keuangan.

Praktik tanam paksa menimbulkan reaksi dan sikap prihatin dari beberapa kalangan di antaranya sebagai berikut.

1) Baron Van Hovel, seorang misionaris yang menyatakan bahwa tanam paksa adalah suatu tindakan yang tidak manusiawi, karena menyebabkan rakyat sangat menderita. 2) E.F.E Douwes Dekker, seorang pejabat Belanda yang merasa prihatin terhadap penderitaan rakyat Indonesia, menulis buku berjudul Max Havelaar yang isinya menceritakan tentang penderitaan rakyat Indonesia akibat Sistem Tanam Paksa. 3) Golongan pengusaha atau kaum liberalis yang menghendaki kebebasan dalam berusaha.

Menyikapi kedatangan serta dominasi bangsa-bangsa Barat di Indonesia, bangsa Indonesia melakukan reaksi dan perlawanan dalam bentuk yang berbeda-beda. Reaksi dilakukan dengan cara menunjukkan rasa tidak suka, menolak, atau tidak mau berhubungan dengan mereka, baik dalam bidang perdagangan, kebudayaan, ataupun bidang-bidang lainnya.

Perlawanan yang dilakukan umumnya melalui peperangan dan gerakan sosial. Peperangan dilakukan secara terorganisir, terutama oleh angkatan bersenjata milik kerajaan di suatu daerah atau pasukan yang dimiliki oleh kelompok bersenjata. Adapun melalui gerakan sosial, perlawanan dilakukan dengan cara protes, perusakan milik penjajah atau penguasa yang bekerja sama dengan penjajah, serta gerakan sosial berupa pemberontakan. Perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia terhadap kedatangan dan dominasi bangsa Barat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut.

1) Gerakan bangsa Barat yang cenderung menguasai dan menjajah sumber daya alam serta sumber daya manusia yang ada di Indonesia.

2) Hasrat untuk hidup tenang sesuai dengan adat istiadat setempat dari rakyat Indonesia, seperti halnya sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat.

3) Hasrat untuk menegakkan kedaulatan dan kemandirian serta tidak ingin dicampuri oleh bangsa asing.

4) Kolonialisme dan imperialisme sangat membelenggu masyarakat Indonesia.