• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI PERUM BULOG

D. Kebijakan Subsidi RASKIN yang Kurang Maksimal

Masalah utama dalam program RASKIN adalah belum dapat terlayaninya seluruh rumah tangga miskin. Adanya kesenjangan antara pagu penyediaan beras dalam program RASKIN dengan jumlah keluarga miskin mengakibatkan realisasi volume penerimaan RASKIN di tingkat rumah tangga tidak sesuai paket. Kalaupun ada maka kontinuitas bagi penerima RASKIN tidak terjamin. Akibat tidak terlayaninya seluruh rumah tangga miskin , maka ada kecendrungan aparat di desa mengurangi jatah per RTS menjadi dibawah 15 kg. Walaupun hal tersebut tidak menyalahi Pedoman Umum, namun apabila jumlahnya terlalu kecil, program tersebut kurang signifikan dapat menanggulangi ketidakmampuan rumah tangga dalam mengakses pangan untuk hidup sehat dan aktif.169

Program RASKIN telah mengalami beberapa kali penyesuaian, namun efektivitasnya masih diperdebatkan. Dari sisi penyaluran hingga titik distribusi,

168

Ibid

169

Handewi P.S. Rachman, A.Purwoto, dan G.S. Hardono, “Manajemen Ketahanan Pangan Era

Otonomi dan Perum BULOG”, (Bogor : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan

BULOG telah melaksanakan tugasnya dengan relatif baik dan sesuai dengan pedoman program. Namun, penilaian keberhasilan program tidak dapat dilakukan secara parsial karena RASKIN merupakan sebuah kesatuan program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Permasalahan pelaksanaan RASKIN banyak terjadi dari titik distribusi hingga rumah tangga penerima. Secara umum kendala dalam pendistribusian RASKIN seperti pagu RTM sasaran lebih rendah daripada jumlah total RTM, penargetan kurang akurat, jumlah beras dan frekuensi penerimaan oleh penerima manfaat sebagian besar kurang dari ketentuan, dan harga yang dibayar penerima manfaat tidak selalu tepat.170

Program RASKIN beroperasi di semua wilayah tanpa membedakan kondisi kemiskinan wilayah karena RTM tersebar di semua wilayah dari provinsi sampai desa/kelurahan. Pada beberapa kasus terdapat kecamatan atau desa/kelurahan yang tidak menerima RASKIN selama jangka waktu tertentu karena adanya tunggakan, penyelewengan pelaksanaan, atau permintaan pihak kecamatan. kurangnya pagu berimplikasi pada munculnya berbagai permasalahan dalam pelaksanaan program seperti dalam penargetan, ketepatan jumlah beras per penerima manfaat, dan frekuensi distribusi. Kurangnya pagu ditambah dengan kekurangakuratan data BPS, yakni masih terdapat rumah tangga miskin yang tidak terdaftar dan sebaliknya masih ada rumah tangga tidak miskin yang

170

terdaftar, dijadikan alasan untuk melakukan penyimpangan mekanisme pembagian dan penentuan sasaran.171

Program penanggulangan kemiskinan yang bersifat karikatif seperti bantuan RASKIN dan BLT seringkali salah sasaran. Oleh karena itu, untuk menghindari hal ini tejadi, maka perlu dikembangkan metode targeting. Karena salah satu kunci keberhasilan program kemiskinan adalah ketepatan dalam mentukan kelompok sasaran. Penentuan kelompok sasaran berarti juga penyediaan data atau informasi penunjang secara lengkap tentang potensi wilayah dan karakteristik penduduk miskin. Efektifitas metode ini ditentukan oleh kelengkapan informasi yang tersedia serta dukungan aparat pelaksana pengumpul dan pengguna data.172

Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab program RASKIN di tingkat kabupaten/kota bertanggung jawab atas pengalokasian Pagu RASKIN bagi seluruh RTS-PM RASKIN, penyediaan dan pendistribusian beras, penyelesaian pembayaran HPB dan adminstrasi distribusi RASKIN di wilayahnya.173 Pada waktu beras akan didistribusikan ke titik distribusi (TD), Kadivre/Kasubdivre/KaKansilog Perum BULOG berdasarkan SPA menerbitkan SPPB/DO beras untuk masing-masing kecamatan/desa/kelurahan kepada Satker RASKIN. Apabila terdapat desa/kelurahan yang menunggak pembayaran HPB pada periode sebelumnya, maka penerbitan SPPB/DO untuk desa/kelurahan

171

Ibid

172

Sumodiningrat, Gunawan. 1998. “Membangun Perekonomian Rakyat”. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan IDEA.), hal., 47

173

tersebut ditangguhkan sampai ada pelunasan.174 Keadaan ini sangat menyulitkan bagi Perum BULOG disatu sisi Penyaluran harus selesai 100% dan tetap waktu disisi lain harga beras bulan sebelumnya harus masuk ke kas BULOG. Hal ini sangat mempengaruhi kelancaran Program RASKIN di daerah, karena pada umumnya Pemda/Bupati/Walikota tidak mau bertanggungjawab secara langsung namun hanya sebatas mengingatkan aparat pelaksana RASKIN dibawahnya. Tidak tersalurkannya RASKIN untuk sekelompok masyarakat miskin sudah sering terjadi akibat adanya tunggakan dari Pemda/Pemko.

Secara sosiopolitik, Indonesia sudah memiliki syarat-syarat minimal untuk membangun Negara Kesejahteraan. yang masih perlu diperbaiki adalah kemauan dan komitmen politik yang lebih tegas untuk mewujudkannya, perbaikan tata pemerintahan yang transparan dan akuntabel (good governance) serta penetapan standar-standar kebijakan perlindungan sosial dan model kelembagaannya. Sambil menyusun sistem yang lebih kuat untuk menghadirkan Negara Kesejahteraan itu. Fokus utama kita saat ini bisa diletakan pada pembangunan kebijakan perlindungan sosial yang kuat dan melembaga yang terintegrasi dengan kebijakan makro ekonomi yang berkembang, berkemerataan dan berkelanjutan. Dalam Pembukaan UUD 1945 menunjukkan niat dan tujuan membentuk Negara Kesejahteraan yang berbunyi Pemerintah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa..175

174

Pedoman umum Pelaksanaan RASKIN tahun 2010 point (b), hal. 14

175

Siswono Yudo Husodo , “Membangun Negara Kesejahteraan”, makalah disampaikan pada Seminar “Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial. Pasal 1 UU 6/1974 menyatakan bahwa "Setiap warga negara berhak atas taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya dan berkewajiban untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial". Kemudian diteruskan lagi dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah RI no.42 tahun 1981 : “Fakir miskin berhak mendapatkan sarana bantuan sosial dan rehabilitasi sosial, tetapi uturan-aturan itu tidak terlaksana dengan baik karena tidak adanya kemauan politik yang serius dari pemerintah. Mencuatnya kasus busung lapar dan semua kasus kemiskinan memang tidak lepas dari minimnya dana yang dianggarkan untuk kesejahteraan rakyat miskin.176

Bila mengacu pada UU No. 11/2005 tentang Ratifikasi Kovenan International Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, maka negara, khususnya pemerintah, tidak bisa lagi menyangkal kewajibannya untuk memenuhi hak-hak itu, atau secara garis besar adalah kesejahteraan rakyat. Pelanggaran Hak Pangan warga Negara menjadi tanggung jawab (state responsibility) dari pemerintah selaku pemegang kewajiban (state obligation). Intinya adalah suatu kewajiban negara untuk menghormati, memajukan, melindungi dan memenuhi hak asasi warga negaranya sesuai UUD 1945 yang secara tersurat pada pasal 28. Juga dalam Paragraf 6 General Comment 12 membumikan definisi hak atas pangan berdasarkan Pasal 11 Kovenan Ekososb dengan menyatakan bahwa hak atas

Terobosan melalui DesentralisasiOtonomi di Indonesia”, Institute for Research and Empowerment (IRE)” (Jakarta : Prakarsa, 2006). Hal 3

176

Bagus Pramoni, “Jangan Mencetak Generasi Miskin”, http://portal.sarapanpagi.org/sosial-politik, diakses tanggal 05 Juni 2010.

kecukupan pangan disadari ketika setiap manusia, perempuan dan anak, secara sendiri-sendiri atau dalam sebuah komunitas, memiliki akses fisik dan ekonomi setiap saat terhadap kecukupan pangan atau segala tindakan dan penanggulangannya. Hak atas kecukupan pangan haruslah tidak ditafsirkan dalam arti sempit atau hanya terbatas pada paket minimum kalori, protein atau nutrien lainnya. Hak atas kecukupan pangan harus dijalankan secara progresif. Negara memiliki kewajiban utama untuk mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dan menghilangkan kelaparan, bahkan dalam situasi bencana.177

Negara dinilai melakukan pelanggaran terhadap hak atas pangan apabila negara lalai menjamin pemenuhan, sekurang-kurangnya, pemenuhan tingkat pokok minimum yang disyaratkan agar bebas dari kelaparan. Untuk menentukan suatu tindakan kelalaian atau pelanggaran hak atas pangan, perlu membedakan antara negara dalam keadaan tidak mampu atau negara tidak memiliki niat baik untuk memenuhi hak atas pangan. Jika negara menyatakan bahwa hambatan dalam sumber daya tidak memungkinkan untuk menyediakan akses terhadap pangan, negara harus menunjukkan bahwa setiap upaya dengan memanfaatkan sumber daya yang ada telah dilakukan untuk memenuhi akses terhadap pangan sebagai prioritas untuk memenuhi kewajiban minimum hak atas pangan.178

177

Hak Ekosob Berdasarkan UU No. 11/2005 dan tentang Ratifikasi Hak Sosial dan Politik UU No 12/2005

178

Berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2005 tentang Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, suatu negara yang mengklaim bahwa negara tersebut tidak dapat melaksanakan kewajibannya karena alasan di luar kendalinya, memiliki tanggung jawab untuk membuktikan kebenaran alasan itu dan negara telah berupaya namun tanpa hasil untuk memperoleh dukungan internasional untuk menjamin ketersediaan dan aksesibilitas yang diperlukan.

Salah satu strategi penanggulangan kemiskinan yang sangat erat kaitannya dengan perspektif teori Negara Kesejahteraan Jeremy Bentham yang dapat dikembangkan adalah perlindungan sosial (sosial protection),179 terkait hal tersebut maupun realita bahwa kelancaran distribusi RASKIN sangat tergantung dari realisasi pembayaran maka kelompok rentan dan kurang beruntung di Indonesia yang terus meningkat di negeri ini dan demi untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat miskin yang termarginalkan, maka sudah selayaknya Program RASKIN ini diberikan kepada masyarakat miskin secara gratis.

Dokumen terkait