• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1) Kerangka Teori

Peran strategis BUMN berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan bahwa “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; serta bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dengan kata lain, kehadiran BUMN

dibutuhkan untuk mengatur bidang yang mengusai hajat hidup orang banyak. BUMN mengemban fungsi pelayanan publik dan agent of development.

Kewajiban pelayanan umum untuk kesejahteraan pada BUMN diatur Pasal 2 (1) huruf c UU BUMN bahwa salah satu maksud dan tujuan didirikannya BUMN adalah: “menyelenggarakan ke manfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak”. Dalam Pasal 66 UU BUMN diatur tentang “fungsi kemanfaatan umum” dikaitkan dengan “penugasan khusus” pada BUMN, dikutip sebagai berikut:

a. Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.

b. Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/Menteri.

Pada dasarnya penyelenggaraan kemanfaatan umum adalah untuk perlindungan rakyat. Penyelenggaraan kemanfaatan umum terkait erat dengan kepentingan umum, dan pemenuhan hajat hidup orang banyak.30

Perum (Perusahaan Umum) dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN disebutkan bahwa :

Pasal 35 (Pendirian)

30

1) Pendirian Perum diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.

2) Perum yang didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh status badan hukum sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah tentang pendiriannya.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendirian, pembinaan, pengurusan, dan pengawasan Perum diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 36 (Maksud dan Tujuan)

1) Maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

2) Untuk mendukung kegiatan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan persetujuan Menteri, Perum dapat melakukan penyertaan modal dalam badan usaha lain.

Sejalan dengan itu terkait Pelayanan Publik untuk kesejahteraan sebagai hak masyarakat berkaitan dengan teori utilitarisme Jeremy Bentham. Bentham

mengatakan bahwa adanya negara dan hukum semata-mata hanya demi manfa’at sejati, yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.31

Konsep welfare state atau sosial service-state, yaitu Negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar sosial dan ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal32, merupakan anti-tesis dari konsep “negara penjaga malam” (nachtwakerstaat) yang tumbuh dan berkembang di abad ke 18 hingga pertengahan abad ke 19. Di dalam negara penjaga malam atau negara hukum dalam arti sempit (rechtstaat in engere zin).33 Pemerintah hanya pempertahankan dan melindungi ketertiban sosial serta ekonomi berlandaskan asas “laissez faire, laissezaller”. Negara dilarang keras untuk Mencampuri perekonomian maupun bidang kehidupan sosial lainnya. Dengan perkataan lain, administrasi Negara bertugas (berfungsi) untuk mempertahankan suatu staatsonthouding, yakni prinsip pemisahan negara dari

kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Dalam konsep welfare state, administrasi negara diwajibkan untuk berperan secara aktif di seluruh segi kehidupan masyarakatnya. Dengan begitu sifat khas dari suatu pemerintahan modern (Negara hukum modern) adalah, terdapatnya pengakuan dan penerimaan terhadap peranan-peranan yang

31

Achmad Ali, “Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Fisiologis dan Sosiologis” (Jakarta : PT. Toko Gunung Agung 2002) hal. 76

32

Miriam Budiardjo, “Masalah Kenegaraan”, (Jakarta: Gramedia 1980) hlm. 74

33

E. Utrecht, “ Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia”, (Jakarta : Ichtiar 1961), hlm. 21

dilakukannya sehingga suatu kekuatan yang aktif dalam rangka membentuk kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan fungsinya. Perkembangan masa yang berlangsung mengakibatkan perubahan secara mendasar atas peranan dan fungsi-fungsi yang diselenggarakan pemerintah. Negara selaku integritas kekuasaan massa, sudah tentu membutuhkan suatu tingkat kestabilan khusus dalam sistem sosialnya untuk tetap dapat mempertahankan keseimbangan antara peranan atau penyelenggaraan fungsi-fungsinya dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dalam upaya mencapai hal tetrsebut, tidak saja diperlukan keselarasan atas tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh berbagai kelompok sosial maupun kelompok ekonomi yang terdapat pada negara, akan tetapi juga kreativitas untuk menciptakan secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat.34 Sebagai konsekuensi dari melekatnya fungsi servis publik (bestuuszorg), maka administrasi negara makin dipaksa untuk menerima tanggung jawab positif dalam hal menciptakan dan mendistribusikan tingkat pendapatan maupun kekayaan, serta menyediakan program kesejahteraan rakyat.35

Pada dasarnya doktrin tersebut memilili gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest happiness principle (welfare) of the greatest number of their citizens. Bentham menggunakan istilah ‘utility’ (kegunaan) untuk menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip utilitarianisme yang ia kembangkan, sesuatu yang dapat

34

E. Utrecht, Ibid, hlm. 22-23

35

menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu yang baik. Sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian sebanyak mungkin orang. Dalam teori ini masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang mencoba kebahagiaan dan memperkecil ketidak bahagiaan. Gagasan Bentham mengenai reformasi hukum, peranan konstitusi dan penelitian sosial bagi pengembangan kebijakan sosial membuat ia dikenal sebagai “bapak negara kesejahteraan”.36

Dalam Paragraf 6 General Comment 12 definisi hak atas pangan berdasarkan Pasal 11 Kovenan Ekosob menyatakan bahwa hak atas kecukupan pangan disadari ketika setiap manusia, perempuan dan anak, secara sendiri-sendiri atau dalam sebuah komunitas, memiliki akses fisik dan ekonomi setiap saat terhadap kecukupan pangan atau segala tindakan dan penanggulangannya. Hak atas kecukupan pangan haruslah tidak ditafsirkan dalam arti sempit atau hanya terbatas pada paket minimum kalori, protein atau nutrien lainnya. Hak atas kecukupan pangan harus dijalankan secara progresif. Namun, negara memiliki kewajiban utama untuk mengambil langkah-langkah untuk mengurangi kelaparan, bahkan dalam situasi bencana.37

Konsep Teori Negara kesejahteraan digunakan sebagai pisau analisis dalam menganalisa tugas pelayanan publik pada Perum BULOG terkait dengan

36

Ibid, hal 76-77

37

Berdasarkan Pasal 3 Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan disebutkan bahwa tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah tersedianya pangan yanag memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia, terciptanya perdaganga pngan yang jujur dan bertanggungjawab dan c. terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat .

pentingnya pegelolaan pangan kuhusnya beras untuk kesejahteraan rakyat, yang secara konseptual mencakup segenap proses dan aktivitas mensejahterakan warga negara dan menerangkan sistem pelayanan sosial dan skema perlindungan sosial bagi kelompok yang kurang mampu. Selanjutnya mengkaji kebijakan publik yang dilaksanakan oleh Perum BULOG sebagai perrpanjangan tangan pemerintah akan tereduksi akibat adanya beban dalam mencari profit. Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak.38

Konsep Negara Kesejahteraan mengacu pada peran pemerintah yang responsif dalam mengelola dan mengorganisasikan perekonomian sehingga mampu menjalankan tanggungjawabnya untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesejahteraan dasar khususnya pangan dalam tingkat tertentu bagi warganya. Konsep ini dipandang sebagai bentuk keterlibatan negara dalam memajukan kesejahteraan rakyat setelah mencuatnya bukti-bukti empirik mengenai kegagalan pasar (market failure) pada masyarakat kapitalis dan kegagalan negara (state failure) pada masyarakat sosialis.39

38

Wikipedia. 2008, Pelayanan Publik , http://id.wikipedia.org/wiki/Pelayanan_publik diakses 6 Oktober 2010

39

Siswono Yudo Husodo, “Membangun Negara Kesejahteraan”, makalah disampaikan pada Seminar Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi-Otonomi di Indonesia, Institute for Research and mpowerment (IRE) Yogyakarta dan Perkumpulan Prakarsa Jakarta (Yogyakarta : Wisma MM Universitas adjah Mada 25 Juli 2006).

Perum BULOG sebagai BUMN yang melaksanakan peran Negara dalam PSO khususnya bidang pangan memerlukan hukum dan aturan yang jelas dalam pelaksanaan PSO tersebut. Dalam konteks ini teori yang digunakan adalah teori fungsi hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” (law as a tool of sosial engeneering)40

beureucratic engineering

beureucratic and sosial

engineering”

sebagaimana yang dikemukakan oleh Roscoe Pound. Teori ini relatife masih sesuai dengan pembangunan hukum nasional saat ini, namun perlu

juga dilengkapi dengan pemberdayaan birokrasi ( ),

sehingga fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan kearah kegiatan yang dikehendaki dapat menciptakan harmonisasi antara elemen birokrasi dan masyarakat dalam satu wadah yang disebut “

(BSE).41

Mochtar Kusumatmadja pernah mengadopsi pemikiran Roscoe Pound, salah seorang pendukung Sociological Jurisprudence. Dalam konsep ini hukum dijadikan sebagai sarana untuk melakukan pembaruan dalam masyarakat.42 Pendekatan tersebut dimaksudkan untuk tujuan yang praktis, yakni dalam rangka menghadapi permasalahan pembangunan sosial dan ekonomi. Model pemikiran Roscoe Pound ini lebih dirasakan oleh negara-negara berkembang dari pada

40

W. Friedman, “Legal Theory (London : Stevenson & Sons Limited, 1960). Hal 293 -296

41

Romli Atmasasmita, “Menata Kembali Masa Depan Pembangunan Hukum Nasional”, Makalah disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII di Denpasar, 14-18 Juli 2003, hlm. 7.

42

Berbeda dengan konsep Roscoe Pound yang menyatakan hukum adalah sebagai alat, Mochtar Kusumaatmadja tidak mengartikannya sebagai alat tetapi sebagai sarana. Menurutnya pengertian sarana lebih luas dibandingkan dengan alat. Alasannya adalah : (1) di Indonesia peranan perundang- undangan dalam proses pembaharuan hukum lebih menonjol, misalnya dibandingkan dengan di Amerika Serikat, yang menempatkan yruisprudensi (khususnya putusan Suoreme Court) pada tempat yang lebih penting. (2) konsep hukum sebagai alat akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dari penerapan “legalisme” sebagaimana pernah diterapkan pada zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukan kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu, (3) apabila hukum di sisni termasuk juga hukum internasional, maka konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh sebelum konsep itu diterima resmi sebagai landasan kebijakan hukum nasional.

negara maju karena mekanisme hukum di negara-negara berkembang belum semapan di negara-negara maju. Hukum harus dapat lebih berperan dalam melakukan kontrol terhadap perubahan yang terjadi, sehingga hukum dapat mengarahkan kehidupan bangsa ke arah yang lebih baik yang diinginkan.

Pokok-pokok pikiran yang melandasai konsep hukum sebagai sarana untuk pembaruan masyarakat adalah :

1) Bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaruan

memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan

2) Bahwa hukum dalam arti kaidah diharapkan dapat mengarahkan kegiatan

manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Untuk itu diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang tertulis ( baik perundang-undangan maupun yurisprudensi), dan hukum yang berbentuk tertulis itu harus sesuai dengan dengan hukum yang hidup

dalam masyarakat.43

Hukum dan peraturan harus bersifat antisifatif, mengatur sehingga tidak menghambat laju perkembangan efisiensi ekonomi secara nasional untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Peranan hukum untuk mendorong bahkan memaksa pengelola perusahaan untuk mewujudkannya dalam bentuk undang-undang, peraturan pelaksanaan, SOP, bahkan surat edaran yang bersifat lebih tekhnis operasional untuk digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan perusahaan. Hal tersebut mutlak dibutuhkan sebagai suatu kepastian memperhitungkan dan mengantisipasi resiko, bahkan bagi Negara tertentu merupakan salah satu faktor yang sangat menunjang daya tahan ekonomi suatu negara.44

43

Sunarmi “Membangun Peradilan di Indonesia”, http://repository.usu.ac.id, Universitas Sumatera Utara, diakses pada tanggal 24 Mei 2010. Dikutip dalam Darji Darmodiharjo dan Shidarta, “Penjabaran

Nilai-nilai Pancasila Dalam Sistem Hukum Indonesia”, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), hal

180-18.

44

Menurut evaluasi dari IMF mengenai Singapura disebutkan bahwa Singapura dinilai berhasil membendung guncangan monoter disebabkan karena fundamental ekonomi dan manajemen Singapura

Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengaturan. Regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hukum formil berupa peraturan perundang-undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan suatu keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum. Ruang lingkup peraturan perundang-undangan telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 7 Ayat (1) disebutkan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; serta Peraturan Daerah.45

Dalam Negara Hukum (reschtaat) aspek dan tindakan pemerintah baik dalam lapangan pengaturan maupun lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan dan perundang-undangan berbentuk keputusan tertulis. Karena merupakan keputusan tertulis, maka peraturan perundang-undangan sebagai kaidah hukum lazim disebut hukum tertulis (geschrevenrecht, written Law). Artinya pemerintah atau institusi tidak dapat melakukan tindakan tanpa dasar legalitas. Identifikasi prinsip-prinsip umum membedakan rintangan dimana mereka dapat membuat keputusan mereka sendiri tentang apa yang mereka kerjakan. Tanpa peraturan sesorang tidak dapat membedakan tindakan yang dilakukan benar secara hukum “(Rule Of Law). Selain itu, konsep Negara hukum

kuat. Ditambah ada dua faktor lagi, yaitu: adanya transparasi dan kepastian hukum yang tinggi. Lihat Charles Himawan, "Mercusuar Hukum Bagi Pelaku Ekonomi”, Kompas , 21 April 1998.

45

juga terkait dengan istilah nomokrasi (nomocratie) yang berarti bahwa penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum.46

Negara atau pemerintah diamanatkan melakukan intervensi kalau mekanisme pasar gagal. Artinya, pemerintah boleh masuk untuk menyeimbangkan pasar, dimana bila tidak ada intervensi pemerintah akan menimbulkan distorsi.47 Dalam hal terjadinya monopoli alamiah (natural monopoly) misalnya, tersedia tiga pilihan untuk menghadapinya. Pertama, monopoli dilakukan oleh swasta. Kedua, monopoli oleh pemerintah. Ketiga, dikeluarkan regulasi oleh pemerintah. Dari ketiga hal “buruk” itu Amerika Serikat berpendapat monopoli pemerintahlah yang lebih baik, sedangkan Jerman memilih regulasi oleh pemerintah. Untuk Indonesia, cenderung mengikuti pilihan Jerman.48

Konsep perundang-undangan juga dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi, yang mengikuti pendapat I.C. Van der Vlies tentang wet yang formal (het formele wetsbegrib) dan wet yang material (het materiele wetsbegrib). Pendapat ini didasarkan pada apa tugas pokok dari pembentuk wet (de wetgever). Berdasarkan pemikiran tersebut, maka yang disebut dengan wet yang formal adalah wet yang dibentuk berdasarkan ketentuan atribusi dari konstitusi. Sementara itu, wet yang materil adalah suatu peraturan yang mengandung isi atau

46

Jimly Asshiddiqie, “Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia”, Edisi Revisi, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hal. 152.

47

Didik J. Rachbini, “Ekonomi Politik Paradigma dan Teori Pilihan Publik”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 106.

48

MiltonFriedmen, “Capitalism and Freedom”, (Chicago: The University of Chicago Press, 2002), Fortieth Anniversary edition), hal. 27-28

materi tertentu yang pembentukannya tunduk pada prosedur yang tertentu pula.49 Hukum materil memuat suatu pedoman atau panduan bagi masyarakat atau institusi untuk menjadi acuan apa yang boleh dan apa yang dilarang untuk dilakukan.

I.C. van der Vlies dalam bukunya yang berjudul “Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving”, membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan negara yang baik (beginselen van behoorlijke regelgeving) ke dalam asas-asas yang formal dan yang material.

Asas-asas yang formal meliputi:

a. asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling); b. asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste orgaan); c. asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel); d. asas dapatnya dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);50 e. asas konsensus (het beginsel van consensus).

Teori Hukum seperti yang dikemukakan Roscou Pound dan di Indonesia dikembangkan oleh Mochtar Kusumatmadja digunakan sebagai pisau analisis untuk menganalisa bagaimana hukum dan peraturan perundang-undangan sebagai regulasi yang mengatur pelaksanaan tugas PSO dapat memberi manfaat dalam mengarahkan kegiatan perusahaan dan birokrat ke arah yang dikehendaki oleh

49

A. Hamid S. Attamimi, “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Perlita IV”, (Jakarta: Disertasi Universitas Indoensia,

1990), hlm. 311.

50

I.C. van der Vlies, Het wetsbegrip en beginselen van behoorlijke regelgeving, ’s-Gravenhage: Vuga 1984 hal 186 seperti dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi, Peranan Keputusan Presiden Republik

Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, hal. 330, dalam Maria Farida Indrati, S., Ilmu Perundang-undangan, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, ( Jakarta: Kanisius 2007) hlm. 253-254.

pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat seperti yang diamanatkan Pasal 27 UUD 1945.

Dokumen terkait