• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan akan Dukungan Kebijakan dan Layanan dari Pemerintah dalam Menangani Masalah KTD pada Perempuan

Matriks 4.5.4.2 Kebutuhan akan Dukungan Kebijakan dan Pelayanan dari Pemerintah dalam Menangani Masalah KTD

5. Undang-Undang dan kebijakan perintah belum bisa menyelesaikan masalah aborsi yang tidak aman yang banyak dilakukan perempuan yang mengalami kehamilan

5.4.2. Kebutuhan akan Dukungan Kebijakan dan Layanan dari Pemerintah dalam Menangani Masalah KTD pada Perempuan

Matriks 4.5.4.2, memberikan gambaran akan adanya kebutuhan akan dukungan kebijakan dan pelayanan dari pemerintah dalam menangani masalah

kehamilan yang tidak diinginkan. Pada umumnya informan menginginkan pemerintah meninjau ulang Undang-Undang dan Kebijakan pemerintah agar lebih berpihak pada hak-hak perempuan dan membuat kebijakan akan adanya layanan yang aman bagi perempuan.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh peserta focus group discussion. Secara spesifik di uraikan pada tabel di bawah ini :

Tabel 7. Dukungan akan Kebijakan dan Layanan.

Informan Kebutuhan Peserta Kebutuhan

1 - Ada kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah perempuan yang tidak mau hamil

- Menyediakan untuk

menangani masalah kehamilan yang tidak diinginkan.

- Klinik yang ditunjukpun harus diatur cara menanganinya, syarat-syarat yang boleh ditolong, Pemerintah memberikan informasi tentang keluarga berencana.

Endang - Ada pelayanan khusus untuk perempuan yang mengalami KTD - Pemerintah mengembangkan program Keluarga Berencana 2 - Pemerintah menyediakan

klinik yang khusus membantu perempuan

- Pemerintah tunjuk aja klinik yang memberikan bantuan.

Nining - Pemerintah mendirikan klinik khusus untuk masalah kesehatan reproduksi

3 - Aturan dan kejelasan yang dibuat oleh pemerintah mana aborsi yang boleh dan mana yang tidak boleh.,

- Menunjuk satu atau dua rumah sakit atau klinik yang

Yanti - Ada wadah yang bisa membantu perempuan

bisa memberikan pelayanan, sehingga pemerintah bisa fokus mengawasi rumah sakit yang ditunjuk.

- Memberikan pelayanan aborsi yang aman juga maunya dilengkapi dengan program- program penyuluhan kepada

perempuan supaya perempuan

- Memberikan informasi

tentang masalah aborsi yang tidak aman ini kepada

masyarakat supaya masyarakat bisa mengubah

pandangan negatifnya terhadap aborsi

4 - Ada perubahan aturan yang dibuat oleh pemerintah.. - Ada kebijakan untuk

membantu perempuan yang sedang mengalami masalah dengan kehamilannya dan ia tidak ingin

Dewi - Pemerintah

menyediakan wadah khusus yang paham masalah kehamilan yang tidak di inginkan

- Perlu kebijakan

pemerintah untuk perempuan yang tidak mampu mengatasi masalah KTD

5 - Pemerintah mengatur cara yang baik untuk menolong perempuan supaya tidak melakukan unsafe abortion

Maryani - Ada tempat yang disediakan oleh pemerintah untuk tempat konsultasi bagi perempuan yang mengalami KTD.

6 - Kebijakan dari pemerintah. - Membuat klinik khusus

menangani persoalan aborsi 7 - Ada satu unit pelayanan yang

disediakan untuk menolong perempuan dan unit harus terbuka dan mudah di akses perempuan,

8 - Ada kebijakan yang lebih perduli pada peremupan dalam menangani kasus KTD - Pemerintah menunjuk satu

tempat sebagai tempat rujukan untuk masalah perempuan

Selain kebutuhan akan kebijakan yang keinginan untuk disediakan layanan atau klinik rujukan bagi perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sehingga tidak mencari pelayanan yang tidak aman. Informan dan peserta focus group discussion juga mengharapkan petugas yang membantu di klinik pelayanan husus bagi perempuan adalah dokter dan dokter spesialis, perawat, psikolog atau konselor dan rohaniawan.

Burns (2000), mengemukakan beberapa gagasan yang bisa dilakukan untuk mencegah kesakitan dan kematian perempuan karena praktek aborsi tidak aman adalah ;

1. Pendidikan pada masyarakat tentang alat kontrasepsi yang bisa membantu mencegah kebutuhan akan praktek aborsi yang tidak aman.

2. Melatih kader kesehatan masyarakat untuk bisa memberikan informasi tentang Keluarga Berencana (KB) bagi masyarakat.

3. Memberi pendidikan pada wanita tentang hukum dan bahaya tindakan aborsi yang tidak aman.

4. Masyarakat perlu memahami tentang komplikasi aborsi yang tidak aman dan bagaimana untuk melakukan pertolongan pertama, mengetahui tempat rujukan jika keadaan darurat akibat aborsi.

5. Mengembangkan sistim rujukan dan fasilitas pelayanan di bidang kesehatan. Terkait dengan hak-hak reproduksi perempuan Fakih (1995), merumuskan tiga kategori hak-hak kaum perempuan sebagai pengemban fungsi reproduksi. Pertama, hak jaminan keselamatan dan kesehatan yang berkenaan dengan pilihan- pilihan untuk menjalankan, menggunakan atau menolak penggunaan organ reproduksinya. Hak ini mutlak mengingat resiko sangat besar yang bisa terjadi pada perempuan dalam menjalankan fungsi-fungsi reproduksinya. Kedua, hak jaminan kehidupan yang layak atau jaminan kesejahteraan, bukan saja selama menjalankan proses vital reproduksi (menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui) berlangsung. Ketiga, hak untuk menentukan perkara-perkara yang menyangkut kepentingan mereka, khususnya dalam proses reproduksi.

Mas’udi (1996), mengatakan isu kebijakan dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan khususnya aborsi adalah isu yang hanya dapat atau direspon oleh kebijakan publik. Jika isu masalah “aborsi” bisa dilihat sebagai “masalah bersama” yang mengacu pada masalah “kebijakan dan layanan”. Permasalahan unsafe abortion sudah memerlukan intervensi dari pemerintah untuk mengatasinya. Namun bentuk intervensi bukanlah mengkriminalkan perempuan yang memiliki kebutuhan akan adanya pelayanan untuk mengatasi masalah KTD agar tidak berakhir dengan kematian akibat aborsi yang tidak aman.

PKBI (1999), dalam diskusi terbatas tentang penanganan yang layak aborsi yang tidak aman mengatakan bahwa Undang-Undang tentang Kesehatan, masalah aborsi belum ada petunjuk pelaksanaannya. Perlu ada penjelasan dan perubahan atau perbaikan UU tersebut sangat diperlukan. Ada tiga hal yang peru dibenahi dalam sistim peraturan yang menyangkut aborsi, yakni (a) untuk kepentingan siapa UU tersebut, kesehatan ibu atau janin, (b) alasan aborsi, dalam arti kapan aborsi dibolehkan, (c) prosedur aborsi, apa yang harus dilakukan. Diperlukan juga UU melindungi pelayanan aborsi, agar provider yang ingin menolong merasa aman.

i. Penanganan Masalah Kehamilan yang Tidak Diinginkan

Kebutuhan awal untuk menghindari adanya kehamilan yang tidak diinginkan perempuan dari hasil penelitian ini adalah adanya layanan khusus kesehatan reproduksi dan pelayanan keluarga berencana. Hasil penelitian ini juga menggambarkan penanganan yang diinginkan oleh perempuan dalam mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan agar tidak berakhir dengan unsafe abortion dan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada perempuan karena aborsi adalah :

1. Menghargai hak-hak atas reproduksinya termasuk untuk menghentikan kehamilannya. Menunjuk satu rumah sakit atau klinik khusus untuk membantu perempuan dalam mengatasi kehamilan yang tidak diinginkan.

2. Pelayanan aborsi yang aman, dengan pelayanan yang baik dan ditangani oleh tenaga medis yang terlatih, menggunakan peralatan medis yang steril dan bersih.

3. Selain dibantu oleh tenaga medis yang terlatih, perempuan juga membutuhkan adanya konselor untuk memberikan pelayanan konseling sehingga perempuan merasa lebih tenang ketika memutuskan dan menjalani pelayanan untuk menghentikan kehamilannya.

4. Adanya penyuluhan kepada perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan untuk mengetahui dampak negatif dari aborsi, agar perempuan dapat menjaga dirinya agar tidak mengulanginya lagi.

5. Tenaga yang diharapkan ada di klinik kesehatan reproduksi yang menangani pelayanan untuk masalah kehamilan yang tidak diinginkan yaitu, dokter terlatih atau dokter kandungan, bidan dan perawat yang terlatih, psikolog atau konselor.

Penanganan yang komprehensif terhadap permasalahan kesehatan reproduksi perempuan khususnya kehamilan yang tidak diinginkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian perempuan akibat aborsi yang tidak aman. PBB dalam Jurnal Perempuan Edisi 53 (2007), menetapkan bahwa terpenuhinya hak-hak reproduksi yang di dalamnya mencakup kesehatan reproduksi perempuan adalah salah satu penentu (cornerstone) program pembangunan di setiap Negara.

Kesehatan adalah bagian dari hak asasi manusia, ini sudah dinyatakan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia, khususnya Pasal 25 yang berbunyi bahwa setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak untuk menentukan jumlah anak. Kartono dalam Jurnal Perempuan (2007) menjelaskan tentang Deklarasi Kairo juga ada hak untuk mendapatkan informasi yang mencakup tentang apa yang terjadi pada dirinya dalam

hal reproduksi, bagaimana organ dan fungsi reproduksinya, bagaimana ia dapat mengambil pilihan yang sesuai dengan keinginannya, dan di mana serta bagaimana ia dapat memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi.

Lebih lanjut Kartono mengungkapkan bahwa aborsi merupakan bagian dari hak reproduksi dan kesehatan reproduksi ketika memang diperlukan, tetapi pemenuhannya perlu diatur secara jelas yang ditujukan untuk memberi jalan keluar bagi perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Sekaligus untuk mengurangi angka kematian ibu yang disebabkan oleh aborsi yang tidak aman, dengan menetapkan berbagai syarat yang sesuai dengan norma yang dianut dalam masyarakat.

BAB 6