• Tidak ada hasil yang ditemukan

μ  : Viskositas kinematik (cSt) μd : Viskositas dinamik (Pa.s)

III. METODA PENELITIAN

1) Pengaruh elemen static-mixer

4.3.3 Kebutuhan Energi Untuk Pemanasan Awal dan Purifikasi

Distribusi energi input (Qin) dalam produksi biodiesel menggunakan static-mixer dan blade agitator dapat dilihat dalam Gambar 47 dan 48. Energi

Gambar 46. Kebutuhan energi transesterifikasi yang dibutuhkan untuk static-mixer

dan blade agitator 0 100 200 300 400 500 600 40 50 60 70 80 Energi transesterifikasi (k J/kg) Suhu ( C) Static-mixer Blade-agitator

80 input berasal dari: 1) energi panas dari heater untuk pemanasan awal RBDPO dan MeOH, 2) energi panas dari heater untuk proses transesterifikasi dan energi dari motor untuk sirkulasi (static-mixer), dan 3) energi panas dari heater untuk memanaskan air yang digunakan untuk pencucian dan pengeringan serta energi motor untuk mengalirkan air panas dan produk dari tangki utama ke tangki pencucian.

Dari Gambar 47 dan 48 menunjukkan bahwa penurunan energi untuk proses transeterifikasi dengan peningkatan suhu reaksinya dikompensasi dengan energi untuk pemanasan awal RBDPO. Penggunaan energi untuk pemanasan awal RBDPO lebih besar untuk suhu yang lebih tinggi. Konsumsi energi pada setiap tahap proses produksi disajikan dalam Tabel 12. Dalam penelitian ini, purifikasi biodiesel dilangsungkan dengan menggunakan pencucian air panas. Metode purifikasi dengan pencucian seperti ini mempunyai kelemahan yaitu proses dilakukan dengan waktu yang relatif lama hingga mencapai waktu 2,5 jam serta membutuhkan jumlah air yang cukup banyak. Di samping itu dibutuhkan proses evaporasi air dalam biodiesel hasil pencucian.

 

Gambar 47. Distribusi energi produksi biodiesel dengan reaktor static-mixer

50 C 55 C 60 C 65 C 70 C Pemanasan awal 160.94 182.52 196.9 218.48 240.06 Transesterifikasi 119.66 99.29 78.93 56.01 68.74 Purifikasi 1529.26 1525.96 1525.96 1529.26 1529.26 0 400 800 1200 1600 2000 Ene rgi   (kJ/kg)

81 4.3.4 Rasio Energi

Rasio energi (Er) dihitung berdasarkan persamaan [27]. Secara garis besar hasil perhitungan Er biodiesel dengan static-mixer dan blade agitator disajikan dalam Tabel 12. Dari hasil pengukuran tersebut dapat dilihat bahwa suhu reaksi tidak begitu memberikan pengaruh yang jelas terhadap rasio energi. Hal ini dikarenakan kecenderungan adanya kompensasi dari energi transesterifikasi terhadap energi pemanasan awal. Fenomena ini terjadi baik untuk penggunaan static-mixer dan blade agitator.

Dalam Gambar 49 dan 50 disajikan gambar atau pola perubahan Er untuk yang tanpa melibatkan energi purifikasi dan memasukan energi purifikasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa Er rata-rata untuk memproduksi biodiesel dari RBDPO dengan menggunakan static-mixer adalah 3,63 dan nilai ini lebih tinggi dibandingkan rasio energi rata-rata yang dihasilkan menggunakan blade agitator yaitu 1,51. Pemasukan energi purifikasi dalam perhitungan mengakibatkan Er rata-rata menurun dengan nilai 0,57 dan 0,46 masing-masing untuk static-mixer dan blade agitator. Dengan mempertimbangkan definisi Er yang digunakan dalam Gambar 48. Distribusi energi produksi biodiesel dengan reaktor blade agitator

50 C 55 C 60 C 65 C 70 C Pemanasan awal 160.94 182.52 196.9 218.48 240.06 Transesterifikasi 529.26 493.82 519.38 478.64 399.72 Purifikasi 1529.26 1525.96 1525.96 1529.26 1529.26 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 En er gi   (kJ/kg)

82 dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa nilai Er yang tinggi memerlukan input energi yang rendah untuk meningkatkan energi biodiesel dari kandungan energi bahan baku yang diolah. Pada lampiran 26 hingga 30 disajikan data dan hasil perhitungan Er untuk suhu 50, 55, 60, 65, dan 70oC.

Tabel 12. Perhitungan Rasio Energi (Er)

T (oC) Er (Static-mixer) Er (Blade agitator) Qin (kJ/kg) Er dengan purifikasi Er tanpa purifikasi Qin (kJ/kg) Er dengan purifikasi Er tanpa purifikasi 50 1810,45 0,57 3,67 2220,36 0,46  1,49  55 1807,77 0,57 3,65 2202,39 0,47 1,52 60 1801,79 0,57 3,73 2242,24 0,46 1,44 65 1804,35 0,57 3,75 2226,98 0,46 1,48 70 1838,66 0,56 3,34 2169,63 0,47 1,61 Rata-rata 1812,60 0,57 3,63 2212,32 0,46 1,51 Keterangan : Er : (Q2-Q1)/Qin

Qin: jumlah energi pemanasan awal, transesterifikasi, dan purifikasi (kJ, lihat Tabel 12)

Q2 : nilai kalor biodiesel dari RBDPO sebesar 37,8 MJ/kg (Pischinger et al.,1982) Q1 : nilai kalor RBDPO sebesar 36,70 MJ/kg (Gros, 2009)

Gambar 49. Rasio energi produksi biodiesel dengan tanpa melibatkan energi purifikasi pada saat nilai ME mencapai 96,5 % w/w

0 1 2 3 4 45 50 55 60 65 70 75 Rasio en er gi Suhu (oC)

83

Pada Tabel 13 disajikan hasil perhitungan dari penelitian lain tentang Er yang dioperasikan pada kondisi yang berbeda. Terdapat disparitas nilai Er dari hasil penelitian yang ada, Kinast (2003) and Lurgi (2008) menghasilkan pehitungan Er pengolahan biodiesel dari minyak sawit yang dioperasikan pada suhu 60oC sebesar 31,8 and 32,3 (lihat Tabel 14). Nilai rasio energi tersebut jauh lebih besar dari hasil penelitian yang dilakukan, akan tetapi nilai-nilai tersebut diperoleh dengan dasar perhitungan yang berbeda yaitu dengan membandingkan energi biodiesel terhadap energi proses serta tanpa melibatkan kandungan energi yang terdapat dalam minyak sawit sebesar 36,7 MJ/kg (Gros, 2009) serta dalam perhitungan tidak melibatkan energi input dari pupuk yang dikonsumsi dan transportasi. Sagara (2006) juga melaporkan nili Er yang diperoleh dari pengolahan biodiesel dari minyak sawit menggunakan metoda non-catalytic

bubble column reaktor sebesar 6,3. Nilai rasio energi tersebut juga diperoleh

dengan dasar perhitungan yang sama tanpa melibatkan kandungan energi minyak sawit yang nilainya cukup besar 36,70 MJ/kg dan energi input atau pupuk selama penanaman sawit

Gambar 50. Rasio energi produksi biodiesel dengan melibatkan energi purifikasi pada saat nilai ME mencapai 96,5 % w/w

0 0.4 0.8 1.2 1.6 2 45 55 65 75 Ras io ener gi Suhu (oC)

84

Di lain pihak hasil penelitian Er yang dilakukan oleh Pimentel dan Patzek (2005) adalah 0,79. Dalam penelitian tersebut nilai Er didasarkan pada persamaan yang tidak komprehensif dan hanya didasarkan pada perbandingan nilai energi biodiesel terhadap jumlah energi untuk penanaman kedelai dan pengolahan kedelai menjadi biodiesel dan tepung kedelai. Sheehan et. al. (1998) melaporkan penelitian Er dengan lebih detail dengan melibatkan fraksi biodiesel dan produk lain sehingga dihasilkan nilai yang lebih jelas dan komprehensif. Nilai Er dari perhitungan ini dengan melibatkan energi untuk kultivasi, penggilingan, transesterifikasi dan transportasi serta nilai Er yang dihasilkan adalah 3,21.

Ahmed (1994), dan Hill et. al. (2006) juga melaporkan perhitungan Er biodiesel dari minyak kedelai masing-masing sebesar 2,51, dan 1,93. Dalam perhitungannya dilibatkan nilai kalori co-product biodiesel (gliserol dan tepung kedelai). Nilai-nilai Er tersebut di atas cukup beragam karena diperoleh dengan perhitungan (persamaan) yang berbeda. Dalam perhitungan-perhitungan Er tersebut, nilai energi input berasal dari pupuk dilibatkan (tanpa melibatkan input

sinar matahari), energi listrik dan boiler untuk pengolahan biodiesel, pengurangan energi yang terkandung dalam tepung biji kedelai (soybean meal), energi untuk pengangkutan/transportasi. Di samping itu masing-masing percobaan digunakan reaktor dengan kapasitas dan kondisi proses yang berbeda (molar rasio, suhu, tekanan, dan kecepatan pengadukan).

Tabel 13. Hasil perhitungan rasio energi (Er)

keterangan:

*: tanpa energi purifikasi, **: dengan energi purifikasi Rasio

energi (Er)

Sumber Persamaan

3,63 Hasil penelitian Pers. [27]*

1,51 Hasil penelitian Pers. [27]**

0,79 Pimentel and Patzek (2005) Er = Eb/(Es+Ep) 3,21 Sheehan et al. (1998) Er=Eb/(E1f1+ E2f2+ E3f3) 2,51 Ahmed et al. (1994) Er = (Eb+Ec)/(E1+E2+E3) 1,93 Hill et al. (2006) Er = (Eb+Ec)Etp

32,3 Lurgi (2008) Er = Eb/Etp

31,8 Kinast (2003) Er = Eb/Etp

85 Eb: energi biodiesel (kJ / kg)

Es: energi untuk pemanenan kedelai tanpa energi untuk transportasi (kJ / kg) Ep: energi input pengolahan biodiesel dan tepung kedelai tanpa energi

transportasi (kJ/kg)

Ec: nilai kalori biodiesel co-products (glycerol and soy flour) (kJ / kg) Ecb : nilai kalori biodiesel (kJ/kg)

Es : energi supply dalam reaktor (kJ/kg)

E1: energi inputs untuk kultivasi and transportasi (kJ / kg) E2: energi input untuk penggilingan dan transportasi (kJ / kg) E3: energi input untuk transesterifikasi dan transportasi (kJ / kg) Etp : energi transesterifikasi dan purifikasi (kJ/kg)

86 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat disajikan dari percobaan penelitian transesterifikasi RBDPO menggunakan reaktor static-mixer dan blade agitator:

1. Waktu reaksi transesterifikasi untuk mencapai kandungan metil ester standard (minimum 96,5 % w/w, sesuai SNI 04-7128-2006 ) menggunakan static-mixer lebih singkat dibanding menggunakan blade agitator. Hal ini menandakan mekanisme pengadukan static-mixer lebih efektif dibandingkan pengadukan blade agitator,

2. Pengaruh suhu reaksi transesterifikasi pada percobaan menggunkan static-mixer tidak terlalu signifikan terhadap pembentukan metil ester,

3. Laju reaksi transesterifikasi menggunakan static-mixer menghasilkan dua tahap reaksi sehingga memberikan dua konstanta lau reaksi yaitu konstanta laju reaksi awal (k1) dan konstanta laju reaksi akhir (k2) sedangkan pada percobaan blade agitator memberikan satu tahap laju reaksi (k). (dengan perbandingan k1 lebih besar dari k),

4. Hasil percobaan menggunakan static-mixer menghasilkan nilai Ea1, Ea2, A1, dan A2 yaitu 1,33 J/mol, 16,71 J/mol, 6,48, menit-1 dan 8,89 menit-1.. Sedangkan nilai Ea dan A untuk blade agitator adalah 10,49 J/mol, dan 2,9 menit-1. Hasil tersebut menunjukkan frekuensi tumbukan pada static-mixer lebih tinggi dari blade agitator.

5. Energi transesterifikasi rata-rata menggunakan reaktor static-mixer adalah 84,53 kJ/kg lebih kecil dibanding menggunakan blade agitator yaitu 484,2 kJ/kg. Energi transesterifikasi terkecil didapat pada suhu operasi 65 oC yaitu adalah 56,1 kJ/kg.

6. Kebutuhan energi rata-rata untuk produksi biodiesel (Qin) menggunakan

static-mixer adalah 1812,60 kJ/kg, sedangkan bila menggunakan blade

agitator adalah 2212,32 kJ/kg.

7. Energi yang dibutuhkan untuk purifikasi biodiesel (pencucian dan pengeringan) lebih tinggi dibanding untuk pemanasan awal minyak (TG)

87 dan MeOH dan proses transesterifikasi (84 % untuk purifikasi, 11 % untuk pemanasan awal RBDPO atau TG dan MeOH, 5 % untuk transesterifikasi) 8. Rasio energi (Er tanpa melibatkan energi purifikasi ) rata-rata dengan

menggunakan static-mixer adalah 3,63, sedangkan bila menggunakan blade agitator adalah 1,51 (Er static-mixer 2,41 lebih besar dari Er blade agitator). Er yang dioperasikan dengan static-mixer pada suhu 65°C, memberikan nilai yang terbesar yaitu 3,75.

9. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa kehilangan panas terbesar terjadi pada pipa untuk saluran sirkulasi reaktan (116,57 kJ/kg) disusul dengan dinding tangki (73,98 kJ), tutup atas (38,47 kJ), static-mixer (27,72 kJ), dan tutup bawah (8,38 kJ).

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian penggunaan static-mixer dengan mengubah dimensi diameter elemen, jumlah elemen, panjang casing dan kecepatan aliran fluida (reaktan) untuk mengetahui laju dan kinetika reaksi yang terjadi,

2. Perlu dilakukan metoda purifikasi (pencucian) lain, karena energi yang dibutuhkan pada tahap ini masih cukup besar. Salah satu cara yang bisa diterapkan adalah dengan menggunakan metode pencucian kering (tanpa menggunakan air),

3. Perlu dipelajari suatu model pabrik (industri pengolahan) yang bisa menggambarkan waktu reaksi dan kandungan metil ester sebagai fungsi atau pengaruh jenis bahan baku, suhu dan molar rasio reaktan, dan suhu reaksi transesterifikasi.

88