• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pengantar

Pada era informasi ini, sarana bacaan kian hari kian bertambah, sementara waktu yang kita miliki tetap tidak bertambah. Lantas, bagaimana kita dapat menyerap berbagai informasi dalam berbagai media cetak tersebut dalam waktu yang relatif singkat. Satu-satunya cara adalah dengan jalan meningkatkan kecepatan membacanya. Bagaimana cara mengukur kecepatan membaca seseorang? Hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan untuk mengadakan evaluasi kecepatan membaca? Pertanyaan-pertanyaan evaluasi macam manakah yang perlu dikuasai guru untuk menguji kemampuan baca murid-muridnya? Upaya apa yang harus kita lakukan untuk meningkatkan kecepatan membaca?

Pertanyaan-pertanyaan di atas akan dapat anda temukan jawabnya pada uraian beberapa bab dari buku ini. Namun, pertanyaan tentang "bagaimana cara mengukur kecepatan membaca serta hal apa saja yang harus kita persiapkan untuk melakukan pengukuran tersebut" akan kita bicarakan dalam bab ini.

Pengetahuan ini akan sangat bermanfaat bagi anda, baik untuk kepentingan anda sebagai guru atau sebagai pribadi, maupun untuk kepentingan murid-murid anda. Sebagai mahasiswa, anda tentu dihadapakan pada berbagai buku teks yang sifatnya wajib anda baca. Di samping itu, berapa jumlah buku-buku penunjang yang harus anda baca untuk melengkapi informasi dari bacaan utama atau dari buku teks tadi? Coba anda hitung jumlah mata kuliah yang anda kontrak! Silakan anda hitung sendiri, berapa buah buku atau berapa halaman bacaan yang harus anda baca dalam satu semester. Jika anda hanya mampu membaca 250 kata/menit, berapa lama waktu yang anda sisihkan untuk kegiatan membaca dalam setiap harinya? Denganilustrasi

tersebut, tentu kita menyadari betapa kemampuan membaca cepat perlu kita miliki, bukan? Demikian juga dengan murid-murid kita. Mereka adalah para siswa yang setiap harinya dihadapkan pada kegiatan belajar untuk berbagai bidang studi. Meskipun membaca bukan satu-satunya cara untuk studi, namun tidak seorang pun dari kita akan menyangkal betapa sumbangan dari keterampilan dan kegiatan membaca ini untuk keberhasilan belajar sangatlah tinggi.

Sesudah memahami dan mampu menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari bab ini, anda dituntut pula untuk dapat menyampaikan kemampuan itu kepada anak-anak didik anda. Penanaman pengertian tentang pentingnya membaca cepat dan penanaman keterampilan membaca cepat itu sendiri perlu dilakukan dan diupayakan sejak dini.

Uraian bab ini bertujuan untuk membantu anda agar dapat mengevaluasi kecepatan membaca para siswa anda dengan berbagai alat ukur yang lazim digunakan dalam pengajaran membaca.

Secara khusus, anda diharapkan dapat:

a) menjelaskan hakikat, fungsi, dan pengertian KEM; b) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi KEM; c) menggunakan rumus kecepatan efektif membaca;

d) mengklasifikasi hasil pengukuran kecepatan efektif membaca siswa pada peringkat-peringkat pembaca tertentu;

e) membuat persiapan untuk mengadakan evaluasi kecepatan efektif membaca; f) menentukan upaya tindak lanjut untuk memperbaiki KEM siswa.

Melalui uraian bab ini, anda akan saya ajak untuk memperbincangkan hakikat kecepatan membaca, rumus KEM (kecepatan efektif membaca, faktor-faktor yang mempengaruhi KEM, latihan menggunakan rumus KEM.

2. Hakikat dan Fungsi KEM

Dewasa ini, ada orang yang beranggapan bahwa dengan membaca lambat pemahaman seseorang terhadap apa yang dibaca akan semakin baik. Sebaliknya, dengan membaca cepat pemahaman akan terhambat. Anggapan itu sama sekali tidak benar. Kegiatan memahami bacaan pada hakikatnya sama dengan kegiatan memahami pembicaraan (tuturan lisan). Mari kita perhatikan ilustrasi berikut. Ilustrasi ini menampilkan dua model contoh tuturan yang dilakukan secara kontras. Yang satu menunjukkan tuturan dengan kecepatan biasa; sedangkan yang satunya lagi menunjukkan tuturan dengan kecepatan yang sangat lambat.

Contoh (a)

Minggu yang akan datang/ saya/ bermaksud mengikuti ujian/ tahap kedua.

(diucapkan berdasarkan satuan-satuan gatra atau satuan-satuan ide yang berupa kelompok-kelompok kata)

Contoh (b)

Minggu/ yang/ akan/ datang/ saya/ bermaksud/mengikuti/ ujian/ tahap/ kedua. (diucapkan kata demi kata)

Cara penuturan pertama (a) dilakukan berdasarkan satuan-satuan kelompok kata yang berupa satuan-satuan unit ide sehingga penyampaiannya akan terdengar lebih cepat bila dibandingkan dengan cara penuturan (b) yang dilakukan secara kata demi kata. Cara penuturan kedua (b) akan terdengar lambat, karena setiap mengucapkan sebuah kata diselingi oleh penghentian sementara atau jeda pendek. Cara penuturan mana yang lebih mudah ditangkap maknanya, yang pertama (cepat) atau yang kedua (lambat)? Tentu kita akan lebih mudah menangkap tuturan yang dilakukan dengan cara (a). Penuturan cara pertama lebih mudah kita pahami, ketimbang cara kedua. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa dengan membaca cepat tidak berarti pemahaman akan terhambat. Justru sebaliknya, orang yang memiliki kecepatan membaca tinggi cenderung memiliki tingkat pemahaman yang tinggi pula.

Melihat ilustrasi di atas, rasanya tidak ada alasan bagi seseorang untuk enggan menjadi pembaca cepat. Sebab hasil penelitian membuktikan bahwa orang yang memiliki kecepatan membaca yang tinggi cenderung memperlihatkan kemampuan memahami bacaan yang lebih baik ketimbang pembaca lambat. Memang, pada saat-saat tertentu pembaca dituntut untuk bersifat fleksibel di dalam menghadapi dan menyiasati bacaannya. Kadang-kadang diperlukan waktu yang relatif lebih lama untuk memahamai sesuatu, tetapi adakalanya pembaca butuh waktu yang relatif singkat. Dengan pandangan sekilas saja, pembaca sudah dapat menangkap isi sebuah bacaan.

Kegiatan membaca dapat diibaratkan dengan mengendarai kendaraan bermotor. Pengendara akan menghentikan lajunya kendaraan jika bertemu dengan lampu merah. Pengendara juga akan memperlambat kecepatan kendaraannya

manakala memasuki daerah macet atau jalan yang tidak mulus, penuh dengan bekas-bekas lubang galian dan tidak rata. Akan tetapi sebaliknya, setelah memasuki jalan tol yang bebas hambatan kecepatan kendaraan akan dipacu sampai batas maksimal yang mungkin bisa dikendalikannya. Demikian juga dengan kegiatan membaca. Kadang-kadang, membaca bagian atau penggalan tertentu dari suatu bacaan lebih membutuhkan waktu yang relatif lebih lama ketimbang membaca bagian lainnya. Kadang-kadang, bahkan berhenti sejenak untuk melihat referensi/sumber bacaan lain yang dianggap mendukung informasi yang kita temui dalam bacaan kita. Meskipun demikian, pembaca cepat akan tetap mempertimbangkan waktu hentian dan pengurangan tempo baca untuk kecepatan baca secara keseluruhan.

Fleksibilitas baca memang sangat erat kaitannya dengan tujuan/maksud pembaca, informasi fokus, dan jenis bacaan yang dihadapinya. Yang dikategorikan ke dalam pembaca efektif dan efisien itu ialah pembaca yang fleksibel. Menurut Tampubolon (1987), pembaca yang demikian harus dapat mengatur kecepatan, menentukan metode, teknik, dan gaya membaca sesuai dengan semua faktor yang berkaitan dengan bacaan. Hal-hal yang berkenaan dengan kecepatan, metode, teknik, dan gaya membaca disebut strategi membaca; sedangkan faktor tujuan, informasi fokus, dan jenis bacaan disebut kondisi-baca. Dengan demikian, fleksibilitas membaca dapat diartikan sebagai kemampuan menyesuaiakan strategi membaca dengan kondisi-baca.

Rasanya belum sempurna kemampuan membaca (baca: kemampuan memahami bacaan) seseorang jika tingkat kemampuan baca yang bagus itu tidak disertai dengan kecepatan baca yang bagus pula. Kemampuan baca yang kita bicarakan di sini adalah kemampuan membaca tigkat lanjut yang dalam praktiknya melibatkan proses kognitif. Dikatakan sebagai proses kognitif karena pada dasarnya

kegiatan-kegiatan yang terlibat dalam membaca tingkat ini adalah kegiatan-kegiatan berpikir dan bernalar termasuk mengingat, meskipun pada taraf penerimaan lambang-lambang tertulis diperlukan kemampuan-kemampuan motoris berupa gerakan mata.

Pembicaraan tentang kemampuan-kemampuan motoris dalam membaca yang berupa gerakan mata itu erat kaitannya dengan masalah kecepatan membaca. Yang dimaksud dengan kecepatan membaca adalah kemampuan seseorang dalam menggerakkan mata secara cepat dan tepat pada saat membaca sehingga diperoleh rata-rata kecepatan baca berupa jumlah kata per menit. jadi, jika seseorang dapat membaca bacaan yang panjangnya lebih kurang 2000 perkataan dalam tempo lima menit, artinya rata-rata kecepatan bacanya adalah 400 kata per menit.

Sementara itu, kemampuan membaca berkaitan dengan kemampuan kognitif (ingatan, pikiran, dan penalaran) seseorang dalam kegiatan membaca. Kemampuan-kemampuan kognitif yang dimaksud di sini adalah Kemampuan-kemampuan dalam menemukan dan memahami informasi yang tertuang dalam bacaan secara tepat dan kritis. Seseorang boleh dikatakan memiliki kemampuan baca yang baik jika dia mampu memahami isi bacaan tersebut minimal 70 persen.

Untuk mengetahui persentase kemampuan membaca seseorang tentu diperlukan suatu alat untuk mengukurnya. Alat untuk mengukur kemampuan membaca itu dapat mempergunakan alat ukur tes, seperti yang akan kita bicarakan pada bab tersendiri setelah bab ini. Idealnya, pengukuran atau pengetesan kemampuan membaca itu sebaiknya dilakukan oleh orang lain agar penilaiannya lebih objektif. Namun, pengetesan itu dapat pula dilakukan sendiri. Tes membaca dapat pula anda buat sendiri dengan memperhatikan perimbangan jenjang-jenjang pertanyaan bacaan.

3. Pengertian KEM

Kecepatan Efektif Membaca (KEM) sering pula disebut dengan kecepatan efektif (KE) saja. Baik KEM maupun KE mengandung pengertian yang sama, ialah perpaduan dari kemampuan motorik (gerakan mata) atau kemampuan visual dengan kemampuan kognitif seseorang dalam membaca. Dengan kata lain, KEM merupakan perpaduan antara kecepatan membaca dengan pemahaman isi bacaan.

Mengapa KEM itu dikatakan sebagai cerminan dari kemampuan visual dan kemampuan kognisi sebagai hasil dari proses membaca yang telah dilakukan seseorang. Sekarang, mari kita renungkan ilustrasi berikut.

Ilustrasi (1)

Anda sedang dihadapkan pada masa-masa ujian akhir semester. Sebagai bahan persiapan untuk kepentinganujian besok pagi, anda mempersiapkan diri dengan membuka-buka dan membaca kembali buku-buku literatur yang diwajibkan untuk mata uji besok pagi. Bukuitu sekarang sedang berada di tangan anda dan secara serius anda membaca dan mempelajarinya secara seksama.

Ilustrasi (2)

Meskipun waktu istirahat adalah waktu untuk beristirahat sejenak dari jam-jam belajar, namun salahseorang murid anda, Gina, selalu memanfaatkannyauntuk membaca di perpustakaan sekolah. Seperti juga kali ini, Gina tak menghiraukan kedatangan andakarena dia tengah asyik dengan bacaannya.

Melalui ilustrasi pertama, saya mengajak anda untuk mengingat-ingat proses membaca yang anda alami. Melalui ilustrasi kedua, saya ingin mengajak anda untuk memperhatikan proses membaca yang dialami (dilakukan) orang lain di luar diri kita. Melihat kedua ilustrasi tersebut, kita dapat melihat titik kesamaan dalam proses membaca, yakni dalam hal faktor-faktor utama yang terlibat dalam proses membaca tersebut. Kalau kita ubah ke dalam bentuk pertanyaan, pertanyaan itu akan berbunyi "faktor-faktor atau komponen-komponen apa sajakah yang bekerja paling dominan pada saat orang melakukan kegiatan baca?"

Tentunya kita sepakat bahwa kegiatan membaca itu melibatkan dua komponen utama, yakni kemampuan mata dalam melihat lambang-lambang grafis dan kemampuan pikiran dalam menangkap dan memaknai lambang-lambang grafis tersebut menjadi sebuah informasi yang utuh dan lengkap. Kemampuan fisik meliputi kemampuan mata, selanjutnya kita sebut kemampuan visual. Sementara kemampuan psikis yang melibatkan kemampuan berpikir dan bernalar kita sebut kemampuan kognisi.

Dengan mengetahui unsur/komponen utama yang terlibat dalam kegiatan membaca, selanjutnya kita akan dengan mudah dapat menjawab pertanyaan apa itu "kemampuan membaca" atau selanjutnya lazim disebut KEM. Apa sebenarnya KEM itu? Seperti sudah dijelaskan di muka, KEM merupakan kependekan dari kecepatan efektif membaca. Dikatakan "kecepatan efektif" karena pada dasarnya KEM merupakan cerminan dari kemampuan membaca yang sesungguhnya. Kemampuan di sini mengandung pengertian sebagai paduan dari kemampuan visual dan kemampuan kognisi, kemampuan yang sudah mempertimbangkan kecepatan rata-rata baca berikut ketepatan memahami isi bacaan yang dibacanya.

Beberapa pakar pendidikan dan pengajaran membaca menyamakan istilah KEM ini dengan istilah "Speed Reading". Jika kita alihbahasakan, "speed reading" dapat diartikan sebagai "kecepatan membaca". Jika kita berbicara masalah kecepatan membaca, maka yang terbayang dalam benak kita adalah jumlah kata per menit, yakni rata-rata tempo baca untuk sejumlah kata tertentu dalam waktu tempuh baca tertentu. Selanjutnya timbul pertanyaan, jika yang dimaksud dengan kecepatan membaca itu adalah kecepatan rata-rata baca, bagaimana dengan masalah pemahaman isi bacaannya. Di samping itu, bukankah jika kita berbicara tentang kecepatan membaca akan berimplikasi terhadap tujuan membaca, tingkat keterbacaan bahan bacaan, motivasi, teknik-teknik membaca, proses berpikir dan bernalar, dan sebagainya? Oleh karena itu, istilah "kecepatan membaca" kita beri keterangan dengan istilah "efektif" sehingga menjadi kecepatan efektif membaca atau lebih populer disebut KEM.

KEM merupakan cermin dari kemampuan membaca yang sesungguhnya. Dua komponen utama yang terlibat dalam proses/ kegiatan membaca sudah tercakup di dalamnya. Perpaduan dari kecepatan membaca dan pemahaman isi bacaan secara keseluruhan atau perpaduan dari kemampuan visual dan kemampuan kognisi dalam proses membaca disebut KEM. Masalah selanjutnya, bagaimana cara menentukan atau mengukur KEM seseorang atau bahkan mungkin KEM kita sendiri? Pertanyaan ini akan kita jawab nanti pada uraian tentang "Rumus KEM". Sebelum itu, mari kita bicarakan dulu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan membaca.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi KEM

Kecepatan baca seseorang tidak harus selalu konstan, dalam arti pembaca melakukan kegiatan membaca dengan kecepatan yang sama untuk setiap bahan bacaan yang dihadapinya. Mengapa demikian? Tentu saja, bahan bacaannya itu

sendiri tidak selalu sama, ada bacaan ringan, sedang, sukar; bacaan fiksi-nonfiksi; bacaan sosial-eksak; dan sebagainya. Di samping itu, kadar kepentingan seseorang melakukan kegiatan membaca itu pun akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan bacanya. Membaca untuk kepentingan hiburan tentu akan berlainan dengan membaca untuk kepentingan perolehan informasi. Membaca untuk kepentingan penulisan kritik dan esei tentu akan berlainan dengan membaca untuk kepentingan sekedar memenuhi rasa ingin tahu. Membaca karya sastra (novel, cerpen, puisi) berbeda dengan membaca prosa ekspositoris. Perbedaan-perbedaan ini akan menyebabkan kecepatan baca seseorang tidak harus sama dalam segala situasi dan kondisi. Pembaca yang efektif dan efisien adalah pembaca yang fleksibel.

Tujuan membaca seseorang akan menentukan kecepatan bacanya. Berbicara tentang hubungan kecepatan membaca dengan tujuan yang dikehendaki dari kegiatan membacanya itu, akan terjadilah apa yang dinamakan fleksibilitas kecepatan baca. Yang dimaksud fleksibilitas kecepatan baca adalah kelenturan tempo baca pada saat membaca sesuai dengan karakteristik bahan bacaan dan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan membacanya tersebut. Jika tujuan membacanya hanya sekedar ingin menikmati karya sastra secara santai, pembaca dapat memperlambat tempo kecepatan bacanya. Kalau pembaca menginginkan informasi menyeluruh tentang kejadian hari ini dengan segera, tentu ia akan meningkatkan kecepatan bacanya. Pembaca akan berusaha menemukan ide-ide utama atau gagasan-gagasan penting saja dan menghiraukan hal-hal kecil atau rincian-rincian khusus dalam bacaannya tersebut.

Guru perlu menyadari kecepatan membaca siswanya itu berbeda-beda, ada yang lambat tapi tidak sedikit pula yang cepat. Perhatian guru hendaknya terpusat pada siswa yang mempunyai kecepatan membaca yang tergolong lambat. Kecepatan baca yang memadai hanya akan diperoleh melalui latihan yang intensif dan

berkesinambungan. Di samping itu, guru juga perlu menyadari tidak semua pembaca mengetahui bahwa keflek sibelan kecepatan baca sangat erat kaitannya dengan tujuan membaca. Ada yang beranggapan bahwa kecepatan baca yang dimilikinya itu harus dipergunakan bagi semua kegiatan membaca tanpa menghiraukan tujuan yang hendak diperolehnya. Tentu saja anggapan ini tidak benar. Sebagai guru, anda harus berupaya menanamkan pengertian kepada murid anda bahwa memiliki kecepatan baca yang tinggi itu akan sangat penting artinya dalam mengarungi kehidupan di abad informasi ini, akan tetapi bukan berarti harus menggunakan kecepatan baca yang sama untuk semua situasi kegiatan baca yang berbeda-beda. Dengan demikian, yang penting bagi guru sekarang adalah bentuk-bentuk upaya apa sajakah yang dapat dan harus dilakukan untuk meningkatkan kecepatan baca siswanya serta bagaimana siswa dapat memanfaatkan kecepatan itu secara fleksibel dalam menghadapi bahan bacaannya tersebut.

Pertanyaan tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi KEM merupakan suatu yang penting untuk diketahui setiap pembaca atau siapapun yang berurusan dengan pendidikan dan pengajaran membaca. Hal ini akan sangat bermanfaat di dalam menentukan keputusan instruksional yang paling tepat untuk pembinan dan pengembangan kemampuan membaca siswanya. Ketepatan mendiagnosis sumber-sumber penyakit yang diduga sebagai faktor penghambat kemampuan membaca siswa dapat memberi petunjuk bagi para guru dan orang dewasa lainnya dalam menangani masalah-masalah membaca.

Sebagaimana telah dijelaskan di muka, KEM menuntut dua kemampuan utama, yakni kemampuan visual yang berkenaan dengan kecepatan rata-rata baca, dan kemampuan kognisi yang berkenaan dengan kemampuan memahami isi bacaan.

Pembaca yang memiliki kedua komponen keterampilan utama ini dalam kegiatan membaca, dipastikan dapat mencapai KEM yang sesuai dengan harapan.

Dalam keadaan normal, di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, seorang lulusan setara SMU di negara kita (Senior High School) diharapkan sudah memiliki kecepatan membaca minimum kira-kira 250 kata per menit (kpm), dengan pemahaman isi bacaan minimum 70% (Lihat Tampubolon, 1987). Jika dihitung KEM-nya, maka seorang lulusan SMU diharapkan sekurang-kurangnya memiliki KEM 175 kpm. Jika hal ini dikaitkan dengan upaya mengejar kemajuan zaman dalam kancah perjuangan hidup yang serba cepat dan dinamis ini, tampaknya KEM seperti itu tidak akan mampu mengimbangi laju-pesatnya kemajuan dan perkembangan zaman. Keadaan ini lebih parah lagi jika dikaitkan dengan persiapan mereka untuk memasuki lingkungan perguruan tinggi. Mahasiswa yang memiliki KEM berkisar 250 kpm tidak lagi akan mempunyai waktu untuk beristirahat (lihat Harjasujana, 1988), karena seperti juga diungkapkan Baldridge (1987) volume bacaan mahasiswa harus mencapai 850.000 kata per minggu, jika mereka menginginkan keberhasilan yang memuaskan dalam setiap ujian yang ditempuhnya.

Pada tahap-tahap awal, tingkat pencapaian KEM erat kaitannya dengan faktor kesiapan membaca (reading readness). Burron dan Claybaugh (1977) mengajukan enam hal yang dipandang penting dalam mempertimbangkan "reading readness". Keenam hal tersebut meliputi:

(a)fasilitas bahasa lisan; (b)latar belakang pengalaman;

(c)diskriminasi auditori dan diskriminasi visual; (d)intelegensi;

(f)kematangan emosi dan sosial.

Butir a,c, dan f (fasilitas bahasa lisan, diskriminasi auditori dan visual, dan kematangan emosi dan sosial) merupakan bekal bagi pembaca pemula dalam belajar membaca; sementara butir b, d, dan e (latar belakang pengalaman, intelegensi, dan sikap dan minat) dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca pada tingkat lanjut.

Dari ketiga faktor yang disebut terakhir yang dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi KEM pada tingkat lanjut, memang ada hal penting yang perlu dicatat. Hasil penelitian Yap (178), misalnya, menunjukkan bukti bahwa faktor intelegensi tidaklah terlalu berkontribusi terhadap kemampuan membaca seseorang. Faktor ini hanya berurun sekitar 25%; sementara yang paling besar urunannya terhadap kemampuan membaca adalah faktor intensitas baca, yakni sebesar 65%. Faktor ini berkenaan dengan faktor sikap dan minat, yakni sikap, kebiasaan, minat, dan motivasi membaca termasuk di dalamnya latar belakang pengalaman membaca. Sisanya, sebesar 10% merupakan urunan dari faktor lain-lain.

Dengan maksud yang sama namun menggunakan istilah yang berbeda, Heilman (1972) dan Alexander (1983) menyodorkan pandangan yang sama mengenai faktor-faktor "reading readness". Namun, Alexander tampaknya memberikan rincian yang lebih detil mengenai hal ini, mengingat "language development" dirincinya lagi pada kemampuan-kemampuan yang lebih spesipik. Kemampuan-kemampuan dimaksud meliputi pengembangan konsep kosakata, pemahaman makna kata, pemahaman konsep-konsep linguistik, keterampilan analisis kata, dan lain-lain.

Salah satu komponen pengukuran KEM adalah pengukuran terhadap pemahaman bacaan sebagai wujud dari pengukuran kognisi. Ommagio (1984)

berpendapat bahwa pemahaman bacaan bergantung pada gabungan dari pengetahuan bahasa, gaya kognitif, dan pengalaman membaca. Dalam upaya mencapai pemahaman bacaan, Ommagio tampaknya lebih menyoroti faktor pembacanya. Jika pembaca memiliki dan menguasai ketiga faktor di atas, maka proses pemahaman bacaan tidak akan mendapat hambatan yang berarti.

Pendapat senada juga dilontarkan oleh Harjasujana (1992). Menurutnya, sekurang-kurangnya terdapat lima hal pokok yang dapat mempengaruhi proses pemahaman sebuah wacana. Kelima faktor tersebut meliputi:

(a)latar belakang pengalaman, (b)kemampuan berbahasa, (c)kemampuan berpikir, (d)tujuan membaca, dan

(e)berbagai afeksi seperti motivasi, sikap, minat, keyakinan, dan perasaan.

Harjasujana pun tampaknya lebih menyoroti aspek pembacanya ketimbang aspek lainnya dalam menyoroti masalah faktor-faktor pemengaruh KEM seseorang.

Kebanyakan ahli tampaknya memandang faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi pemahaman bacaan berpusat pada faktor pembaca. Seperti juga pendapat Heilman, Blair, dan Rupley (1981) yang mengetengahkan empat hal yang dipandang berperanan penting di dalam proses pemahaman bacaan, antara lain:

(a)latar belakang pengalaman; (b)tujuan dan sikap pembaca;

(c)pengetahuan tentang berbagai tipe pengorganisasian tulisan; dan (d)berbagai strategi identifikasi tulisan.

Williams (1984) mengomentari perihal faktor yang mempengaruhi pemahaman bacaan itu sebagai berikut. Ketidaktahuan akan bahasa dapat menghalangi pemahaman. Meskipun pengetahuan bahasa itu penting, namun bagaimana menumbuhkan keinginan membaca jauh lebih penting. Selanjutnya, beliau mengaitkan hal tersebut dengan keterbacaan wacana (readability). Menurutnya, materi bacaan yang disuguhkan dengan bahasa yang sulit menyebabkan bacaan itu sulit dipahami dan mengakibatkan frustasi bagi pembacanya. Keterbacaan menurutnya,

Dokumen terkait