• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecerdasan Daya Juang

Dalam dokumen SKRIPSI KONTRIBUSI KECERDASAN DAYA JUANG (Halaman 38-52)

LANDASAN TEORI A. Kajian Teori

2. Kecerdasan Daya Juang

Dalam proses pembelajaran di sekolah pada konteks saat ini tidak terlepas dari pendidikan karakter. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 639) karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, watak, akhlak atau budi pekerti yg membedakan seseorang dengan orang lain. Menurut Hasanah (2013: 188) “Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri individu melalui pendidikan, pengalaman, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan yang dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia yang menjadi semacam nilai-nilai intrinsik yang terwujud dalam sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap dan perilakunya.

Jadi karakter dimaknai sebagai suatu pola berpikir dan berperilaku yang dimiliki seseorang melalui pendidikan, pengalaman dan pengaruh lingkungan yang terpadu dengan nilai-nilai dalam diri terlihat dari interaksinya dengan lingkungan disekitarnya.

Pendidikan karakter di Indonesia adalah suatu bentuk pengimplementasian nilai-nilai karakter yang berguna untuk dimiliki oleh setiap siswa demi tercapainya tujuan pendidikan yang ingin dicapai yaitu meningkatnya kecerdasan, kepribadian, serta akhlak dan keterampilan pada diri seorang siswa. Nilai-nilai dalam pendidikan karakter yang tercakup dalam diri seorang siswa terangkum dalam sekelompok nilai-nilai utama berikut ini (Irfan, 2013): a. Jujur, b. Bertanggung jawab, c. Bergaya hidup

20

sehat, d. Disiplin, e. Kerja keras, f. Percaya diri, g. Berjiwa wirausaha, h. Berfikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, i. Mandiri, j. Ingin tahu, k. Cinta ilmu.

Lebih jauh Kemdiknas dalam Marzuki (2012 :8-10) menjabarkan tentang nilai-nilai yang harus tercapai dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah. Beberapa nilai karakter tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

a. Kecerdasan, yakni kemampuan seseorang dalam melakukan suatu tugas secara cermat, tepat, dan cepat.

b. Ketangguhan, yakni sikap dan perilaku pantang menyerah atau tidak pernah putus asa ketika menghadapi berbagai kesulitan dalam melaksanakan suatu tugas tertentu dan mampu meraih peluang menuju tercapainya keberhasilan dalam belajar.

c. Kemandirian, yakni sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

d. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.

e. Kedisiplinan, yakni tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

f. Percaya diri, yakni sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

Diantara beberapa nilai-nilai karakter yang dikemukakan di atas terdapat kedisiplinan, percaya diri, kerja keras, kecerdasan, dan ketangguhan menjadi aspek yang dipandang cukup penting dalam menunjang keberhasilan belajar seorang siswa. Karakter kecerdasan, kerja keras, dan ketangguhan sesuai dengan paradigma mengenai adversity quotient atau kecerdasan daya juang yang menjadi suatu pandangan kecerdasan baru yang dirumuskan oleh Stoltz (2004) dimana ia memandang bahwa ketahanan seseorang dalam menghadapi kesulitan dapat menjadikannya lebih mudah dalam meraih suatu kesuksesan dalam berbagai bidang kehidupan. Karakter ini menjadi sangat perlu untuk dimiliki oleh seorang siswa demi mencapai kesuksesannya dalam proses pembelajaran, disamping juga karakter disiplin dan percaya diri.

a. Definisi Kecerdasan Daya Juang

Kecerdasan sering disebut juga sebagai inteligensi yang bermakna kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif (Slameto, 2010: 56). Daya juang dapat didefinisikan sebagai “kemampuan untuk mempertahankan atau mencapai sesuatu yg dilakukan dengan gigih” (KBBI, 2008: 326). Kegigihan sangat penting dalam meraih suatu tujuan yang hendak dicapai oleh seseorang karena dalam mencapai sesuatu seperti prestasi dan keberhasilan tertentu pasti akan selalu menemui berbagai tantangan maupun kesulitan-kesulitan dan ancaman kegagalan. Daya juang yang

22

menunjukkan kegigihan menjadi modal yang sangat penting untuk dapat meraih keberhasilan tersebut.

Berarti secara bahasa kecerdasan daya juang adalah suatu kemampuan seseorang dalam menghadapi berbagai kesulitan tertentu dengan kegigihan.

Kecerdasan daya juang pada awalnya berasal dari suatu teori mendalam seorang tokoh terkemuka dan pembicara internasional Paul G. Stoltz (2004) mengenai kecerdasan mengatasi masalah atau adversity quotient (AQ) yang telah menjadi subyek penelitiannya selama beberapa tahun. Teori ini banyak diadaptasi oleh pakar-pakar didunia dan dikaji dalam berbagai karya ilmiah maupun jurnal-jurnal internasional. Ada beberapa istilah dalam bahasa indonesia yang digunakan untuk mengungkapkan adversity quotient (AQ) ini diantaranya ketahan malangan (Luh et al, 2015), daya juang (Evi, 2014), kecerdasan ketegaran (Warsono, 2012), dan AQ adalah kecerdasan ketangguhan (Efendi dalam Sudarman, 2012), dan dapat disebut pula sebagai potensi kegigihan (Subiyanto dalam Sudarman, 2012).

Dalam kamus bahasa inggris kata adversity bermakna kemalangan dan quotient adalah derajat atau suatu ukuran yang menunjukkan ukuran kemampuan seseorang dengan karakteristik tertentu. Menurut Eldison (2014: 5) Adversity Quotient (AQ) merupakan suatu daya juang dalam meraih keberhasilan di berbagai bidang. Sejalan dengan Edison, Agustian dalam Supardi (2013: 64) mengatakan bahwa

“adversity quotient adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan dan bertahan hidup”.

Secara lebih luas, Stoltz (2004: 9) mengemukakan bahwa AQ mempunyai tiga bentuk:

1) AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan.

2) AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respons seseorang terhadap kesulitan.

3) AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons seseorang terhadap kesulitan.

Menurut Parvathy dan Praseeda (2014: 23) adversity quotient adalah kemampuan seseorang untuk menghadapi suatu kemalangan dalam hidupnya yang akan menunjukkan seberapa baik daya juang atau kemampuan seseorang atas kesulitan tersebut dan mampu merubahnya menjadi peluang kesuksesan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan daya juang adalah kemampuan seseorang dalam merespons berbagai tantangan, kesulitan, maupun hambatan demi meraih keberhasilan dan kesuksesannya dalam berbagai aspek kehidupan.

b. Dimensi Kecerdasan Daya Juang

Daya juang sangat dekat pemaknaannya dengan nilai karakter Ketabahan (endurance) yang disebutkan oleh Muchlas dan Hariyanto (2013: 121) yaitu “kekuatan hati untuk menahan stres karena besarnya

24

cobaan dan rintangan sehingga mampu melakukan hal yang terbaik”. Hal ini sejalan dengan pendapat Stoltz (2004: 162) bahwa Ketabahan atau endurance merupakan salah satu dimensi pembangun AQ atau kecerdasan daya juang karena dengan adanya ketabahan atau daya tahan terhadap suatu masalah maupun kesulitan yang dimiliki seseorang akan membuat orang tersebut mampu bertahan dalam rintangan seperti apapun dan akan mampu melakukan hal yang terbaik demi meraih kesuksesan.

Menurut Paul (2003: 79) daya juang didalam belajar dapat ditunjukkan melalui berbagai bentuk perilaku diantaranya: 1) Kegigihan dan percaya diri dalam mengerjakan segala hal, 2) Menghindari tindakan sia-sia, 3) Optimal mewujudkan keinginannya, 4) Tidak mudah putus asa, dan 5) Tidak menampakkan sikap kemalasan.

Sedangkan Stoltz (2004: 141-166) menjelaskan secara lebih gamblang melalui kajiannya tentang adversity quotient atau kecerdasan daya juang bahwa ada 4 dimensi dalam kecerdasan daya juang yang dimiliki seseorang dan disingkat menjadi CO2RE yaitu Control (kendali), Origin (asal-usul) dan Ownership (pengakuan), Reach (jangkauan), dan Endurance (daya tahan). Penjelasannya adalah sebagai berikut.

1) Control (Kendali)

Dimensi control atau kendali yaitu kemampuan individu dalam mempengaruhi secara positif suatu situasi, serta mampu mengendalikan respon terhadap situasi, dengan pemahaman awal bahwa sesuatu apapun dalam situasi apapun individu dapat

melakukannya. Dimensi ini mengungkapkan seberapa banyak respons pengendalian diri yang dimiliki individu dalam menghadapi suatu kesulitan. Semakin tinggi kecerdasan daya juang atau AQ yang dimiliki individu maka sesulit apapun atau bahkan mustahil sekalipun individu tersebut akan tetap tegar dan yakin mampu menghadapinya. 2) Origin (Asal-usul) dan Ownership (Pengakuan)

Dimensi origin dan ownership memiliki dua sub dimensi yang saling terkait yaitu tentang darimana asal-usul atau sumber dari suatu kesulitan dan sejauh mana pengakuan diri sendiri tentang kesulitan. Sikap merasa bersalah dan penyesalan merupakan ranah dari dimensi asal-usul, sedangkan rasa bertanggung jawab adalah bagian dari dimensi pengakuan. Individu yang daya juangnya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah pada diri sendiri yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi tetapi tidak mau mengakui serta tidak mau memikul tanggung jawab untuk memperbaiki hambatan yang ada. Sedangkan individu dengan daya juang tinggi akan menyadari sumber suatu kesalahan yang berasal dari dirinya untuk kemudian ia belajar dari kesalahannya dan berani memikul tanggung jawab untuk memperbaiki keadaan agar menjadi lebih baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat skema berikut (Stoltz, 2004: 151).

26

Sumber: Stoltz, 2004: 151 3) Reach (Jangkauan)

Dimensi reach atau jangkauan yaitu kemampuan individu dalam menjangkau dan membatasi masalah agar tidak menjangkau bidang-bidang yang lain. Seseorang yang memiliki kecerdasan daya juang yang rendah ketika menemui masalah maka ia akan menjangkau segi-segi lain dari kehidupannya. Ia akan semakin terpuruk karena menggangap suatu masalah adalah bencana sehingga menyedot kebahagiaan dan ketenangan pada aspek kehidupannya yang lain. Berbeda halnya dengan seseorang yang ber-AQ tinggi, ia akan cepat membatasi jangkauan permasalahan hidupnya dan tidak membiarkan

suatu permasalahan yang dihadapi adalah masalah yang skalanya terus melebar dan sangat besar tetapi suatu masalah memiliki cakupannya sendiri. Apabila ia mendapat nilai yang jelek maka ia akan menganggap bahwa itu bukanlah akhir dari segalanya karena kegagalan dalam satu aspek kehidupan bukanlah kehancuran atas segala sendi kehidupan.

4) Endurance (Daya tahan)

Dimensi endurance atau daya tahan yaitu kemampuan individu dalam mempersepsi kesulitan, dan kekuatan dalam menghadapi kesulitan tersebut dengan menciptakan ide dalam pengatasan masalah sehingga ketegaran hati dan keberanian dalam penyelesaian masalah dapat terwujud. Individu yang memiliki AQ rendah akan menilai suatu masalah dan penyebab-penyebabnya berlangsung lama, tidak yakin bahwa permasalahan akan bisa diselesaikan dengan cepat begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dimensi-dimensi yang dapat menggambarkan kecerdasan daya juang seseorang ada 4 yaitu: 1) Control (kendali), 2) Origin and Ownership (asal-usul dan pengakuan), 3) Reach (Jangkauan), dan 4) Endurance (daya tahan).

c. Tingkatan Kecerdasan Daya Juang

Pada dasarnya setiap orang pasti akan menemui berbagai masalah, hambatan, maupun kesulitan-kesulitan dalam menjalani kehidupannya. Tetapi setiap orang berdasarkan kondisi fisik dan psikisnya yang

28

berbeda-beda akan cenderung berbeda pula dalam menanggapi suatu permasalahan atau kesulitan tertentu. Tanggapan atau respon inilah yang membedakan bagaimana tingkat kecerdasan daya juang seseorang dalam menghadapi kesulitan. Stoltz (2004: 17-20) meminjam filosofi pendakian gunung dalam mengkategorikan berbagai tingkatan respon seseorang dalam menghadapi kesulitan. Menurut Stoltz (2004: 3-6) ketika seseorang menghadapi sebuah tantangan berupa mendaki gunung yang terjal dan memiliki berbagai tantangannya seperti kondisi iklim, cuaca, sumber makanan, belum lagi ancaman suasana ekstrim hutan di gunung, dsb. Tentunya tidak semua orang sanggup mencapai puncak (keberhasilan) gunung. Hal ini sebenarnya karena respon berbeda tentang kesulitan yang dimiliki setiap orang yang juga berbeda tingkatannya. Tingkatan tersebut terbagi dalam tiga jenis yaitu quitters, campers, dan climbers (Stoltz, 2004: 18-38) sebagaimana dijelaskan berikut.

1) Quitters

Tingkatan quitters ini bermakna kelompok individu yang berhenti dari menghadapi kesulitan. Dalam suatu filosofis pendakian, seorang quitter akan berhenti dan mundur daripada harus memulai pendakian dan menolak untuk mengambil kesempatan yang ditawarkan gunung. Karakteristiknya adalah cenderung suka mengeluh dan mudah menyerah ini yang sering menjadikan individu tersebut terhambat dalam meraih keberhasilannya dan besar kemungkinannya untuk gagal dalam mencapai tujuannya. Kurangnya semangat untuk

berjuang mengatasi berbagai hambatan yang menghalanginya menjadikan kecerdasan daya juangnya menjadi rendah. Ini berarti individu yang memiliki daya juang rendah menunjukkan tingkatan AQ-nya berada pada tingkat quitter.

2) Campers

Campers adalah tingkatan respon seseorang menghadapi suatu tantangan pada posisi pertengahan. Campers bermakna kelompok individu yang memilih berkemah ditengah-tengah pendakiannya. Artinya bahwa individu dengan respon camper akan menanggapi tantangan yang ada dihadapannya namun tidak sampai menuntaskan usahanya untuk mencapai posisi puncak keberhasilan. Berbeda dengan quitters, campers sekurang-kurangnya telah menanggapi tantangan dan telah mencapai suatu tahapan tertentu dan merasa berpuas diri pada hasil pencapaian sementara yang telah didapatkan dan berhenti di zona nyaman dan merasa telah sampai pada batas kesanggupannya menurut persepsinya saja.

3) Climbers

Climbers merupakan tingkatan tertinggi dalam kecerdasan daya juang yang dimiliki seseorang. Tingkatan ini bermakna seorang pendaki yang terus mendaki gunung dan tidak akan berhenti sampai bisa mencapai puncak gunung tersebut. Individu dengan tingkat respon climber merupakan pejuang sejati dalam mengahadapi sulitnya kehidupan. Climber memiliki karakteristik berani mengambil setiap

30

resiko yang ada, mampu menghadapi setiap gejolak perubahan dan tantangan yang menghadangnya, serta selalu bersikap optimis dan merasa yakin bahwa dirinya akan mampu meraih kesuksesan. Tingkatan AQ yang tertinggi ini sangat tepat untuk dimiliki oleh setiap orang yang ingin mencapai kesuksesannya termasuk seorang siswa agar mampu meraih keberhasilan dalam kegiatan belajarnya. d. Teknik-Teknik dalam Meningkatkan Kecerdasan Daya Juang

Seseorang yang memiliki adversity quotient (AQ) atau kecerdasan daya juang maka ia akan mampu menghadapi berbagai hambatan dan tantangan hidup dan dapat memunculkan sikap tabah, tangguh, memiliki daya juang dan kreatifitas (Rini dan Musriadi, 2012: 16). Kecerdasan daya juang sangat penting bagi setiap orang agar mampu meraih keberhasilan dalam mencapai suatu tujuannya yang hendak dicapai meskipun berbagai kesulitan menerpanya.

Stoltz (2004: 203) menyatakan bahwa daya juang dapat ditingkatkan atau diperbaiki dangan teknik LEAD yang merupakan singkatan dari Listen, Explore, Ananlyze, Do.

1) Listen

Listen yaitu mendengarkan respons diri terhadap kesulitan. Rasakan bahwa telah sampai pada tingkat mana tanggapan kita mengenai suatu tantangan, apa kendala yang ada dan pahami setiap kelebihan dan kelemahan diri sehingga individu dapat menggali potensi secara maksimal demi meraih kesuksesan.

2) Explore

Explore yaitu jajaki asal usul dan pengakuan atas akibatnya. Menggali lebih dalam mengenai asal-usul munculnya suatu permasalahan sehingga individu akan menyadari seberapa jauh yang merupakan kesalahan dari diri sendiri sehingga dapat dijadikan pelajaran agar lebih baik lagi kedepannya. Kemudian mau melakukan peninjauan secara jujur pada aspek-aspek dari akibat yang harus individu tersebut akui sehingga mampu mengangap diri bertanggung jawab melakukan sesuatu guna memperbaiki keadaan.

3) Analysis

Analysis yaitu menganalisa bukti-bukti yang menjadikan seseorang pada titik terlemah dalam segi psikis seperti gampang menyerah, cenderung merasa tidak memiliki kendali terhadap kesulitan dan merasa setiap hambatan yang ada akan terus meluas dalam setiap aspek kehidupannya serta memiliki anggapan bahwa suatu masalah akan berlangsung lama padahal belum tentu kita tidak mampu menuntaskannya. Sehingga setelah kita menyadari kekeliruan persepsi individu mengenai masalah adalah bahwa sebenarnya kebanyakan bukti-bukti negatif itu hanya muncul dari anggapan dalam dirinya saja sebagai perwujudan rasa cemas, ini akan memudahkan individu bersikap lebih optimis dan bersemangat untuk berjuang mengatasi segala kesulitan.

32

4) Do

Do atau lakukan sesuatu. Setelah individu melalui berbagai tahapan di atas maka langkah nyata yang perlu direalisasikan adalah tindakan nyata untuk mengatasi kesulitan tersebut. Dengan adanya langkah nyata individu untuk berbuat sesuatu demi memperbaiki keadaan akan memperbesar kemungkinan tuntasnya permasalahan yang menerpa individu tersebut sehingga puncak keberhasilan akan semakin mudah diraih.

Keempat macam teknik untuk meningkatkan kecerdasan daya juang ini dapat disingkat menjadi LEAD. Menurut Evi (2014: 322) Rangkaian LEAD ini didasarkan pada pengertian bahwa individu dapat mengubah keberhasilan dengan mengubah kebiasaan-kebiasaan berfikir. Hasilnya adalah keuletan emosional dan berjiwa besar sebagai respon terhadap tekanan hidup sehari-hari.

Jadi agar individu dapat meraih AQ yang tinggi sangat perlu untuk dapat mengaplikasikan keempat teknik dari LEAD (listen, explore, analyze, do) ini dalam kehidupan sehari-hari termasuk bagi seorang pembelajar yang ingin meraih kesuksesan dalam belajarnya sangat penting baginya untuk dapat meningkatkan kecerdasan daya juangnya melalui metode LEAD.

Dalam dokumen SKRIPSI KONTRIBUSI KECERDASAN DAYA JUANG (Halaman 38-52)

Dokumen terkait