• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

B. Landasan Teori

7. Kecerdasan/Intelegensi

Sebagian besar orang tua mempunyai anggapan anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual. Hal ini seolah membenarkan bahwa ukuran seberapa pandai individu dapat diukur dengan sebuah takaran.

Tidak banyak orang yang mengerti bahwa kecerdasan seseorang tidaklah tunggal melainkan jamak dan terbagi-bagi menjadi beberapa bagian. Menurut Robert J. Stenberg seperti dijelaskan dalam Suparno (1986), kecerdasan terwujud dalam tiga bentuk, antara lain intelegensi analitis, intelegensi kreatif dan intelegensi praktis. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan seseorang dalam bidang matematis baru mewakili satu bentuk kecerdasan yaitu intelegensi analitis dan praktis. Sementara intelegensi kreatif adalah kemempuan untuk menciptakan, mendesain, menemukan hal-hal baru.

Di sisi lain beberapa teori menyebutkan bahwa intelegensi atau IQ seseorang dipengaruhi oleh faktor biologis atau dengan kata lain kecerdasan/intelegensi merupakan sifat bawaan, dan tidak dapat dirubah melelaui pelatihan atau training. Ada banyak pendapat yang muncul

berkaitan dengan hal tersebut. Meskipun begitu sebenarnya masih belum ada definisi pasti yang menyebutkan mengenai pengertian intelegensi.

Adapun faktor-faktor yang dianggap dapat mempengaruhi kecerdasan seseorang antara lain (www.iqeq.web.id):

a. Faktor bawaan atau keturunan seperti yang sudah disebutkan diatas, yaitu merupakan masalah genetik yang diyakini tidak bisa dirubah dengan training atau pelatihan-pelatihan karena sudah merupakan sifat bawaan pada diri orang itu sendiri.

b. Faktor lingkungan, walaupun pada dasarnya ada ciri-ciri sejak lahir namun lingkungan ternyata juga mampu memberikan perubahan pada tingkat intelektualitas seseorang. Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang kondusif pastilah perkembangannya akan lebih baik. Misalnya saja dengan pemenuhan gizi yang cukup atau dengan pemberian rangsangan kognitif emosional dari lingkungan.

Salah satu pendapat menyatakan bahwa intelegensi merupakan kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan dalam situasi yang nyata. Dari pengertian tersebut sudah dapat dilihat bahwa sebenarnya intelegensi bukan sekedar kemampuan untuk menjawab pertanyaan dalam tes IQ, namun lebih pada kemampuan untuk memecahkan masalah yang benar-benar dihadapi dalam situasi yang bermacam-macam. Beberapa contoh dapat ditemukan misalnya seseorang yang berhasil dalam bidang akademis belum tentu berhasil juga dalam dunia kerja. Hal tersebut

pada dasarnya tidak lepas dari pengukuran IQ yang hanya ditekankan pada kemampuan matematis-logis dan linguistik seseorang.

Setiap anak cerdas, tidak ada yang berkembang sebagai anak bodoh. Menurut Suparno (2004:13) setiap orang menpunyai kemampuan yang bermacam-macam, intelegensi bukanlah tunggal. Gardner dalam Suparno (2004:19) menyebutkan saat ini ada sembilan intelegensi yang diterima yaitu :

a. Intelegensi linguistik (linguistic intelligence).

Intelegensi linguistik adalah kemampuan untuk menggunakan kata-kata baik secara verbal maupun tertulis. Kemampuan seperti ini biasanya dimiliki oleh para penulis/jurnalis dan pemain teater.

b. Intelegensi matematis-logis (logical-mathematical intelligence).

Kecerdasan matematis-logis lebih berkaitan pada kemampuan matematis dalam penggunaan bilangan dan logika. Orang-orang dengan intelegensi matematis logis yang menonjol akan lebih mudah mengabstraksikan suatu persoalan dan cara pikirnya memiliki alur sehingga mudah mengembangkan pola sebab akibat atau sering disebut sebagai pola pikir ilmiah. Oarang seperti ini sangat cocok berkecimpung dibidang sains.

c. Intelegensi ruang (spatial intelligence).

Intelegensi ruang merupakan kemampuan seseorang dalam menangkap sesuatu secara visual dengan tepat.

d. Intelegensi kinestik-badani (bodily-kinesthetic intelligence).

Intelegensi kinestetik-badani biasanya ditemui pada seorang aktor atau penari. Kecerdasan kinestetik badani adalah keahlian menggunakan tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan, jadi semua hal yang ingin mereka sampaikan diekspresikan melalui bahasa tubuh. e. Intelegensi musikal (musical intelligence).

Intelegensi usikal adalah kemampuan untuk mengembangkan gagasan dalam bentuk musik seperti yang dimiliki oleh para musisi.

f. Intelegensi interpersonal (interpersonal intelligence).

Kemampuan untuk menangkap dan membuat pembedaan dalam perasaan, intensi, motivasi dan perasaan orang lain

g. Intelegensi intrapersonal (intrapersonal intelligence).

Pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif berdasar pengenalan diri itu. Keseimbangan diri seseorang termasuk dalam intelegensi intrapersonal.

h. Intelegensi lingkungan/naturalis (naturalist intelligence).

Intelegensi naturalis lebih berkaitan dengan pengenalan pada alam, flora dan fauna yang bersifat biologis. Kemampuan seperti ini dimiliki oleh seorang pecinta alam.

i. Intelegensi eksistensial (existential intelligence).

Intelegensi eksistensial lebih berupa kemampuan untuk berfikir filosofis, selalu bertanya mengapa kita ada.

Ke-sembilan intelegensi menurut Gardner tersebut dimiliki oleh setiap orang. Namun pada umumnya seseorang hanya menguasai beberapa keahlian saja. Misalnya seorang anak yang terlihat lebih menonjol pada bidang sains mungkin lemah dalam bidang musik. Sebagai penggambaran yang lebih nyata lagi yaitu tentang pernyataan tentang jenius seperti Einstein, ilmuwan sehebat Einstein belum tentu mampu menghasilkan deretan notasi musik yang indah untuk didengar. Atau mungkin sebaliknya pernyataan yang diajukan kepada Mozart sang maestro musik, apakah mampu menjawab fenomena alam dengan gagasan pasti maupun pembuktian rumus yang tidak terbantahkan?

Kecerdasan matematis-logis seseorang tidak menjamim bahwa orang tersebut dapat melakukan segala hal. Dari contoh tersebut diatas dapat terlihat dengan sangat jelas bahwa orang yang sangat cerdas sekalipun memiliki kelemahan dalam bidang-bidang tertentu.

Idealnya prestasi anak atau siapapun yang sedang mengalami proses belajar dapat “tereksploitasi” dengan baik jika disesuaikan dengan minat dan ketertarikannya dalam suatu bidang. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya apa yang ingin disampaikan guru dapat diserap dengan baik oleh siswa jika diajarkan dengan metode yang sesuai dengan kecerdasan yang menonjol pada diri anak itu. Hanya yang menjadi masalah berikutnya adalah bukan suatu hal mudah untuk mengetahui dimana minat dan kemampuan anak serta bagaimana menerapkan metode

tersebut untuk siswa yang pada dasarnya memiliki kemampuan berbeda-beda.

Dokumen terkait