• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Bank BUMN dalam Menyelesaikan Kredit Macet 1 Kredit macet pada bank BUMN sebagai piutang negara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG PERBANKAN

C. Kedudukan Bank BUMN dalam Menyelesaikan Kredit Macet 1 Kredit macet pada bank BUMN sebagai piutang negara

Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara menjadi landasan hukum dalam mengurus piutang negara yang telah diserahkan pengurusannya kepada pemerintah, dan juga berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Perbendaharaan Negara, piutang badan atau BUMN tidak ada kewajiban bagi bank BUMN untuk menyerahkan pengurusan piutang kredit macetnya kepada PUPN. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 1Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara menjadi dasar bahwa kredit macet adalah sebagai piutang negara. Sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, bahwa piutang Negara atau hutang kepada Negara oleh Peraturan ini, ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Selanjutnya dalam Pasal 9 yaitu bahwa:

a. Penanggung hutang kepada Negara ialah orang atau Badan yang berhutang menurut perjanjian atau peraturan yang bersangkutan

b. Sepanjang tidak diatur dalam perjanjian atau peraturan yang bersangkutan,maka para anggota pengurus dari Badan-badan yang berhutang tanggung renteng terhadap hutang kepada Negara.

Dengan adanya ketentuan tersebut, maka setiap orang yang meminjam pinjaman kepada perusahaan negara akan disamakan meminjam kepada negara

atau hutang kepada negara. Selanjutnya PUPN sesuai pasal 4 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, memiliki tanggung jawab, berupa:

a. Mengurus piutang Negara yang berdasarkan Peraturan telah diserahkan pengurusannya kepadanya oleh Pemerintah atau Badan-badan yang dimaksudkan dalam pasal 8 Peraturan ini

b. Piutang Negara yang diserahkan sebagai tersebut dalam angka 1 di atas, ialah piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi yang penanggung hutangnya tidak melunasinya sebagaimana mestinya

c. Menyimpang dari ketentuan yang dimaksudkan dalam angka 1 di atas, mengurus piutang-piutang Negara dengan tidak usah menunggu penyerahannya, apabila menurut pendapatnya ada cukup alasan yang kuat, bahwa Piutang-piutang Negara tersebut harus segera diurus

d. Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang/kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh Negara/Badan-badan Negara apakah kredit itu benar-benar dipergunakan sesuai dengan permohonan dan/atau syarat-syarat pemberian kredit dan menanyakan keterangan-keterangan yang berhubungan dengan itu kepada Bank-bank dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 23 tahun 1960 tentang Rahasia Bank.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kekayaan Negara, semakin menjelaskan modal yang ada pada perusahaan BUMN, adalah milik negara. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah. Kemudian terbit Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tetang Perbendaharaan Negara, yang isinya dalam Pasal 1 angka 6, yaitu Piutang Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah.

Pada awalnya, kredit macet yang terjadi pada bank BUMN akan disamakan dengan piutang negara, hal ini sesuai dengan Perpu No. 49/1960 tentang PUPN. (Panitia Urusan Piutang Negara) Namun dalam perkembangannya bank BUMN tidak bisa memiliki level of playing field yang sama dengan Bank non-BUMN karena sifatnya yang kaku dalam penyelesaian kredit macet.71 Namun Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 77/PUU-IX/2011 terkait uji materi Pasal 4, Pasal 8, dan Pasal 12 ayat (1) UU No 49 Tahun 1960 tentang PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara). Mahkamah Konstitusi memutuskan PUPN tidak lagi berwenang menagih piutang badan usaha milik negara (BUMN). PUPN hanya berwenang menagih piutang negara. Mahkamah Konstitusi berpendapat BUMN merupakan badan usaha yang memiliki kekayaan terpisah keuangan negara. Oleh karena itu, kewenangan pengurusan kekayaan, usaha,        

71

Himbara, Piutang BUMN, Piutang Korporasi oleh Penulis Akuntan Online, dalam http://akuntanonline.com/showdetail.php?mod=art&id=414&t=himbara,%20BUMN,%20Piutang

termasuk penyelesaian utang-piutang BUMN tunduk pada UU No 40/2007 tentang Perseroan Terbatas

Adanya keleluasaan bank BUMN dalam menyelesaikan kredit macet, bank BUMN dapat melakukan haircut. Haircut dilakukan sesuai dengan besaran kredit, yaitu kemampuan membayar nasabah dan kemampuan Bank itu sendiri. “Hapus tagih” merupakan suatu langkah kebijakan bank untuk menghapus porsi hutang nasabah debitur macet pada pembukuan bank dan tidak lagi menagihnya sama sekali. Ini dilakukan bank dengan berbagai pertimbangan, misalnya sudah tidak mungkin ditagih karena asset yang memang sudah tidak ada, penagihan akan berbiaya besar melebihi manfaat recovery-nya, posisi portfolio hanya membebankan pembukuan bank padahal sudah tidak ada harapan lagi, dan lain- lain.72 Dengan adanya fasilitas ini akan membantu golongan UKM, khususnya, memberikan bantuan yang besar kepada UKM tersebut. Manfaat lain dari Bank BUMN memberikan haircut kepada para kreditur adalah memberikan keringaanan kepada dalam jumlah hutang, sehingga NPL (non performing loan) turun dan provisi atau cadangan juga turun, alhasil kinerja bank BUMN akan lebih lebih lagi. Dapat dipahami bahwa manfaat haircut tidak hanya kepada kreditur juga, namun kepada pihak bank sebagai debitur.

Dapat disimpulkan bahwa, munculnya piutang negara atas adanya kredit macet ialah didasarkan pada Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, kemudian disusul dengan lahirnya Undang-

       

72

Reformasi Aturan Piutang Bank BUMN: Manfaat dan Risikonya oleh Alfred Pakasi, CWM, dalam http://vibizconsulting.com/about/leadersnote/38. diakses pada tanggal 12 September 2013. 

Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang kekayaan Negara yang menekankan posisi keuangan negara yang meliputi perusahaan negara

2. Tata cara penghapusan piutang negara pada bank BUMN

a. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

Tata cara penyelesaian piutang negara pada awalnya dilakukan melalui PUPN, namun ada beberapa langkah sebelum masuk ke lembaga PUPN. Adapaun beberapa hal yang harus diselesaikan terlebih dahulu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, yaitu:

1) Piutang Negara/Daerah dapat dihapuskan secara bersyarat atau mutlak dari pembukuan Pemerintah Pusat/Daerah, kecuali mengenai Piutang Negara/Daerah yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam Undang- Undang

2) Penghapusan Secara Bersyarat dilakukan dengan menghapuskan Piutang Negara/Daerah dari pembukuan Pemerintah Pusat/ Daerah tanpa menghapuskan hak tagih Negara/Daerah

3) Penghapusan Secara Mutlak dilakukan dengan menghapuskan hak tagih Negara/Daerah

4) Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak, hanya dapat dilakukan setelah Piutang Negara/Daerah diurus secara optimal oleh PUPN

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengurusan Piutang Negara.

5) Pengurusan Piutang Negara/Daerah dinyatakan telah optimal, dalam hal telah dinyatakan sebagai Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih.(PSBDT) oleh PUPN.

6) PSBDT sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dalam hal masih terdapat sisa utang, namun:

a. Penanggung Utang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikannya; dan

b. Barang jaminan tidak ada, telah dicairkan, tidak lagi mempunyai nilai ekonomis, atau bermasalah yang sulit diselesaikan

7) Penghapusan Secara Bersyarat, sepanjang menyangkut Piutang Negara, ditetapkan oleh:

a. Menteri Keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

b. Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan c. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih

dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

8) Dalam hal Piutang Negara dalam satuan mata uang asing, nilai piutang yang dihapuskan secara bersyarat adalah nilai yang setara dengan nilai sebagaimana dimaksud pada poin 7 dengan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada 3

(tiga) hari sebelum tanggal surat pengajuan usul penghapusan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

9) Penghapusan Secara Mutlak, sepanjang menyangkut Piutang Negara, ditetapkan oleh:

a) Menteri Keuangan untuk jumlah sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

b) Presiden untuk jumlah lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan c) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk jumlah lebih

dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)

10). Dalam hal Piutang Negara dalam satuan mata uang asing nilai piutang yang dihapuskan secara mutlak adalah nilai yang setara dengan nilai sebagaimana dimaksud pada poin 9 dengan kurs tengah Bank yang berlaku pada 3 (tiga) hari sebelum tanggal surat pengajuan usul penghapusan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.73

b. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

Tanggal 16 Agustus 2006, atas permintaan Menteri Keuangan kepada Mahkamah Agung, maka dikeluarkanlah Fatwa Mahkamah Agung Nomor: WKMA/Yud/20/VIII/2006 untuk merivisi peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun

       

73

Selanjutnya dapat dilihat Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata

2005 tentang Tata Cara Penghapusan Negara/Daerah, yang diantaranya menyatakan:

1).Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan yang dipisahkan”

2).Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, modal BUMN merupakan modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, dimana dalam penjelasan pasal dan ayat tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahana kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namn pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip yang sehat

3).Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara disebutkan, piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat dan/atau hak pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Oleh karena itu piutang BUMN bukanlah piutang negara.

4).Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 dan Pasal 12 ayat (1) mewajibkan piutang-piutangnya pemerintah dan badan-badan negara untuk menyerahkan piutang-piutang yang adanyna dan besarnya telah pasti menurut

hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang.tentang Negara, namun ketentuan tentang piutang BUMN dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tersebut tidak lagi mengikat secara hukum dengan adanya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang merupakan undang-undang yang khusus dan lebih baru dari Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960.

Dengan dikeluarkannya fatwa dari Mahkamah Agung tersebut, maka terbitlah Peraturan Nomor 33 Tahun 2006Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah yang pada intinya menyatakan bahwa piutang BUMN bukan piutang piutang negara.

Adapun isi dari Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, adalah:

Pasal I

Ketentuan Pasal 19 (Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak atas piutang Perusahaan Negara/Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku) dan Pasal 20 (Tata cara Penghapusan Secara Bersyarat dan Penghapusan Secara Mutlak atas piutang Perusahaan Negara/Daerah yang pengurusan piutangnya diserahkan kepada PUPN, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan), dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, dihapus

Pasal II

1. Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

a. Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya

b. Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara c.q. Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan usul penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah yang telah diajukan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara tetap dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah besertaperaturan pelaksanaannya. 2. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah secara langsung menegaskan bahwa keberadaan pengurusan piutang di perusahaan BUMN diselesaikan menurut ketentuan BUMN itu sendiri. Pengurusan piutang BUMN yang dilakukan secara mandiri adalah merupakan maksud dan tujuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah ini diterbitkan sehingga memberikan keleluasaan atas terjaminnya kebebasan BUMN dalam bersaing dengan perusahaan swasta lainnya khususnya dalam penanganan kredit bermasalah.

3. Kewenangan bank BUMN dalam menyelesaikan kerdit macet

Kewenangan bank BUMN dalam menyelesaikan kredit macet dapat dilihat dari Peraturan Nomor 33 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, yang mana isinya memberikan wewenang kepada bank BUMN untuk melakukan penyelesaian kredit macet secara mandiri. Peraturan ini juga memberikan pengakuan riil kepada bank-bank BUMN yang memaknakan bahwa modal BUMN merupakan modal terpisah dari kekayaan negara, sehingga

penyelesaian kredit macet pada bank BUMN tidak akan membawa keikutsertaan ruang lingkup kerja PUPN lagi. Penyelesaian hapus tagih atau piutang macet diselesaikan sendiri oleh BUMN. Disadari pula bahwa upaya memberikan keleluasaan bagi perusahaan negara dan mengoptimalkan pengelolaan atau pengurusan piutang yang ada, maka diperlukanlah kemandirian dari setiap bank BUMN sebagai subjek hukum. Dengan adanya pemisahan kekayaan negara yang ada pada Undang-Undang BUMN, piutang yang terdapat pada BUMN sebagai akibat perjanjian yang dilaksanakan oleh bank BUMN selaku entitas perusahaan, tidak lagi dipandang sebagai piutang negara, melainkan diserahkan kepada mekanisme pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IV

PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA BANK BUMN

A. Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank BUMN Sebelum Putusan