• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG PERBANKAN

B. Status Hukum Kekayaan BUMN 1 BUMN sebagai badan hukum

Dalam ilmu hukum pendukung hak dan kewajiban disebut subyek hukum. Subyek hukum ada dua macam yaitu orang (natural persoon) dan badan hokum (recht persoon). Badan hukum adalah sekumpulan orang yang terikat oleh suatu organisasi yang dapat bertindak seperti manusia pada umumnya. Badan hukum memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pribadi pendirinya maupun pengurusnya. Dalam melaksanakan kegiatannya badan hukum dapat bertindak berhubungan dengan pihak lain seperti mengadakan perjanjian atau membayar pajak dilakukan oleh pengurusnya.58

Berikut pengertian badan hukum menurut beberapa ahli dalam keberadaannya sebagai badan hukum berada di lapangan hukum harta kekayaan:59

a. Teori fictie dari von Savigny, badan hukum adalah semata-mata buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subjek hukum,        

58

Agus Budiarto.Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas

(edisi kedua), (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2009), hal. 21.  

59 Ibid

badan hukum itu hanya suatu fictie saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) yang sebagai subjek hukum diperhitungkan sama dengan manusia b. Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz, menurutnya hanya manusia saja

yang dapat menjadi subjek hukum. Namun, juga tidak dapat dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak dari suatu badan hukum sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang mempunyainya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan

c. Teori organ daro otto van Gierke, bahwa badan hukum adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum. Tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum ini juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Apa yang mereka putuskan adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia.

d. Teori propriete collective dari Planiol yaitu hak dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki masing-masing untuk bagian tidak dapat dibagi, tetapi

juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhannya. Disini dapat dikatakan bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan hukum. Maka dari itu, badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja.

Ciri-ciri badan hukum, yaitu:

a. Adanya pemisahan harta kekayaan antara badan usaha dengan pemilik badan usaha.

Perbuatan pribadi anggota-anggotanya tidak mengikat hart kekayaan tersebut sebaliknya, perbuatan badan hukum yang diwakili pengurusnya tidak mengikat harta kekayaan anggota-anggotanya60

b. mempunyai tujuan tertentu

tujuan-tujuan tersebut haruslah merupakan tujuan badan hukum sebagai institusi yang terpisah dari tujuan-tujuan yang bersifat pribadi ataupun pengurusnya. Karena itu tujuan-tujuan institusi badan hukum ini sangat penting dirumuskan dengan jelassehingga upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapainya juga menjadi jelas.61

c. mempunyai kepentingan sendiri.

Badan hukum mempunyai kepentingan sendiri yang dilindungi hukum. kepentingan-kepentingan tersebut merupakan hak subyektif akibat dari peristiwa-peristiwa hukum. Oleh karena itu badan hukum mempunyai kepentingan sendiri dan menuntu serta mempertahankannya terhadap pihak        

60

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 1985), hal. 61. 

61

Jimly Asshidiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006), hal. 72.  

ketiga dalam pergaulan hukumnya. Kepentingan sendiri dari badan hukum ini harus stabil artinya tidak terikat pada waktu yang pendek tetapi untuk jangka waktu yang panjang.62

d. Adanya organ yang jelas dalam badan usaha yang bersangkutan Yaitu memiliki RUPS, direksi dan dewan komisaris.

    BUMN sebagai badan hukum merupakan tunduk terhadap peraturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. BUMN merupakan subjek hukum yang dapat melakukan tindakan hukum sendiri secara independen kepada pihak lain, oleh karena itu pada kenyataannya BUMN memiliki organ-orang tertentu di dalamnya khususnya direksi sebagai pihak yang melakukan pengurusan BUMN.

2. Kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN dan akibat hukumnya

Setiap perusahaan didirikan untuk mencari keuntungan sehingga dipastikan memerlukan modal untuk menjalankan kegiatan usahanya. Modal BUMN berasal dari negara dari kekayaan negara yang dipisahkan (Pasal 4 ayat (1) UU BUMN). Arti dipisahkan tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (1), pemisahan kekayaan kekayaan dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

Dari ketentuan Pasal 4 tersebut, tampak jelas dengan dipisahkannya dari APBN, maka modal/kekayaan negara menjadi “putus” hubungannya dengan        

62

APBN, sehingga ketika harta kekayaan itu dimasukkan/disetor kepada BUMN membawa akibat, yaitu peralihan hak milik menjadi kekayaan BUMN. Hal ini sejalan dengan teori badan hukum di atas, bahwa badan hukum memiliki harta kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pendiri maupun pengurusnya.63 Oleh karena pengelolaannya sudah tidak mengikuti APBN, di dalam BUMN tidak mengenal adanya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkan oleh Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan selaku Bendaharawan Umum Negara.64 DIPA berlaku untuk 1 (satu) tahun Anggaran dan Informasi satuan-satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran. Akan tetapi ada beberapa Persero yang yang masih menggunakan DIPA yang kemudian ditetapkan menjadi Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN seperti PT. Askrindo dan Perum Jamkrindo, PT. Geo Dipa Energi dan PT. Perusahaan Pengelola Aset.

BUMN di Indonesia beroperasi dengan landasan yuridis Undang-Undang Nomor Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dimana Pasal 1 angka 2 UUBUMN menentukan, bahwa perusahaan perseroan yang selanjutnya disebut persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

       

63

Andriani Nurdin. Op. Cit., hal 99. 

64

Pengertian DIPA dan Revisi DIPA dalam www.kopertis12.or.id/tag/pengertian-dipa-

Organ Persero adalah RUPS, Direksi dan Komisaris.65 Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi.66 Pengawasan BUMN dilakukan oleh Komisaris dan Dewan Pengawas. Pengawasan Persero dilakukan berdasarkan ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas.67 Walaupun BUMN ditujukan untuk mengejeas keuntungan, namun pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha BUMN.68

Implikasi hukum yang ditimbulkan terhadap kekayaan negara yang dipisahkan dalam bentuk Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) pada suatu persero tidak dapat dikatakan sebagai keuangan publik lagi.69 Status hukum keuangan publik tersebut pada saat menjadi saham pada persero, tidak lagi merupakan keuangan publik yang tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keuangan publik seperti Keppres No. 17 Tahun 2000, UUKN, Undang- undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UUPN) dan sebagainya.

Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN menjelaskan bahwa penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan        

65

Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian,

Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara 

66

Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian,

Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara 

67

Pasal 48 Ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang

Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara 

68

Pasal 65 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian,

Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara 

69

dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Berkaitan dengan ketentuan ini, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan Perseroan Terbatas (PPPMN 2005) menetapkan sebagai berikut:

a. Pasal 1 angka 7 menyatakan bahwa Penyertaan Modal Negara (PMN) adalah pemisahan kekayaan negara yang bersama dengan cadangan perusahaan atau sumber lain merupakan modal BUMN dan atau Perseroan Terbatas lainnya dan dikelola secara korporasi

b. Pasal 4 menyatakan bahwa setiap penyertaan dari APBN dilaksanakan sesuai ketentuan keuangan negara

c. Pasal 5 menyatakan bahwa penyertaan modal dapat dilakukan oleh negara terkait dengan pendirian BUMN atau Perseroan Terbatas, PMN pada Perseroan Terbatas yang di dalamnya belum terdapat saham milik negara atau PMN pada BUMN atau perseroaa terbatas yang di dalamnya telah terdapat saham milik negara.

BUMN pendirinya ádalah negara, sebagai penyerta/pemasok modal BUMN, negara statusnya sebagai pemodal atau pemegang saham. Negara tidak dapat lagi campur tangan atau mengutak-utik modal yang telah dimasukkan BUMN karena sudah menjadi milik BUMN. Selaku pemegang saham mempunyai kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris BUMN. Dengan kedudukannya sebagai pemegang saham, negara berhak memperoleh pembagian keuntungan atau deviden dari BUMN setiap tahunnya. Sebaliknya apabila BUMN menderita kerugian, negara bertanggung jawab hanya

terbatas sebesar modal yang dimasukkan ke dalam BUMN. Bagi persero, pemegang saham tidak bertanggung jawab atas kerugian PT yang melebihi saham yang dimiliki (Pasal 3 ayat (1) UUPT). Untuk Perum Pasal 39 huruf a UU BUMN menyatakan, bahwa pemodal (Menteri) tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum yang melebihi penyertaan modal yang dimasukkannya.

Pasal 1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memberi pengertian Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Keuangan Negara dapat dilihat dari beberapa sisi yaitu sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh

kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.70

Terkait dengan modal yang disetorkan oleh negara ke BUMN maka dapat dipahami berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa negara masih memiliki kepentingan atas modalnya. Negara sebagai pemegang saham memiliki legitimasi bahwa modal tersebut merupakan bagian dari keuangan negara yang tidak dapat dipisahkan walaupun pada prinsipnya modal tersebut telah terpisah dari keuangan negara sejak disetorkan ke BUMN sebagai modal.

Kontradiksi Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dengan prinsip Badan Hukum pada akhirnya memberikan keragu-raguan terhadap direksi perusahaan yang berstatus BUMN karena apabila terjadi kerugian terjadi terhadap perusahaan yang dipimpinnya maka akan berakibat pada buruk terhadap dirinya.

Pada tanggal 16 Agustus 2006, merujuk fatwa Mahkamah Agung Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 mengenai Permohonan Fatwa Hukum yang diajukan Menteri Keuangan bahwa berikut uraian hasil dari fatwa tersebut:

a. Pembinaan dan Pengelolaan modal BUMN tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat

b. Bahwa Pasal 1 angka 1 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara telah menjelaskan modal BUMN berasal        

70

Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang

dari negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya Pembinaan dan Pengelolaan modal BUMN tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat

c. Piutang BUMN bukanlah piutang negara berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang- undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

d. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, BUMN bukan merupakan dari suatu kesatuan dari pemerintah akibat adanya pemisahan modal dari APBN tersebut sehingga piutang BUMN bukan merupakan piutang pemerintah

e. Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tidak lagi mengikat secara hukum dengan adanya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

f. Bahwa Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tidak lagi mengikat secara hukum dengan adanya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dikarenakan undang-undang (lex specialis) dan lebih baru dari Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun1960

g. Bahwa dengan adannya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara maka Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka tidak berlaku lagi

h. Bahwa berdasarkan alasan diatas maka dianggap perlu untuk dilakukan perubahan seperlunya atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

C. Kedudukan Bank BUMN dalam Menyelesaikan Kredit Macet