• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelemahan Pendekatan Ekonomi Kesejahteraan dan Keadilan Sosialis Pemberantasan kemiskinan dan pencapaian pola pemerataan pendapatan

Dalam dokumen EKONOMI KESEJAHTERAAN ekonomi SYARIAH docx (Halaman 59-63)

IMPLIKASI EKONOMI KESEJAHTERAAN DAN KEADILAN SYARIAH DALAM EKONOMI GLOBAL

2.2. Kelemahan Pendekatan Ekonomi Kesejahteraan dan Keadilan Sosialis Pemberantasan kemiskinan dan pencapaian pola pemerataan pendapatan

yang sangat egalitarian merupakan tujuan sosialisme yang terbesar. Dalam teori ekonomi sosialisme, semua alat-alat produksi harus dibawah kepemilikan dan pengawasan negara. Pengalokasian sumber-sumber daya harus diselesaikan melalui keputusan administrasi daripada melalui mekanisme pasar. Koordinasi ekonomi diantara badan-badan negara yang berbeda-beda harus diberdayakan melalui sebuah sistem perencanaan yang komprehensif terutama berdasarkan anggaran belanja sumber daya material. Penghapusan kepemilikan kapitalis swasta terhadap alat-alat produksi diharapkan dapat menghasilkan sebuah pola pemerataan pendapatan yang adil. Model pembangunan sosialis pertama kali diperkenalkan di Russia pada tahun 1917. Sejak itu negara ini melaksanakan strategi pembangunan sosialis yang berbeda-beda. Periode awal ditandai dengan menasionalisasikan bank-bank dan industri –industri besar, pengkolektifan usaha tani, pemanfaatan kekuatan negara untuk membasmi kepemilikan tanah yang lebih subur oleh petani (‘kulaks’), cara hidup buruh yang teratur dan penekanan pada pembangunan industri berat. Era perencanaan yang komprehensif dimulai pada tahun 1928, dan sejak itu rencana lima tahun berturut-turut dimanfaatkan

untuk membentuk langkah dan arah perubahan ekonomi. Dorongan kebijakan- kebijakan telah berhasil membuat Uni Soviet sebagai salah satu dari dua kekuatan terbesar di dunia dan menjadi negara yang sangat industrialisasi. Dengan menggunakan perencanaan yang komprehemsif memungkinkan negara menyediakan tingkat pekerjaan yang tinggi dan jaminan pendapatan pada masyarakatnya. Sistem jaminan sosial menjamin pendidikan yang gratis, pelayanan medis yang gratis, dan tunjangan pensiun bagi penduduk usia lanjut. Informasi mengenai perubahan pemerataan pendapatan di Uni Soviet agak sedikit. Sebagaimana diharapkan oleh negara yang sepenuhnya sosialis, maka penghapusan pendapatan dari para pemilik yang banyak harta kekayaannya menghasilkan penurunan ketidakadilan pendapatan dan kekayaan yang berarti. Akan tetapi masih banyak perbedaan-perbedaan yang muncul diantara kelompok berpendapatan tinggi dan rendah. Menurut seorang analis, kesenjangan antara kelompok berpendapatan tinggi dan rendah di Uni Soviet pada tahun 1971 adalah satu berbanding tiga setengah (1:3,5), dan hampir satu pertiga dari keluarga- keluarga mempunyai pendapatan dibawah garis kemiskinan (Grutchy, 1977:523).

Selain Uni Soviet, model pembangunan sosialis dilaksanakan disejumlah negara Eropa Timur pada periode setelah Perang Dunia ke 2. Hingga tahun 1953, negara-negara ini sangat dekat berhubungan dengan Uni Soviet dan kebijakan- kebijakan ekonomi mereka hampir identik dengan kebijakan-kebijakan yang diterapkan di Uni Soviet. Lebih lanjut, negara-negara ini membuat lebih banyak kebijakan-kebijakan sendiri. Dan beberapa diantaranya mengadopsi sistem alokasi sumberdaya dan pengambilan keputusan produksi yang lebih fleksibel (Bornstein, 1973). Dua negara Eropa Timur, Hungaria dan Yugoslavia, bahkan

memperkenalkan prinsip-prinsip perdagangan/pemasaran tertentu dalam kerangka kerja sosialis secra menyeluruh. Yugoslavia juga membuat sebuah permulaan yang penting dari sebuah sistem terpusat (sentraisasi) di tahun 1950-an dengan memperkenalkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan secara kolektif oleh para pekerja (Elliott, 1985:408-429). Meski data-data mengenai perubahan- perubahan pola pemerataan pendapatan sedikit, informasi-informasi terbatas yang tersedia menunjukkan bahwa bagian kelompok miskin yang berjumlah 20 persen dari penduduk di negara-negara ini berkisar antara 6,6 sampai 11,2 persen sementara itu bagian kelompok kaya yang berjumlah 20 persen dari penduduk berkisar antara 34,3 sampai 40,7 persen. Juga telah dilaporkan bahwa dorongan kebijakan-kebijakan di negara-negara ini telah membantu menurunkan dan dalam perkara tertentu menghapuskan bentuk-bentuk yang buruk dari kemiskinan dan degradasi (Griffin, 1989:218-219).

Diantara negara sosialis lainnya, Cina patut dikemukakan secara khusus. Sebelum revolusi di tahun 1949, Cina pada dasarnya marupakan negeri feodal dengan ketidakadilan pendapatan dan kekayaan yang menyolok. Sejak itu kebijakan pertmbuhan yang seimbang telah menghasilkan kemajuan industri yang besar. Pada mulanya Cina memiliki sistem ekonomi yang sangat terpimpin (terpusat) dengan mengkolektifikasikan pertanian dan secara ketat mengendalikan perindustrian. Meski demikian sistem pedesaan yang akrab diperbaikidalam tahun 1960-an untuk memulihkan beberapa insentifmaterial yang hilan akibat kebijakan kolektivisasi. Di tahun 1980-an, perusahaan industri negara telah otonomi yang lebih besar sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dalam produksi mereka. Perbaikan-perbaikan terakhir diusahakan untuk meningkatkan bentuk-bentuk

organisasi ekonomi yang bervariasi, dengan beberapa perusahaan negara desewakan kepada perorangan atau kelompok. Kebijakan yang lebih aktif didorong untuk menarik investor luar negeri untuk melakukan joint venture atau investasi yang eksklusif ke dalam perusahaan yang diperlukan untuk modernisasi ekonomi. Sebagai hasil dari penekanan pembatasan upah dan perbedaan gaji, maka pemerataan pendapatan di Cina lebih adil daripada di kebanyakan negara- negara sosialis lainnya. Meskipun negara ini tetap memiliki pendapatan perkapita yang rendah, akan tetapi kebijakan pemerataannya berusaha untuk menjamin kecukupan jumlah bahan makanan dan pelayanan sosial yang banyak ragam (Grutchy, 1977:628).

Filosofi sosialis telah mempengaruhi pengambilan keputusan ekonomi di sejumlah negara sedang berkembang. Meskipun, hanya sedikit diantara mereka yang memiliki sifat tatanan ekonomi sosialis yang pokok. Menurut seorang analis, hanya enam negara di Dunia Ketiga yang bisa diklasifikasikan sebagai sosialis ‘yang tak dapat dibantah lagi’. Negara-negara ini adalah Cina, Kuba, Kamboja, Mongolia, Korea Utara dan Vietnam. Fakta yang ada membuktikan bahwa, dibandingkan dengan negara-negara sedang berkembang lainnya, maka negara- negara yang disebutkan tadi tercatat menampilkan prestasi yang lebih baik, berkaitan dengan pengurangan kemiskinan dan penurunan ketidakadilan pendapatan dan kekayaan (Griffin, 1989:194-225).

Meskipun negara-negara sosialis telah mencapai hasil-hasil penting dalam upaya mencapai pola pemerataan pendapatan yang lebih adil, akan tetapi mereka dikelilingi oleh sejumlah permasalahan yang agaknya memaksa mereka untuk melakukan permalaan yang penting bagi model pembangunan sosialis ortodoks.

Tingkat pertumbuhan yang menurun, memperlambat langkah perubahan teknologi, birokrasi yang tidak efisien dalam cara kerja negara yang mengandalkan industri, dan ketidakpuasan konsumen terhadap persediaan barang- barang yang digunakan sehari-hari yang sedikit dan tidak tentu merupakan bidang perhatian terbesar. Walaupun beraneka ragam permasalahan individu di berbagai negara berbeda-beda, akan tetapi sesuatu telah muncul dalam pola pembaharuan ekonomi yang umum. Hal ini terdiri dari pergerakan yang menjauh dari pepengawasan ekonomi terpimpin yang sangat ketat menuju ekonomi yang berorientasi pasar desentralisasi yang meningkatkan hasil perusahaan dan manajemen pabrik, pemakaian yang lebih efektif terhadap insentif individu, dan perhatian yang lebih besar pada kesejahteraan konsumen. Pada saat yang sama, dikebanyakan negara-negarasosialis, masyarakat memperlihatkan ketidakpuasan terhadap sifat sistem polotik mereka yang otoriter yang telah mengingkari hak dan kebebasan polotik mereka sebagaimana ditemui dalam masyarakat yang pluralistik demokrasi. Hal ini diketahui merupakan ekspresi yang paling konkrit pada pergolakan polotik yang dapat disaksikan di beberapa negara Eropa Timur selama tahun 1989 terakhir dan awal tahun 1991. Perekonomian negara-negara ini sedang dalam keadaaan yang terus berubah dan jalannya peristiwa yang dipakai di masa depan masih belum ada kepastian.

2.3.Kelemahan Pendekatan Ekonomi Kesejahteraan dan Keadilan Kapitalis

Dalam dokumen EKONOMI KESEJAHTERAAN ekonomi SYARIAH docx (Halaman 59-63)