• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII. ANALISIS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN KJA WADUK

8.1.1 Kelembagaan Formal

Pengelolaan sumberdaya Waduk Cirata sebagai lokasi pembudidayaan ikan mengacu pada aturan yang telah disahkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan BPWC selaku pengelola Waduk. Beberapa dasar hukum dan peraturan perundang-perundangan yang menjadi acuan dari kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan di Waduk Cirata adalah :

a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Peraturan ini berisi mengenai pengelolaan kualitas air dan pegendalian pencemaran air yang diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem. Pemerintah provinsi berwenang mengkoordinasikan pengelolaan dan pemantauan kualitas air lintas kabupaten / kota. Hal ini berarti pengelolaan Waduk Cirata yang terpusat di provinsi sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Penetapan kelas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi. Selanjutnya baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air. Di dalam peraturan ini juga terdapat hak dan kewajiaban setiap orang dalam pengelolaan air. Salah satu kewajiaban yang dimiliki setiap orang yaitu ikut melestarikan kualitas air dan mengendalikan pencemaran air pada sumber air (akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara). Setiap orang (penanggung jawab usaha dan atau kegiatan) yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air dapat dikenakan sanksi administrasi oleh bupati / walikota. Sedangkan setiap orang (penanggung jawab usaha dan atau kegiatan) yang melanggar ketentuan mengenai pengelolaan

92

kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang mengakibatkan pencemaran air dapat diancam dengan saksi pidana.

Kegiatan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dengan daya dukung waduk sebenarnya tidak menyebabkan pencemaran yang serius. Namun yang terjadi di Waduk Cirata adalah berlebihnya jumlah KJA sehingga pencemaran terjadi. Selain dari kegiatan perikanan di KJA pencemaran juga dapat terjadi dari aktivitas rumah tangga penunggu KJA yang tinggal diatasnya. Oleh karena itu perlu diketahui jenis pencemaran dan sumbernya agar dapat terlaksana tindakan lebih lanjut guna menanggulangi pencemaran tersebut.

b. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Perikanan

 Usaha Perikanan

Usaha perikanan terdiri atas usaha penangkapan, pembudidayaan, pengengkutan, pengolahan, pemasaran, dan pengembangan produk non konsumsi.

 Perizinan Usaha Perikanan

Perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha perikanan di daerah, wajib memiliki SIUP yang diterbitkan oleh Gubernur. SIUP diberikan untuk masing-masing jenis usaha perikanan. Pelayanan penerbitan perizinan usaha perikanan dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Perizinan Terpadu Provinsi Jawa Barat dengan terlebih dahulu mendapat rekomendasi teknis dari Dinas. SIUP untuk usaha pembudidayaan ikan di perairan umum daratan lintas Kabupaten/Kota berupa SIPBI.

 Pengembangan Usaha Budidaya Ikan

Pengembangan usaha budidaya ikan di perairan umum daratan lintas Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan kajian ilmiah yang pelaksanaannya ditetapkan oleh Gubernur. Setiap pembudidaya ikan hanya diperbolehkan memiliki paling banyak 20 petak KJA, dengan ukuran petakan 7 x 7 meter. Setiap pembudidaya ikan dan pelaku usaha yang memanfaatkan perairan umum daratan, berkewajiban untuk melakukan pelestarian lingkungan yang pelaksanaannya diatur oleh Gubernur.

93

 Retiribusi Daerah

Ketentuan mengenai retribusi daerah di bidang Pengelolaan perikanan ditetapkan dalam Peraturan Daerah tersendiri, sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 Larangan

Dilarang melakukan pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, biologi, bahan peledak, alat atau cara dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan/atau lingkungan, melakukan pengelolaan perikanan tapa izin, membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumberdaya ikan dan/atau lingkungan sumberdaya ikan dan/atau kesehatan manusia, membudidayakan ikan hasil rekayasa genetika yang dapat membahayakan sumberdaya ikan dan/atau lingkungan sumberdaya ikan dan/atau kesehatan manusia.

 Sanksi

Orang dan/atau badan usaha yang melakukan pengelolaan perikanan tanpa memiliki izin pembudidayaan ikan dikenakan saksi administasi berupa teguran tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha, pembekuan izin, pencabutan izin, penetapan ganti rugi, dan/atau denda.

Kondisi yang terjadi di Waduk Cirata untuk ikan yang dibudidayakan sudah sesuai dengan peraturan, namun masih banyak petani ikan yang belum memiliki ijin untuk budidaya ikan. Beberapa petani mengaku tidak mengetahui perlu membuat ijin untuk melakukan usaha budidaya ikan. Beberapa petani yang lain tidak mengetahui bagaimana cara membuat ijin usaha perikanan. Rata-rata ukuran petak KJA yang dimiliki petani sudah sesuai kriteria yaitu 7 x 7 m, namun ada petani yang memiliki KJA lebih dari 20 petak. Kurangnya sosialisasi, pengawasan, dan penegakan hukum diduga menjadi penyebab terjadiya hal tersebut.

c. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 14 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan dan Retribusi Usaha Perikanan

 Usaha perikanan

Usaha perikanan terdiri atas usaha penangkapan ikan, usaha pengangkutan ikan, usaha penangkapan dan pengangkutan ikan, dan usaha pembudidayaan ikan.

94

Usaha pembudidayaan ikan meliputi pembudidayaan ikan di laut, pembudidayaan ikan di perairan umum.

 Perizinan

Setiap perusahaan perikanan yang melakukan usaha perikanan wajib memiliki IUP dari Gubernur. Gubernur berwenang menerbitkan IUP untuk usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan di perairan umum pada wilayah lintas Kabupaten/Kota. Setiap unit KJA wajib dilengkapi SPbi yang diterbitkan oleh Gubernur. IUP berlaku selama perusahaan perikanan yang bersangkutan masih melakukan usaha perikanan, kecuali terdapat perluasan atau pengurangan usahanya. SPbi berlaku selama tiga tahun dan dapat diperpanjang kembali. IUP dan kelengkapannya dapat dipindahtangankan dalam hal waris, hibah, dan jual beli.

 Retribusi

Retribusi pengusahaan perikanan dipungut pada saat perusahaan perikanan yang bersangkutan memperoleh IUP. Retribusi hasil perikanan dikenakan pada saat perusahaan perikanan memperoleh dan atau memperpanjang SPbi. Perhitungan retribusi pengusahaan perikanan untuk karamba jaring apung didasarkan atas jumlah petak per unit karamba jaring apung.

 Saksi

Keterlambatan pembayaran Retribusi yang terutang dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD). Pihak yang melanggar ketentuan dalam peraturan ini diancam pidana kurungan selama- lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5000.000,-.

Di Waduk Cirata banyak petani ikan yang belum memiliki ijin usaha budidaya.Penegakan hukum oleh pemerintah terhadap wajibnya perizinan usaha perikanan belum dilakukan dengan serius. Pemerintah menyadari kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah setempat tentang keharusan dan tata cara memperoleh ijin adalah penyebab dari banyaknya petani ikan yang belum memiiki ijin.

95 d. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 39 Tanggal 21 Desember 2000 tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak- anak Sungainya di Jawa Barat

Air menurut peruntukannya digolongkan menjadi :

a. Golongan A : air yang dapat digunakan sebagi air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

b. Golongan B : air yang dapat digunakan sebagai air baku minum. c. Golongan C : air yang dapat digunakan untuk kegiatan perikanan

dan peternakan.

d. Golongan D : air yang dapat digunakan untuk pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pengolahan industri dan pembangkit listrik tenaga air.

e. Golongan B;C;D : air yang memenuhi peruntukan Gol. B, Gol. C, dan Gol D.

f. Golongan C;D : air yang memenuhi peruntukan Gol. C dan Gol D. Dalam peraturan ini air dari hulu sungai Citarum dan anak-anaknya memenuhi peruntukan Golongan B; C; D. Pada saat ini kondisi sungai Citarum yang masuk Ke dalam Waduk Cirata digunakan sebagai penggerak turbin listrik, budidaya ikan, dan pertanian. Kuliatas air Citarum yang masuk ke area waduk sudah semakin tercemar, baik karena pencemaran dari luar maupun dalam waduk. Bahkan bagi peruntukan kegiatan perikanan sudah tergolong buruk (BPWC, 2012). Hal tersebut terjadi karena kurangnya penindaklanjutan untuk mengatasi pencemaran sungai Citarum.

e. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 tentang Pengembangan Pemanfaatan Perairan Umum, Lahan Pertanian dan Kawasan Waduk Cirata

 Lokasi Budidaya Ikan

Jenis kegiatan budidaya ikan dengan jaring apung merupakan kegiatan yang dapat dilakukan di Waduk Cirata. Petani ikan yang memanfaatkan perairan umum Waduk Cirata untuk budidaya ikan harus penduduk yang berdomosili di sekitar waduk. Lokasi yang diijinkan untuk kegiatan usaha budidaya ikan ditetapkan pada elevasi 205 M sesuai dengan zonasi sebagai berikut :

Zona I : Kecamatan Cipendeuy Kabupaten Bandung Barat;

96

Zona III: Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta.

Luas genangan secara keseluruhan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan usaha jaring apung adalah 1% dari luas genangan waduk atau 48 Ha. Kuota KJA untuk seluruh wilayah diatur sebanyak 12.000 petak. Peraturan ini juga menetapkan pengalokasian kuota untuk benih penanaman ikan dan pakannya.

 Perizinan

Setiap orang dan badan usaha yang akan melakukan kegiatan usaha budidaya ikan harus memperoleh izin dari Gubernur dengan rekomendasi dari instansi terkait. Surat pembudidayaan ikan berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang. Besarnya biaya perijinan diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis pelaksanaan keputusan. Izin tidak dapat dipindahtangankan kecuali pada ahli waris.

 Pengelolaan Limbah

Limbah bekas konstruksi Jaring Apung harus dibuang oleh petani ikan di luar perairan umum Waduk Cirata. Pemegang izin usaha Jaring Apung dilarang menyimpang dari standar ukuran blok/petak/unit/kelompok jaring dan lokasi yang telah ditentukan dalam pembuatan KJA-nya, menghuni bangunan gudang, menggunakan pakan ikan yang belum memperoleh rekomendasi dari instansi pengelola.

 Pembinaan dan Pengawasan

Instansi Pengelola beserta Instansi Teknis Terkait baik secara langsung atau bersama-sama melakukan pembinaan terhadap pemegang izin yang melakukan budidaya ikan. Dalam rangka pemantauan dan monitoring kualitas air secara rutin, BPWC meakukan pembinaan, pemantauan serta monitoring mulai dari hulu sungai Citarum termasuk Waduk Saguling sampai Waduk Cirata, yang hasilnya dilaporkan kepada Gubernur secara rutin.

Kondisi yang terjadi saat ini, petani ikan yang memiliki KJA di Waduk Cirata banyak yang merupakan pendatang dan bukan penduduk asli yang berdomisili di sekitar waduk. Jumlah KJA di tiga zona yang telah ditetapkan sudah sangat banyak. Jumlah keseluruhan KJA yang ada di Waduk Cirata sekarang sudah lebih dari 50.000 petak KJA. Keputusan Gubernur ini merupakan acuan bagi peraturan lainnya untuk membatasi jumlah KJA. Dalam peraturan lain

97 barulah dibentuk mekanisme pembatasan KJA serta sanksinya karena objek yang dikenakan peraturannya telah jelas. Pada saat ini banyak petani ikan yang belum memiliki ijin usaha budidaya ikan. Beberapa petani yang sudah memiliki SPL merasa tidak perlu membuat surat ijin budidaya lagi. Bahkan banyak petani ikan yang tidak memiliki surat ijin budidaya ikan maupun SPL. Kurangnya sosialisasi, pengawasan, dan penegakan hukum lagi-lagi menjadi alasan hal tersebut dapat terjadi. Kekurangan tersebut juga telah disadari oleh dinas dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam pengelolaan waduk. Konstruksi KJA yang sudah tidak terpakai, banyak yang diterlantarkan di tengah waduk begitu saja. Biaya pembongkaran dan pengangkutan KJA yang mahal adalah salah satu alasan petani membiarkan KJA-nya begitu saja. Padahal menurut dinas perikanan terkait ada bantuan dana dan speedboot bagi petani ikan yang akan membongkar KJA-nya dan membanya ke darat.

f. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.59/DJ-PSDKP/2011 tentang Pengawasan Pencemaran Perairan

Peraturan ini berisi lokasi dan objek pengawasan. Waduk termasuk salah satu lokasi kegiatan pengawasan. Pengawas dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas (SPT) dan menggunakan seragam serta atribut Pengawas Kelautan dan Perikanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Informasi adanya kasus pencemaran perairan sumbernya dapat berasal dari masyarakat, media cetak/elektronik, Pengawasan Kelautan dan Perikanan, atau memang sudah diketahui bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah rawan pencemaran. Ketika ditemukan adanya dugaan pencemaran perairan, Pengawas Kelautan dan Perikanan menyerahkan kasus tersebut kepada PPNS Kelautan dan perikanan untuk dilakukan proses hukum/penyidikan. Jika dalam pengawasan ditemukan adanya pelanggaran maka dapat dikenai saksi asministratif dan saksi pidana. Nelayan kecil dan usaha kecil yang melakukan pelanggaran dilakukan pembinaan sebelum diambil tindakan administratif dan pidana.

Kondisi perairan Waduk Cirata yang mulai tercemar mengindikasikan kurangnya pengawasan. Menurut beberpa informan, selama ini belum ada petugas pengawas kelautan dan perikanan yang memeriksa kondisi Waduk Cirata. Pihak yang secara rutin mengecek kondisi Waduk Cirata yaitu BPWC selaku pengelola

98

waduk. Untuk wilayah hulu sungai Citarum mungkin sudah dilakukan pengawasan oleh pengawas kelautan dan perikanan namun masih dirasa kurang dalam penindaklanjutan untuk mengatasi pencemaran.

g. Keputusan Direksi PT PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali II Nomor 037.K/023/DIR/1998 tentang Pembentukan Badan Pengelola Waduk Cirata pada PT PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali II Unit Pembangkitan Cirata

Keputusan Direksi ini memuat pembentukan sekaligus menunjuk BPWC pada PT PLN Pemangkitan Jawa-Bali II Unit Pembangkitan Cirata untuk melaksanakan tugas pegelolaan Waduk. Tugas utama Badan Pengelola Waduk Cirata adalah :

1. Pengelolaan pemeliharaan Waduk Cirata dan lahan surutan di sekitarnya. 2. Pengelolaan pengembangan pemanfaatan perairan umum dan lahan surutan,

serta pelestarian lingkungan hidup dan pencegahan pencemaran air, untuk kepentingan pembangkit tenaga listrik dan pelayanan kepada masyarakat. 3. Pengelolaan administrasi dan keuangan berdasarkan prinsip pengelolaan

perusahaan/niaga yang sehat.

BPWC telah melaksakan tugasnya dalam mengelola Waduk Cirata dan bekerjasama dengan instansi lain dalam pelaksanaannya. Luas waduk yang begitu besar hingga melintasi 3 wilayah administrasi dan banyaknya jenis pemanfaatan di Waduk Cirata membuat BPWC harus bekerjasama dengan pihak lain dalam melaksanakan tugasnya. Langkah yang dilakukan oleh BPWC dalam penertiban KJA yaitu dengan diberlakukannya SPL bagi setiap KJA yang ada di Waduk Cirata. Usaha pengurangan jumlah KJA juga dilakukan dengan pengembangan usaha budidaya ikan di darat. Dengan pengembangan usaha budidaya ikan di darat diharapkan dapat mereduksi jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata dengan relokasi. Untuk kelestarian Waduk, BPWC secara berkala melakukan pembersihan eceng gondok dan sampah-sampah yang ada di sekitar waduk.

h. Keputusan Direksi PT PLN Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali II No. 055 K/010/DIR/1999 tentang Tarif Jasa Pengelolaan dan Pemeliharaan Waduk Cirata untuk Budidaya Perikanan Kolam Jaring Apung

 Pengolongan Konsumen KJA

Konsumen KJA adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan perikanan kolam jaring apung di Waduk Cirata. Konsumen KJA dibagi

99 menengah, dan pengusaha ekonomi kuat. Penggolongan konsumen KJA memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Pengusaha ekonomi lemah

- Jumlah maksimum 4 petak kolam - Penduduk asli daerah sekitar waduk - Lahan / garapannya terendam - Tidak punya usaha lain

- Bukan pengusaha KJA (petani penggarap) b. Pengusaha ekonomi menengah

- Jumlah kolam 5 – 24 petak kolam - Pengusaha KJA

c. Pengusaha ekonomi kuat

- Jumlah kolam lebih dari 24 kolam - Pengusaha KJA

 Tarif Jasa Pengelolaan dan Pemeliharaan Waduk Cirata untuk Budidaya Perikanan Kolam Jaring Apung

Petani ikan yang mendirikan KJA di Waduk Cirata dikenakan biaya sebesar Rp. 1.500/m2. Komponen biaya tarif tersebut terdiri dari biaya pemeliharaan waduk, biaya operasional, biaya administrasi, dan biaya kompensasi. Rincian tarif jasa pengelolaan dan pemeliharaan Waduk Cirata untuk budidaya perikanan dalam KJA dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24 Rincian tarif jasa pengelolaan dan pemeliharaan Waduk Cirata untuk budidaya perikanan dalam KJA

Biaya Pemeliharaan

Rp./m2

Biaya Operasional Biaya Administrasi Biaya Kompensasi

Total Tarif Rp./m2 Jasa Rp./m2 Jasa Rp./m2

1000 Plat nomor 50 Formulir 60 120 Supervisi 50 Registrasi 40 Penempatan Lokasi 50 Pengurusan ijin 50 Pengendalian limbah 50 Rekomendasi 30 1000 200 180 120 1500 Sumber : BPWC, 1999

100

 Dispensasi Tarif

Dispensasi tarif adalah keringanan pembayaran tarif jasa pengelolaan dan pemeliharaan Waduk Cirata kepada konsumen KJA dengan syarat konsumen KJA merupakan pengusaha ekonomi lemah, berdomisili di sekitar Waduk Cirata, membawa surat keterangan otentik dari kepala desa, direkomendasikan oleh kepala zona. Dispensasi tarif tersebut terbagi menjadi beberapa kategori seperti yang dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25 Dispensasi tarif untuk konsumen KJA

No. Kode Tarif Jumlah PK Volume PK DSC

Diskon Keterangan 1. TR – 1 1 – 4 4 Rp. 500,- TR = Tarif Ringan DSC = Domisili Sekitar Cirata PK = Petak Kolam 2. TR – 2 5 – 8 4 Rp. 400,- 3. TR – 3 9 – 16 8 Rp. 300,- 4. TR – 4 17 – 24 8 Rp. 200,- 5. TR – 5  24 - 0  Sanksi

Petani / pengusaha perikanan KJA yang belum memiliki IUP dan SPbi atau yang sudah habis masa berlakunya SPbi, akan diberikan surat pemberitahuan yang dilengkapi dengan jadwal penyelesaiannya. Keterlambatan pengurusan IUP dan SPbi dari jadwal yang telah dibentuk dalam surat pemberitahuan akan dikenakan biaya keterlambatan. Surat peringatan akan dikeluarkan setiap bulannya hingga bulan ke tiga jika masih belum diselesaikan. Apabila sesudah surat peringatan ketiga tidak juga menyelesaikan pengurusan IUP dan atau SPbi maka akan dilaporkan ke Dinas Perikanan TK I Jawa Barat untuk dilakukan pembongkaran.

Petani ikan yang telah mengurus pembayaran tarif kepada BPWC nantinya akan diberikan SPL dan pemasangan stiker di KJA-nya. SPL inilah yang menjadi salah satu syarat bagi pengurusan IUP dan SPbi. Di Waduk Cirata hanya 5.517 petak KJA yang memiliki SPL, sisanya sebanyak 47.517 petak KJA tidak memiliki SPL (Sensus PT. Cikal, 2011). Kebanyakan masyarakat enggan mengurus SPL karena mereka menilai tidak ada perbedaan yang mendasar antara petani ikan yang memiliki SPL dan tidak memiliki SPL. Pengurusan SPL dengan sistem jemput bola hasil kerjasama BPWC, dinas perikanan kabupaten dan aparat desa juga memiliki biaya operasional yang tinggi. Biaya operasional untuk

101 kegiatan pengurusan SPL ini sebesar 34 juta rupiah per-bulan, sedangkan pendapatan BPWC dari hasil SPL ini rata-rata hanya 12 juta per-bulan (Widiastuti, 2013).

Dalam peraturan ini memang belum ditetapkan batas maksimal KJA yang boleh dimiliki setiap petani. Hal ini dikarenakan pada waktu peraturan ini dibuat jumlah petani KJA di Waduk Cirata masih relatif sedikit, hanya ada Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 yang menyatakan jumlah KJA keseluruhan yang boleh ada di Waduk Cirata yaitu sebanyak 12.000 petak. Pada

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Perikanan telah diatur bahwa pembudidaya ikan paling banyak memiliki jumlah KJA sebanyak 20 petak. Berlebihnya jumlah KJA di Waduk Cirata memang diakui oleh berbagai pihak terkait karena kurangnya pengawasan pada awal diijinkannya KJA di Waduk Cirata. Wilayah waduk yang luas dan biaya operasional yang tinggi dinilai menjadi penyebab dari kurangnya pengawasan tersebut.

Sekarang sudah mulai dilakukan pembedaan terhadap petani ikan yang memiliki SPL dan tidak memiliki SPL. SPL yang dimiliki petani ikan dapat dijadikan sebagai jaminan apabila petani ikan ingin meminjam uang di bank. Hal ini diharapkan mampu menjadi insentif bagi petani ikan untuk mengurus SPL. Pengurangan KJA yang kini telah lebih dari 50.000 petak nampaknya tidak mudah untuk dilakukan. Pembongakaran KJA yang seharusnya dilakukan bagi petani yang melanggar ketentuan jarang dilakukan karena alasan kemanusiaan. Petugas merasa tidak tega menghilangkan mata pencarian masyarakat, apalagi yang memiliki ekonomi lemah. Saat ini pembongkaran hanya dilakukan pada KJA yang sudah rusak atau tidak dipakai lagi. Bagi petani ikan yang ingin membongkar KJA-nya namun tidak memiliki biaya untuk menariknya ke darat, dapat melaporkan kepada penyuluh lapangan atau dinas perikanan di wilayahnya untuk mendapatkan bantuan penarikan KJA. BPWC juga sedang melakukan upaya pembudidayaan ikan di darat yang nantinya dapat menjadikan lapangan kerja baru untuk petani ikan dan mereduksi KJA di Waduk Cirata untuk dipindahkan. Langkah yang ditempuh saat ini oleh pihak pengelola dan pemerintah adalah tidak diperbolehkan adanya penambahan jumlah KJA di Waduk Cirata.

102

i. Keputusan Bersama Gubernur Jawa Barat, Bupati Bandung, Bupati Cianjur, Bupati Purwakarta, Direktur Utama PT. Pembangkitan Jawa Bali Nomor 15 Tahun 2003; 1 Tahun 2003; 13 Tahun 2003; 8 tahun 2003; 036/060/Dinet/V/2003 tentang Pengembangan Pemanfaatan Kawasan Waduk Cirata

Keputusan ini berisi kesepakatan pengembangan secara terkoordinasi dan terpadu melalui optimalisasi pemanfaatan dan pendayagunaan potensi sumberdaya alam kawasan Waduk Cirata sebagai Kawasan Terpadu Agribisnis dan Pariwisata yang bernuansa budaya Jawa Barat sekaligus berfungsi sebagai Pusat Pengembangan Pendidikan dan tanpa mengganggu fungsi utama waduk sebagai penampung air untuk digunakan mengoperasionalkan PLTA Cirata.

 Perijinan

Penyelenggaraan proses perijinan dalam rangka pengembangan pemanfaatan kawasan Waduk dilaksanaan melalui Pola Pelayanan Satu Atap yang terdiri dari unsur Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan PT. Pembangkitan Jawa-Bali selaku penanggung jawab pengelolaan.

 Pembinaan dan Pengawasan

Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan PT. Pembangkitan Jawa Bali secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan kewenangannya masing-masing melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan dalam rangka pengembangan pemanfaatan kawasan Waduk Cirata.

Pemanfaatan Waduk Cirata telah berkembang salah satunya sebgai lokasi budidaya ikan, koordinasi diantara pihak terkait belum optimal dari banyaknya pelanggaran seperti jumlah KJA yang berlebih, tidak memiliki ijin, dan perairan Cirata yang mulai tercemar sehingga mengganggu kegiatan budidaya ikan dan pembangkitan listrik. Koordinasi antar pihak terkait belum optimal dalam pelaksanaan dan pengawasan peraturan yang berlaku. Pola pelayanan satu atap untuk pengurusan perijinan usaha perikanan juga sudah tidak berjalan.

j. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 05 Tahun 2010 tentang

Dokumen terkait