• Tidak ada hasil yang ditemukan

1) Level Penentu Kebijakan (Colective Choice Level)

6.2 Kelembagaan sebagai Aturan Main dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

6.2.1 Kelembagaan Formal

Pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan mengacu pada aturan yang telah disahkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Beberapa dasar hukum dan peraturan perundang-perundangan yang menjadi acuan dari kegiatan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan adalah :

a. Undang-undang No 31 tahun 2004 tentang Perikanan direvisi dengan Undang-undang No 45 tahun 2009 tentang Perikanan

Undang-undang ini memuat beberapa aturan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dengan mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian dan keberlangsungan (sustainable), sehingga dapat mewujudkan pembangunan nasional dengan berdasarkan pada asas keadilan dan pemerataan dalam pemanfaatan serta peningkatan taraf hidup nelayan dan petani kecil. Dengan demikian, pola pemanfaatan sumberdaya ikan harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan. UU No 45 Tahun 2009 merupakan revisi terhadap UU No 31 Tahun

68 2004, pada pasal 2 mengenai asas dan tujuan pengelolaan perikanan ditambahkan mengenai pembangunan yang berkelanjutan.

 Pengaturan Izin Penangkapan

Pengaturan izin sudah didelegasikan kepada pemerintah daerah, sesuai dengan kewenangannya. Izin penangkapan meliputi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian SIPI, SIUP dan SIKPI diatur dengan Peraturan Menteri.

 Pengaturan Pungutan Perikanan

Setiap orang yang memperoleh manfaat langsung dari sumberdaya perikanan dikenakan pungutan perikanan. Besarnya pungutan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan

Pengawasan perikanan dilakukan oleh pengawas perikanan beserta dengan masyarakat. Pemerintah mengadakan sarana dan prasarana pengawasan perikanan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawas perikanan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 Pengaturan Zonasi dan Jalur Penangkapan Ikan

Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan, Menteri menetapkan jenis, jumlah, ukuran dan penempatan alat bantu penangkapan ikan, daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan ikan.

 Sanksi terhadap Pelanggaran

Setiap orang yang sengaja melakukan tindakan pelanggaran dalam bidang perikanan akan dikenankan hukum pidana penjara dan denda (Lampiran 5).

69  Menjaga Kelestarian Sumberdaya Perikanan

Setiap orang dilarang melakukan tindakan yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya seperti penggunaan bahan kimia, bahan biologis dan bahan peledak.

 Bentuk Usaha Perikanan

Usaha perikanan dilaksanakan dalam sistem bisnis perikanan yang meliputi praproduksi, produksi, pengolahan, dan pemasaran. Ketentuan lebih lanjut mengenai praproduksi, produksi, pengolahan dan pemasaran diatur dalam Peraturan Menteri.

b. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep. 1O/Men/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan

Izin penangkapan meliputi Izin Usaha Perikanan (IUP), Surat Penangkapan Ikan (SPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). IUP berlaku selama perusahaan masih melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pengangkutan ikan. SPI berlaku selama 3 tahun untuk penangkapan ikan dengan menggunakan jenis alat tangkap Pukat Cincin, Rawai Tuna, Jaring Insang Hanyut, atau Huhate dan 2 tahun untuk alat tangkap lain. SIKPI berlaku selama 3 tahun.

c. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep. 58/Men/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) merupakan pelaksana pengawasan di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan, petani ikan serta masyarakat maritim lainnya. Pemerintah dan atau pemerintah daerah wajib memfasilitasi pemberdayaan POKMASWAS melalui pembinaan, bimbingan dan pelatihan bagi peningkatan

70 kemampuan POKMASWAS. Masyarakat atau anggota POKMASWAS melaporkan informasi adanya dugaan pelanggaran dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan kepada aparat pengawas terdekat seperti: Koordinator PPNS, Kepala Pelabuhan perikanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Satpol-Airud (atau Polisi terdekat), TNI-AL terdekat atau Petugas karantina di pelabuhan dan PPNS.

d. Keputusan Menteri Pertanian No. 392/ Kpts/ IK. 120/4/1999 Tentang Jalur Penangkapan Ikan

Jalur-jalur penangkapan ikan sebagaimana yang tertuang dalam SK Menteri Pertanian No. 392/Kpts/ IK. 120/ 4/ 1999 yaitu:

a) Jalur I (Perairan pantai diukur dari permukaan air laut pada surut terendah pada setiap pulau s/d 6 mil ke arah laut)

- Dari 0 s/d 3 Mil laut, diperbolehkan untuk alat penangkapan ikan yang menetap, alat penangkapan ikan tidak menetap yang tidak dimodifikasi, dan kapal perikanan tanpa motor yang panjangnya ≤ 10 meter. Disamping itu wajib diberi tanda pengenal, yaitu: tanda pengenal jalur dengan cat warna putih ≥ ¼ lambung kiri dan kanan kapal, serta tanda pengenal alat tangkap. - Dari 3 s/d 6 Mil laut, diperbolehkan untuk alat penangkapan ikan yang tidak

menetap. Kapal yang diperbolehkan yaitu panjangnya ≤ 10 meter tanpa dan/atau dengan motor tempel, motor tempel dan motor dalam ≤ 5 GT dengan panjang ≤ 12 meter, kapal pukat cincin (Purse Seine) ≤ 150 meter. Jaring berupa Drift Gill Net (jaring insang hanyut) ≤ 1.000 meter dan wajib diberi tanda pengenal jalur dengan cat merah ≥ ¼ lambung kiri dan kanan kapal, serta tanda pengenal alat tangkap (ditetapkan oleh Dirjenkan).

71 b) Jalur II (6 s/d 12 Mil laut), diperbolehkan untuk kapal perikanan motor dalam ≤ 60 GT, Pukat Cincin ≤ 600 meter dengan kapal tunggal (bukan grup) atau ≤ 1.000 dengan 2 kapal/ ganda (bukan grup), Tuna Long Line ≤ 1.200 mata pancing, Jaring Insang Hanyut ≤ 2.500 meter. Wajib diberi tanda pengenal, yaitu: tanda pengenal jalur dengan warna oranye ≥ ¼ lambung kiri dan kanan kapal, dan tanda pengenal alat tangkap (ditetapkan oleh DirjenKan).

c) Jalur III (12 s/d 200 Mil laut atau batas terluar ZEE), diperbolehkan untuk kapal perikanan berbendera Indonesia ≤ 200 GT, kecuali yang menggunakan Pukat Cincin besar di Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Seram, Laut Flores, dan Laut Sawu dilarang untuk semua ukuran,kapal perikanan berbendera Indonesia ≤ 200 GT di ZEE Selat Malaka, kecuali yang menggunakan Pukat Ikan (Fish Net) ≥ 60 GT. Untuk perairan ZEE di luar ZEE Selat Malaka:

- Kapal perikanan berbendera Indonesia dan asing ≤ 350 GT.

- Kapal perikanan > 350-800 GT yang menggunakan Pukat Cincin hanya boleh beroperasi diluar > 100 Mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia.

- Kapal perikanan yang menggunakan Pukat Cincin dengan sistem grup hanya boleh beroperasi > 100 Mil laut dari garis pangkal kepulauan Indonesia.

- Kapal perikanan berbendera asing berdasarkan Peraturan pada Perundang- Undangan yang berlaku.

72 e. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER.05/MEN/2008

tentang Usaha Perikanan Tangkap  Pengaturan Izin Penangkapan

Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dalam satuan armada penangkapan ikan wajib memiliki SIUP dan SIKPI dalam satuan armada penangkapan ikan. Setiap kapal penangkap ikan dan/atau kapal lampu dilengkapi dengan SIPI.

 Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan

Pembinaan terhadap kegiatan usaha perikanan meliputi pembinaan pengelolaan usaha, sarana dan prasarana, teknik penangkapan dan produksi, dan mutu hasil perikanan. Pengawasan dan pengendalian dilakukan dengan sistem pemantauan, pengendalian, dan pemeriksaan lapangan terhadap operasional dan dokumen kapal perikanan, UPI, dan ikan hasil tangkapan oleh pengawas perikanan.

 Pengadaan Kapal Penangkap Ikan

Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang telah memiliki SIUP dapat mengadakan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan,baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

 Pengaturan Pendaratan Ikan

Setiap kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan harus mendaratkan ikan hasil tangkapan di pelabuhan pangkalan yang tercantum dalam SIPI dan/atau SIKPI.

73 f. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan PER.17/MEN/2006 tentang

Usaha Perikanan Tangkap  Peraturan Izin Penangkapan

Setiap orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dalam satuan armada penangkapan ikan wajib memiliki SIUP atau APIPM, SIPI, dan SIKPI dalam satuan armada penangkapan ikan. Satuan armada penangkapan ikan terdiri dari kapal penangkap, kapal pengangkut ikan, dengan atau tanpa kapal lampu.

 Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan

Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha perikanan di bidang penangkapan dan pengangkutan ikan dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan meliputi pembinaan pengelolaan usaha, sarana dan prasarana, teknik penangkapan dan produksi, dan mutu hasil perikanan.

 Pengadaan Kapal Penangkap Ikan

Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang telah memiliki SIUP dapat mengadakan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan,baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

 Sanksi terhadap Pelanggaran

Setiap orang atau badan hukum yang melakukan usaha perikanan tangkap yang melakukan pelangaaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenankan sanksi administratif atau sanksi pidana. Sanksi administratif dapat berupa peringatan tertulis, pembekuan, atau pencabutan SIUP, SIPI dan SIKPI.

74 g. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha

Perikanan

 Pengaturan Pungutan Perikanan

Pungutan Pengusahaan Perikanan ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per

Gross Tonnage (GT) dikalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang digunakan. Bagi perusahaan perikanan skala kecil berdasarkan rumusan 1% (satu perseratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan dan bagi perusahaan perikanan skala besar berdasarkan rumusan 2,5% (dua setengah perseratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan. Untuk kegiatan pembudidayaan ikan sebesar 1% (satu perseratus dikalikan harga jual ikan hasil pembudidayaan.

 Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan

Pembinaan terhadap kegiatan usaha perikanan di bidang penangkapan ikan dan pengangkutan ikan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya. Pembinaan meliputi pembinaan iklim usaha, sarana usaha, tekni produksi, pemasaran, dan mutu hasil perikanan. Pengawasan dilakukan terhadap kegiatan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan serta penanganan hasil perikanan.

h. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Izin Usaha Perikanan

 Peraturan Izin Penangkapan

Setiap Warga Negara Indonesia, Badan Hukum atau Koperasi, yang melakukan kegiatan usaha perikanan wajib memiliki SIUP. Perusahaan Perikanan yang telah memperoleh SIUP, sebelum melakukan usaha penangkapan ikan dan pengangkutan ikan wajib memiliki SIPI atau SIKPI untuk setiap kapal yang

75 dipergunakan. SIUP berlaku selama perusahaan perikanan yang bersangkutan masih melakukan usaha perikanan. SIPI berlaku selama 3 tahun untuk penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap pukat cincin, rawai tuna, jaring insang hanyut, atau huhate dan 2 (dua) tahun untuk jenis alat tangkap lainnya, SIKPI berlaku selama 3 tahun.

 Pengaturan Pungutan Perikanan

Perusahaan Perikanan yang memiliki SIUP, SIPI, dan SIKPI dikenakan retribusi Izin Usaha Perikanan. Struktur dan besarnya tarif retribusi Izin Usaha Perikanan terlampir dalam Lampiran 5.

 Pembinaan dan Pengawasan terhadap Usaha Perikanan

Pembinaan dan pengawasan terhadap Perusahaan Perikanan dilakukan oleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh Kepala Dinas.

 Sanksi terhadap Pelanggaran

Setiap orang yang melanggar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000.000 (lima puluh juta).

 Menjaga Kelestarian Sumberdaya

1. Untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan, dilarang menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, listrik, racun atau sejenisnya, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan dan dilarang melakukan kegiatan usaha perikanan di daerah tertentu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah kecuali untuk kegiatan penelitian dan survey.

76 2. Dilarang menggunakan alat penagkap ikan trawl, mini trawl, atau alat tangkap lain yang telah dimodifkasi namun penggunaannya mirip trawl atau alat tangkap lain yang dilarang Pemerintah.

3. Dilarang melakukan Usaha Perikanan pada daerah selain yang telah ditentukan dalam SIUP.

4. Dilarang menggunakan alat tangkap statis dijalur pelayaran atau lalu lintas kapal.

 Bentuk Usaha Perikanan

Usaha Perikanan meliputi usaha penangkapan ikan, usaha pembudidayaan ikan, usaha pengangkutan ikan, usaha pengolahan ikan dan usaha pemasaran ikan. i. Peraturan Daerah Kabupaten Pandeglang No 12 Tahun 2001 tentang

Retribusi pasar Grosir dan Pertokoan Diperuntukkan Bagi Penyelenggaraan Pelelangan Ikan.

Besarnya biaya retribusi pelelangan, ditetapkan sebesar 4% (empat perseratus) dari harga /nilai kotor atau raman pelelangan dan atau transaksi sebagai jenis barang di tempat pasar grosir yang dibebankan kepada:

a. Pembeli/bakul sebesar 2% (dua perseratus) b. Penjual/Nelayan sebesar 2%(dua perseratus)

Pungutan lain dalam kegiatan pelelangan ikan ditentukan berdasarkan musyawarah nelayan yang besarnya tidak lebih dari 4% (empat perseratus) dan hasilnya dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah/Kepala Dinas atas nama Kepala Daerah:

a. Biaya pelelangan Ikan 2% b. Dana Sosial yang terdiri dari : - Tabungan Nelayan 1%

77 - Dana Paceklik 0,5%

- Dana kecelakaan di laut dan asuransi nelayan 0,5%

Aturan formal di atas mengatur sekitar sepuluh aspek pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Kesepuluh aspek tersebut adalah Pengaturan izin penangkapan, Pengaturan pungutan perikanan, Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perikanan, Pengaturan zonasi dan jalur penangkapan ikan, Pengaturan alat penangkapan dan upaya penangkapan ikan, Pengadaan kapal penangkap ikan, Pengaturan pendaratan ikan, Sanksi terhadap pelanggaran, Menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan Bentuk usaha perikanan. Kesepuluh aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Aspek Pengelolaan Aturan Formal dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan Labuan

No Aspek Pengelolaan Tingkat Keterangan Pusat Daerah 1 Pengaturan izin penangkapan

X X Pengaturan izin penangkapan telah diatur di tingkat provinsi, akan tetapi masih terdapat banyak kapal yang tidak memiliki surat izin dan sudah melewati masa berlaku.

2 Pengaturan pungutan perikanan

X X Retribusi pelelangan tidak berjalan dengan lancar karena dianggap memberatkan oleh nelayan, sehingga seringkali nelayan menjual hasil tangkapan di luar TPI untuk menghindari pungutan restribusi 3 Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perikanan

X X Pembinaan telah dilakukan melalui sosialisasi, penyuluhan serta pelatihan kegiatan- kegiatan yang mendukung usaha perikanan. Pengawasan oleh pemerintah dan masyarakat telah dilakukan, tetapi belum maksimal karena keterbatasan sarana dan prasarana pengawasan.

78 Lanjutan Tabel 17. No Aspek Pengelolaan Tingkat Keterangan Pusat Daerah 4 Pengaturan zonasi dan jalur penangkapan ikan

x Nelayan di Kecamatan Labuan

belum memiliki sistem pengaturan atau pranata sosial (aturan masyarakat adat) yang ketat mengenai daerah perairan yang mana yang diperbolehkan dan daerah perairan laut yang dilarang dimasuki nelayan, dan pengaturan kawasan seperti zona preservasi, konservasi dan pemanfaatan 5 Pengaturan alat penangkapan dan upaya penangkapan ikan

x Peraturan formal di tingkat

provinsi telah mengatur jenis- jenis alat tangkap apa saja yang boleh digunakan.

6 Pengadaan kapal penangkap ikan

x Tidak diatur dalam aturan

formal tingkat provinsi dan kabupaten

7 Pengaturan pendaratan ikan

x Pendaratan ikan masih belum

tertata rapi. Kapal didaratkan di pinggir pantai karena belum memiliki pelabuhan untuk pendaratan kapal.

8 Sanksi terhadap pelanggaran

x x Belum maksimal dalam

penegakan hukum. Beberapa tindakan pelanggaran masih diselesaikan melalui jalur musyawarah.

9 Menjaga kelestarian sumberdaya perikanan

x x Sebagian masyarakat pesisir

sudah menjaga kelestarian sumberdaya perikanan, akan tetapi masih terdapat beberapa tindakan yang merusak baik

penangkapan dengan

menggunakan bom atau potas. Selain itu, daerah pantai Labuan masih dipenuhi sampah-sampah rumah tangga. 10 Bentuk usaha

perikanan

x x Usaha perikanan meliputi

penangkapan, pemasaran dan pengolahan ikan.

79 Beberapa aturan-aturan yang berlaku sudah diatur dalam peraturan formal di tingkat Provinsi dan Kabupaten. Peraturan perundang-perundangan yang berlaku telah mengatur sumberdaya perikanan, baik untuk tujuan ekonomi dan konservasi (perlindungan terhadap sumberdaya perikanan). Dari hasil analisis peraturan perundangan tersebut, sudah terlihat bahwa telah ada peraturan formal tentang pengelolaan sumberdaya perikanan. Akan tetapi yang menjadi masalah selama ini adalah bukan pada banyaknya peraturan, tetapi pada kepatuhan terhadap aturan-aturan tersebut serta pengetahuan terhadap aturan-aturan yang ada. Kegiatan perikanan di Kecamatan Labuan seperti terlepas dari berbagai aturan dan kebijakan tersebut. Tidak ada ketergantungan terhadap aturan formal yang berlaku. Peraturan yang berlaku sangat banyak, tetapi tidak ada pengawasan dan sistem hukum yang optimal.

Kurangnya sosialisasi aturan-aturan formal pada seluruh masyarakat mengenai pengelolaan sumberdaya perikanan juga menyebabkan aturan merupakan hal yang kurang berpengaruh pada pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan. Selain itu, berbagai aturan yang diberlakukan dan dibentuk oleh pemerintah tanpa melibatkan masyarakat. Maka yang terjadi kemudian adalah kurangnya pemahaman masyarakat akan peraturan-peraturan yang ada dan berdampak pula pada rendahnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut. Tidak adanya keterlibatan masyarakat dalam pembentukan aturan tersebut juga berarti pengabaian terhadap pengetahuan lokal (local knowledge) masyarakat setempat mengenai pengelolan sumberdaya perikanan.

80 6.2.2 Kelembagaan Informal

Kearifan lokal berupa norma atau aturan tidak tertulis yang dikatakan dapat mendukung usaha-usaha pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan, antara lain adalah : pertama, adanya larangan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan pada setiap hari Jum'at. Mayoritas penduduk yang beragama Islam menjadikan aturan ini melekat pada kegiatan perikanan yang masyarakat jalankan. Menurut masyarakat setempat, hari Jumat adalah hari yang dikhususkan untuk beribadah. Sehingga pada hari tersebut, nelayan yang biasanya pergi melaut akan menggunakan waktunya untuk memperbaiki alat-alat yang digunakan pada kegiatan perikanan yang mereka lakukan. Kebiasan untuk tidak melaut pada hari Jumat ini juga berdampak baik bagi lingkungan, karena memberikan sedikit waktu bagi pemulihan kondisi alam. Hari jumat juga digunakan untuk bertemu dan bersilaturahmi dengan anggota masyarakat yang lain. Bagi para nelayan, hari Jumat merupakan satu-satunya waktu yang dapat mereka gunakan untuk duduk- duduk bersama sambil minum kopi. Kedua, perasaan sebagai bagian dari suatu komunitas untuk tujuan pemerataan sumberdaya. Nelayan yang memiliki tingkat teknologi yang lebih tinggi biasanya akan menghindari daerah penangkapan yang sama dengan nelayan tradisional. Ketiga, masyarakat nelayan mengizinkan bagi nelayan dari daerah luar untuk menangkap ikan di daerah mereka dengan syarat mereka menghormati seluruh masyarakat yang tinggal di Labuan dan menggunakan alat tangkap yang sama dengan nelayan-nelayan dari daerah setempat. Keempat, adanya kesepakatan bagi para pelaku tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nelayan lain, seperti aktivitas pencurian ikan dan alat tangkap serta perusakan alat tangkap. Kelima, dilarang melakukan

81 pencemaran atau penangkapan ikan tidak ramah lingkungan, misalnya dengan bom, potasium, dan lain-lain. Larangan ini dicetuskan atas dasar kesadaran masyarakat setempat akan bahaya penggunaan bom dan potasium bagi keberlangsungan sumberdaya perikanan. Keenam, adanya aturan berbagi yaitu dalam penangkapan ikan-ikan pelagis yang tampak dari permukaan, seperti jenis tongkol, apabila ikan tersebut tertangkap sebagai hasil kerja dari beberapa kapal penangkap, maka ikan yang diperoleh harus dibagi dua antara kapal yang menangkap ikan dengan kapal yang pertama kali melihat disana memburu gerombolan ikan tersebut. Ketujuh, tidak boleh berbicara kotor dan kasar ketika berada ditengah laut.

Kearifan tradisional dalam pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan kebiasaan yang berlaku secara turun temurun oleh masyarakat dan belum menjadi hukum tertulis. Legalitasnya berasal dari kepercayaan, jika tidak ditaati akan ada peringatan dari yang maha kuasa. Kearifan lokal lambat laun mengalami kepunahan, semakin memudarnya aturan-aturan tak tertulis/kesepakatan yang pernah ada.

Tabel 18. Aturan-aturan informal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Kecamatan Labuan

No Aturan Informal Tujuan

Sosial Ekonomi Konservasi 1 Larangan melakukan aktivitas

penangkapan ikan pada setiap hari Jum'at.

X

2 Nelayan yang memiliki tingkat teknologi yang lebih tinggi biasanya menghindari daerah penangkapan yang sama dengan nelayan tradisional.

X X

3 Masyarakat nelayan mengizinkan bagi nelayan dari daerah luar untuk menangkap ikan di daerah mereka.

82

Lanjutan Tabel 18.

No Aturan Informal Tujuan

Sosial Ekonomi Konservasi 4 Kesepakatan bagi para pelaku tidak

melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nelayan lain.

X

5 Dilarang melakukan pencemaran atau penangkapan ikan tidak ramah lingkungan.

X

6 Adanya aturan berbagi X X X

7 Tidak boleh berbicara kotor di tengah laut

X Sumber: Data diolah (2010)

Sebagian aturan-aturan informal tersebut sudah mulai memudar. Aturan- aturan formal ini dulunya cukup efektif dalam mereduksi dan mencegah konflik- konflik dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Aturan-aturan informal tersebut memiliki tujuan implisit yang mungkin tidak disadari oleh masyarakat nelayan dan sangat mendukung dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu untuk tujuan sosial, ekonomi dan konservasi. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya suatu mekanisme kontrol sosial yang ada di masyarakat berupa kearifan lokal. Akan tetapi, aturan-aturan informal ini sudah mulai memudar dan mungkin tidak akan bertahan lama apabila tidak segera dikukuhkan menjadi aturan formal dan diakui oleh pemerintah.

Pada umumnya, nelayan di Kecamatan Labuan belum memiliki sistem pengaturan atau pranata sosial (aturan masyarakat adat) yang ketat mengenai daerah perairan yang mana yang diperbolehkan dan daerah perairan laut yang dilarang dimasuki nelayan, dan pengaturan kawasan seperti zona preservasi, konservasi dan pemanfaatan. Dengan kata lain, di Kecamatan Labuan berlaku status rezim open access (no property rights) dalam pemanfaatan sumberdaya ikan, yang khusus berlaku dikalangan internal masyarakat Kecamatan Labuan,

83 karena memang tidak ditemukan kelembagaan adat yang mengatur fishing ground

yang buka dan tutup (close and open season) untuk kegiatan perikanan berdasarkan daerah penangkapan ikan pada lokasi tertentu. Masyarakat di Kecamatan Labuan tidak mengenal klaim atas kepemilikan laut sehingga merupakan sumberdaya yang bersifat common property/milik bersama. Masyarakat menganut paham ‘laut merupakan milik bersama dan boleh dimanfaatkan oleh siapa saja’.

6.3 Biaya Transaksi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Kecamatan

Dokumen terkait