Pada saat seperti sekarang harus dapat dijelaskan apakah kebijakan energi nasional akan mendahulukan pro poor dari pro job dan pro growth. Bagaimanapun juga
VI. KELEMBAGAAN DAN GOVERNANCE
Perbaikan kelembagaan dan governance merupakan tantangan utama dalam jangka menengah. Perwujudan konsolidasi demokrasi, desentralisasi sangat tergantung kepada keberhasilan kita dalam melakukan reformasi kelembagaan dan perbaikan governance. Demikian pula halnya dengan kesanggupan kita untuk melakukan repons yang memadai terhadap tantangan dan kesempatan yang muncul dari proses globalisasi dan regionalisasi. Satu sama lain, hal ini berkaitan erat dengan biaya transaksi ekonomi dan bisnis. Governance
yang lemah, meskipun sistem dan struktur kelembagaan formal nya lengkap, akan menimbulkan biaya transaksi yang relatif tinggi yang pada gilirannya akan menekan daya saing nasional.
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa governance memiliki arti yang semakin penting. “Government rules by consent as much as by command”. Dalam pendekatan ini, proses kebijakan selalu melibatkan upaya kerjasama yang erat antar lembaga-lembaga pemerintah dan pembentukan konsensus antar para pemangku kepentingan dalam
menjalankan tujuan organisasi Pemerintahan.
Kelemahan dalam governance antara lain mengakibatkan koordinasi pemerintah yang buruk, persaingan usaha yang tidak sehat, contract enforcement dan mata rantai pasar yang lemah, dan pasar yang tidak ada atau tidak lengkap (missing markets). Dalam konteks persaingan global dan regional, hal ini menimbulkan persaingan yang tidak adil bagi pengusaha nasional yang harus berhadapan dengan pengusaha dari negara-negara lain yang pada umumnya memiliki biaya transaksi yang lebih rendah.
Negara akan berhadapan dengan serangkaian tantangan dan kesempatan yang besar yang berasal dari proses globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi. Masing-masing dari tantangan ini memerlukan kelembagaan yang kokoh dan governance yang relevan.
Globalisasi. Perlu disadari bahwa dalam proses globalisasi, bukan hanya para pengusaha yang bersaing akan tetapi juga pemerintah yang bersaing dengan pemerintah negara lain agar supaya kepentingan nasional, daya saing ekonomi dan manfaat dari proses global ini dapat dioptimalkan. Pendekatan laissez faire yang selama ini dijalankan tidak akan memadai untuk bersaing secara global. Pemerintah harus lebih aktif dan bersinergi dengan dunia swasta dan masyarakat. Untuk itu, governance harus diubah, mengarah kepada pendekatan bersama dengan para pemangku kepentingan (public private partnership).
Demokratisasi. Proses demokratisasi tidak selalu harus menjelma ke dalam struktur kelembagaan yang tidak kokoh, seringkali simpang siur dan governance yang lemah. Dengan pendekatan konsensus antar para pemangku kepentingan, governance bisa menjadi lebih kuat. Untuk itu mekanisme dialog dan konsultasi antar lembaga-lembaga pemerintah dan para pemangku kepentingan harus terjadi secara tersruktur dan konsensus yang dibuat benar-benar dilaksanakan.
Desentralisasi. Seperti halnya dengan demokratisasi, desentralisasi juga seharusnya menimbulkan struktur kelembagaan dan governance yang lebih baik dan relevan bagi kepentingan masing-masing daerah. Pendekatan kelembagaan formal semata-mata, seperti yang berlaku sekarang ini, harus diubah mengarah kepada pendekatan kerja sama antar para pemangku kepentingan. Tentu saja, pengembangan kapasitas kelembagaan juga sangat perlu digalakkan. Selain itu, dengan melakukan pendekatan regional dan tematik, negara-negara lain telah memberikan berbagai cara agar Pemerintah pusat dengan pemerintahan beberapa daerah tertentu dapat bekerjasama secara terstruktur. Kerjasama pengembangan dan pengelolaan wilayah aliran sungai merupakan contoh klasik. Begitu pula dengan pengembangan infrastruktur, perlindungan hutan dan lingkungan hidup.
Governance di Sektor Korporasi. Belajar dari krisis ekonomi Tahun 1997 maupun krisis finansial yang bermula dari masalah sub prime di Amerika Serikat, kebijakan perusahaan yang tidak dilandasi dengan governance yang baik terbukti bukan hanya berisiko terhadap kerugian atau kebangkrutan perusahaan yang bersangkutan saja tetapi juga berisiko menimbulkan krisis ekonomi suatu negara bahkan bisa sampai menyeret pada krisis finansial global. Sebagai contoh Lehman Brothers yang telah berusia lebih dari seratus tahun akhirnya mengalami kebangkrutan akibat melakukan bisnis produk derivatif keuangan yang aturan mainnya tidak terlalu lengkap dibandingkan dengan sektor bisnis yang lain.
dengan benar maka tentu perusahaan tersebut telah menyiapkan rambu-rambu termasuk manajemen risiko yang baik sehingga tidak akan menyebabkan kebangkrutan apalagi sampai menyebabkan krisis finansial suatu negara bahkan menyeret kepada krisis finansial global. Contoh kongkrit di tanah air adalah praktek bisnis perusahaan yang terseret masalah hukum akibat BLBI yang menyebabkan negara terpaksa menerbitkan Surat Utang Negara (SUN). Untuk itu Kadin sebagai wadah komunikasi dan konsultasi para pelaku usaha memiliki tanggung jawab secara moril dan organisatoris untuk mendorong penerapan good corporate governance secara konsisten di perusahaan.
VII. REKOMENDASI
Perekonomian Global
1. Dalam menghadapi dan mengantisipasi perubahan-perubahan di lingkungan strategik, nasional maupun internasional, Kadin harus memiliki stuktur organisasi yang lebih handal dan fokus. Sebagai konsekuensi dari perubahan peta kekuatan ekonomi dunia, Kadin perlu meningkatkan perhatian ke negara-negara yang tergolong sebagai Emerging Market. Selain itu, negara-negara berkembang di lapisan kedua juga perlu mulai digarap lebih intensif, agar peluang-peluang usaha dan kerja sama dapat diwujudkan sebelum persaingan semakin keras.
2. Kadin ke depan dituntut untuk semakin peka dalam menyikapi persoalan-persoalan global seperi lingkungan, hak asasi manusia, dan persoalan sosial. Perlu dialog yang lebih intensif dengan kalangan civil society berdasarkan prinsip keterbukaan dan saling percaya serta saling menghargai.
3. Kadin berperan lebih aktif dalam proses di tingkat internsional untuk menghasilkan suatu sistem finansial global yang lebih stabil dan berkeadilan.
Perekonomian Domestik
1. Perlu ditopang oleh fondasi yang kokoh agar perekonomian Indonesia memiliki daya saing yang tinggi. Peningkatan kualitas pembangunan diyakini akan sangat besar sumbangsihnya terhadap pengurangan penduduk miskin dan pengangguran serta perbaikan distribusi pendapatan, yang pada gilirannya niscaya akan sangat memperbaiki iklim usaha dan investasi.
2. Banyaknya jumlah UMKM bukan mencerminkan keberhasilan kebijakan, melainkan sebagai ekses dari kegagalan dalam memajukan sektor formal umumnya dan sektor industri manufaktur khususnya. Oleh karena itu Kadin Indonesia merasa terpanggil untuk mengembangkan struktur usaha yang lebih seimbang: skala kecil lebih didorong untuk tumbuh dan berkembang menjadi skala menengah lewat suatu kemitraan usaha yang berlandaskan transparansi dan saling menopang.
3. Perlu penguatan organisasi Kadin daerah untuk mewujudkan pembangunan daerah yang hakiki, bukan sekedar “pembangunan di daerah”.
Bidang Infrastruktur
1. Untuk mengantisipasi dan menanggulangi krisis ekonomi global serta untuk memperkuat ekonomi domestik, maka pemerintah perlu meningkatkan pembangunan infrastruktur di pedesaan, seperti jalan desa dan jalan produksi, merehabilitasi jaringan irigasi dan drainase yang mendukung proses peningkatan produksi pertanian dan agribisnis.
2. Pemerintah perlu meningkatkan penyediaan dan kualitas infrastruktur dengan meninjau ulang implementasi Paket Inpres No.6/2007 dan kemitraan pemerintah-swasta dalam upaya percepatan pembangunan infrastruktur di pusat-pusat kegiatan ekonomi, kawasan timur Indonesia, dan kawasan perbatasan/ tertinggal.
3. Perlu dilakukannya penguatan koordinasi lembaga di tingkat daerah dan pusat yang berkaitan dengan percepatan pembangunan infrastruktur, khususnya dalam menangani daerah bencana. Penguatan kelembagaan sesuai percepatan pembangunan sektor riil harus diikuti dengan penguatan kelembagaan dinas terkait sehingga ada capacity building bagi pihak pemda. Oleh karena itu, memperkuat pengetahuan pelaksana peraturan di daerah tentang suatu peraturan.
4. Perlu kajian khusus terkait dengan infrastruktur daerah yang terkena bencana seperti: (1) Peraturan tentang kapasitas maksimum angkutan pengguna jalan perlu dipertegas lagi untuk mengurangi risiko tambahan kerusakan jalan yang lebih parah di daerah bencana.; (2) Peraturan tentang ganti rugi bagi daerah bencana.; (3) Perlu segera dibuat aturan yang ketat tentang penggunaan jalur alternatif daerah yang tidak terkena bencana yang dapat mengganggu kenyamanan penduduk sekitar jalan alternatif yang dilalui.
5. Penataan ulang sistem jaringan jalan baru. Di samping itu perlu mensinergikan sistem jaringan jalan nasional dan sistem jaringan regional dan melibatkan anggota Kadin dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan infrastruktur. Percepatan pembangunan sektor riil, khususnya pembangunan infrastruktur di daerah bencana harus memanfaatkan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada sehingga tidak mendirikan lembaga baru yang tumpang tindih. 6. Rencana alih fungsi lahan di daerah yang terkena bencana harus dikaji
mendalam secara sektoral, kebudayaan masyarakat setempat, Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) daerah dan nasional serta kebijakan terkait ketahanan pangan nasional. Koordinasi RTRW antar pemerintah pusat dan Pemda sehingga tercipta RTRW yang wibawa yang dapat dipatuhi masyarakat.