• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran

III. HASIL KAJIAN

3.1. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan

3.1.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran

Sekitar 75 % petani di wilayah tersebut adalah penggarap. Kegiatan pengelolaan usahatani seperti olah tanah, membuat persemaian, tanam,

19 pemeliharaan, pascapanen dan pemasaran dilakukan secara individu, baik petani pemilik penggarap atau penggarap.

Penyediaan input dilakukan secara individu, khusus penyediaan pupuk dilakukan melalui RDKK kelompok tani/gapoktan, karena berlaku sistem distribusi pupuk tertutup. Dalam teknis pelaksanaan setiap tahap pekerjaan, petani mengerjakan sendiri dan atau dibantu oleh tenaga buruh perorangan (mencangkul merapikan galengan, memupuk, menyemprot) atau paket (olah tanah, tanam, panen, angkut).

Pembuatan persemaian dilakukan di lokasi percontohan dan di Bosowa, karena tidak tercukupi dan tak terkejar waktunya jika hanya dilakukan di lokasi. Pembuatan persemaian di Bosowa sekaligus berfungsi sebagai pelatihan untuk petani penangkar di Bosowa. Penangkar Bosowa bisa menyediakan (menjual) bibit padi seharga rata-rata Rp 220.000/ha, varietas sesuai permintaan pembeli.

Introduksi inovasi dalam persemaian yaitu digunakannya tray untuk tempat persemaian bukan lagi di atas lahan sawah, dan tanah yang menjadi media harus diayak. Persamaian berlangsung lebih singkat karena penanaman menggunakan bibit muda yaitu umur 12-20 hari (15-20 cm) dari biasanya 28-30 hari (25-30cm). Kendala yang dijumpai pada tahapan ini adalah kekurangan tray. Selain menambah tray dengan cara meminjam, ditemukan solusi kreatif untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan membuat persemaian di atas plastik (terpal) yang dibatasi dengan kayu. Saat persemaian akan digunakan maka plastik yang berisi bibit yang sudah tumbuh tinggal dipotong seukuran lebar tray (panjangnya tidak harus sama).

Penggunaan bibit muda awalnya membuat was-was petani, apalagi per lubang hanya tanam 1-2 bibit, berbeda dari kebiasaan petani 4-5 bibit. Petani khawatir bibit tidak bisa tumbuh dengan baik, dan hasilnya menjadi kurang maksimal. Dalam kasus seperti ini aparat dan pendamping (tim teknis) harus menyakinkan petani agar mau menerapkan inovasi ini.

Kekurangan tenaga kerja pertanian juga terjadi pada langkanya buruh tanam. Kelompok tanam terbatas jumlahnya, harus antri. Petani, menggunakan jasa kelompok penanam yang harus dihubungi paling tidak sebulan sebelum tanam. Jika terlambat menghubungi kelompok tanam, bisa terlambat tanam dan bibit bisa terlalu

20 tua mencapai umur 29-30 hari. Introduksi alsin berupa rice transplanter merupakan solusi terhadap masalah kurangnya tenaga buruh tanam.

Tabel 7. Pelaku dalam Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran Secara Konvensional dan Percontohan Pertanian Modern di Soppeng, 2015.

Tahapan pekerjaan Konvensional Percontohan Pertanian Modern

Pengelolaan usahatani

-Olah tanah Petani, menggunakan TR2

milik sendiri atau sewa Dikoordinir oleh pelaksana perconcohan, menggunakan TR4 dan TR2

-Persemaian Petani, dilakukan secara

individu Dikoordinir oleh petugas (DinasTPH Soppeng)

bekerjasama dengan Bosowa

-Tanam Petani, menggunakan jasa

kelompok penanam Dikoordinasikan oleh pelaksana percontohan, menggunakan rice transplanter, tanam bibit muda umur 10-12 hari, selesai 12 hari untuk 100 ha

-Pemeliharaan Petani Petani, dibantu penanggung

jawab kelompok kecil dan TNI

Penyediaan Input

-Benih Petani, secara individu Petani, melalui kelompok

tani/gapoktan, bantuan terkait pelaksanaan percontohan PPM (bansos)

-Pupuk Petani, melalui kelompok

tani/gapoktan, swadaya.

Sda

-Obat-obatan Petani, secara individu,

swadaya Sda

-Alsin Petani secara individu,

menggunakan alsin milik sendiri atau sewa jasa UPJA atau swasta lainnya

UPJA, dengan alat milik UPJA dan bantuan dari Dit PSP. Kekurangan alsin dipenuhi dengan cara meminjam dari berbagai pihak di sekitarnya, dikoordinir oleh Dinas TPH Kabupaten Soppeng

Panen dan Pascapanen Petani secara individu, dibantu jasa kelompok pemanen (kelompok Dros) untuk panen dan

perontokkan, dan pengarungan. Angkut dilakukan oleh kelompok pengangkut.

Dikoodinir oleh pelaksana percontohan, menggunakan combine harvester untuk panen, perontokkan, dan pengarungan. Angkut dilakukan oleh kelompok pengangkut.

Pemasaran Petani menjual kepada pedagang. Pedagang adalah ketua gapoktan, harga di atas harga pasar.

Petani menjual hasil kepada pedagang. Pedagang adalah ketua gapoktan, harga di atas harga pasar.

21 Dalam hal pemasaran hasil, tidak terjadi perubahan sebelum maupun sesudah diterapkannya PPM. Petani menjual hasil dalam bentuk GKP kepada pedagang, di lahan segera begitu selesai dikarungi, hanya disisakan 5-10 karung. Pedagang adalah ketua gapoktan, harga di atas harga pasar.

Pelaku lain yang terlibat dalam pengelolaan usahatani adalah gapoktan. Gapoktan Appanang memiliki peran dalam mengusulkan, menerima dan mendistribusikan bansos Program Optimasi Lahan dalam bentuk sarana produksi. Adapun sarana produksi yang diterima untuk kegiatan PPM seluas 100 ha terlihat pada Tabel 8 di bawah.

Tabel 8. Jenis, Jumlah, dan Nilai Sarana Produksi untuk Kegiatan PPM Seluas 100 ha di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015. Jenis sarana produksi Jumlah

(kg) Harga satuan (Rp/kg) Nilai (Rp000) Benih padi 2.500 8.000 20.000 Pupuk kompos/organik 100.000 600 50.000 Pupuk Urea 10.000 1.800 18.000 Pupuk NPK 15.000 2.300 34.500 PPC/POC 1.500 40.000 60.000 Pestisida 300 75.000 22.500 Total 205.000

Sumber data : hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan Kel. Appanang, Kab. Soppeng, 2015 Dalam penggunaan sarana produksi, PPM mengintroduksi penggunaan sarana produksi yang lebih sedikit dibandingkan kebiasaan petani setempat. Perbedaan tersebut yaitu : (1) Benih : petani 40-45 kg/ha, PPM 25 kg/ha; (2) Pupuk Urea: petani 200-250 kg/ha, PPM 100 kg/ha, pupuk NPK: petani 300-350 kg/ha, PPM 150 kg/ha; (3) pestisida: petani senilai minimal Rp300.000/ha, PPM senilai Rp 225.00/ha. Namun pelaksanaan PPM juga mengintroduksi penggunaan pupuk organik dan PPC/POC, yang tidak digunakan atau digunakan dalam jumlah sedikit oleh petani.

Khusus penggunaan pestisida ini, petani mendapatkan pelajaran dalam hal aplikasi obat-obat. Biasanya petani menggunakan beberapa jenis obat-obatan yang dicampur dan diaplikasikan secara bersamaan. Ternyata cara ini tidak benar karena zat aktif yang terkandung di dalamnya bisa tidak dapat bekerja secara efektif. Aplikasi yang benar adalah dengan menggunakannya satu demi satu, sesuai dengan jenis dan tingkatan serangan OPT yang terjadi.

22 Dalam kaitannya dengan UPJA, gapoktan memprioritaskan penggunaan UPJA setempat dalam penggunaan jasa alsin untuk kegiatan usahatani. Sebagai pengguna jasa alsin yang dikelola oleh UPJA Semangat, Gapoktan Appanang juga dilibatkan dalam pembahasan aturan main penggunaan alsin.

Pelaku lain dalam kegiatan PPM adalah aparat dinas, tim teknis, dan penyuluh. Tantangan yang diemban oleh pelaku ini agar introduksi inovasi dapat diterima dan diadopsi oleh petani adalah mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan). Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan PPM terdapat beberapa inovasi yang berbeda dengan kebiasaan petani, sehingga petani perlu diyakinkan agar mau mengadopsi inovasi tersebut. Dalam hal memobilisasi massa, TNI berperan di dalamnya.

Pedagang hasil bumi, merupakan pelaku yang berperan dalam pembelian gabah milik petani. Pedagang pembelian gabah petani adalah ketua gapoktan sendiri, yang dalam hal ini bertindak sebagai pribadi bukan atas nama gapoktan. Petani setempat biasanya menjual hasil panennya segera begitu selesai panen, dan hanya menyisakan 5-10 karung untuk persediaan konsumsi. Pedagang ini menjalin kerjasama dengan beberapa pengusaha penggilingan. Harga yang ditawarkan oleh pedagang ini untuk petani setempat sedikit di atas harga pasar, dan diharapkan selisih harga tersebut dapat dialokasikan untuk kas gapoktan, namun hal tersebut masih dalam taraf wacana belum dibahas dalam gapoktan.

3.2. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten