• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN PADA LAHAN PADI SAWAH. Oleh :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN PADA LAHAN PADI SAWAH. Oleh :"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PROSPEK PENGEMBANGAN PERTANIAN MODERN MELALUI PENGGUNAAN TEKNOLOGI MEKANISASI PERTANIAN PADA LAHAN

PADI SAWAH Oleh : Handewi P. Saliem Ketut Kariyasa Henny Mayrowani Adang Agustian Supena Friyatno Sunarsih

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTRIAN PERTANIAN 2015

(2)

i

KATA PENGANTAR

Masalah yang dihadapi dalam swasembada pangan khususnya padi antara lain produktivitas padi yang cenderung stagnan bahkan menurun. Permasalahannya antara lain yaitu irigasi, benih, pupuk dan alat mesin pertanian. Alat dan mesin pertanian, diperlukan untuk mengatasi berkurangnya jasa penanam padi sawah yang mengakibatkan periode penanaman padi menjadi lebih panjang, sehingga upaya rekomendasi penanaman serentak dalam suatu hamparan/kawasan tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Selain aspek tersebut diatas, penyelamatan produksi dengan perlakuan pascapanen yang tepat penting diadopsi. Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah di atas adalah penerapan pertanian moderen menggunakan teknologi mekanisasi pertanian, mulai dan kegiatan olah tanah, penanaman sampai panen dan perontokan.

Kajian ini dilakukan untuk mengkaji prospek pengembangan usahatani padi berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian di lokasi pengembangan. Secara khusus kajian ini dilakukan untuk mengetahui tambahan manfaat yang diberikan pertanian moderen yang dikelola dengan mekanisasi relatif terhadap pertanian konvensional yang dikelola secara manual, kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan pengembangan, dan memberikan masukan dalam penerapan kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian yang berkelanjutan.

Kepada semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian sampai tersusunnya laporan ini, disampaikan terima kasih. Mudah mudahan hasil kajian ini bermanfaat bagi yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2015 Kepala Pusat,

Dr Handewi P. Saliem NIP: 19570604 198103 2 001

(3)

ii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pendahuluan

Kementerian Pertanian telah menetapkan target swasembada pangan khususnya padi dalam tiga tahun kedepan. Masalah yang dihadapi antara lain produktivitas padi yang cenderung stagnan bahkan menurun. Permasalahannya antara lain yaitu irigasi, benih, pupuk dan alat mesin pertanian.Alat dan mesin pertanian, diperlukan untuk mengatasi berkurangnya jasa penanam padi sawah yang mengakibatkan periode penanaman padi menjadi lebih panjang, sehingga upaya rekomendasi penanaman serentak dalam suatu hamparan/kawasan tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Selain aspek tersebut diatas, penyelamatan produksi dengan perlakuan pascapanen yang tepat penting diadopsi. Susut hasil saat penanganan pascapanen berpengaruh pada produksi beras nasional.

Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah di atas adalah penerapan pertanian moderen menggunakan teknologi mekanisasi pertanian, mulai dan kegiatan olah tanah, penanaman sampai panen dan perontokan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usahatani berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian penuh, antara lain status kepemilikan atau penguasaan lahan petani, kelembagaan pasar-baik pasar input maupun output, dan kelembagaan pengelolaan alsintan.

Tujuan kajian

Tujuan umum adalah mengkaji prospek pengembangan usahatani padi berbasis

penggunaan teknologi mekanisasi pertanian di lokasi pengembangan. Secara khusus tujuan

kajian ini adalah : (1) Mengkaji tambahan manfaat yang diberikan pertanian moderen; (2) Mengkaji kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan pengembangan; dan (3) Merumuskan alternatif kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian yang berkelanjutan.

Metodologi

Kajian ini difokuskan pada Proyek Percontohan Pertanian Moderen Kabupaten Soppeng-Sulawesi Selatan, Kabupaten Sukahorjo-Jawa Tengah, Kabupaten Blora-Jawa

(4)

iii Tengah, dan Kabupaten Cilacap-Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap diambil sebagai contoh dengan dasar bahwa keberhasilan UPJA di Kabupaten Cilacap dianggap dapat menjadi acuan dalam pengembangan UPJA di lokasi Percontohan Pertanian Moderen. Data yang digunakan adalah adalah data sekunder dan primer. Data tersebut dikumpulkan dari berbagai Instansi Pemerintah terkait di pusat dan di daerah contoh dan wawancara dengan aparat pertanian tingkat provinsi/kabupaten dan petani padi sawah. Data dianalisis dengan menggunakan analisis tabulasi sederhana, sedangkan data kualitatif menyangkut aspek kebijakan dan kelembagaan akan dianalisis secara deskriptif.

Hasil kajian

Konsolidasi lahan

Dalam bidang pertanian konsolidasi dapat diartikan menyatukan lahan-lahan sempit milik petani dan menyatukan petani dalam menjalankan usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama. Di lokasi Percontohan Pertanian Modern (PPM) kegiatan konsolidasi merupakan tantangan terberat. Penghilangan pematang sawah untuk memudahkan mobilitas alat dan mesin (alsin) pertanian, tidak bisa diterima petani karena pematang memiliki fungsi sebagai batas kepemilikan sawah dan berfungsi sebagai penahan air, agar air tidak terus mengalir ke lahan yang lebih rendah. Akhirnya disepakati bahwa pematang tetap dipertahankan sebagaimana adanya, dan untuk memudahkan pergerakan alsin, petani tidak keberatan untuk membuka pematang sawahnya sesuai kebutuhan sehingga tidak menjadi penghalang bagi operasional dan mobilitas alsin.

Untuk mengatasi hal tersebut diatas, kesiapan infrastruktur irigasi yang terkait konsolidasi lahan perlu dipersiapkan baik oleh pihak PU dan BPN (Badan Pertanahan Nasional). Pada pola pengelolaan secara corporate dalam konsep konsolidasi, masih sulit dilaksanakan. Sehingga hingga saat ini, penerapan PPM yang diintegrasikan dengan program mekanisasi yang bersifat penuh (traktor, transplanter, dan harvester),

(5)

iv tanam. Untuk kegiatan pemeliharaan, panen dan penjualan hasil masih dilakukan oleh masing-masing petani.

Manfaat Pertanian Moderen Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian Manfaat Usahatani

Penggunaan alat dan mesin pertanian dalam suatu hamparan yang cukup luas memberikan beberapa manfaat yaitu: penghematan waktu, pengurangan penggunaan tenaga kerja, pengurangan biaya, peningkatan produktifitas dan pengurangan kehilangan hasil. Dari segi waktu, penggunaan alsin menghemat waktu cukup banyak, sehingga tanam bisa dilaksanakan tanam serempak. Tenaga kerja pertanian (buruh tani) yang terbilang langka di lokasi PPM seperti Soppeng, terselesaikan dengan masuknya alsintan.

Dibanding dengan pertanian konvensional dengan teknologi yang biasa dipraktikkan petani, dalam pelaksanaan kegiatan PPM terjadi peningkatan hasil, produksi dari 6,7 ton/ha menjadi 8,05 ton/ha di PPM Kabupaten Soppeng. Kehilangan hasil pada saat panen yang berkisar antara 10-12%, dengan penggunaan combine harvester bisa menekan kehilangan panen hingga 3%. Manfaat lain dari pertanian moderen adalah berkurangnya biaya usahatani dan bertambahnya pendapatan petani. Di lokasi kajian terjadi penurunan biaya usahatani rata-rata 20-25% dan peningkatan keuntungan sekitar 50%.

Manfaat Usaha Alsintan

Dalam pelaksanaan PPM dirancang dioperasionalkannya alsintan berat seperti Traktor roda 4 (TR4), Rice transplanter dan combine harvester. Bantuan alsintan diberikan kepada UPJA yang mampu mengelola alsintan secara komersial dengan tetap mengacu untuk membantu petani melalui pelayanan prima. Dari usaha penyewaan alsintan, UPJA di lokasi PPM mendapat keuntungan usaha yang cukup baik dengan kisaran RC rasio 1,4 hingga 2,3. Keuntungan tertinggi diperoleh dari penyewaan combine harvester . Transplanter belum dimanfaatkan dengan baik secara komersial, karena sistem persemaian dengan menggunakan transplanter memerlukan keahlian yang cukup memadai dan memerlukan benih varietas unggul. Keuntungan dari

(6)

v penyewaan ini masih bisa ditingkatkan dengan menambah kapasitas kerja alat melalui perluasan jaringan kerja alat sehingga hari kerja alat bertambah. Perluasan jaringan dengan manajerial yang solid dan aktif, seperti yang telah dilakukan UPJA Kabupaten Cilacap, memacu perkembangan usaha UPJA.

Kelembagaan pengelolaan alsintan pada lokasi PPM

Alsintan pada lokasi pengembangan dikelola oleh UPJA. UPJA adalah suatu lembaga ekonomi pedesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha. Struktur kepengurusan UPJA terdiri dari Manajer, Sekretaris dan Bendahara, yang membawahi operator alsintan yang dimiliki UPJA. Pada UPJA yang lebih berkembang, seperti di lokasi PPM Sukoharjo, struktur kepengurusan ditambah dengan perbengkelan dan pemasaran. Pendukung lainnya adalah teknisi, pada kasus PPM Kabupaten Soppeng teknisi tinggal di luar desa.

Dalam pengelolaan alsintan oleh UPJA dilakukan secara profesional, dimana biaya untuk operasional alsintan selalu diupayakan bersumber dari hasil alsintan itu sendiri. Pengurus UPJA dan anggota Gapoktan bermusyawarah untuk membahas berbagai persoalan kegiatan usahatani dan pengelolaan alsintan termasuk aturan main, antara lain : menetapkan luas maksimal pelayanan masing-masing traktor dengan mempertimbangkan jadwal pengaturan air, jadwal tanam, dan jumlah traktor, menetapkan besaran biaya atau upah traktor, dan menetapkan larangan adanya traktor dari luar daerah/desa untuk melakukan pengolahan lahan sawah dengan memperhatikan bahwa jumlah traktor di wilayahnya.

Alsintan sudah banyak digunakan dalam usahatani padi, namun ketersediaannya masih terbatas. Secara sosial, alsin sudah diterima masyarakat antara lain karena : ketersediaan tenaga kerja sudah kurang, dan membutuhkan waktu yang cepat dalam pengolahan lahan untuk mengejar jadwal tanam.

Kelembagaan pengelolaan usahatani, penyediaan input, pascapanen dan pemasaran

Penyediaan input dilakukan secara individu, khusus penyediaan pupuk dilakukan melalui RDKK kelompok tani/gapoktan, karena berlaku sistem distribusi pupuk tertutup.

(7)

vi Bagi petani yang cukup modal bisa membeli di kios saprotan. Dalam PPM input diperoleh dari Bansos dan didistribusikan melalui Gapoktan. Aplikasi sarana produksi tersebut di lahan usahatani menjadi tanggung jawab petani pemilik/penggarap masing-masing. Sistem persemaian dengan menggunakan transplanter memerlukan keahlian yang cukup memadai atau berbeda dengan sistem persemaian tapin (tanam pindah). Dengan demikian adopsi inovasi khususnya penggunaan varietas unggul dan efisiensi penggunaan benih padi dapat dilakukan dengan menggunakan transplanter. Inovasi penggunaan input diperoleh dalam PPM saprodi yang lebih sedikit namun efisien, aplikasi pestisida dilakukan sesuai dengan jenis dan serangan OPT. Setelah PPM kegiatan pengolahan tanah, persemaian, tanam dan panen dikoordinir oleh pelaksana PPM, namun setelah itu diharapkan bisa dikoordinir oleh Gapoktan. Pemasaran hasil dilakukan oleh petani masing-masing. Pedagang hasil bumi, merupakan pelaku yang berperan dalam pembelian gabah milik petani. Diharapkan pedagang ini akan diganti oleh Gapoktan atau koperasi tani, dimana mereka bekerjasama atau bermitra dengan pedagang atau BULOG.

Pelaku lain dalam kegiatan PPM adalah aparat dinas, tim teknis, dan penyuluh. Tantangan yang diemban oleh pelaku ini agar introduksi inovasi dapat diterima dan diadopsi oleh petani adalah mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan). Dedikasi, kerja keras, kemampuan diplomasi seluruh petugas yang terlibat, yaitu Dinas Pertanian, Penyuluh, Lurah, Camat, Babinsa, pengurus Gapoktan dan kelompok tani, dan sebagainya sangat membantu dalam mengatasi masalah konsolidasi lahan ini (serta masalah-masalah lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPM). Kendala pengembangan

Kendala pengembangan saat ini adalah: (1) Masih terdapat kekurangan beberapa alsintan seperti: traktor, transplanter dan combine harvester, (2) Terdapatnya kekurangan dafog/tray dari unit transplanter, (3) Masih terbatasnya sarana pendukung seperti gudang alsintan dan perbengkelan, (4) keterbatasan RMU yang ada didesa percontohan, dan (5) Terbatasnya sarana untuk menyimpan gabah yang dihasilkan, sehingga dibutuhkan gudang penyimpanan gabah hasil panen. Jika permasalahan

(8)

vii tersebut kurang mendapat penangan secara baik, maka idealitas dan harapan penerapan konsep pertanian moderen tidak akan berjalan baik.

Pembelajaran dan indikasi kebijakan yang dibutuhkan untuk pertanian moderen.

Permasalahan belum bisa terselenggaranya pertanian moderen secara sempurna adalah : (a) waktu persiapan untuk pelaksanaan pertanian moderen kurang memadai, sehingga pemahaman dan keyakinan kepada petani kurang, (2) failitas sarana dan prasarana tidak sempurna antara luas areal dengan jumlah alsintan yang disediakan, , (3) konsep dengan implementasi masih belum sinkron antara lain dalam konsep petani yang bergabung akan diberi modal untuk sektor non pertanian sama sekali tidak ada realisasinya, dan (4) koordinasi dengan lembaga lain yang mendukung pertanian moderen masih lemah, misalnya dengan perbankan dan Bulog. Dari segi adopsi dan diffusi inovasi percontohan pertanian moderen ini cukup berhasil.

Pelaksanaan percontohan melibatkan banyak pihak, namun minim konstruksi kelembagaan yang berbasis pada kekuatan yang dimiliki oleh petani, dan kelompok-kelompok setempat. Singkatnya waktu pelaksanaan juga membuat konstruksi kelembagaan tidak menjadi fokus utama, karena bagian ini memang perlu waktu lama dan hasilnya tidak segera dapat dilihat. Terdapat empat elemen dasar kelembagaan yang perlu diperhatikan dalam mengkonstruksi kelembagaan, yaitu: (1) Pelaku (stakeholder) dengan posisi dan perannya. Pelaku dalam proses produksi komoditas pertanian, khususnya padi adalah : petani, produsen/penjual sarana produksi, produsen/penjual alsin dan bengkel alsin serta UPJA, penjual jasa tenaga kerja pertanian, pembeli hasil pertanian, Lembaga keuangan, Lembaga pemerintah (dinas terkait, penyuluh); (2) Jaringan dan interaksi yang berpola. Agar aktivitas dalam proses produksi dapat belangsung dengan lancar, maka harus dibangun jaringan antar pelaku sedemikian rupa sehingga interaksi antar pelaku bisa terpola; (3) Aturan main yang adil. (4) Sarana pendukung. Sarana pendukung dalam proses budi daya padi adalah lahan, jaringan irigasi, jalan usahatani, sarana produksi, peralatan. Keempat elemen kelembagaan ini harus terkelola dengan baik agar kegiatan pertanian moderen ini bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

(9)

viii Skala percontohan seluas 100 ha, melibatkan banyak pihak, bahan dan alat, yang sebagian darinya harus didatangkan dari luar. Kondisi ini tidak bisa terus menerus dilakukan, alternatifnya adalah membuat skala percontohan dengan basis kemampuan mandiri komunitas dalam penyediaan bahan, alat dan tenaga kerja, serta kemampuan mengelola seluruh aktivitas dan hasilnya. Kepemilikan alsin sesuai jenis dan jumlah (sesuai kapasitas) bisa digunakan sebagai basis untuk menentukan luasan percontohan. Dengan menghitung kepemilikan alsin UPJA Semangat di kabupaten Soppeng misalnya, maka percontohan lebih optimal jika dilakukan pada lahan sawah seluas 20-50 ha. Pelaksanaan percontohan sangat singkat, hanya 1 musim tanam. Akan lebih baik jika pelaksanaan tidak hanya dibatasi satu musim, karena esensi penerapan pertanian moderen sebagai suatu inovasi adalah pada perubahan perilaku dalam adopsi inovasi. Perubahan perilaku dan adopsi inovasi perlu waktu dan keberadaan kelompok dapat membuat individu mengikuti proses sesuai dengan yang dialami oleh individu dominan yang menjadi panutan.

Dedikasi dan komitmen petugas pelaksana juga harus diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan pertanian modern, fasilitasi, pendampingan, dan pembinaan kegiatan PPM serta mobilisasi massa, sehingga kegiatan tersebut dapat terlaksana. Pengalaman sangat membantu dalam pelaksanaan PPM. Selain itu, dukungan Pemda setempat dan pihak lainnya juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam pelaksanaan PPM.

Kesimpulan

Dari bahasan diatas dapat disimpulkan : (1) Alsintan memiliki keunggulan secara teknis maupun ekonomis. Dalam pelaksanaan PPM, konsolidasi lahan adalah hal yang sangat sulit mengingat galengan masih digunakan sebagai penahan air dan batas kepemilikan. Namun hal tersebut bisa diatasi dengan memperkecil galengan atau meratakan galengan sementara; (2) Pengembangan usahatani padi melalui penerapan penggunaan alat dan mesin pertaniandan pengelolaan usahatani yang terpadu menyebabkan terjadi efisiensi waktu, biaya tenaga kerja, percepatan IP, kualitas kerja dan produk meningkat. Namun pengelolaan usahatani terpadu belum sepenuhnya

(10)

ix dilaksanakan di lokasi PPM, saat ini baru pada kegiatan olah tanah dan tanam; (3) Pengelolaan usaha alsintan sudah relatif baik, tetapi masih perlu dikembangkan secara profesional dengan memperluas jaringan kerja. Namun masih ada UPJA di lokasi contoh yang belum menentukan aturan main dari penyewaan alsin, terutama alsin yang baru dimiliki (bantuan Pemerintah); (4) Beberapa kegiatan PPM merupakan adopsi inovasi baru, kegiatan tersebut antara lain adalah sistem persemaian dengan menggunakan transplanter yang memerlukan keahlian yang cukup memadai. Hal ini merupakan tantangan bagi aparat dinas, tim teknis, dan penyuluh untuk mengubah perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) agar introduksi inovasi PPM secara keseluruhan dapat diterima dan diadopsi oleh petani; (5) Dalam pelaksanaan PPM belum ada introduksi kelembagaan pemasaran hasil. Pedagang hasil bumi, merupakan pelaku yang berperan dalam pembelian gabah milik petani; (6) Penyediaan sarana produksi saat ini masih disediakan melalui Paket Optimasi Lahan pada PPM. Paket tersebut nampaknya sama baik dalam jenis, jumlah, dan nilainya pada ketiga lokasi PPM. Hal itu berarti penyediaan paket tersebut tidak didasarkan pada kondisi spesifik lokasi tanah. Namun sebagian petani menyatakan bahwa akses untuk memperoleh sarana produksi mudah didapat asal tersedia modal. Selain sarana produksi, ketersediaan air/sarana irigasi pada lokasi PPM juga perlu diperhatikan karena hal ini diperlukan dalam percepatan tanam; (7) Permasalahan yang dihadapi pada saat ini terkait implementasi program pertanian moderen tersebut adalah masih terdapat kekurangan beberapa alsintan seperti: traktor roda 4, transplanter dan combine harvester, keterbatasan tray/nampan untuk pembibitan, terbatasnya sarana pendukung seperti gudang alsintan dan perbengkelan, keterbatasan RMU yang ada di lokasi percontohan, dan terbatasnya gudang penyimpanan gabah hasil panen.

Implikasi Kebijakan

Untuk mempercepat penerapan pertanian moderen yang berkelanjutan beberapa implikasi kebijakan yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah: (1) Perlu persiapan waktu untuk mensosialisasikan pertanian moderen kepada masyarakat dan stakeholder terkait dan menciptakan komitmen bersama untuk implementasi pertanian modern,

(11)

x terutama yang menyangkut perubahan sikap dan keyakinan untuk menerima/adopsi inovasi memerlukan waktu, ketekunan dan kegigihan bahkan perlu domentrasi plot (dempot) atau demfarm sehingga petani menjadi sadar, yakin, berkeinginan dan meniru atau adopsi inovasi tersebut; (2) Perlunya specific road map sehingga bisa menerapkan langkah dan prioritas, seperti pilihannya pada apakah pertanian moderen ini akan diterapkan secara sempurna menurut siklus usahatani padi atau akan diterapkan secara bertahap tetapi sempurna, misalnya pengolahan tanah dan tanam saja, dilanjutkan dengan pemeliharaan teritegrasi dan kemudian dengan tahapan panen, pasca panen dan pemasaran; (3) Perlu adanya program pendamping, sesuai dengan konsep pertanian moderen dimana kelebihan tenaga kerja akan diserap oleh sektor non pertanian. Konsep ini bisa dilakukan dengan pembukaan kesempatan kerja sektor non pertanian yang terkait maupun tidak terkait dengan pertanian; (4) Terkait dengan fasilitasi alsintan, pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang ditujukan untuk para produsen alsintan. Alsintan yang diproduksi masal harus sudah lolos uji sehingga layak pakai, juga kesiapan melempar ke pasaran umum termasuk kesediaan spare-part, layanan purna jual, dll. Saat ini hampir sebagian besar alsintan yang ada belum layak pakai; (4) Di lapangan terdapat permasalahan pada satu lokasi pertanian moderen tetapi tidak merupakan masalah pada lokasi lain, misalnya di Sukoharjo ada keterbatasan jumlah tray tetapi di Soppeng dan Cilacap hal ini tidak menjadi masalah karena ada metoda lain. Untuk itu perlu dibangun system pengembangan SDM, seperti pusat-pusat pelatihan yang tumbuh dari kelompok lintas daerah sebagai ajang studi banding yang difasilitasi oleh pemeritah: (5) Untuk permasalahan yang terkait dengan alam antara lain : kedalam lumpur sawah, topografi, keadaan sosial dll, perlu ada kajian yang berlanjut untuk penggambaran (mendelineasi) daerah mana saja yang layak untuk dikembangkan sebagai pertanian moderen, semi moderen dan konvensional; (6) Perlu adanya jaminan ketersediaan sarana produksi seperti : pupuk, pestisida, air irigasi dan membentuk kelembagaan pasar dengan cara memperkuat gapoktan atau koperasi tani.

(12)

xi DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i RINGKASAN EKSEKUTIF ii DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

I PENDAHULUAN 1

1.1. Latar belakang 1

1.2. Tujuan dan Keluaran Kajian 4

II METODOLOGI 5

2.1 Lokasi Penelitian 5

2.2. Sumber dan Jenis Data 5

2.3. Metode Analisis 6

III HASIL KAJIAN 6

3.1. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di

Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan 6

3.1.1. Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan 6 3.1.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan

Mekanisasi Pertanian 10

3.1.3. Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan

Pengembangan 16

3.1.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input,

Pascapanen dan Pemasaran 18

3.2. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di

Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah 22

3.2.1. Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan 22 3.2.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan

Mekanisasi Pertanian 25

3.2.3. Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan

Pengembangan 33

3.2.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input,

Pascapanen dan Pemasaran 38

3.3. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di

Kabupaten Blora, Jawa Tengah 42

3.3.1. Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan 42 3.3.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan

Mekanisasi Pertanian 43

(13)

xii

Pengembangan 49

3.3.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input,

Pascapanen dan Pemasaran 51

3.4. Pengembangan Mekanisasi Pertanian di Kabupaten Cilacap 54 3.4.1. Perkembangan Pertanian dan Dukungan Mekanisasi 54 3.4.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan

Mekanisasi Pertanian 58

3.4.3. Pengembangan Pertanian Melalui Kelembagaan

Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA) 68

3.4.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input,

Pascapanen dan Pemasaran 71

3.5. Peluang dan Kendala Pengembangan Pertanian Modern Melalui

Mekanisasi Pertanian 75

3.6. Pembelajaran dan Indikasi Kebijakan yang Dibutuhkan

untuk Pertanian Modern 78

IV KESIMPULAN 83

4.1. Kesimpulan 83

4.2. Implikasi Kebijakan 86

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern dan Konvensional di Kelurahan Appanang, Kecamatan

Liliriaja, Kabupaten Soppeng, MH 2014/2015 (Rp/ha) 12 2. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Semangat

Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng,

2015 (Rp/ha) 13

3. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor roda-4 di UPJA Semangat Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng,

2015 (Rp/ha) 14

4. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Semangat Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng,

2015 (Rp/ha) 15

5. Alsin yang dimiliki UPJA Semangat saai ini (Agustus 2015) 16 6. Aturan Main dalam Penggunaan Jasa Alsin yang dikelola UPJA

Semangat di Kabupaten Soppeng, 2015 18

7. Pelaku dalam Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input Pascapanen dan Pemasaran Secara Konvensional dan

Percontohan Pertanian Modern di Soppeng, 2015 20

8. Jenis, Jumlah dan Nilai Sarana Produksi untuk Kegiatan PPM Seluas 100 ha di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja,

Kabupaten Soppeng, 2015 21

9. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern dan Konvensional di Desa Delanggu, Kecamatan Tawangsari,

KabupatenSukoharjo, MT II 2015 (Rp/ha) 26

10. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo,

2015 (Rp/ha) 28

11. Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo,

2015 (Rp/ha) 30

12. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo,

2015 (Rp/ha) 32

13. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

Sawah di Kabupaten Sukoharjo, 2011-2014 33

14. Luas Baku Sawah Berdasarkan Kondisi Irigasinya untuk

(15)

xiv 15. Jumlah Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Sukoharjo,

2014 dan 2015 (unit) 35

16. Rasio Luas Lahan dan Jumlah Alsintan di Kabupaten

Sukoharjo, 2014. 36

17. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern dan Konvensional di Desa Gabusan, Kecamatan Jati,

Kabupaten Blora, MH 2014/2015 (Rp/ha) 44

18. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Desa

Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) 46 19. Struktur Ongkos dan Sewa TR-4 di UPJA Desa Gabusan,

Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) 47

20. Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa

Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) 48 21. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Desa

Gabusan, Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, 2015 (Rp/ha) 49 22. Alsin yang Dimiliki UPJA Jasa Karya Utama dan Sumbernya

(September 2015) 50

23. Nilai sewa Alsin yang berlaku di UPJA Jasa Karya Utama, Kab.

Blora, 2015 50

24. Pelaku dalam Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input Pascapanen dan Pemasaran Secara Konvensional dan

Percontohan Pertanian Modern di Blora, 2015 52

25. Jenis, Jumlah, dan Nilai Sarana Produksi untuk kegiatan Optimasi Lahan seluas 100 ha di Desa Gabusan, Kecamatan

Jati, Kabupaten Blora, 2015. 53

26. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi

Sawah di Kabupaten Cilacap, 2011-2014. 54

27. Luas Baku Lahan Sawah Berdasarkan Frekuensi Tanam Padi

di Kabupaten Cilacap, 2014 55

28. Jumlah Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Cilacap,

2014 dan 2015 (unit) 55

29. Rasio Luas Lahan dan Jumlah Alsintan di Kabupaten

Cilacap, 2014. 56

30. Jumlah RMU Berdasarkan Skala di Kabupaten Cilacap, 2014 58 31. Usahatani Padi Sawah Pertanian Modern dan Non-Modern

di Desa Bojong, Kecamatan Kawunganten, Cilacap MT I

2015 (Rp/ha) 60

32. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Desa

Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) 61 33. Struktur Ongkos dan Sewa Transplanter di UPJA Desa

(16)

xv Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) 64

34. Struktur Ongkos dan Sewa Power thresher di UPJA Desa

Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015 (Rp/ha) 65 35. Struktur Ongkos dan Sewa Mini Combine Harvester di UPJA

Desa Bojong, Kec. Kawunganten, Kab. Cilacap, 2015

(Rp/ha) 67

36. Jumlah Kelompok Tani, Gapoktan dan UPJA di Kabupaten

(17)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Beras merupakan pangan pokok yang sangat dominan. Kelangkaan penyediaan beras dan melonjaknya harga beras, baik secara langsung ataupun tidak langsung, akan mengakibatkan krisis ekonomi, sosial, dan politik. Selain itu, beras merupakan penyumbang terbesar PDB pada kelompok tanaman pangan, sumber pendapatan petani, penyedia lapangan kerja dan merupakan sumber pangan pokok bagi penduduk Indonesia.

Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan surplus 10 juta ton beras pada 2014. Dengan jumlah penduduk Indonesia sekitar 252 juta orang dan tingkat konsumsi 130,99 kg/kapita, diperlukan 33 juta ton beras. Untuk itu, produksi padi nasional ditargetkan sekitar 76,568 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 43 juta ton beras konsumsi. Artinya, produksi padi nasional 2014 harus meningkat 8,04% dari 2013 berdasarkan data Angka Ramalan (Aram II) Badan Pusat Statistik (BPS) pada November 2013 lalu. Namun produksi padi tahun 2014 mengalami penurunan.

Produksi padi tahun 2014 (ASEM) sebanyak 70,83 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami penurunan sebesar 0,45 juta ton (0,63 persen) dibandingkan tahun 2013. Penurunan produksi padi tahun 2014 terjadi di Pulau Jawa sebesar 0,83 juta ton, sedangkan produksi padi di luar Pulau Jawa mengalami kenaikan sebanyak 0,39 juta ton. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 41,61 ribu hektar (0,30 persen) dan penurunan produktivitas sebesar 0,17 kuintal/hektar (0,33 persen)(BPS, 2015).

Kementerian Pertanian telah menetapkan target swasembada pangan khususnya padi dalam tiga tahun ke depan. Masalah yang dihadapi antara lain produktivitas padi yang cenderung stagnan bahkan menurun. Permasalahannya antara lain yaitu irigasi, benih, pupuk dan alat mesin pertanian. Alat dan mesin pertanian, diperlukan untuk mengatasi berkurangnya jasa penanam padi sawah yang mengakibatkan periode penanaman padi menjadi lebih panjang, sehingga upaya rekomendasi penanaman serentak dalam suatu hamparan/kawasan tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Sebagai konsekuensi dari ketidakseragaman

(18)

2 periode pertanaman padi dalam suatu hamparan/kawasan, maka para petani sering dihadapkan pada kondisi populasi hama yang sulit dikendalikan serta periode panen padi yang beragam. Sebagai konsekuensi dari keterbatasan tenaga kerja pada periode tertentu, maka periode panen padi menjadi lebih panjang, yang pada gilirannya program peningkatan Indeks Pertanaman Padi (IP 300) untuk meningkatkan produksi padi pada suatu wilayah pertanaman padi sulit diterapkan.

Selain itu, jika ingin menyelamatkan produksi, perlakuan pascapanen yang tepat penting diadopsi. Susut hasil saat penanganan pascapanen pun berpengaruh pada produksi beras nasional. Rata-rata, kehilangan hasil saat panen yang dialami petani adalah sebesar 0,53%. Kehilangan hasil pada proses perontokan sekitar 0,83%, pengeringan 6,09%, dan penggilingan sekitar 2,98%. Secara total, rata-rata kehilangan hasil yang dialami petani saat pengolahan pascapanen mencapai 10,43%. Kehilangan hasil pada padi yang dipanen dengan cara manual sekitar rata-rata sekitar 8%-15%, sedangkan jika menggunakan mesin panen, kehilangan hasilnya bisa menurun hingga 1%-3% (Agrina, 2014).

Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah di atas adalah penerapan pertanian modern (PPM) menggunakan teknologi mekanisasi pertanian, mulai dan kegiatan olah tanah, penanaman sampai panen dan perontokan. Alat dan mesin yang dialokasikan adalah traktor roda 4, rice transplanter, combine harvester dan UPPO serta peralatan bengkel. Jumlah dan jenis sesuai dengan kebutuhan spesifik lokasi dan permintaan dari penerima manfaat. Lokasi percontohan adalah daerah sentra produksi dan wilayah pengembangan kawasan pertanian tanaman, seluas minimal 100 ha dengan kondisi datar, hamparan luas dan tersedianya sumber air. Program tersebut diimplementasikan musim terkahir 2014, berlokasi di tiga kabupaten yaitu di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan; Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah dan Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Kabupaten Soppeng, merupakan satu-satunya kabupaten di Sulawesi yang memperoleh alokasi kegiatan Percontohan Pertanian Modern di Provinsi Sulawesi Selatan untuk tahun 2014. Menurut Ditjen PSP, terdapat dua kelompok tani yang melaksanakan penanaman padi dengan menerapkan teknologi Pertanian Modern di Kabupaten Soppeng, seluas 100 hektar. Kelompok tani tersebut adalah: Kelompok Tani Matunru-tunrue dan Kelompok Tani Addiangnge, Gapoktan Appanang di

(19)

3 Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Rata-rata luas lahan sawah yang digarap petani dalam kegiatan lokasi pertanian modern tersebut adalah 0,04 Ha/petani pada kelompok tani Addiangnge dengan total lahan seluas 40 ha. Pada kelompok tani Matunru-Tunrue, rata-rata luas lahan garapan adalah 0,051 ha/KK, dengan total luas lahan 60 ha. Di Jawa Tengah, kegiatan ini dilakukan di dua kabupaten yaitu Kabupaten Sukoharjo pada Gapoktan Tani Mandiri dan UPJA Bagyo Mulyo di Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari seluas 170 ha; serta Kabupaten Blora pada Gapoktan Sido Rukun dan UPJA Jasa Karya Utama di Desa Gabusan, Kecamatan Jati seluas 100 ha.

Pelaksanaan PPM untuk mendukung pengelolaan 100 ha lahan pertanian dengan penerapan mekanisasi dari prapanen hingga panen dilaksanakan oleh UPJA Berkembang atau Profesional di wilayah Pembinaan dan Pengawasan Dinas Pertanian. Kegiatan ini merupakan satu paket penguatan/peningkatan kinerja UPJA yang berupa Bansos (Bantuan Sosial) pengadaan alsintan.

Menurut kajian Badan Litbang (2015) keuntungan usahatani menggunakan teknologi mekanisasi pertanian meningkat 81,61% dibandingkan dengan teknologi manual. Penggunaan teknologi mekanisasi pertanian secara penuh dalam usahatani padi juga meningkatkan produksi sebanyak 33,83%, juga menghemat tenaga kerja dan biaya produksi.

Dilihat dari segi ekonomi, usahatani dengan penggunaan teknologi mekanisasi pertanian penuh sangat efisien dan menguntungkan petani. Namun, masalah pembangunan pertanian bukan hanya pada perangkat teknologinya, tetapi struktur kelembagaan dalam masyarakat pedesaan (Sinaga dan White, 1980), dimana teknologi tersebut masuk, yang menentukan apakah teknologi itu mempunyai dampak negatif atau positif atas distribusi pendapatan. Mubyarto (1994) mengatakan bahwa aspek kelembagaan berperanan penting dalam pembangunan pertanian, diperlukan upaya khusus pemberdayaan petani antara lain melalui kolektif farming. Kolektif farming adalah sejumlah areal pertanian yang dikelola secara kolektif misalnya melalui kelompok tani atau ikatan kelompok lainnya untuk mencapai skala ekonomis dalam pengelolaannya.

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usahatani berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian penuh, antara lain status

(20)

4 kepemilikan atau penguasaan lahan petani, kelembagaan pasar-baik pasar input maupun output, dan kelembagaan pengelolaan alsintan. Dalam kelembagaan pengelolaan alsintan, pengembangannya harus memperhatikan aspek untuk menghasilkan produk padi yang bernilai tambah maksimal dan berdaya saing tinggi, dukungan jaringan pelayanan finansial untuk mendukung permodalan, peningkatan kemampuan SDM pedesaan secara profesional, perbengkelan dan penyediaan suku cadang. Sampai sejauh mana aspek-aspek tersebut telah dikoordinasikan dalam pengembangan pertanian modern/usahatani berbasis penggunaan teknologi pertanian dan permasalahan apa yang lahir dengan adanya implementasi program tersebut? Pertanyaan ini yang mendorong perlunya dilakukan kegiatan analisis kebijakan (anjak) ini.

1.2. Tujuan dan Keluaran Kajian Tujuan

Tujuan umum adalah mengkaji prospek pengembangan usahatani padi berbasis penggunaan teknologi mekanisasi pertanian di lokasi pengembangan. Secara khusus tujuan kajian ini adalah :

1. Mengkaji tambahan manfaat yang diberikan pertanian modern yang dikelola dengan mekanisasi relatif terhadap pertanian konvensional yang dikelola secara manual

2. Mengkaji kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan pengembangan

3. Merumuskan alternatif kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian yang berkelanjutan.

Keluaran

Keluaran umum dari kajian ini adalah infromasi tentang prospek pengembangan usahatani padi berbasis teknologi mekanisasi pertanian pada lahan pengembangan.

1. Tambahan manfaat yang diberikan pertanian modern yang dikelola dengan mekanisasi relatif terhadap pertanian konvensional yang dikelola secara manual

2. Informasi kelembagaan pengelolaan alsintan yang eksisting pada lahan pengembangan

(21)

5 3. Rumusan alternatif kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis

mekanisasi pertanian yang berkelanjutan. 1.3. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Hasil kajian diharapkan bermanfaat bagi pemangku kepentingan dalam pengembangan lahan usaha dengan penggunaan alat dan mesin pertanian, agar peningkatan produksi dan usahatani lebih efekif. Dengan tersedianya kajian ini diharapkan pemangku kepentingan dapat merumuskan kebijakan pengembangan lahan berbasis mekanisasi pertanian dengan lebih baik, yang dapat meningkatkan produktivitas usahatani dan produksi pangan secara lebih efisien. Sebagai dampak, diharapkan hasil kajian ini bisa dimanfaatkan sebagai acuan dalam kebijakan pengembangan lahan usahatani padi berbasis mekanisasi pertanian, khususnya yang terkait dengan kelembagaan pengelolaan alsintan yang berkelanjutan.

II. METODOLOGI 2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara purposif, yaitu pada Proyek Percontohan Pertanian Modern Kabupaten Soppeng-Sulawesi Selatan, Kabupaten Sukahorjo-Jawa Tengah, Kabupaten Blora-Jawa Tengah, dan Kabupaten Cilacap-Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap diambil sebagai contoh dengan dasar bahwa keberhasilan UPJA di Kabupaten Cilacap dianggap dapat menjadi acuan dalam pengembangan UPJA di lokasi Percontohan Pertanian Modern.

2.2. Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang dibutuhkan adalah data sekunder dan primer. Data dan informasi sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi pemerintah terkait di Jakarta, Provinsi Sulawesi Selatan, dan Provinsi Jawa Tengah. Data dan informasi sekunder juga diperoleh melalui penelusuran dokumen berupa laporan, jurnal, dan karya ilmiah lainnya. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan aparat pertanian tingkat provinsi/kabupaten dan pengurus gabungan kelompok tani (gapoktan), dan diskusi kelompok dengan petani padi sawah di lokasi penelitian. Data sekunder meliputi dokumen dan data terkait tentang usahatani padi, pengembangan lahan dan pengembangan alat dan mesin pertanian (alsintan) serta

(22)

6 berbagai kebijakan terkait. Data primer yang dikumpulkan adalah pengelolaan usahatani, kelembagaan pengelolaan alsintan, kelembagaan pemasaran input dan hasil pada lahan pengembangan.

2.3. Metode Analisis

Data Data kuantitatif akan dianalisis dengan menggunakan analisis tabulasi sederhana, sedangkan data kualitatif menyangkut aspek kebijakan dan kelembagaan akan dianalisis secara deskriptif.

III. HASIL KAJIAN

3.1. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan

3.1.1 . Gambaran Umum Sistem Konsolidasi Lahan

Kegiatan PPM adalah kegiatan usahatani yang dilaksanakan dengan penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan bantuan paket kegiatan peningkatan kemampuan UPJA dalam bidang pelayanan jasa alsintan mulai kegiatan pengolahan tanah, penanaman bibit sampai dengan kegiatan panen dengan cakupan pelayanan seluas minimal 100 ha. Prasyarat penerapan pertanian modern melalui penerapan mekanisasi pertanian adalah tersedianya lahan pertanian sehamparan yang terkonsolidasi, baik secara teknis maupun dalam managemen pengelolaan usahatani. Kriteria lokasi, mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Diprioritaskan pada daerah sentra produksi pertanian tanaman pangan dan wilayah pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan seluas minimal 100 ha dengan kondisi datar, hamparan luas dan tersedianya sumber air.

2. Mempertimbangkan kondisi lokal spesifik yang secara teknis dan ekonomis memenuhi persyaratan untuk kegiatan Percontohan Pertanian Modern

3. Terdapatnya UPJA Berkembang/Profesional yang mampu untuk melaksanakan dan mengembangkan mekanisasi pertanian pada kegiatan Percontohan Pertanian Modern

4. Mempertimbangkan proposal yang diajukan oleh UPJA dan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, terkait dengan pengembangan Kegiatan Percontohan Pertanian Modern

(23)

7 5. Mempertimbangkan kinerja Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang pernah

menerima bantuan penguatan UPJA

Dua tahun sebelumnya, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Soppeng juga pernah menerapkan percontohan pertanian dengan mekanisasi. Percontohan dilakukan pada lahan sawah tadah hujan di Kelompok Tani Ale Bua Bua di Kecamatan Donri Donri dan Kelompok Tani Tensiabeng di Kecamatan Liliriaja, masing-masing seluas 50 ha dengan dana yang bersumber dari APBD I. Teknologi yang diterapkan dalam pertanian mekanisasi tersebut berupa sistem legowo, penggunaan air (yang lebih hemat), pemupukan berimbang (dilakukan uji pH tanah lebih dulu), penggunaan benih unggul, pengurangan kehilangan hasil dengan menggunakan combine harvester. Sosialisasi dan bimbingan dilakukan secara intensif untuk mengubah pola pikir (pengetahuan, sikap, dan tindakan) petani. Hasil panen padi (ubinan) di Donri Donri adalah : lahan irigasi 10,8 ton/ha, lahan irigasi setengah teknis 8 ton/ha, dan lahan tadah hujan 7 ton/ha. Selanjutnya di lokasi percontohan dimasukkan alat RMU, untuk menangani pemrosesan hasil. Kabupaten Soppeng terletak pada depresiasi Sungai Walanae yang terdiri dari daratan dan perbukitan dengan luas daratan kurang lebih 700 km2 serta berada pada ketinggian rata-rata antara 100-200 m di atas permukaan laut. Luas daerah perbukitan Soppeng kurang lebih 800 km2 dan berada pada ketinggian rata-rata 200 m di atas permukaan laut. Ibukota Kabupaten Soppeng adalah kota Watansoppeng yang berada pada ketinggian 120 m di atas permukaan laut. Kabupaten Soppeng tidak memiliki wilayah pantai. Wilayah perairan hanya sebagian dari Danau Tempe. Wilayah Kabupaten Soppeng dibagi menjadi delapan kecamatan, yaitu: Citta, Donri Donri, Ganra, Lalabata, Liliriaja, Lilirilau, Marioriawa, dan Marioriwawo

Percontohan Pertanian Modern (PPM) di Kabupaten Soppeng berlokasi di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja. Lokasi persawahan yang menjadi percontohan terletak kurang dari 1 km dari kantor Kelurahan Appanang maupun kantor Kecamatan Liliriaja, 16 km dari ibu kota kabupaten, dan 215 km dari ibu kota provinsi. Lahan persawahan dapat dijangkau dengan alat transportasi roda dua maupun roda empat.

Lahan pertanian di Kecamatan Liliriaja berupa lahan sawah seluas 813,97 ha dan 276 ha lahan kering. Lahan percontohan seluas 100 ha, merupakan lahan

(24)

8 pertanian irigasi teknis. Organisasi petani yang terdapat di Kelurahan Appanang yaitu Gapoktan yang beranggotakan 13 kelompok tani, dan dua di antaranya menjadi peserta PPM. Organsasi petani lainnya yaitu UPJA Semangat.

Kegiatan Percontohan Pertanian Modern di Soppeng melibatkan dua kelompok tani, yaitu Kelompok Tani Matunru-tunrue dan Kelompok Tani Addiange, dari total 13 kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Appanang. Kelompok ini dipilih karena dinilai bagus aktivitasnya. Lahan sawah Kelompok Tani Matunru-tunrue yang menjadi lokasi PPM seluas 60 ha dengan penggarap sebanyak 118 petani, sedangan Kelompok Tani Addiange seluas 40 ha dengan jumlah petani sebanyak 76 orang, jadi total petani yang terlibat dalam kegiatan PPM sebanyak 194 orang.

Dalam pelaksanaan kegiatan PPM, seluruh petani yang terlibat dibagi mejadi delapan kelompok kecil, bersesuaian dengan jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Soppeng. Masing-masing kecamatan diberi tanggung jawab untuk membantu pelaksanaan kegiatan percontohan di satu kelompok kecil. Dalam rangka memenuhi tanggung jawab tersebut, setiap kecamatan mengirimkan wakilnya yang terdiri dari Babinsa, Penyuluh, dan Petani. Selain untuk mendukung pelaksanaan percontohan, para wakil dari kecamatan diharapkan menjadikan aktivitas yang diikutinya sebagai proses pembelajaran, untuk kemudian mempraktekkan serta mengajarkan kepada petani di wilayah masing-masing. Tujuan pembentukan delapan kelompok kecil secara khusus yaitu : (1) memudahkan koordinasi dan penyebaran informasi, karena pemukiman petani menyebar; (2) alat dan barang tidak terkonsentrasi di lokasi atau pihak tertentu, sehingga kegiatan diharapkan bisa terlaksana dengan lebih cepat dan lancar; (3) mempercepat proses difusi inovasi dengan melibatkan pihak terkait di masing-masing kecamatan sebagai penanggung jawab kelompok kecil.

Selain syarat yang terkait dengan kelompok tani, juga ada syarat untuk lokasi hamparan sawah, yaitu air cukup dan ada jalan usahatani. Lahan sawah yang menjadi lokasi percontohan terhampar di sepanjang saluran irigasi, sehingga ketersediaan air saat percontohan dilakukan bisa terjamin. Salah satu petani yang terlibat dalam percontohan berposisi sebagai ulu-ulu, yang bertugas menjamin pembagian air di hamparan tersebut. Jalan usahatani di hamparan sawah

(25)

9 percontohan terbentang di sepanjang saluran irigasi, dan merupakan bagian saluran irigasi yang sengaja diperkeras dan diperluas sehingga sekaligus bisa berfungsi sebagai jalan usahatani. Selain itu, juga terdapat jalan usahatani yang membelah lahan sawah percontohan, menghubungkan wilayah pemukiman di terletak di pusat kelurahan/kecamatan yang berbatasan dengan persawahan, dengan jalan usahatani yang terletak di tepi saluran irigasi. Keberadaan usahatani memudahkan pengangkutan sarana pertanian, alat maupun hasil dan mobilitas orang.

Salah satu tantangan berat PPM ini adalah konsolidasi lahan seluas 100 ha yang melibatkan penggarap atau petani penggarap sebanyak 194 orang, ditambah sejumlah pemilik lahan yang tidak ada di lokasi tersebut dan menyakapkan sawahnya kepada petani setempat. Awalnya ada wacana untuk menghilangkan pematang sawah untuk memudahkan mobilitas alat dan mesin (alsin) pertanian. Wacana ini membuat petani keberatan untuk ambil bagian kegiatan PPM, karena (1) Pematang memiliki fungsi sebagai batas kepemilikan sawah, jika batas dihilangkan akan menjadi sumber masalah, “sumber baku hantam”. Sebagian besar (75 persen) petani setempat adalah penggarap, sehingga tidak memiliki wewenang untuk menyetujui penghilangan tanggul/pematang. Untuk terlibat di dalam kegiatan PPM ini para petani penggarap harus meminta izin pemilik lahan yang bermukim di Makassar, Jakarta, Kalimantan, dan Irian Jaya; dan tidak jarang petugas yang harus berkomunikasi langsung dengan pemilik lahan yang masih ragu untuk terlibat dalam kegiatan tersebut; (2) Pematang juga berfungsi sebagai penahan air, agar air tidak terus mengalir ke lahan yang lebih rendah. Akhirnya disepakati bahwa pematang tetap dipertahankan sebagaimana adanya, dan untuk memudahkan pergerakan alsin, petani tidak keberatan untuk membuka pematang sawahnya sesuai kebutuhan (hanya selebar alsin, dan kemudian bisa dirapikan kembali). Dedikasi, kerja keras, kemampuan diplomasi seluruh petugas yang terlibat, yaitu Dinas Pertanian, Penyuluh, Lurah, Camat, Babinsa, pengurus Gapoktan dan kelompok tani, dan sebagainya sangat membantu dalam mengatasi masalah konsolidasi lahan ini (serta masalah-masalah lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPM).

Keberadaan pematang sawah tidak menjadi penghalang bagi operasional dan mobilitas alsin. Traktor roda 4 (TR4) bisa digunakan pada lahan petani, karena setiap petakan sawah tidak terlalu kecil, dan jika ada lahan sawah yang terlalu

(26)

10 sempit, bisa digunakan traktor roda 2 (TR2). Penggunaan TR4, Rice Transplanter (RT) atau Combine Harvester (CH) juga tidak mengalami kendala dengan tetap dipertahannya pematang sawah, karena ditemukan cara agar alsin bisa berpindah melewati pematang: (1) pematang dibuat lebih datar pada bagian yang akan dilalui alsin; atau (2) bagian dalam dan luar pematang diberi jerami sehingga bisa dilalui alsin. Alsin seperti Combine Harvester (CH) juga bisa melewati selokan, setelah sebelumnya selokan ditutup dengan jerami. Kreativitas petugas dan petani terus bermunculan untuk mengatasi masalah operasional alsin di berbagai kondisi lahan persawahan. Misalnya jika lahan terlalu lembek, lahan harus diairi agar CH bisa; jika lahan dalam, maka TR2 diberi pelampung agar tidak tenggelam.

3.1.2. Analisis Manfaat Pertanian Modern Melalui Penerapan Mekanisasi Pertanian

Analisis Manfaat Usahatani

Penggunaan alat dan mesin pertanian dalam suatu hamparan yang cukup luas memberikan beberapa manfaat yaitu: penghematan waktu, pengurangan penggunaan tenaga kerja, pengurangan biaya, peningkatan produktivitas dan pengurangan kehilangan hasil. Dari segi waktu, penggunaan alsin menghemat waktu cukup banyak, sehingga tanam bisa dilaksanakan tanam serempak, pekerjaan olah tanah dan tanam selesai dalam 12 hari untuk 100 ha. Biasanya pekerjaan tersebut selesai lebih dari sebulan. Olah tanah dengan menggunakan TR2 bisa selesai 24 jam (3 hari) dengan tenaga kerja 6 HOK, dengan TR4 selesai 14 jam dengan tenaga kerja 1,5 HOK. Tenaga kerja pertanian (buruh tani) yang terbilang langka di lokasi PPM, menyebabkan petani harus mendatangkannya dari kabupaten sekitarnya seperti Bone. Masuknya alsin menjawab kelangkaan tenaga kerja di wilayah ini. Selain penggunaan alsin, PPM dilaksanakan dengan menerapkan teknologi usahatani padi sistem SRI, berupa : tanam bibit muda, 1-2 bibit/lubang, intermeten dan hemat air (genangan maksimal 3 cm dari biasanya sampai setinggi tanggul), pemupukan berimbang plus pupuk organik dan enam tepat, jajar legowo 2:1, pengawalan ketat terhadap serangan OPT (antara lain : dosis dan aplikasi penggunaan obat-obatan secara benar). Dibanding dengan pertanian konvensional dengan teknologi yang biasa dipraktikkan petani, maka dalam pelaksanaan kegiatan PPM terjadi peningkatan hasil dari 65-79 karung/ha @ 98-100 kg (6,37-7,9 ton/ha)

(27)

11 menjadi 80 karung/ha @ 115 kg (9,2 ton/ha), hasil ubinan bahkan menunjukkan hasil tertinggi sampai 11 ton/ha. Keterangan resmi dalam laporan pelaksanaan PPM, produksi meningkat dari 6,7 ton/ha menjadi 8,05 ton/ha.

Pada saat panen, kehilangan hasil berkisar antara 10-12% bahkan bisa mencapai hingga 20%. Berdasarkan sumber dari petugas Dinas TPH Soppeng, pengusaha jasa combine harvester dan petani penggunaan combine harvester bisa menekan kehilangan panen hingga hanya tinggal 3%. Dengan melihat fakta ini dapat dikatakan bahwa penggunaan combine harvester membantu mengurangi kehilangan hasil pada saat panen dengan sangat nyata.

Manfaat lain dari pertanian modern adalah berkurangnya biaya usahatani dan bertambahnya pendapatan petani. Seperti terlihat dalam Tabel 1 di bawah bahwa keuntungan usahatani atas biaya total bisa meningkat hingga Rp 5.991.725 per ha dengan mengaplikasikan mekanisasi pertanian dan cara budi daya padi yang direkomendasikan.

Penambahan biaya pada PPM terjadi pada penambahan pupuk organik, penggunaan PPC/POC, pembuatan persemaian serta panen dan perontokkan. Sebaliknya penurunan biaya terjadi pada pekerjaan olah tanah (turun 17,14 persen) sebagai keuntungan diimplementasikannya penggunaan traktor roda 4. Penurunan biaya juga terjadi sebagai dampak digunakannya alsin transplanter yang disertai dengan perubahan sistem persemaian, sehingga tahapan kegiatan menggaru/meratakan tanah dan cabut dan angkut bibit tidak ada lagi. Biaya pembelian pupuk anorganik juga turun sekitar 50% karena pada implementasi PPM penggunaan pupuk anorganik dikurangi. Penggunaan sarana produksi turun sebesar 11,7%. Tenaga kerja secara keseluruhan menurun sebesar 14,39%.

Secara total biaya usahatani pada PPM lebih rendah dibandingkan dengan total biaya usahatani petani diluar PPM, selisih biaya mencapai Rp 1.199.225 (turun 14,39 persen). Hal ini terjadi karena adanya efisiensi dalam penggunaan pupuk Urea dan NPK, pengolahan tanah dan persemaian, serta pertanaman.

Penerapan teknologi secara keseluruhan terbukti mampu meningkatkan produktivitas, dari 6,7 ton/ha menjadi 8,05 ton/ha. Pada tingkat harga yang sama, penerimaan meningkat 20,15%.

(28)

12 Tabel 1. Analisis Usahatani Padi pada Percontohan Pertanian Modern (PPM) dan Konvensional di Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, MH 2014/2015 (Rp/ha)

No. Uraian PPM (A) non-PPM (B) Perubahan (A-B) %

A Biaya I Sarana produksi Benih (kg) 200.000 360.000 -44,44 Pupuk (kg) 0 - Urea 180.000 360.000 -50,00 - NPK 345.000 690.000 -50.00 - PPC/POC (liter) 60.000 0 100,00 - pupuk kandang 500.000 0 100,00 Obat-obatan 225.000 300.000 -25,00 Subtotal 1.510.000 1.710.000 -11,70 II Tenaga kerja 0 Olah tanah 1.450.000 1.750.000 -17,14 Menggaru/meratakan tanah 0 340.000 -100,00 Merapikan pematang 340.000 340.000 0 Persemaian 340.000 170.000 100,00

Cabut dan angkut bibit 0 510.000 -100,00

Tanam 575.000 900.000 -36,11 Pemupukan 85.000 170.000 -50,00 Penyiangan 340.000 340.000 0 Penyemprotan 170.000 170.000 0 Panen + perontokkan 2.857.750 2.502.500 14,20 Subtotal 6.157.750 7.192.500 -14,39 III Lainnya - pajak lahan/musim 0 0 0

- pengairan (tadah hujan) 285.775 250.250 14,20

- sewa lahan/musim 3.000.000 3.000.000 0

Subtotal 3.285.775 3.250.250 1,09

Biaya tunai 7.443.525 8.812.750 -15,54

Biaya total 10.953.525 12.152.750 -9,87

B Penerimaan 28.577.500 23.785.000 20,15

C Keuntungan atas biaya tunai 21.133.975 14.972.250 41,15

Keuntungan atas biaya total 17.623.975 11.632.250 51,51

RCR atas biaya tunai 3,84 2,70 42,22

RCR atas biaya total 2,61 1,96 33,16

(29)

13 Analisis Manfaat Usaha Alsintan

Analisis Usaha Traktor Pada UPJA Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng.

Dalam pengolahan lahan, traktor tangan (traktor roda-2) sudah banyak digunakan petani. Pada proyek PPM ini diperkenalkan TR-4 untuk mempercepat kegiatan pengolahan lahan. Kemampuan traktor tangan/kecil (roda 2) ini hanya dapat mengolah lahan sekitar 0,3 – 0,5 ha/hari. Sedangkan traktor besar bisa mengolah tanah 2,5 ha per hari. Biasanya dalam pengolahan lahan selalu mengkombinasikan traktor besar dan kecil. Pada saat pengolahan lahan awal menggunakan traktor besar, dan untuk meratakannya menggunakan traktor kecil. Kapasitas traktor tangan yang diusahakan pada UPJA Semangat Kelurahan Appanang adalah 60 hari per tahun. Harga traktor tangan kecil yang digunakan adalah Rp 20 juta dengan umur ekonomi 10 tahun, sehingga penyusutan dapat diperhitungkan sebesar Rp 126.650 per tahun per ha. Harga sewa traktor yang Rp berlaku di lokasi ini adalah Rp 1.200.000 per ha. Analisis finansial usaha traktor tangan di lokasi kajian disajikan pada Tabel 2. Total biaya usaha jasa traktor tangan adalah Rp 721.650, komponen biaya terbesar adalah biaya operator dan penyusutan. Dari penerimaan sewa sebesar Rp 1.200.000 per ha maka keuntungan yang diperoleh dari usaha penyewaan traktor tangan adalah Rp 478.350, dengan R/C rasio sebesar 1,66. Kondisi ini dianggap cukup menguntungkan.

Tabel 2. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor tangan di UPJA Semangat Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume

Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp) Pangsa (%)

1 Biaya:

1.1. BBM liter 10 7.000 70.000 9,70

1.2. Oli dan pelumas 75.000 10,39

1.3. Pemeliharaan dan perawatan 50.000 6,93

1.4. Penyusutan 126.650 17,55

1.5. Operator 400.000 55,43

1.6.Total 721.650 100,00

2 Pendapatan dari Sewa ha 1 1.200.000 1.200.000

3 Keuntungan 478.350

4 R/C rasio 1,66

(30)

14 Secara umum dapat dikemukakan bahwa dalam mendukung pertanian modern, kehadiran alat untuk pengolahan lahan sangatlah penting. Traktor telah lama penggunaannya secara luas di masyarakat, sehingga usahanya cukup menguntungkan. Namun traktor besar belum lama diperkenalkan, walaupun demikian petani sangat menyukainya karena dapat bekerja lebih cepat. Kapasitas kerja traktor roda–4 (TR4) di UPJA Semangat adalah 2,5 ha per hari, luas lahan 1 ha bisa dikerjakan dalam waktu 4 jam.

Saat ini TR-4 yang dikelola UPJA Semangat baru bisa bekerja sebanyak 48 hari per tahun. Dari struktur ongkos penyewaan TR-4 pada Tabel 3, total biaya penyewaan TR-4 adalah Rp 839.000, komponen biaya terbesar adalah untuk operator (47,68%) dan biaya penyusutan (25,48%). Dengan pendapatan dari sewa sebesar Rp 1.200.000 per ha, diperoleh keuntungan Rp 361.000 per ha dengan R/C rasio 1,43. Upaya meningkatkan kinerja usaha traktor yang dilakukan oleh UPJA masih memungkinkan di wilayah UPJA tersebut atau di desa sekitar kecamatan domisili UPJA tersebut. Membangun jaringan kerja merupakan upaya untuk meningkatkan pengembangan UPJA, sehingga kapasitas alat dapat ditingkatkan. Tabel 3. Struktur Ongkos dan Sewa Traktor roda - 4 di UPJA Semangat Kelurahan

Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015 (Rp/ha)

No. Komponen Satuan Volume

Harga

(Rp.sat) Nilai (Rp) Pangsa (%)

1 Biaya:

1.1. BBM Liter 12 7.000 84.00 10,01

1.2. Oli dan pelumas 70.000 8,34

1.3. Pemeliharaan dan perawatan Unit 71.250 8,49

1.4. Penyusutan - 213.750 25,48

1.5. Operator - 400.000 47,68

1.6.Total - 839.000 100,00

2 Pendapatan dari Sewa ha 1 1.200.000 1.200.000

3 Keuntungan - 361.000

4 R/C rasio 1,43

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Semangat, Kab.Soppeng, 2015

Transplanter merupakan alsintan yang masih relatif baru diperkenalkan di Kelurahan Appanang, diusahakan untuk melayani penanaman padi pada lahan petani. Transplanter belum diusahakan oleh UPJA di kelurahan Appanang, beberapa

(31)

15 petani yang menggunakan kebanyakan petani anggota Gapoktan/Keltan yang hanya meminjam dan mengeluarkan biaya operasional seperti BBM dan operator.

Analisis Usaha Combine Harvester Pada UPJA Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng.

Pengusahaan combine harvester cukup baik di Kelurahan Appanang, karena dianggap bisa mengatasi masalah panen. Kurangnya tenaga kerja akibat persaingan dengan usaha perkebunan, dimana upah pada usaha perkebunan lebih besar daripada upah usahatani padi, menyebabkan combine harvester sangat dibutuhkan. Analisis finansial pengusahaan combine harvester di Kelurahan Appanang (Tabel 4), diperoleh R/C rasio sebesar 2,30, berarti usaha tersebut cukup menguntungkan. Hal ini didukung oleh pernyataan pengurus UPJA bahwa keuntungan UPJA terutama diperoleh dari usaha penyewaan combine harvester. Komponen biaya terbesar (64,72%) adalah upah operator, yang biasanya terdiri dari 5–6 orang sebesar Rp 720.000. Keuntungan yang diperoleh adalah Rp 1.443.000 per ha.

Tabel 4. Struktur Ongkos dan Sewa Combine Harvester di UPJA Semangat Kelurahan Appanang, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, 2015 (Rp/Ha)

No. Komponen Satuan Volume (Rp.sat) Nilai (Rp) Harga Pangsa (%)

1 Biaya:

1.1. BBM liter 10 7.000 70.000 6,29

1.2. Oli dan pelumas 12.500 1,12

1.3. Pemeliharaan dan perawatan 100.000 8,99

1.4. Penyusutan 210.000 18,88

1.5. Operator 720.000 64,72

1.6.Total 1.112.500 100,00

2 Pendapatan dari Sewa ha 1 2.556.000 2.556.000

3 Keuntungan 1.443.500

4 R/C rasio 2,30

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Semangat, Kabupaten Soppeng, 2015

Wilayah pengusahaan combine harvester saat ini masih terbatas di sekitar Kelurahan Appanang. Kapasitas bisa diperluas dengan membangun jaringan kerja dengan petani di wilayah lain yang waktu panennya sedikit berbeda dengan wilayah Kelurahan Appanang. Kapasitas kerja combine harvester UPJA Semangat Kelurahan Appanang baru mencapai 60 hari kerja per tahun untuk melayani hamparan sawah

(32)

16 di kelurahan Appanang. Dengan kecepatan kerja 5 jam per ha dalam sehari bisa melayani 2 ha sehingga dalam 1 tahun bisa melayani kira-kira 120 ha. Biaya sewa diperhitungkan dengan natura yaitu 1 karung gabah per 10 karung yang berhasil di panen. Produksi gabah per hektar rata-rata 90 karung GKP dengan harga gabah Rp 3.550/kg. Setelah diperhitungkan dengan rupiah, pendapatan dari sewa adalah Rp 2.556.000 per ha. Harga combine harvester yang diusahakan UPJA Kelurahan Appanang adalah Rp 280 juta, dengan umur ekonomis 10 tahun.

3.1.3. Kelembagaan Pengelolaan Alsintan pada Lahan Pengembangan Menurut Pedoman Umum maupun Pedoman Teknis keberadaan UPJA menjadi salah pertimbangan pemilihan lokasi contoh. UPJA adalah suatu lembaga ekonomi pedesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha, baik di dalam maupun di luar kelompok tani/gapoktan. Lokasi terpilih, harus memiliki UPJA dengan kelas UPJA Berkembang atau Professional, dan di Kelurahan Appanang UPJA Semangat masuk kelas UPJA Berkembang.

UPJA Semangat didirikan tahun 1998. Struktur kepengurusan UPJA terdiri dari Manajer, Sekretaris dan Bendahara, yang membawahi operator traktor (enam orang), combine harvester (lima orang), dan rice transplanter (enam orang). Alsin yang dikelola ada tujuh jenis seperti yang terlihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Alsin yang dimiliki UPJA Semangat saat ini (Agustus 2015) Jenis Jumlah (unit) Sumber pengadaan

Traktor roda 2 4 Swadaya UPJA

Traktor roda 4 1 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Transplanter 3 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM, 2 unit; dan

APBD 1 unit

Power weeder 1 APBD

Combine harvester 1 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Pompa air 3 Swadaya UPJA

Power thresser 2 Swadaya UPJA

Alat angkut (Viar) 2 Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Peralatan bengkel 1 set Bantuan Dit PSP dalam rangka PPM

Sumber data : Hasil wawancara dengan pengurus UPJA Semangat, Kab.Soppeng, 2015

Penggunaan alsin khususnya traktor roda 2 (hand tractor) sudah merupakan hal yang biasa bagi petani setempat. Combine harvester sudah digunakan oleh

(33)

17 petani di sekitar lokasi percontohan karena kekurangan tenaga panen. Rice transplanter merupakan hal baru namun itu pun sudah pernah dilihat di desa lain. Hanya traktor roda 4 yang benar-benar baru bagi petani setempat. Awalnya petani setempat ragu untuk menggunakannya, karena hasil bajakannya berupa bongkahan-bongkahan besar. Namun setelah dipraktikkan, membajak dengan traktor roda 4 dan diikuti dengan roda 2 dan hasilnya berupa lahan yang siap tanam, maka petani mulai tertarik untuk menggunakan traktor roda 4 (satu paket dengan TR2). Adopsi penggunaan traktor roda 4 juga didukung oleh fakta bahwa pekerjaan mengolah tanah bisa dilakukan secara lebih cepat dibandingkan dengan roda 2, dari biasanya 3 hari kerja/ha menjadi 4 jam/ha. Alsin yang belum dimiliki oleh UPJA adalah RMU.

Pengguna jasa UPJA adalah petani setempat yang tergabung dengan beberapa kelompok dan semuanya berada di bawah Gapoktan Appanang. Aturan main dalam penggunaan alat belum ditentukan, baik untuk petani anggota Gapoktan Appanang maupun petani di luar Gapoktan Appanang. Menurut rencana, aturan main mengenai penggunaan jasa alsin yang dikelola UPJA baru akan dibahas dalam pertemuan UPJA musim berikutnya. Saat ini anggota Kelompok Tani/Gapoktan yang ingin menggunakan alsin, terutama transplanter, cukup meminjam dari UPJA, kecuali dalam penggunaan Combine Harvester (CH). Petani yang bersangkutan hanya membiayai operasional alsin yang digunakannya berupa BBM dan upah operator (jika menggunakan operator UPJA, namun ada juga petani yang mengoperasikannya sendiri). Khusus untuk Combine Harvester, ongkos sewanya berupa natura, untuk 10 karung GKP yang berhasil dipanen upahnya 1 karung GKP.

Operator yang bekerja pada UPJA Semangat ada 17 orang, berdomisili di desa setempat, pekerjaan utama adalah bertani (penggarap). Umumnya operator belajar secara sendiri, mendapat bimbingan teori dari teknisi dan langsung praktik, rata-rata dua hari sudah mampu mengoperasikan alat. Mengingat operator sekaligus adalah petani, maka pekerjaan mengoperasikan alat dilakukan setelah pekerjaan di lahannya sudah selesai.

Teknisi merupakan pelaku lain yang mendukung operasional UPJA. UPJA Semangat belum secara khusus memiliki teknisi, hanya saja di desa ini terdapat seorang teknisi Yanmar perwakilan Pare-pare, yang biasanya menjadi penghubung jika ada kerusakan. Kontak dengan pihak Yanmar bisa dilakukan per telepon, dan

(34)

18 direspons dengan mengirimkan teknisi 2-3 hari kemudian. Hampir semua alsin yang dikelola UPJA Semangat bermerk Yanmar, kecuali alat angkut.

Tabel 6. Aturan Main dalam Penggunaan Jasa Alsin yang Dikelola UPJA Semangat, di Kabupaten Soppeng, 2015

Jenis alat Penggunaan rutin oleh petani Percontohan Pertanian Modern

Traktor roda 2 -Jika yang digunakan hanya TR2,

sewa Rp 1,2-1,3 juta/ha plus biaya konsumsi operator 2 orang selama tiga hari (2 0rgx3 harixRp 75.000 (2 x mkn + rokok sebungkus) =Rp 450.000,-)

-Jika digunakan satu paket dengan

TR4 (menghaluskan hasil bajakan TR4), aturan main seperti di bawah.

Ongkos termasuk dalam paket TR 4

Traktor roda 4 TR4 biasanya digunakan satu paket

dg TR2, ongkos Rp 1,2-1,3 juta + biaya konsumsi (3 orang x 1 x makan + rokok sebungkus = Rp150.000,-)

MH membajak dilakukan 2 kali: (1) TR 4 =4 jam/ha; (2) TR 4 diikuti TR2 =5 jam/ha MK hanya TR4 3-4 jam/ha (Solar 35 l x Rp 6700 sd Rp 7000) + ongkos operator Rp 400.000/ha + konsum si

operator TR4 1 orang, optr TR2 2 orang x Rp 50.000 (mkn 1 kali plus rokok) =Rp150.000

Rice transplanter Hanya pinjam, biaya oprasional per ha : (5 l bensin x Rp 7500) + (ongkos oprator Rp 100.000 + konsumsi Rp 100.000/hari) Idem : (5 l bensin x Rp 7500) + (ongkos oprator Rp 100.000 + konsumsi Rp 100.000/hari) Combine harvester Natura, 10 karung keluar 1, 1=

karung=98-100kg. Rata-rata 50-70 karung/ha. Karyawan (bagian angkut karung, jahit karung, 7-8 orang/CH) dapat Rp5.000/karung, operator Rp3000/karung, 5-6 ha/hari. Setiap total 3-4 bulan kerja/tahun di dalam dan luar desa

8 keluar 1 , 1 karung = 115 kg (lebih berat karena lebih bernas). Karyawan

Rp5000/karung, 7-8 orang/CH, operator Rp3000/ karung, 1 orang/CH)

Sumber : Hasil wawancara dengan petani, pengurus UPJA Semangat, dan pengurus Gapoktan Appanang, Kabupaten Soppeng, 2015

3.1.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Pascapanen dan Pemasaran

Sekitar 75 % petani di wilayah tersebut adalah penggarap. Kegiatan pengelolaan usahatani seperti olah tanah, membuat persemaian, tanam,

(35)

19 pemeliharaan, pascapanen dan pemasaran dilakukan secara individu, baik petani pemilik penggarap atau penggarap.

Penyediaan input dilakukan secara individu, khusus penyediaan pupuk dilakukan melalui RDKK kelompok tani/gapoktan, karena berlaku sistem distribusi pupuk tertutup. Dalam teknis pelaksanaan setiap tahap pekerjaan, petani mengerjakan sendiri dan atau dibantu oleh tenaga buruh perorangan (mencangkul merapikan galengan, memupuk, menyemprot) atau paket (olah tanah, tanam, panen, angkut).

Pembuatan persemaian dilakukan di lokasi percontohan dan di Bosowa, karena tidak tercukupi dan tak terkejar waktunya jika hanya dilakukan di lokasi. Pembuatan persemaian di Bosowa sekaligus berfungsi sebagai pelatihan untuk petani penangkar di Bosowa. Penangkar Bosowa bisa menyediakan (menjual) bibit padi seharga rata-rata Rp 220.000/ha, varietas sesuai permintaan pembeli.

Introduksi inovasi dalam persemaian yaitu digunakannya tray untuk tempat persemaian bukan lagi di atas lahan sawah, dan tanah yang menjadi media harus diayak. Persamaian berlangsung lebih singkat karena penanaman menggunakan bibit muda yaitu umur 12-20 hari (15-20 cm) dari biasanya 28-30 hari (25-30cm). Kendala yang dijumpai pada tahapan ini adalah kekurangan tray. Selain menambah tray dengan cara meminjam, ditemukan solusi kreatif untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan membuat persemaian di atas plastik (terpal) yang dibatasi dengan kayu. Saat persemaian akan digunakan maka plastik yang berisi bibit yang sudah tumbuh tinggal dipotong seukuran lebar tray (panjangnya tidak harus sama).

Penggunaan bibit muda awalnya membuat was-was petani, apalagi per lubang hanya tanam 1-2 bibit, berbeda dari kebiasaan petani 4-5 bibit. Petani khawatir bibit tidak bisa tumbuh dengan baik, dan hasilnya menjadi kurang maksimal. Dalam kasus seperti ini aparat dan pendamping (tim teknis) harus menyakinkan petani agar mau menerapkan inovasi ini.

Kekurangan tenaga kerja pertanian juga terjadi pada langkanya buruh tanam. Kelompok tanam terbatas jumlahnya, harus antri. Petani, menggunakan jasa kelompok penanam yang harus dihubungi paling tidak sebulan sebelum tanam. Jika terlambat menghubungi kelompok tanam, bisa terlambat tanam dan bibit bisa terlalu

Gambar

Tabel  Halaman
Tabel  4.  Struktur  Ongkos  dan  Sewa  Combine  Harvester  di  UPJA  Semangat   Kelurahan  Appanang,  Kecamatan  Liliriaja,  Kabupaten  Soppeng,  2015  (Rp/Ha)
Tabel 5. Alsin yang dimiliki UPJA Semangat saat ini (Agustus 2015)  Jenis   Jumlah (unit)  Sumber pengadaan
Tabel 6.  Aturan Main dalam Penggunaan Jasa Alsin yang Dikelola UPJA Semangat,  di Kabupaten Soppeng, 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada jaman sekarang ini masyarakat Indonesia mulai memperhatikan kesehatan.Oleh sebab itu, masyrakat Indonesia mulai tertarik pada hal-hal yang lebih natural

a) modal pinjaman mempunyai prioritas lebih dahulu bila terjadi tuntutan atas pendapatan/aktiva yang tersedia untuk pembayaran. b) modal pinjaman mempunyai kekuatan hukum

Diharapkan telkom speedy hendaknya lebih memperhatikan variabel sales promotion karena dalam penelitian ini merupakan variabel yang paling kecil dalam mempengaruhi

Bank juga menerapkan konsep nilai historis dalam penyusunan laporan keuangannya, kecuali untuk investasi dalam surat-surat berharga dan obligasi pemerintah, agunan yang diambil

Pengecualian dari instrumen ekuitas tersedia untuk dijual, jika, pada periode berikutnya, jumlah penurunan nilai berkurang dan penurunan dapat dikaitkan secara

Parameter yang digunakan dalam pengamatan pengaruh lama fase gelap dan pemberian paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan pembungaan kalanchoe yaitu panjang tandan

Bapak dan Ibu dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan dan ilmunya selama menempuh perkuliahan di Program Studi Diploma III Keuangan dan Perbankan Fakultas Ekonomi

Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensial.Dalam ekonomi Islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah