• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelembagaan Pengembangan Alsintan Pada Lahan Pengembangan Perkembangan Pertanian dan Dukungan Mekanisasi

III. HASIL KAJIAN

3.2. Kasus Proyek Pengembangan Pertanian Modern di Kabupaten Sukoharjo, Jawa tengah

3.2.3. Kelembagaan Pengembangan Alsintan Pada Lahan Pengembangan Perkembangan Pertanian dan Dukungan Mekanisasi

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sukoharjo (2015), diketahui bahwa selama kurun waktu 2011-2014 luas panen padi sawah mengalami peningkatan pesat sebesar 8,17 %/tahun, yaitu dari 35,08 ribu ha pada tahun 2011 menjadi 49,03 ribu ha pada tahun 2014. Akibat peningkatan luas panen tersebut, produksinya meningkat sebesar 12,19 %/tahun, yaitu dari 185,65 ribu ton pada tahun 2011 menjadi 327,18 ribu ton pada tahun 2013 dan sedikit menurun menjadi 310,75 ribu ton pada tahun 2014. Sementara produktivitasnya selama kurun waktu tersebut mengalami peningkatan sebesar 5,31 %/tahun, yaitu dari 5,29 ton/ha pada tahun 2011 dan menjadi 6,34 ton/ha pada tahun 2014. Oleh karena itu, selama kurun waktu 2011-2014 peningkatan produksi padi sawah di Sukoharjo lebih dominan terdorong karena peningkatan luas panennya, hal ini sebagai mana terlihat tren peningkatan luas panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tren peningkatan produktivitasnya (Tabel 13).

Tabel 13. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Sukoharjo, 2011-2014

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/ha)

2011 35.082 185.653 5,29

2012 52.041 346.039 6,65

2013 47.783 327.182 6,85

2014 49.028 310.753 6,34

r (%/tahun) 8,17 12,19 5,31

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sukoharjo (2015).

Bila ditelusuri atas luas baku lahan sawah berdasarkan irigasinya, maka diperoleh informasi bahwa dari total baku sawah 20.814 ha sebagian besarnya (70,87%) merupakan lahan sawah irigasi teknis yang dapat ditanami padi 2-3 kali dalam setahun. Sementara lahan sawah yang berpengairan irigasi ½ teknis seluas 2.161 ha (10,38%) dan beririgasi sederhana seluas 1.895 ha (9,10%) (Tabel 14), dimana kedua jenis lahan yang berpengairan irigasi ½ teknis dan sederhana

34 umumnya telah dapat ditanami padi dua kali, dan pada musim ketiga ditanami sayuran atau palawija. Selanjutnya untuk lahan tadah hujan luasnya mencapai 2.007 ha (2,64%), pada saat musim hujan umumnya ditanami padi, selanjutnya jika air hujan masih memadai maka petani masih bisa menanam padi lagi dan jika tidak memadai maka petani akan menanam sayuran atau palawija dimusim keduanya. Tabel 14. Luas Baku Lahan Sawah Berdasarkan Kondisi Irigasinya untuk Pertanaman

Padi di Kabupaten Sukoharjo, 2014.

Uraian Luas (Ha) Persen (%)

1. Teknis 14.751 70,87

2. ½ Teknis 2.161 10,38

3. Sederhana 1.895 9,10

4. Tadah Hujan 2.007 9,64

Total 20.814 100,00

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo (2015).

Perkembangan mekanisasi pertanian di Kabupaten Sukoharjo cukup pesat, salah satunya ditandai oleh semakin berkembangnya penggunaan alat mesin pertanian antara lain untuk pengolahan lahan, tanam dan panen hasil pertanian. Berdasarkan data hingga posisi tahun 2014, jumlah traktor yang ada mencapai 1.306 unit yang tersebar di 12 kecamatan. Traktor tersebut mencakup roda 2 dan roda 4, namun sebagian besar traktor tersebut adalah traktor roda 2 yang lebih fleksibel dalam penggunaannya terutama pada lahan sawah dengan tofografi yang berteras. Aktivitas tanam pun di Sukoharjo saat ini telah mulai menggunakan alat transplanter yang jumlahnya masih terbatas yaitu sekitar 5 unit khususnya yang terdapat pada UPJA. Karena itu, penggunaan alat tanam dengan caplak dan manual nantinya akan semakin menurun.

Selanjutnya untuk peralatan panen padi sawah saat ini dilakukan dengan menggunakan power thresher dan mini combine harvester. Penggunaan power thresher pada panen padi sawah di Kabupaten Sukoharjo masih tinggi, dengan jumlah tahun 2014 hingga mencapai 1.639 unit (Tabel 15). Adapun combine harvester di Sukoharjo hingga tahun 2014 belum tercatat, dan pada akhir tahun 2014 combine harvester yang bersumber dari bantuan pemerintah mulai ada di Sukoharjo. Jumlah combine harvester hingga awal 2015 berjumlah 4 unit, yaitu 2 unit ukuran besar (terdapat di UPJA Bagyo Mulyo di Desa Dalangan-Tawangsari dan di UPJA Ngupoyo Makmur di Desa Dukuh-Mojolaban) dan 2 unit ukuran kecil yang

35 terdapat di UPJA Bagyo Mulyo. Masih terbatasnya penggunaan combine harvester di Kabupaten Sukoharjo antara lain disebabkan kondisi lahan yang ada, dan harga combine harvester pun cukup mahal sekitar Rp 400 juta/unit untuk ukuran besar.

Berdasarkan hasil perhitungan rasio luas baku lahan terhadap alsintan diperoleh informasi bahwa rasio luas lahan terhadap traktor sekitar 16:1. Artinya setiap traktor yang ada (sebagian besar merupakan traktor roda 2) harus dapat melayani lahan sekitar 16 ha (Tabel 16). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa jumlah traktor yang ada di Kabupaten Sukoharjo sudah cukup ideal. Hal ini sejalan dengan data dari BB Mektan (2014) yang menyatakan bahwa cakupan ideal traktor roda 2 agar tercapai kondisi impas minimal dapat mengolah lahan antara 11-15 ha/tahun. Saat ini di Kabupaten Sukoharjo semua lahan telah diolah secara mekanisasi, yaitu dengan menggunakan traktor.

Tabel 15. Jumlah Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Sukoharjo, 2014 dan 2015 (Unit).

Kecamatan Jenis Alsintan (Unit)

Traktor Transplanter Tresher RMU

1. Weru 79 0 58 30 2. Bulu 66 0 18 19 3. Tawangsari 82 4 39 42 4. Sukoharjo 141 0 82 40 5. Nguter 104 0 338 25 6. Bendosari 180 0 395 43 7. Polokarto 142 0 350 96 8. Mojolaban 149 1 248 65 9. Grogol 106 0 511 21 10. Baki 131 0 189 53 11. Gatak 88 0 163 32 12. Kartasura 38 0 131 4 Jumlah 1.306 5 1.639 470

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo (2015).

Lebih lanjut hasil perhitungan rasio luas baku lahan terhadap transplanter sekitar 4.163: 1. Artinya setiap transplanter yang ada harus dapat melayani lahan sekitar 4.163 ha (Tabel 16). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa jumlah transplanter yang ada di Kabupaten Sukoharjo masih sangat kurang. Hal ini sejalan dengan data dari BB Mektan (2014) yang menyatakan bahwa cakupan ideal

36 transplanter tercapai kondisi impas minimal dapat melakukan kegiatan tanam sekitar 32 ha/tahun. Oleh karena itu, dalam kegiatan tanam padi sawah di Sukoharjo masih dominan menggunakan alat tanam seperti dengan caplak dan secara manual kegiatan tanamnya.

Tabel 16. Rasio Luas lahan dan Jumlah Alsintan di Kabupaten Sukoharjo, 2014. Rasio Luas Lahan: Alsintan Angka Rasio (ha: unit)

1. Lahan : Traktor 16: 1

2. Lahan : Transplanter 4.163: 1

3. Lahan : Power thresher 13:1

4. Lahan: Combine Harvester 5.203:1

Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sukoharjo, diolah (2015).

Rasio luas baku lahan terhadap alat panen power thresher sekitar 13:1. Artinya setiap power thresher yang ada harus dapat melayani lahan sekitar 13 ha (Tabel 16). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa jumlah power thresher yang ada di Kabupaten Sukoharjosudah sangat cukup. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian PSEKP di Sulawesi Selatan (2015) yang menyatakan bahwa areal power thresher dalam setahun (rata-rata sekitar 2 ha/hari dan masa tanam/musim sekitar 15 hari) sehingga dapat bekerja ideal seluas 30 ha/musim. Oleh karena itu, dalam kegiatan panen padi sawah di Sukoharjo sebagian besar menggunakan power thresher, dan sebagian kecil sesuai dengan kondisi dan kesesuaian lahannya telah menggunakan alat panen mini combine harvester.

Sementara jika dibuat rasio luas baku lahan terhadap alat panen combine harves tersekitar 5.203:1. Artinya setiap combine harvester yang ada harus dapat melayani lahan sekitar 5.203 ha (Tabel 16). Dengan kondisi rasio tersebut, bahwa jumlah combine harvester yang ada di Kabupaten Sukoharjo masih sangat kurang. Hal ini sejalan dengan data dari BB Mektan (2014) yang menyatakan bahwa cakupan ideal combine harvester tercapai kondisi impas minimal dapat melakukan kegiatan panen rata-rata sekitar 35 ha/tahun. Oleh karena itu, dalam kegiatan panen padi sawah di Sukoharjo masih sangat kecil menggunakan alat panen combine harvester, dan sebagian besar panen dengan power thresher dan terlebih dengan memakai sistem tebasan.

37 Pengembangan Pertanian Melalui Kelembagaan Pengelolaan Jasa Alsintan (UPJA)

Seperti telah diuraikan pada pembahasan di lokasi penelitian lainnya, Kelembagaan UPJA sesungguhnya telah lama berkembang di Indonesia, tetapi baru secara formal berkibar sejak dikeluarkannya Permentan No.25/2008 tentang Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian. Dengan dikeluarkannya Permentan ini, Pemerintah Daerah diberi mandat untuk membina dan memfasilitasi UPJA yang terdapat di daerahnya masing-masing, sehingga UPJA tersebut dapat menuju ke arah kelembagaan yang profesional.

UPJA adalah suatu lembaga ekonomi perdesaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa dalam rangka optimalisasi penggunaan alat dan mesin pertanian untuk mendapatkan keuntungan usaha baik di dalam maupun di luar kelompok tani/ gapoktan. UPJA di Kabupaten Sukoharjo secara kelembagaan jumlahnya masih terbatas 3 UPJA, yaitu UPJA Bagyo Mulyo di Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, UPJA Ngupoyo Makmur di Desa Dukuh, Kecamatan Mojolaban dan UPJA Ngulir Budi di Desa Krajan, Kecamatan Weru.

Salah satu UPJA yang dikaji adalah UPJA Bagyo Mulya yang berada di Desa Dalangan,Tawangsari yang berdiri sejak tahun 2013 dan berbadan hukum dengan akta notaris. UPJA ini telah memiliki beberapa unit alsintan yaitu: (1) Traktor, yang meliputi 2 unit traktor roda 2 dan 3 unit traktor roda 3, (2) Transplanter: 3 unit, dan (3) Combine Harvester: 3 unit, yang meliputi 1 combine harvester besar dan 1 combine harvester kecil.

Adapun daerah operasional kegiatan UPJA Bagyo Mulyo meliputi seluruh desa di Dalangan di Kecamatan Tawangsari dan juga di desa sekitarnya di kecamatan tersebut. Berkembangnya UPJA Bagyo Mulyo tidak terlepas dari keaktifan dan soliditas pengurus UPJA terutama Ketuanya. Jumlah pengurus UPJA sebanyak 3 pengurus inti, dan sebanyak 19 orang merupakan pengurus (ketua dan anggota) UPJA di kelompok seksi operator alsintan, perbengkelan dan pemasaran.

Dalam pengelolaan alsintan oleh UPJA dilakukan secara profesional, dimana biaya untuk operasional alsintan selalu diupayakan bersumber dari hasil alsintan itu sendiri dan diupayakan tidak bersumber dari kas UPJA. Hampir setiap bulan UPJA berkumpul diantara anggota untuk membahas berbagai persoalan yang ada baik

38 yang menyangkut kegiatan pengelolaan alsintan, kegiatan usahatani dan kegiatan lainnya terkait UPJA.

3.2.4. Kelembagaan Pengelolaan Usahatani, Penyediaan Input, Panen dan