• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELOLA EKOSISTEM GAMBUT DAN KEWAJIBAN PENANGGUNG JAWAB

Baba Barus (IPB)

- Latar belakang munculnya PP No. 71 / 2014 adalah karena ketidakmampuan pemerintah dalam menanggulangi bencana kebakaran.

- Peraturan sebelumnya tidak mampu dijalankan (PP Biomassa dan PP Kebakaran) - Peraturan memerlukan data yang detil

dan belum dapat menjawab permasalahan yang ada.

- Filosoi pengaturan dalam PP No. 71 /2014:

1. Kesatuan ekosistem gambut dibangun berbasis kesatuan hidrologis gambut 2. Kalkulasi dilakukan pertama berbasis

tanah gambut

3. Penentuan KHG dengan batas di luar tanah gambut, tetapi masuk ke tanah bergambut dan mineral (penentuan luasan daerah dilindungi min 30%, setara menyimpan air 67%, setara dengan keperluan di daerah budidaya. 4. Dibuat peta indikasi daerah KHG dan

daerah kubah dengan interpretasi citra yang didukung data sistem lahan, peta peat wetland, SRTM, landsat, dan peta tanah tersedia.

5. Ukuran kerusakan: muka air dari

permukaan tanah. - Isu-isu yang berkembang :

1. Pedoman inventarisasi (draft)

2. Penentuan KHG sudah mendekati

inal (draft), tetapi penetapan daerah berfungsi lindung dan budidaya membutuhkan data akurat, menjadi acuan dalam RTRW

3. Pedoman pengukuran muka air

(draft), masukan: karakter KHG (isik, penggunaan), evaluasi berdasarkan model, dll.

4. Pedoman pengelolaan (belum ada), masukan : karakter KHG, sistem ecohydro, perkembangan muka air, pengelolaan bersama / berbagi peran - Banyak perusahaan tidak melakukan tata

kelola air dengan baik

- Perubahan PP No. 71 / 2014 : muka air 0.4 m (terjadi gangguan produksi?), penilaian berbasis ruang dan waktu sehingga perlu informasi lebih kuat serta pertimbangan emisi, kebakaran dan produksi.

- Pedoman inventarisasi, pedoman

penentuan fungsi, pedoman tata kelola air, pedoman pengelolaan.

- Percepatan harus dilakukan terhadap :

1. Kegiatan inventarisasi berbasis

teknologi modis/NOAA untuk indikasi, pembuatan data lidar, landsat, citra HR,

UAV

2. Penentuan status fungsi lindung dan budidaya

3. Pedoman operasional

4. Pengaturan peran para pihak dalam setiap satu KHG

5. Implementasi : a. Dalam RTRW

b. Pengaturan kembali tata air

c. Penentuan titik pantau dan

Henri Subagiyo (ICEL)

- Dalam konteks Karhutla tidak bisa didekati dengan volunteer base principal (hanya bisa didekati dengan pilihan-pilihan yang cukup longgar)

- Prinsip kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

- Perusahaan harus bertanggung

jawab terhadap kerugian yang dialami masyarakat akibat dari kegiatan perusahaan atau usaha di lahan gambut.

- Pasal 49 UU No. 41 / 1999 “Pemegang

hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya.

- Tindakan pasif yang perlu dilakukan bisa dilakukan dengan cara:

1. Amdal (RKL-RPL) 2. Sarpras Karhutla

3. Pemeliharaan dan pengawasan

- Syarat dibatalkan izin perusahaan : 1. Data Amdal tidak benar

2. Pemalsuan

3. Tidak dilaksanakannya Amdal

- Tindakan prevention oleh Pemerintah

sangat menolong perusahaan dalam hal tidak bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang telah dihasilkan dari kegiatan usaha perusahaan tersebut.

- Harus ada penghentian penanaman varietas tanaman yang menyebabkan pengeringan lahan gambut.

- Hentikan pemberian izin pembukaan lahan gambut.

- Harus ada policy yang tegas setelah moratorium.

- UU No. 39 / 2014, pasal (67)

- Rekomendasi :

1. Pengaturan tentang standar

pencegahan, penanggulangan dan pemulihan

2. Teknis = kapasitas + integritas

pengawasan

3. Mewajibkan pengawasan oleh

pemerintah daerah dan sanksi atas pelanggarannya

4. Efektifkan pelaksanaan PP Gambut (PP No. 71/2014) + perketat moratorium izin dan audit perizinan dan sistem perizinan.

5. Penguatan hak kelola dan

Sarwono Kusumaatmadja (Mantan Menteri LH)

- Berawal dari tahun 1995, ada arahan Presiden untuk memperbaiki irigasi yang sudah ada untuk meningkatkan produksi padi.

- Pada saat itu arahan tersebut tidak dilaksanakan.

- Kemudian muncul ide pembukaan lahan gambut sejuta hektar yang merupakan usulan proyek dari beberapa Menteri. Namun, tidak ada kebijakan yang jelas mengenai pembukaan lahan gambut. - Kemudian dibuat peraturan syarat–syarat

yang berat oleh KLH dalam pembukaan lahan gambut sejuta hektar.

- Badai El Nino yang terjadi (musim kemarau) dimanfaatkan untuk melakukan pembukaan lahan gambut secara besar- besaran dengan cara membakar.

- Pada waktu itu, kebakaran lahan belum termasuk ke dalam bencana nasional.

- Tidak ada volunter yang bersedia membantu untuk melakukan penanggulangan kebakaran pada waktu itu (hanya Wanadri dan Pemuda GP Anshor yang bersedia membantu).

- Food security, water security harus disesuaikan dengan ilmu pengetahuan

yang tepat agar dapat membuat keputusan yang tepat.

- Perlu meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia yang tersedia.

- Perlu dibuat komitmen bersama dalam melakukan penanggulangan Karhutla.

Marinus K Harun (BPK Puslitbang Banjarbaru)

- Hutan gambut lestari (kriteria & indikator, kelembagaan, tata kelola yang baik, administrasi lingkungan)

- Paradigma ketika berbicara tentang keberlanjutan (sosial, ekonomi, dan ekologi).

- Kebakaran lahan gambut adalah

mengindikasi lemahnya manajemen kebakaran dan manajemen lahan.

- Aspek manajemen lahan: lahan budidaya vs non budidaya terkait dengan PP No. 71 /2014.

- Lahan gambut terlantar harus

diproduktifkan

- Berdasarkan Inpres RI No. 6 / 2013, PIPIB diupdate setiap 6 bulan sekali.

- Selama RTRW belum disusun, maka kebakaran hutan akan tetap terjadi.

- Penyusunan tata ruang daerah harus partisipatif untuk meminimalisasi konflik. Prosesnya bottom-up, dari detail ke umum, desa berjenjang ke atas.

- Rencana pengelolaan manajeman

kebakaran: kita hanya bisa mengelola bahan bakar, terutama pada lahan gambut yang berupa bahan bakar.

- Peta areal kerja dan areal yang akan dilindungi.

- Pengelola wajib membuat SOP dalam hal penanganan Karhutla.

- Pembuatan rewetting bisa berfungsi

sebagai kolam beje (penghasil ikan)

- Sistem informasi kebakaran: data dicari, data dikumpulkan, didistribusikan

- Budaya kearifan lokal perlu diangkat. - Perlu dilakukan mapping kebijakan.

- Bahan diskusi : regulasi yang saling bertabrakan / bertentangan

- Bahaya yang ditimbulkan adalah kering tak balik dan subsidence.

- Bisa dilakukan penanaman gaharu di lahan gambut

Herry Purnomo (CIFOR)

- Kerugian dari asap kebakaran adalah Rp. 1.5 T

- Keunggulan Indonesia di mata dunia adalah perkebunan sawit (2015 minyak sawit Indonesia menyuplai minyak sawit dunia sebesar 52%).

- Di Riau terdapat 11 stasiun pengamatan kebakaran lahan.

- Beberapa temuan :

1. Situasi lapangan yang kompleks

2. Disebabkan oleh multiple aktor

(pemerintah, swasta, masyarakat) 3. Tipe gambut yang berbeda

4. Hubungan lainnya (politik, sosial, iklim,cuaca)

- Implementasi regulasi sangat perlu dilakukan.

- Ketika masyarakat rugi sekian banyak karena kebakaran lahan (asap), ada pihak yang mendapatkan keuntungan. Yang sangat besar.

- Tidak ada investasi yang lebih baik dari perkebunan sawit

- Kemen LHK tidak banyak berperan dan tidak banyak memahami transaksi lahan yang terjadi di daerah

Teguh Surya dan Kiki Taufik (Greeenpeace)

- Jika tidak ada komitmen serius untuk menanggulangi Karhutla, maka persoalan ini tidak akan selesai.

- Pembukaan lahan gambut secara besar- besaran harus segera dihentikan.

- Isu yang penting diangkat adalah bagaimana solusi jangka panjang dan menjaga lahan gambut tetap basah yang dibantu dengan instrumen hukum yang menggerakkan pembasahan lahan gambut

- Diperlukan langkah konkret yang diambil oleh Presiden mengenai lahan gambut - Perlu kontribusi dari pakar dalam

membantu pemerintah dalam sisi keilmuan untuk pembasahan lahan gambut.

- Tingkat organisasi masyarakat sipil bisa dilakukan dengan cara pengawasan

- Hal pertama yang bisa dilakukan adalah melanjutkan proses audit kepatuhan.

- Review izin perlu dilakukan untuk mendapatkan win-win solution.

- Pengerahan SDM sebanyak mungkin dalam pembasahan ekosistem gambut skala nasional.

- Sudah banyak inisiatif yang dilakukan berbagai pihak untuk menanggulangi kejadian Karhutla.

- Fire fighting vs fire prevention, mana yang lebih utama dan berkaitan dengan anggaran.

- 80 % pencegahan 20% pemadaman (standar internasional).

- Internalisasi biaya lingkungan perlu diberlakukan kepada semua perusahaan yang melakukan kegiatan/usaha di lahan gambut.

- Pembuatan peta RTRWP sangat

diperlukan untuk semua daerah.

- Lahan gambut lebih disukai karena masyarakat yang hidup di sana lebih sedikit dan pengawasan yang minim

- Singapura dan Malaysia harus turut bertanggung jawab terhadap kebakaran lahan gambut karena banyaknya perusahaan mereka yang melakukan kegiatan perkebunan sawit di Indonesia.

Vanda (Greenomics)

- Ibu Menteri sudah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan untuk dapat memberikan insentif berupa pembebasan PBB pada areal HCVF (High Conservation Value Forest) serta kepada Menteri Agraria untuk mendukung konservasi areal HCVF di wilayah kebun sawit .

- 43% kebakaran terjadi pada HTI - Hasil observasi :

1. Kebakaran lahan banyak terjadi di kawasan lindung

2. Korporasi lebih memprioritaskan

konsentrasi menjaga tegakan pohon HTI daripada menjaga kawasan lindung 3. Kebakaran juga terjadi pada konsesi

korporasi yang sudah berkomitmen “no deforestation”

4. Terjadi pembiaran kawasan-kawasan lindung yang terbakar.

- Di dalam UU No. 18 / 2013 pemerintah

tidak boleh lalai.

- Perusahaan harus melakukan rehabilitasi dan restorasi lahan gambut yang sudah terbuka

- Monitoring di KLHK harus berbasis Tata Ruang HTI untuk menjaga kawasan lindung juga monitoring komitmen korporasi.

Kiki Taufik (Greeenpeace)

- Masyarakat sudah sangat putus asa dalam menghadapi kebakaran lahan gambut. - Sebaran api terbanyak berada di Pantai

Timur Sumatera, Kalimantan Tengah dan Mife, Papua.

- Seruan aksi:

1. Segera tinjau ulang konsesi di lahan gambut, kawasan moratorium

2. Lakukan gerakan penyelamatan

gambut nasional dengan melakukan langkah-langkah pemetaan kawasan hidrologi gambut, membangun sekat kanal, dan melakukan upaya-upaya restorasi gambut

3. Kebijakan satu peta tunggal

4. Memastikan perusahaan untuk

mengimplementasikan komitmen nol deforestasi dan perlindungan total gambut.

Dokumen terkait