• Tidak ada hasil yang ditemukan

291519846 FA Buku Tata Kelola Ekosistem Gambut PELANGI HIRES compressed

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "291519846 FA Buku Tata Kelola Ekosistem Gambut PELANGI HIRES compressed"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

KEBAKARAN EKOSISTEM GAMBUT

(2)
(3)

KEBAKARAN EKOSISTEM GAMBUT

(4)
(5)

GAMBUT INDONESIA:

Sebidang lahan yang termarjinalkan

dan upaya perbaikan ke depan

G

ambut Indonesia mencakup areal seluas 21 juta ha , atau setara 11,48% dari luas daratan Indonesia, tersebar dari pantai timur Sumatera seluas 7,2 juta ha, dataran pantai sebelah barat-selatan-timur Kalimantan seluas 5,8 juta ha, dan daratan pantai di Papua seluas 8,0 juta. Meski secara ekonomi kondisi gambut ini tidak menguntungkan untuk mendukung pertanian dan perkebunan, akan tetapi pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi dan kebutuhan akan lahan meningkat terus, sehingga terjadi penggunaan lahan gambut dalam skala luas untuk pemenuhan pangan dan serat tidak dapat dihindari.

(6)

S

ekiranya diberikan pilihan, pastilah keputusan untuk memilih lahan gambut untuk memanfaatkannya sebagai lahan perkebunan, adalah keputusan terakhir dari pola penggunaan ruang. Penanda dari kondisi ini bisa dilihat dari tingginya kebutuhan pengelolaan perkebunan di lahan gambut, antara lain intervensi teknologi dan infrastruktur yang lebih banyak dibanding lahan non gambut. Implikasinya adalah tingginya biaya produksi dan biaya sosial untuk satu komoditas yang dibudidayakan di lahan gambut. Salah satu diantaranya untuk menekan biaya produksi, upaya pembersihan lahan dan mengurangi tingkat keasaman, dilakukan dengan cara membakar, mengalirkan air melalui pembuatan kanal yang tidak terkontrol. Pada akhirnya, lahan gambut menjadi rusak, mudah terbakar dan sulit dikendalikan.

Lalu bagaimana memperbaikinya?

Siklus perbaikan ini dimulai dengan membenahi tata kelola gambut sebagai sebuah kesatuan ekosistem, terintegrasi dengan pembenahan tata kelola lahan untuk pertanian dan perkebunan di Indonesia. Pilihan pemanfaatan gambut harus menjadi pilihan terakhir, itupun untuk kedalaman minimal dengan prasarat maksimal, yang tidak terbatas pada pemanfaatan ilmu teknologi (termasuk adopsi contoh kearifan masyarakat) yang memungkin pemanfaatan gambut bisa dilaksanakan. Namun, termasuk peningkatan kapasitas masyarakat dan penegakan hukum menjadi media untuk meletakkan kepatuhan dan mendorong ketaatan dalam penggunaan lahan gambut.

(7)
(8)

D

okumentasi diskusi dibagi ke dalam 3 kelompok isu, yaitu : tata kelola ekosistem gambut, tata kelola air, dan infrastruktur dan kewajiban penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, yang rekomendasinya menyajikan 11 point yang merupakan langkah tindak lanjut dari diskusi para pakar, sebagai berikut : (1) Ada persoalan pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem gambut yang dikaitkan dengan governance dalam perspektif pencegahan. Akan disiapkan beberapa bahan publikasi seperti buku, booklet, poster, brosur, dll mengenai gambut untuk meningkatkan kesadaran; (2) Di dalam PP No. 71 / 2014 soal pengendaliannya sudah pasti kecuali faktor hukum yang akan ditindaklanjuti kemudian, akan dibuat turunan-turunan PP No. 71 /2014 dan pengetatan PIPIB; (3) Harus ada direktif untuk konsesi yang sudah ada; (4) Harus diinventori perizinan secara keseluruhan; (5) Harus ada pemetaan/mapping

(9)

NOTULENSI DISKUSI PAKAR

(10)
(11)
(12)

NOTULENSI DISKUSI PAKAR

TATA KELOLA EKOSISTEM, TATA AIR (HIDROLOGI) DAN

REHABILITASI PASKA KEBAKARAN EKOSISTEM GAMBUT

27 September 2015

Paparan Menteri LHK

• Konsentrasi penanganan siaga darurat pada 6 provinsi yaitu: Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar,

Kalteng, dan Kalsel.

• Dari tanggal 1 Januari s.d. tanggal 25 September 2015 jumlah hotspots 15.866 (NOAA-18) atau 67% dari angka 23.595 hotspots pada periode yang sama di tahun 2014.

• Upaya pemadaman (waterbombing) → Riau: 24 juta liter; Sumsel: 18,6 juta liter; Jambi: 3,29 juta liter; Kalbar: 3,23 juta liter; Kalsel: 3,32 juta liter; Kalteng: 650 ribu liter.

• Selain itu juga dilakukan teknik modiikasi cuaca/hujan buatan, masing-masing: 134 ton di Riau;

64,3 ton di Sumsel; 2,4 ton di Jambi; 35 ton di Kalbar; 2,4 ton di Kalteng.

• Positioning Paper:

I. TATA KELOLA EKOSISTEM

a. Prinsip Dasar Tata Kelola Ekosistem

b. Perpsektif Pencegahan Kerusakan dan Rehabilitasi Paska Kebakaran II. TATA AIR/HIDROLOGI

a. Pengelolaan Dengan Pendekatan Hidrologi b. Pengembangan Drainage System and Management

III. INFRASTRUKTUR DAN KEWAJIBAN

a. Pentingnya Kewajiban Swasta

b. Kebakaran Kalteng dan Sejarah PLG- 1 juta

• Hasil diskusi ini akan menjadi bahan referensi dalam menyusun kebijakan mengenai pengelolaan

(13)
(14)

G

ambut Topogen adalah gambut yang tidak mempunyai kubah, terkena limpasan air sungai, dipengaruhi oleh pasang surut laut dengan tipologi luapan A, B, dan C pada musim kemarau.

Gambut Ombrogen adalah gambut mempunyai kubah, kubah ini tidak dipengaruhi oleh limpasan air sungai sewaktu musim hujan, dapat dipengaruhi pasang surut tipe C dan D. → Sumber air hanya dari kubah di musim kemarau.

Emisi karbon bersifat lokal spesiik, tidak

hanya ditentukan oleh tinggi muka air dan jenis komoditas.

Roh dari PP No.71/2014 ini antara lain Pengurangan emisi dari gambut selaku

carbon sink, Cukup tersedia air di kubah untuk membasahi/merembeskan air ke zona bawah kubah ketika tidak ada hujan → Kesatuan hidrologis, Zona perakaran cukup lembab, tidak hidrofobik dan tersedia pori aerasi. → Tidak mudah terbakar, Perkembangan dan fungsi akar tanaman tidak terganggu bila cukup oksigen dalam air dan pori, serta cukup nutrisi.

Ciri-ciri tanah gambut yang sudah tidak dapat kembali lagi ke kondisi semula adalah ketika kita injak tanah gambut tersebut, tanahnya berdebu.

Dari muka air tanah, akan terjadi aliran kapiler ke atas air tanah. Kemampuan jangkauan aliran kapiler gambut ditentukan oleh nilai BV, taraf perombakan gambut, dan kadar bahan sedimen mineral yang berasal dari limpasan air sungai.

Aliran kapiler diharapkan sampai ke permukaan tanah gambut sehingga gambut permukaan tidak menjadi kering hidrofobik yang mudah terbakar. Kenaikan kapiler di tanah gambut umumnya < 40 cm, padahal di tanah mineral dapat >2 m.

(15)

Dr. Nyoman N. Suryadiputra:

Wetlands Indonesia

P

rinsip utama tentang tata kelola yang baik meliputi Transparansi, Partisipasi, Akuntabilitas, Pertanggungjawaban

(responsibility), Koordinasi dan Ketanggapan

(responsiveness).

Kesamaan pemahaman oleh berbagai pihak atas nilai dan manfaat serta ringkihnya

(fragile) eksositem gambut. Cakupannya

sangat luas meliputi Kehati, Perubahan Iklim, Kebencanaan, Jasa lingkungan dll. Drainase di lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit di Sungai Rajang Delta, Sarawak, mengakibatkan penurunan tanah

(land subsidence) yang sedemikian dalam,

akhirnya menyebabkan bencana banjir dalam beberapa dekade mendatang → (1). Pada tahun 2034 (25 tahun sejak 2009), 42% (357,000 Ha) dari total luas wilayah (850,000 ha) akan mengalami masalah banjir, (2). Pada tahun 2059 (50 tahun sejak 2009), 56% (476,000 ha) dari total luas wilayah (850,000 ha) akan banjir, dan (3). Pada tahun 2109 (100 tahun sejak 2009), 82% (697,000 ha) dari total luas wilayah (850,000 ha) akan banjir;

Di kabupaten Indragiri Hilir, terutama di Tembilahan kini lebih dari 100 ribu hektar

areal perkebunan kelapa dilaporkan terkena intrusi air laut/tergenang banjir. http://www. segmennews.com/2014/06/ribuan-hektare- kebun-kelapa-di-inhil-terkena-intrusi-air-laut).

Kebun sawit di Desa Ujung Tanjung, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir. Dahulunya lokasi ini gambut dangkal, kini tanah mineral terekspose dan sering banjir (sd 60 cm), produksi TBS 1 ton/Ha. Cara membuka lahan dengan membakar lahan, biayanya sekitar Rp.1,8 juta per hektar (kasus di Kabupaten Tapanuli Selatan);

Pasal 23 (ayat 3) dari PP Gambut No 71/2014, membatasi air tanah gambut hanya boleh diturunkan maksimum sedalam 0,4 m (agar lahan tidak dikategorikan rusak). Jika kondisi demikian diterapkan pada perkebunan sawit atau akasia di lahan gambut, maka nilai

emission savings dapat mencapai 60 ton

CO2/Ha/tahun (dibandingkan jika air tanah gambut dibiarkan turun hingga 1 meter). Menurut IPCC 2014, faktor emisi GRK untuk perkebunan sawit di lahan gambut adalah 11 ton C-CO2/Ha/tahun (atau setara 40 ton CO2/ Ha/tahun); sedangkan untuk akasia adalah 20 ton C-CO2/ha/tahun (setara 73,4 ton CO2/ha/ tahun). Nilai faktor emisi ini tentunya bersifat subjektif, karena muka air tanah gambut dalam kenyataannya sulit dipertahankan secara konstan.

Langkah – langkah ke depan untuk mencegah kebakaran di lahan gambut:

(16)

jadi lahan perkebunan; indikasi lokasi tidak jauh dari Mills PKS, pertanian dan HTI). Silahkan acu peta lahan gambut terdegradasi yang diterbitkan BPSDLP-KemTan 2013;

2. Petakan titik-titik lokasi MILLS pengolahan kelapa sawit (kordinat, nama desa, nama pemilik usaha), sebagai indikasi akan terjadinya potensi pembukaan lahan di sekitarnya untuk kebun sawit;

3. Petakan sebaran dan lokasi titik-titik

hot spots sejak masa lalu hingga kini (sejarah hot spots). Karena bahan bakar (sisa sisa tanaman yang belum habis terbakar), akan terbakar kembali saat musim kemarau yang akan datang; 4. Kumpulkan data curah hujan dan muka

air tanah gambut untuk lokasi-lokasi yang potensial terbakar. Gunakan data ini sebagai langkah awal pencegahan kebakaran dengan menyebarkan aparat keamanan ke berbagai lokasi rawan kebakaran;

5. Kampanye besar-besaran secara luas & Kerahkan aparat keamanan, hingga ke pelosok-pelosok akan bahaya kebakaran dan sangsi yang akan dikenakan;

6. Benahi & tegakkan berbagai kebijakan (PP 71/2014; Permentan 11/2015- ISPO dll), serta segera buatkan turunan-turunan dari PP No 71/2014 (tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut);

7. Tutup semua saluran/kanal yang sudah terlanjur ada di lahan gambut (fungsikan pintu air yang ada di konsesi-konsesi HTI dan kebun sawit), serta tutup bagian-bagian sungai yang letaknya berbatasan dengan lahan gambut;

8. Stop pembuatan saluran/kanal-kanal di lahan gambut;

9. Tutup saluran-saluran di lahan gambut yang langsung berdempetan dengan kawasan konservasi;

(17)

H

utan rawa gambut menjadi issue penting karena merupakan simpanan karbon sangat tinggi, sumber emisi sensitif, dan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan ketika hutan tidak dikelola secara berkelanjutan; Lahan gambut adalah 10% dari luas total lahan Indonesia, tetapi menyumbang 50% dari total emisi. Stok Carbon di lahan gambut adalah 10 kali dari hutan terbaik di tanah mineral;

52% lahan gambut yang ada di Kalimantan ada di Kalimantan Tengah, sehingga kami membuat sample komunitas gambut yaitu di Tumbang Nusa yang merupakan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus. Dari pengalaman di lapangan dalam menghadapi area terdegradasi kita harus fokus pada teknik rehabilitasinya. Di Tumbang Nusa ada 80 jenis kayu.

Hutan rawa gambut adalah ekosistem rapuh

(fragile ecosystem). Regenerasi sangat

lambat, degradasi telah dialami Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah (deforestasi, drainase dan kebakaran) → Intervensi

manusia diperlukan untuk menghilangkan hambatan terhadap regenerasi hutan;

Pengayaan dan pemeliharaan anakan dapat dijadikan prinsip dasar dalam rehabilitasi hutan rawa gambut yang terdegradasi;

Faktor-faktor Pembatas (Upaya Rehabilitasi): Penggenangan air (Pola banjir), Kompetisi tanaman dari semak/belukar dan pakuan, Kedalaman gambut dan kematangan gambut, Ketersediaan komponen biologis, Keasaman dan toksisitas, Ketersediaan unsur hara, Intensitas cahaya, serta Kebakaran; Strategi penelitian untuk menghadapi kondisi tersebut yaitu dengan membangun hutan dengan tujuan khusus untuk memperlihatkan pengelolaan dan rehabilitasi hutan rawa gambut di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah;

Prinsip rehabilitasi yang dikembangkan meliputi teknik persemaian, penanaman, penggunaan mikroba tanah, agroforestry di lahan gambut, dan pengelolaan kebakaran di hutan rawa gambut;

Teknik persemaian dilakukan dengan mempelajari teknik perbanyakan tanaman dominan dari hutan rawa gambut dengan teknik generatif maupun vegetatif;

Penelitian mengenai teknik penanaman diantaranya terdiri dari analisis tipologi lahan gambut, uji jenis, uji persiapan lahan;

Rehabilitasi partisipatif : pembangunan model agroforestry di lahan gambut dengan memberdayakan masyarakat (kombinasi tanaman hutan/alley cropping);

Pengelolaan kebakaran dilakukan dengan membuat model pada sampel lahan dengan mempelajari karakteristik bahan bakar dan api di berbagai vegetasi, potensi air di lahan gambut, kecepatan api di lahan gambut, dan

Dr. Acep Akbar:

Balai Penelitian

(18)

keefektifan pemadaman kebakaran dengan rekayasa teknologi;

Prinsip dasar rehabilitasi HRG telah dikembangkan BPK Banjarbaru dengan mengembangkan teknik-teknik rehabilitasi pada hutan rawa gambut terdegradasi di Kalimantan Tengah;

Penelitian kedepan yang diperlukan:

• Aspek-aspek phisiologi yang berpengaruh terhadap keberhasilan rehabilitasi di hutan rawa gambut terdegradasi.

• Revegetasi partisipatif.

• Dampak pembendungan kanal tarhadap perbaikan ekosistem.

• Hama dan penyakit hutan. • Teknologi hasil hutan. • Ekonomi hutan.

• Pendataan stok karbon secara berkala. • Pengelolaan kebakaran hutan dan lahan

(19)

Aspek Perspektif Pencegahan

(20)

K

ebakaran tidak hanya mempengaruhi lahan yang terbakar, tetapi sangat mengganggu lingkungan sekitar;

Penduduk lokal paling dirugikan oleh kabut asap → Dari berbagai pihak yang dirugikan, yang paling menderita akibat kebakaran hutan dan lahan adalah penduduk dan perekonomian lokal. Dengan demikian tidak adil jika pembakaran hanya dinilai dari sisi ekonomi internal perusahaan, namun harus dinilai biaya eksternal yang ditanggung pihak lain disebabkan ulah beberapa orang yang sengaja membakar;

Jenis Kebakaran (IPCC 2014) :

1. Kebakaran terkendali (controlled burning), misalnya untuk persiapan lahan, merupakan bagian dari pengelolaan lahan → emisi CO2: 264~72 t C/ha (Setara dengan kebakaran total biomas HTI Akasia umur 5-6 tahun), serta 2. Kebakaran tidak terkendali (uncontrolled burning)→ emisi CO2: 601~164 t C/ha (setara dengan emisi kebakaran total biomas hutan sekunder);

Tingkat kerusakan karena kebakaran, terbagi menjadi:

a. Ringan: Hutan terbakar/dibakar karena

Dr. Fahmuddin Agus:

Badan

Penelitian dan Pengembangan

Pertanian, Kementerian Pertanian

disiapkan untuk dikonversi. Kebakaran hanya membakar sebagian vegetasi (pohon), tidak sampai ke lapisan gambut; b. Sedang: Hutan terbakar/dibakar karena

disiapkan untuk dikonversi menjadi kebun kelapa sawit. Muka air di saluran drainase cukup dalam. Kebakaran membakar vegetasi (pohon), namun api tidak masuk ke lapisan gambut;

c. Berat (Belukar Gambut): Terbakar karena banyak jembatan api. Api membakar 15-63 cm lapisan gambut karena muka air di saluran >150 cm.

Kadar air (KA) di permukaan tanah : KA <117% (% berat) → cenderung terbakar, sedangkan KA >291% → cenderung tidak terbakar;

Kedalaman muka air tanah (MAT): MAT <70 cm → cenderung tidak terbakar, Semakin dalam MAT semakin tinggi peluang kebakaran.

Bagaimana cara mengendalikan kebakaran gambut?

a. Minimalkan kedalaman muka air tanah, selama tidak mengganggu produksi. Untuk kelapa sawit, kedalaman muka air tanah yang ideal adalah antara 50-70 cm. b. Rehabilitasi lahan semak belukar

gambut menjadi lahan produktif kerena lahan tersebut menjadi langganan api. c. Fire brigade tingkat desa dan kecamatan

(21)

T

ata kelola pemerintahan dan pencegahan kebakaran gambut;

Tahun 2007 pertama kali dilakukan blocking canal di sekitar PT. Duta Palma, oleh Green

Peace; sebelumnya pada masa pemerintahan

rezim Soeharto (Tahun 1997), WALHI yang pertama melakukan pembagian masker kepada warga, sebagai akibat dari adanya kabut asap;

Governance → bicara mengenai kebangsaan;

Prinsip-prinsip pencegahan dan penanggulangan kebakaran :

1. Pencegahan: teknis, sosiologis, tata kelola pemerintahan (governance) serta sarana dan prasarana;

2. Penanggulangan Dini: padamkan sebelum besar, lokal: yang paling dekat yang mencegah dan memadamkan;

Prinsip pencegahan kebakaran untuk gambut: ZERO BURNING – kesadaran, kepekaan dan kewaspadaan, perijinan, pengawasan, dan penegakan hukum → Peat Swamp Governance;

Tata kelola pencegahan: Pembagian peran

Emmy Hafild:

Yayasan Indonesia

Hijau, Pengamat dan Praktisi

Lingkungan Hidup

dan tanggung jawab; Proses dan mekanisme pengambilan keputusan cepat, tanggap dan efektif; Akuntabilitas; Eisien dan Efektif; Partisipasi dan Transparansi;

Pemetaan Stakeholder: (1). Pemerintah: pusat, provinsi, kabupaten, desa, BNPB; (2).

Swasta : Penyebab – pengelola kebun sawit, HTI, penambang, koperasi, calo tanah : buka, tanam dan jual, pabrik kelapa sawit dan lembaga keuangan; (3). Masyarakat: korban tapi sekaligus pencetus karena tidak peka – adat, petani, penggarap dan petani kelapa sawit; (4). LSM: lingkungan, kemiskinan/ kesejahteraan masyarakat; serta (5). Pakar/ Ilmuwan: pro pemanfaatan, pro konservasi;

Pemetaan Aspirasi/Persepsi Stakeholder:

(1). Pemerintah: obsesi kelapa sawit dan HTI – masih mau membuka 5 juta hektar untuk kelapa sawit, solusi nanggung, tidak tuntas dan tidak efektif, tersandera birokrasi – tidak eisien, lambat, bertele-tele, Abai

(negligence), tidak peduli, korup; (2).Swasta: tidak peduli dengan eksternalitis, economic animal (calo tanah), abai, penghematan.

(22)

C

egah Api Pola Hutan Gambut Hak Milik “Jumpun Pambelom dan Pertanian Terpadu di Lahan Gambut “Tane Pambelom”; Lahan Gambut identik dengan lahan terlantar dan tidak produktif → Kondisi Awal Ex PLG paska kebakaran tahun 1997 → Lahan Gambut Potensi Lokal yang harus dipelihara dan dioptimalkan;

Luas gambut hanya 17,2 % wilayah Kalimantan Tengah, tapi titik panas yang terjadi di gambut sampai 59,5 % dari hotspots

di Kalimantan Tengah, dan sekitar 29,0 % terjadi di gambut dalam;

Kenapa bencana selalu berulang:

1. Kawasan ex PLG terlantar dan dikapling-kapling;

2. Kegiatan Penanggulangan bersifat komando (Posko terpadu), dan bergerak saat memasuki tahapan tanggap darurat/ siaga (kondisi kebakaran sdh diluar kendali). Hal itu terjadi akibat tidak adanya Rencana Mitigasi, Kontijensi, Rencana Operasi dan Rencana Pemulihan Paska Bencana;

Januminro:

Kabupaten Pulang Pisau

3. Tim serbu api desa kesulitan biaya

operasional (BBM, biaya makan minum), uang saku, peralatan mesin sudah tua, dsb.;

4. Pemadaman menggunakan pesawat udara tidak efektif (hanya memadamkan bagian permukaan) memacu peningkatan kepekatan asap dan tidak efesien (biaya); (5). Anggaran yang minim dalam APBD, bencana yang berulang tidak menjadi prioritas Anggaran.

Pengembangan Hutan Hak Milik untuk Mendukung Kalteng sebagai Provinsi REDD+;

Rekomendasi:

a. Perlu ada penjelasan dari Pemerintah terkait dengan operasi kanalisasi yang sedang dilakukan untuk menghindari trauma kanalisasi ex PLG yang nyata-nyata menimbulkan dampak.

b. Perlu ada sosialisasi terkait konsep kanalisasi dengan komunitas lokal (tokoh masyarakat Dayak terutama para pakar, LSM lokal untuk menghindari trauma kanalisasi ex PLG yang nyata-nyata menimbulkan dampak.

c. Untuk menaikan muka air di kawasan gambut dilakukan penutupan kanal primer ex PLG maupun kanal yang dibuat oleh masyarakat, serta penutupan pada beberapa titik parit disepanjang jalan lintas Kalimantan yang terhubung ke kanal primer dan anak sungai.

d. Kegiatan yang saat ini dilakukan di Tumbang Nusa dilakukan dengan menutup parit dan melakukan pemompaan dari sungai Kahayan. Pemompaan disarankan menggunakan pipa dari pinggir sungai Kahayan, tidak dengan membuka kanal baru.

(23)

air hitam yang sama dengan kawasan gambut. Pemompaan air dari Sungai Kahayan yang coklat keruh akan merusak ekosistem air gambut yang berwarna hitam.

f. Selain operasi darat diikuti dengan segera melakukan operasi hujan buatan. g. Pemerintah Pusat sangat diperlukan

untuk mendorong dan mendampingi Pemda dalam menyiapkan Rencana Mitigasi, Kontijensi, Rencana Operasi dan rencana pemulihan paska bencana. h. Mendorong Pemda untuk menyediakan

anggaran terkait bencana kebakaran dan asap sebagai salah satu prioritas, dan menyisihkan kucuran Dana Desa untuk operasional Tim Serbu Api/MPA, dll. i. Peran Tim Serbu Api/Masyarakat Peduli

Api dijadikan sebagai garda depan untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

j. Pembuatan jalan lintas Kalimantan merupakan salah satu faktor tambahan terjadinya kebakaran lahan. Untuk menurunkan resiko, maka perlu tindakan untuk melakukan penyekatan parit di kiri-kanan jalan lintas yang lansung menuju ke kanal PLG maupun kanal yang dibuat oleh masyarakat.

k. Untuk tingkat tapak upaya-upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan dapat dilakukan dengan melakukan pertahanan api terpadu salah satunya membuat sumur bor.

l. Sumur bor dapat disiapkan di kiri-kanan jalan yang memiliki resiko kebakaran yang tinggi.

(24)

PEMBAHAS KELOMPOK

(25)

PEMBAHAS KELOMPOK TATA KELOLA EKOSISTEM

GAMBUT

Chairil Anwar:

BaLitbang Inovasi

, KLHK

Z

ona kubah gambut harus merupakan zona konservasi.

Zona buffer / penyangga harus diawasi dengan serius.

Zona pemanfaatan: inti dari penggunaan zona pemanfaatan adalah menjaga tinggi muka air (tidak terlalu dangkal dan tidak terlalu dalam). Jika tinggi air terlalu dangkal, maka pertumbuhan akar akan tidak bagus.

Permukaan gambut akan kering jika tidak ada hujan selama >75 hari, dan masih bisa dikendalikan tinggi muka air sampai 62cm. Tinggi maksimal muka air adalah 85cm (air kapiler masih bisa bergerak ke atas) dan permukaan tanah masih mengandung kadar air sebesar 200-300%.

Peat soil terbentuk dari bakteri anaerob (hanya menghasilkan 37 kal/atp) yang jauh lebih kecil dari bakteri aerob.

Kesalahan pada masa lampu dan masih sampai kini dalam mengelola ekosistem gambut adalah perusahaan tidak memiliki peta topograi sehingga bisa dilihat arah air dan bisa membuat desain drainase yang lebih baik.

Pembuatan kanal asal dengan desain yang benar sehingga kanal air bisa dijadikan sebagai irigasi.

Saran dalam hal pengelolaan ekosistem gambut adalah:

1. Pembuatan Peta topograi. 2. Pengaturan tinggi muka air.

3. Pilih tanaman yang sesuai dengan ekosistem gambut.

4. Jangan ada kebakaran.

Bagaimana kita menetapkan law enforcement

terhadap kegiatan usaha/kegiatan di ekosistem gambut karena secara umum penyebab kebakaran lahan gambut sudah diketahui.

(26)

Wahyu Indraningsih:

Dir. PKG, KLHK

E

kosistem gambut dipandang sebagai sebuah ekosistem utuh yang berada dalam satu kesatuan hidrologis gambut.

Luas KHG di beberapa pulau di Indonesia sampai 32 juta Ha (32.656.106).

PR di dalam PP No. 71 / 2014 adalah menetapkan fungsi lindung.

Dibutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk melindungi ekosistem gambut.

Kita telah meminta kepada perusahaan yang memiliki kegiatan di lahan gambut untuk membuat peta topograi.

Water management yang perlu dilakukan

adalah di kawasan masyarakat yang perlu difasilitasi oleh pemerintah.

Preview Hasil inventarisasi di Kubu Raya. Peta KHG perlu dijadikan landasan untuk kegiatan selanjutnya seperti tata kelola air.

Pemetaan KHG yang berisi info kedalaman, penggunaaan lahan, dengan kriteria yang terdapat di dalam PP No. 71 / 2014, maka luasan wilayah di Kubu Raya 35% adalah merupakan ekosistem gambut yang harus dilindungi, di Bengkalis sekitar 66.5% merupakan kawasan lindung.

(27)

Arief Yuwono:

SAM, KLHK

A

pabila gambut diintervensi maka akan terjadi kerusakan.

Control burning dan zero burning perlu

dilakukan.

Bagaimana kita bisa mengatur kegiatan masyarakat selaras dengan kebijakan pemerintah.

Untuk semua perusahaan yang memiliki usaha/kegiatan harus mengikuti zero burning. Peraturan yang berlaku mengenai pemanfaatan lahan gambut:

1. UU No. 32 / 2009. 2. UU No. 41 / 2009. 3. Moratorium Presiden.

Yang disebut kanalisasi adalah kanal bloking yang berfungsi sebagai drainase yang bisa menjamin water balance.

Persoalan yang terjadi adalah kendala di administrasi.

Dalam PP No. 71 / 2014 ada sistematika yang sudah termuat di dalamnya perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaaan,

pengawasan, sanksi administratif.

Perencanaan di dalam ekosistem gambut harus disesuaikan untuk penggunaannya. Angka 30% sebagai fungsi ekosistem gambut adalah masih kurang, tetapi disesuaikan dengan angka realitasnya.

Tindakan preventif perlu dilakukan untuk mencegah Karhutla, tetapi belum ada strukturnya.

Kita harus bisa mengembangkan semua tanggung jawab kepada semua pihak yang terlibat dan punya kewajiban untuk melakukan tanggung jawab.

Kedalaman muka air tanah masih pro kontra yang terdapat di dalam PP No. 71 / 2014.

Pembuatan drainase di lahan gambut pada perusahaan-perusahaan adalah bertujuan sebagai sarana transportasi, dan menjaga akar gambut agar tidak basah dan mengalirkannya ke laut. Apabila terjadi over drainage maka akan terjadi kekeringan yang menyebabkan kebakaran.

Ada beberapa pertimbangan di dalam pembuatan drainase di lahan gambut seperti seperti water balance.

Harus diteliti pohon dan tanaman apa yang tumbuh secara alami di lahan gambut.

PPLH bisa melakukan pengawasan lingkungan di perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan/usaha di lahan gambut. Ada syarat-syarat sebelum perusahaan mendapatkan izin penggunaan lahan gambut seperti harus membuat peta topograi.

PP No. 71 / 2014 berlaku 2 tahun setelah ditetapkan.

(28)

Hanni Adiati:

SAM, KLHK

Upaya pencegahan

1. Pencegahan lebih bersifat operasional di lapangan jika kita bersandar kepada peran masyarakat dan Pemda setempat. 2. Mencermati pengetahuan masyarakat

lokal yang terkait budaya lokal masyarakat bagaimana memelihara HRG nya.

3. Revitalisasi kanal air dengan pembasahan kembali yang diikuti dengan penanaman kayu lokal HRG.

4. Bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk pembibitan kayu lokal untuk pemulihan.

5. Menguatkan kembali komitmen Pemda dalam penganggarannya untuk pos pencegahan kerusakan HRG. Melakukan sinergitas antara program Pemda dan Pusat (KemenLHK, Kemenkes, Kementan, BNPB).

6. Membangun pemahaman bersama atas pengertian status tanggap darurat.

7. ZERO BURNING. Kondisi sekarang sudah

berbeda, maraknya perambahan, adanya perubahan iklim. Perlu dilakukan untuk daerah yang tidak bisa dilakukan CONTROL BURNING.

8. Memperhatikan kesejahteraan masya-rakat miskin dengan program hasil hutan bukan kayu selain perkebunan sawit.

9. Penegakan hukum bagi semua yang melakukan pelanggaran hukum.

Upaya rehabilitasi

1. Moratorium izin pada HRG. 2. Moratorium sawit.

3. Moratorium logging. Rehabilitasi HRG:

1. Bersama Pemda dan masyarakat mengadakan gerakan penanaman kembali pada lokasi-lokasi yang terdegradasi. 2. Bekerja sama dengan berbagai pihak

(balai penilitian, masyarakat adat, akademisi, lembaga donor, perusahaan, dll) untuk pengadaan bibit tanaman lokal untuk pemulihan HRG.

3. Menggalakkan pembibitan 2 di tingkat desa.

4. Pemerintah pusat mengedukasi Pemda dalam merumuskan politik anggarannya. 5. Koreksi kanal-kanal yang memotong

kubah gambut.

6. Pola pertahanan api dengan membuat sumur bor setiap 100m.

(29)

Nurwadjedi:

BIG

K

ata kunci adalah Tata Kelola Pemerintahan

(Governance).

Pengendalian lahan gambut dimulai dari dikeluarkannya moratorium Inpres tahun 2011.

Sedang dilakukan pembuatan peta moratorium revisi ke delapan.

Terjadinya kebakaran karena ingin melakukan kegiatan di lahan gambut, sehingga perangkat peraturannya harus diperkuat untuk mencegah terjadinya kebakaran.

Diperlukan layer data:

1. Data layer kawahan hutan. 2. Layer lahan gambut. 3. Layer HGU.

Layer kehutanan yang dipergunakan untuk monitor sebagai penundaan izin terkait di lahan gambut.

Pemberian izin banyak diberikan oleh Pemda. Peta KHG adalah peta yang sangat strategis dalam hal menjaga kawasan ekosistem gambut.

Perlu dilakukan inventarisasi dan perlu ditindaklanjuti.

Terkait dengan inventarisasi harus ada langkah monitoring dengan saran:

1. Pembuatan peta neraca tutupan lahan (bisa mendeteksi penggunaan lahan). 2. Pembuatan peta neraca air di KHG.

3. Pembuatan peta neraca kerusakan ekosistem gambut.

Kelemahan kita di dalam moratorium adalah kurangnya perangkat data:

1. Data layer HGU (hanya berupa polygon) perkebunan dan belum termasuk atributnya yang sangat penting dalam usaha pencegahan.

2. Belum memiliki peta gambut yang bagus. Peta yang sudah dimiliki adalah peta gambut dari Kementan berkisar 15 juta Ha.

Tantangan ke depan adalah memetakan lahan gambut dengan skala 1:50.000 yang sesuai dengan one map policy.

Ada kesempatan membuat peta kawasan gambut dengan adanya perlombaan pembuatan peta kawasan gambut yang melibatkan pakar-pakar global dimana hasilnya bisa dijadikan untuk memperbaiki SNI pemetaan lahan gambut ke depannya. Peta RBI dengan skala 1:50.000 sudah selesai. Bisa didownload dengan gratis di website BIG.

Yang perlu dilakukan ke depannya adalah revisi peta RTRW dan pembuatan peta tutupan lahan.

(30)
(31)

EKOSISTEM GAMBUT

Robianto Susanto:

UNSRI

• Peta tata ruang sangat penting.

• 2 (dua) pendekatan dalam pengelolaan gambut adalah:

a. Shallow water table. b. Drainase.

• Usul: sebanyak mungkin untuk mengikutsertakan institusi lokal.

Action: perlu dibuat action plan untuk lokasi-lokasi kritis (pendekatannya multi dimensi, multi stakeholders).

• Contoh keberhasilan harus disebarluaskan agar bisa menjadi contoh.

Teguh Surya:

Greenpeace

• Kebakaran hutan yang terjadi sekarang sudah semakin parah.

• Perlu langkah-langkah emergency response

untuk dapat bantuan kesehatan dan upaya evakuasi.

• Fokus bagaimana cara untuk memperbaiki lahan gambut yang sudah rusak.

• Gambut adalah ekosistem unik yang sepanjang tahun harus tetap basah, jadi tidak cocok untuk dilakukan penanaman sawit.

• Komitmen bersama untuk menjaga ekosistem gambut.

• Kejahatan terorganisir yang menyebabkan kebakaran hutan yang bersifat global perlu dilakukan penegakan hukum yang tegas. • Kesalahan mendasar adalah kesalahan tata

kelola pada ekosistem gambut.

• Pemerintah memberikan izin pada lahan gambut sebelum memiliki data yang lengkap mengenai ekosistem gambut.

• Kedepannya diharapkan tidak ada lagi pembukaan konsesi pada lahan gambut. • Ingin menawarkan 6 solusi:

1. Prinsip mencegah adalah hal yang utama dari pada memadamkan api. Menjaga hutan gambut yang tersisa adalah prioritas.

2. Memulihkan kawasan yang rentan pada kawasan gambut.

3. Perusahaan dengan desakan pemerintah harus menghentikan konsesi hutan.

4. Pemerintah harus segera mencanangkan program restorasi ekosistem gambut secara massif yang bersifat nasional.

5. Regulasi yang jelas menuju akhir deforestasi.

(32)

Supiandi Sabiham:

IPB, Ketua HGI

• Perlu adanya peta dasar yang bisa menjadi dasar untuk pengembangan selanjutnya. • Seringnya peta RTRW tidak sesuai dengan

peta TGHK.

• Perlu peta topograi yang betul-betul real dengan kondisi gambut sebenarnya di lapangan.

• Kita memiliki program mencegah kebakaran, tetapi ada UU yang memperbolehkan kebakaran, perlu adanya tambahan peraturan di dalam peraturan peralihan dalam PP No. 71 / 2014.

• Mencegah lebih baik dari pada memperbaiki.

• Lokal pengetahuan perlu diperhatikan sebagai masukan dalam aspek-aspek kebijakan.

Kiki Taufik:

Greenpeace

• Bencana asap di Sumatera dan Kalimantan berdampak sangat besar bagi masyarakat.

• Bantuan yang ditawarkan dari pemerintah luar negeri seharusnya diterima untuk menyelamatkan masyarakat dari dampak asap kebakaran.

• Tidak ada pergerakan yang signiikan dari Pemda.

• Peta KHG dan peta degradasi gambut perlu dibuka ke publik agar masyarakat tau dan bertujuan sebagai monitoring. • Proteksi gambut harus total demi

menyelamatkan ekosistem gambut yang tersisa.

(33)

Marinus:

Balitbang Banjarbaru

Januminro:

Kabupaten Pulang Pisau

• Pengelolaan lahan gambut harus mampu menjaga dari subsidence dan kekeringan. • Teknik-teknik apa yang bisa dilakukan

dalam hal menjaga ekosistem gambut seperti pembuatan kanal-kanal dan pembahasan kembali lahan gambut.

• Siapa yang melakukan 5W1H.

• Perlu dilakukan penegasan metode

control burning atau zero burning yang akan ditaati oleh berbagai pihak.

• Perlu sosialisasi PP No. 71 / 2014, sudah sampai mana kemajuan pelaksanaannya. • Tanaman gaharu bagus ditanam di lahan

gambut, dan sudah ada contoh di beberapa daerah yang akan melakukan panen raya.

• Di dalam UU No. 24 / 2007 pada Pasal 1.2 kebakaran belum termasuk ke dalam ranah bencana, perlu dibuatkan Perpu. • Kasus kebakaran perlu menjadi perhatian

penting dan melibatkan Menteri Kesehatan, saat ini terutama untuk kasus Palangkaraya.

(34)

10. Perlu adanya monitoring yang berkesinambungan baik oleh pemerintah, masyarakat, pakar dan pihak lainnya. 11. Perlu adanya evivac yang merecord segala

kegiatan di lahan gambut.

12. Immediate policy perlu segera dibuat. 13. Spec biodiversity.

14. Antisipasi pola kerja yang dilakukan oleh masyarakat.

15. Insentif dan disinsentif untuk masyarakat dan swasta.

16. Governance adalah sebuat entitas yang dioperasikan oleh pemerintah dan bertanggung jawab kepada masyarakat. 17. Pengawasan perizinan.

18. Pengelolaan di kawasan gambut yang bisa produktif.

19. Menyangkut kelembagaan seperti

stakeholders.

20. Yang menjadi konsen setelah pertemuan ini yang paling penting adalah memberangkatkan PPLH sehingga akhir Desember 2015 diharapkan sudah selesai.

Ibu Siti Nurbaya:

Menteri LHK

Notulen harus sesuai dengan manuskrip rekaman.

Kita akan mendapatkan referensi kebijakan dari pertemuan diskusi pakar ini.

Highlight:

1. Mengenali ciri ekosistem gambut.

2. Confirm dan justify untuk melakukan

pencegahan kebakaran lahan gambut. 3. Perlu pengaturan water level yang terkait

pengelolaan atau water management (water system, water balance, water management).

4. Harus ada zona lindungnya (fungsi lindung).

5. Selanjutnya harus ada 8 Eselon 1 dan 2 Eselon 2 yang selanjutnya akan melakukan perumusan.

6. System mosaic di dalam layout land use yang sudah dibuat.

7. Bagaimana melakukan kontrol terhadap kanal-kanal.

8. Perlu review pabrik-pabrik yang melakukan kegiatan/usaha di lahan gambut.

(35)

• Governance adalah apa dan melakukan apa, jadi tidak tepat polisi dan TNI diberikan alat pemadaman kebakaran karena tidak sesuai dengan tupoksi.

• Evakuasi perlu dilakukan kepada Balita karena ISPA adalah pembunuh no. 2 bagi Balita di Indonesia.

• Segera perlu dilakukan prioritas sehingga semua anggaran dan tenaga untuk melakukan prioritas tersebut yang berupa pencegahan.

• Akuntabilitas Pemda termasuk di dalam UU No. 23 / 2013, sehingga apabila Pemda gagal melakukan pencegahan asap akan mendapat sanksi.

• Evakuasi harus dilakukan oleh BNPB karena merupakan komando.

• Pada tahun 1997 ada laporan bahwa ilter udara power plant milik PLN Kalteng mengalami kerusakan disebabkan oleh asap.

• Karena tidak tersedia spare part ilter di PLN maka power plant PLN mati.

• Saran : mengundang BUMN agar melaksanakan manajemen krisis sehingga kejadian serupa tidak terulang.

Emmy Hafild:

Walhi Culture

Sarwono Kusumaatmaja:

(36)

PRESENTASI KELOMPOK

TATA KELOLA AIR

(37)

Aspek Pengelolaan Ekosistem Gambut dengan

Penataan Hidrologi (Ecohydro)

Budi Indra:

IPB, TAM Kementan

a. Masalah umum penggunaan lahan gambut:

- Pemetaan di lahan gambut oleh perkebunan sawit tanpa memperhatikan peta kontur apalagi kedalaman gambut.

- Konsesi diberikan tanpa memperhatikan kawasan hidrologis gambut.

- Kenapa kita memberikan konsesi kepada perusahaan yang tidak memiliki kemampuan menata air dan lainnya.

- Masalah disemanisasi.

b. Gambaran umum kawasan gambut:

- Kawasan hidrologis gambut berada di antara 2 sungai. Selama ini kita belum mendapatkan peta kawasan hidrologis gambut.

- Kedalaman perlu diketahui dengan cara transect. Harus ada metodologi mengetahui kedalaman gambut dengan cara mengetahui dari kondisi morfologi.

- Setiap kawasan hidrologis gambut memiliki karakteristik yang berbeda.

- Negara harus mengembalikan kerugian perusahaan untuk mengembalikan fungsi ekosistem gambut ke fungsi lindung.

- Kawasan lindung tidak boleh ada kegiatan budidaya apapun.

c. Tata kelola lahan dan air berwawasan lingkungan (ekohidro) : konsep, teori, aplikasi dan diseminasi:

- Konsep rancangan dengan bagi zonasi (zona atas, zona bawah, jalan).

- Tujuan mengelola adalah menjaga kelembaban gambut pada kisaran optimum agar tanaman tumbuh maksimum dan gambut tidak mudah terbakar.

- Gambut terhindar dari deformasi tidak balik.

- Emisi karbon dalam batas alamiah. - Sasaran adalah Kelembapan gambut

di daerah perakaran berada di sekitar kapasitas lapang (pF 3.2).

- Muka air tanah berada di bawah daerah perakaran (tidak bisa diukur rata). d. Neraca air untuk rancangan drainase:

- Memiliki data kedalaman gambut, memiliki data mineral layer dan memiliki data water table.

- Hujan, air masuk dari hulu, ada

groundwater, ada evaporasi dan ada

terpolasi dan kemudian ada air keluar baik dari sungai maupun rembesan ke dalam tanah (disebut debit drainase). Semua terjadi secara alamiah, tidak bisa dikendalikan oleh manusia.

(38)

e. Aplikasi dan diseminasi

- Tatakan sawit disesuaikan dengan kontur seperti yang terjadi di Semenanjung Kampar, Teluk Meranti. - Transect dilakukan dengan cara

memotong kontur agar dapat memiliki data tertinggi dan terendah.

- Perhitungan emisi gambut tergantung kondisi cuaca dan kondisi kelembaban (disebut emisi sesaat).

- Subsidence rata-rata 1.9 cm - 3.8cm/ tahun

- Hujan dan muka air tanah dan air gambut sangat berhubungan satu sama lain.

- Kita harus mengintegrasikan semua data dengan menggunakan persamaan tertentu.

- Perlu dilakukan pelatihan kepada masyarakat atau tenaga karyawan yang bekerja di lahan gambut serta manajemennya untuk menjaga ekosistem gambut.

- Saluran perimeter berfungsi sebagai indikator terdapatnya air di lahan gambut.

f. Rekomendasi

- Perbaikan tata kelola air dengan cara: 1. Delineasi kawasan hidrologis

gambut.

2. Pembuatan peta topograi elevasi gambut (interval 50cm).

3. Pembuatan peta kontur ketebalan gambut (interval 50cm).

4. Zona lahan beda elevasi (interval 1m).

5. Pembagian blok lahan searah garis kontur.

6. Analisis neraca air per zona lahan dan seluruh kawasan.

7. Perancangan jaringan drainase antar dua zona lahan.

8. Perancangan bangunan tabat air dilengkapi parit sisir.

9. Pembuatan pos jaga + pos ukur di setiap zona lahan.

10. Pemantauan iklim di KHG (minimal 1 hari sekali).

11. Pemantauan level air dan kelembaban gambut secara intensif.

- Perusahaan melaksanakan sendiri dikawal pemerintah.

- Masyarakat dibantu perusahaan dalam KHG dan pemerintah.

(39)

- Perubahan ekosistem gambut akan menyebabkan perubahan kondisi air di ekosistem gambut.

- Gambut adalah satu ekosistem yang rapuh dan dinamis.

- Komponen hutan rawa gambut adalah gambut, vegetasi, dan hidrologi yang merupakan satu kesatuan terpadu.

- Fungsi gambut sebagai penyimpan dan pengatur tata air.

- Dampak perubahan hidrologi lahan gambut:

1. Kekeringan dan kebakaran. 2. Pembatas revegetasi. 3. Kualitas air.

4. Gambut menjadi sumber bahan bakar. 5. Lahan gambut menjadi sumber emisi. 6. Percepatan subsiden.

7. Ancaman biodiversitas. 8. Livelihood dan kesehatan.

Dony Rachmanadi:

BPK Puslitbang

Banjarbaru

- 50% lahan gambut berada di bawah permukaan.

- Usaha perbaikan adalah dengan cara implementasi dengan mengumpulkan database yang betul-betul menggambarkan kondisi lahan gambut

dan veriikasi.

- Perubahan isik, kimia dan biologi tanah: nilai Mg > Ca, sehingga pertumbuhan tanaman stagnan.

- Perubahan nilai hidrolik konduktivitas: 5.76

- Kalimantan Tengah memiliki data yang paling lengkap di dunia mengenai lahan gambut, tetapi tidak diketahui siapa yang menyimpan datanya dan bagaimana mengaksesnya.

- Evaluasi tinggi muka air tanah masih dilakukan di desa Tumbang Nusa, Kab. Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

- Tanaman tidak bisa tumbuh karena perubahan isik, kimia dan biologi pada ekosistem gambut.

(40)

- Rewetting (pompa) hanya bisa dilakukan dalam jangka pendek dalam hal pemadaman kebakaran.

- Pemompaan akan bisa meningkatkan tinggi muka air tanah.

- Pemilihan jenis yang tepat kondisi:

1. Kondisi tergenang (survival tinggi, tumbuh cepat: Combretocarpus

rotundus, survival tinggi, tumbuh

lambat: Campnosperma coriceum

(terentang).

2. Kondisi tidak tergenang (survival tinggi, tumbuh cepat: cratoxylon galucum. - Restorasi adalah “cost” (investasi) yang

(41)

Aspek Pendekatan Pengembangan

Tata Air (Sistem Drainase)

dalam Kawasan Ekosistem Gambut

untuk Solusi Kebakaran

(42)

Pemanfaatannya

Andi Sudirman:

Direktorat Irigasi dan

Rawa, Kemen PUPR

- Permen PU No. 29 / 2015 mengenai rawa secara substansi isinya sama dengan PP No. 73 / 2012.

- Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem.

- Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di tepi pantai, dekat pantai, muara sungai, atau dekat muara sungai yang tergenang air akibat pengaruh pasang surut air laut.

- Kesatuan hidrologi dibatasi oleh sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut harian. - Rawa Lebak adalah rawa yang terletak

jauh dari pantai dan berada pada kawasan tanah rendah yang tergenang air akibat luapan air sungai dan hujan yang tergenang secara periodik atau menerus. - Penetapan rawa untuk mengetahui

apakah rawa berfungsi sebagai fungsi lindung atau fungsi budidaya:

1. Rawa di luar kawasan hutan (penetapan oleh Menteri).

2. Rawa bergambut di luar kawasan hutan (penetapan oleh Menteri rekomendasi Menteri LHK).

3. Rawa dalam kawasan hutan (penetapan oleh Menteri rekomendasi Menteri LHK).

4. Rawa bergambut dalam kawasan hutan (penetapan oleh Menteri rekomendasi Menteri LHK).

- Hasil penetapan dicantumkan dalam rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota yang bersangkutan.

- Jangka waktu penetapan paling lama 3 tahun setelah PERMEN No. 29/ PRT/M/2015 tentang rawa ditetapkan. - 3 kegiatan utama dalam pengelolaan rawa:

1. Konservasi rawa. 2. Pengembangan rawa.

3. Rencana pengelolaan rawa pasang surut, yang disusun berdasarkan kesatuan hidrologi rawa pasang surut. - 3 kegiatan utama dalam pengelolaan rawa:

1. Konservasi rawa. 2. Pengembangan rawa.

3. Pengendalian daya rusak air pada rawa. - Konservasi rawa dilakukan dengan cara:

1. Perlindungan dan pelestarian rawa. 2. Pengawetan air pada rawa.

3. Pencegahan pencemaran air pada rawa. - Pengembangan rawa hanya dapat

dilakukan pada rawa dengan ekosistem fungsi budidaya.

1. Amdal.

(43)

- Pengendalian daya rusak air pada rawa yang masih alami adalah dengan cara pengawasan dan pemantauan rawa.

- Prinsip pengembangan dan pengelolaan rawa adalah dengan tata kelola air.

- Pada pengelolaan rawa, wajib memperhatikan pengaturan muka air dan sirkulasi air.

- Tahap pengembangan daerah rawa di Indonesia:

1. Tahap pengembangan I (membangun drainase terbuka, produktivitas lahan tidak terlalu tinggi, 1.5 – 2.5 ton/Ha). 2. Tahap pengembangan II (jaringan

dranase dilengkapi dengan bangunan-bangunan pengatur air sederhana, meningkatkan mutu lahan guna mewujudkan produksi pertanian yang lebih baik untuk menunjang kehidupan petani secara layak 2.5 – 3.5 ton/Ha). 3. Tahap pengembangan III (pengelolaan

air terkendali penuh, umumnya mengacu kepada system polder, produktivitas lahan yang tinggi).

- Pada pengelolaan rawa, wajib memperhatikan pengaturan muka air dan sirkulasi air.

- Kesatuan Hidrologi adalah suatu kawasan dengan batas hidrologi yang jelas, seperti pantai, sungai utama, batas dataran tinggi dengan kondisi hidrologi independen dari unit lain yang berdekatan dalam satu kawasan dataran rendah.

- Kesatuan hidrologi di daerah gambut dan dataran rendah pantai memiliki beberapa ciri antara lain: tanahnya mentah, organik dan permeabel, dan akan mengalami penurunan tanah jika didrainase.

- Pengaturan tata air rawa pada saat drainase harus tepat, terutama pada rawa dengan tanah gambut. Jika tidak, tanah gambut tersebut dapat terekspos dan pada akhirnya dapat memicu emisi karbon / gas rumah kaca.

- Pengelolaan rawa sangat terkait dengan isu lingkungan hidup dan kehutanan mengingat pada sebagian rawa terdapat gambut dan / atau berada pada kawasan hutan.

- Fungsi rawa adalah sebagai drainase air, retensi air dan navigasi air.

- Arahan kebijakan ke depan adalah akan dilakukan penetapan rawa oleh Menteri PUPR dengan memperhatikan rekomendasi Menteri LHK pada rawa bergambut dan rawa yang berada di kawasan hutan.

- Dalam waktu dekat akan dilakukan penyusunan peta rawa sebagai perwujudan UU no. 4 /2011.

- Untuk rawa yang telah dikembangkan namun sebenarnya berada di kawasan konservasi, pengelolaannya dilaksanakan melalui pendekatan pengelolaan adaptif. Sebagai contoh, lahan pertanian yang sudah dikembangkan pada areal gambut yang seharusnya dikonservasi, pengelolaan adaptifnya adalah pengaturan muka air tanah tidak lebih dalam dari 20 – 30 cm; atau jika usaha pertanian pada lahan tersebut terlantar maka akan dikembalikan menjadi area/kawasan konservasi.

(44)

Kussaritano:

mitra LHK, Kalteng

Pendekatan dan pengembangan tata air (drainase) dalam kawasan ekosistem gambut untuk solusi kebakaran lahan gambut serta pemanfaatan yang produktif apakah bisa dilakukan.

Peraturan mengenai rehabilitasi lahan gambut di Kalimantan Tengah:

1. Inpres No 2 tahun 2007 tentang Percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut. 2. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:

P. 55/Menhut-II/2008 Tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Pengembangan Lahan Gambut di Kalimantan Tengah.

Peta RTRW di kalteng baru ditetapkan di dalam Perda pada bulan Agustus 2015.

Kebakaran terjadi di kabupaten yang memiliki lahan gambut. Kabupaten yang memiliki sebaran gambut itu, adalah Kapuas, Katingan, Kobar, Kotim, Pulpis, Seruyan dan Palangka.

Luas gambut di Kalteng sebesar 17.2% dari keseluruhan wilayah, tapi titik panas yang terjadi di lahan gambut sampai 59.5% dari

hotspot di Kalteng.

26 September 2015, Angka PM10 di Palangka Raya menunjukan 2613,53 mikrogram/m. Ada desentralisasi lepas control terhadap izin usaha kelapa sawit.

Apakah kanal air yang dibuat di lahan gambut representatif terhadap semua ekosistem gambut.

Kebakaran lahan terjadi untuk kemudian lahan tersebut dijual kembali. (Aspek KUHAP no. 55).

Fakta lapangan di Kalteng:

1. Banyak gambut tercabik-cabik kanal (drainase) termasuk pada kubah gambut, mengakibatkan over bleeding (air gambut terbuang dengan cepat).

2. Tipologi arus sungai (hulu ke hilir) dan aliran air pasang surut (ada di Kalteng). 3. Kondisi permukaan air sungai lebih

rendah dari kanal, pada musim kemarau air dari kanal/saluran mengalir ke sungai.

4. Ada beberapa kanal lain yang di buat oleh warga serta proyek Pemda.

5. Ada kubah gambut (peat dome) dengan ketebalan gambut tinggi, di belah oleh kanal.

6. Terbit banyak perijinan perkebunan kelapa sawit di areal gambut dan kubah gambut.

7. Perlu pendekatan pembangunan yang menjaga agar gambut tetap basah, bukan merekayasa atau mengubah fungsi gambut dari basah menjadi kering, nomenklatur ini harus di pertahankan, karena danau yang di areal ekx PLG terancam jika sekeliling sudah dilubangi dengan kanal.

(45)

hujan (mencegah banjir). Ini merupakan kontrol alam yang luar biasa namun sayang tidak menjadi bagian integral dalam pembangunan dalam beberapa dekade ini, kalau diubah akan menjadi sistem yang sangat rapuh. Kalau salah, akan berhadapan kebakaran dan penurunan tanah. Dua fenomena itu karena digalinya kanal. Gambut yang seharusnya berfungsi menyimpan air malah dibuat kanal-kanal sehingga menjadi kering sehingga menjadi rawan / rentan terhadap kebakaran.

9. Hal ini, akan menimbulkan dampak lingkungan seperti kebakaran dan asap di musim kemarau, banjir di musim penghujan, meningkatnya laju penurunan muka tanah (subsiden), emisi gas rumah kaca, kerusakan gambut karena irreversible drying, dan hilangnya bahan organik terlarutkan (DOC) yang menjadi sumber nutrisi bagi tanaman. Solusi taktis dan strategis: Memperbaiki tata kelola lahan gambut, beberapa upaya pencegahan kebakaran di lahan gambut, secara komprehensif dan holistic.

Beberapa saran:

a. Hukum: sinkronisasi peraturan dan komitmen penegakan, dll.

b. Kebijakan: tata ruang yang konsisten untuk restorasi dan kelola gambut yang berkelanjutan (Pulpis, Kapuas, Palangkaraya RTRWK nya belum selesai, Kalteng baru aja ada Perda No 5 Tahun 2015 RTRWP).

c. Teknis: canal blocking, deep well, pemulihan ekosistem gambut dengan kondisi air dan tanaman asli, monitoring water level setiap jam/hari, beje, dll. d. Ekonomi: insentif inansial untuk

masyarakat dalam menjaga water level dari gambut misalnya dengan memberi

dana dan insentif (stewardship grant)

untuk membuat canal blocking di parit-parit atau beje. Bantuan inansial bagi petani/peladang untuk menggunakan sistem pertanian yang ramah terhadap ekosistem gambut.

e. Sosial: sosialisasi peraturan, sosialisasi pentingnya menjaga ekosistem dan

water level dari gambut.

A Kombinasi jangka pendek dan jangka

panjang.

A Memperkuat kapasitas SDM dan

tingkat kepedulian kepada BPBD, Manggala Agni, Damkar Swakarsa.

A Sinergis di level kementerian terkait

hingga ke level daerah.

A Pembendungan kanal (blocking canal)

dapat memperlambat proses kehilangan air akibat laju permukaan melalui kanal besar, dengan mengedepankan karakteristik gambut yg ada.

A Telah ada panduan pembuatan bloking

kanal atau tabat kanal.

A Perlu di buat FS termasuk (DD) detail

desain (dimana, lokasi dan berapa kebutuhan material).

A Menentukan siapa yg bertanggung

(46)
(47)

Supiandi Sabiham:

IPB, Ketua HGI

Ekosistem gambut (KHG) ada 2 tipe yaitu gambut tebal dan gambut tipis.

Gambus tebal sangat mudah rusak.

Gambut tebal berumur 7000 tahun, gambut tipis 200 – 400 tahun.

Gambut tebal masih memiliki tanah tanah mineral yang termasuk ke dalam KHG.

Gambut tipis umumnya ada di pesisir pantai dan lapisan bawahnya terdisi dari endapan mangrove.

Pada musim kemarau dari hasil penggalian, tinggi muka air tanah berkisar 75 – 80 cm. Pada umumnya, kadar air d lahan gambut dengan kedalaman muka air tanah 0 – 20 cm selalu berada di atas kritis (relatif stabil). Umur sawit yang susah air menyebabkan tinggi muka air menurun (sawit lebih banyak memerlukan air).

Tingkat stabilitas dan ketahanan terhadap sifat isik gambut terkait dengan sifat hidrofobisitas.

Ketahanan kadar air terhadap tanaman yang sudah tua makin rendah yang menyebabkan

hidrofobisitasnya semakin rendah.

Tingkat hidrofobisitas tergantung dari tinggi muka air tanah. Apabila tingkat hidrofobisitasnya tinggi, maka tinggi air tanah juga tinggi.

Emisi karbon mencerminkan stabilitas karbon.

Jika terjadi pengeringan maka emisinya makin mengecil.

Emisi makin dalam maka emisi makin turun (sifat reduksi oksidasi).

Makin tinggi kelembaban, emisi karbon makin turun.

Emisi gambut dihitung dari subsidence

gambut.

Kombinasi antara dekomposisi dan respirasi yang mempengaruhi emisi karbon pada ekosistem gambut.

Rekomendasi:

1. Konservasi lindung dan budi daya.

2. Di kawasan budi daya (manajemen air, perlu data topograi).

3. Pengelolaan tinggi muka air tanah untuk kebutuhan tanaman dan stabilitas gambut, serta untuk menekan emisi C. 4. Pengembangan ke depan: landscape

(48)

Bastoni:

Litbang LHK Palembang

Konversi lahan gambut harus diikuti pembuatan drainase pada lahan gambut yang bisa menyebabkan perubahan hamparan lahan dan mempercepat subsidence.

Dalam kurun waktu 5 tahun telah terjadi subsidensi gambut rata-rata 85,30 cm atau 17,06 cm/tahun.

Dalam kurun waktu 5 tahun telah terjadi penurunan muka air tanah rata-rata 116,67 cm atau 23,33 cm/tahun.

Kebakaran lahan terbesar di Sumatera Selatan terjadi pada tahun 1997 ketika terjadi El Nino. OKI salah satu Kabupaten terbesar yang memiliki ekosistem gambut dan yang memiliki hotspot terbanyak.

Kebanyakan kubah gambut di Sumsel sudah merupakan kawasan budi daya berupa perkebunan kelapa sawit.

Pola sebaran hotspot muncul pada tahun 1997 sebelum adanya HTI (sebelum adanya drainase) dan berbeda polanya setelah adanya HTI (dengan adanya drainase).

Pembuatan drainase yang menyalahi konsep yang seharusnya menyebabkan terjadi pengeringan pada lahan gambut.

Drainase yang diikuti dengan adanya tabat, tidak bisa menjaga tinggi muka air tanah pada ekosistem gambut yang dalam.

baik menyebabkan pohon sawit tumbuh kering ketika berumur sedang.

Alur upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut dengan menggunakan rekayasa teknologi (aspek teknologi) dan rekayasa kelembagaan (aspek kelembagaan).

Paket iptek hasil litbang kehutanan untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan gambut: 1. Panduan Restorasi dan Rehabilitasi Hutan

Rawa Gambut Bekas Kebakaran dan Konversi.

2. Budidaya Jenis-jenis Pohon Lokal Unggulan HRG (Indigeneous species) tanpa drainase lahan.

3. Budidaya Jelutung Rawa (Dyera lowii Hook.F) pada lahan gambut.

4. Pola Agroforestri Tanaman Hutan dan Perkebunan di lahan gambut dangkal. 5. Pola Agrosilvoishery untuk optimalisasi

Pemanfaatan Lahan Rawa Bersulfat Masam.

6. Pengelolaan Jenis Pohon Pionir HRG (Beriang dan Gelam) untuk kayu energi pembangkit listrik dan arang.

7. Paket Peralatan Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan.

Pohon yang cocok ditanam di lahan sawit adalah budidaya ramin, punak, meranti rawa.

Agroforestry di lahan gambut: sawit, nenas, jelutung.

Jenis pohon untuk restorasi ekosistem dan kayu energy di lahan gambut adalah: Jenis pohon pionir beriang memiliki potensi yang sangat bagus dalam hal menyimpan karbon di lahan gambut dan pohon pionir gelam.

Pencegahan kebakaran dapat ditempuh melalui pola budidaya tanpa drainase lahan dengan memanfaatkan keunggulan ekonomis dan ekologis jenis-jenis pohon lokal unggulan

(49)

I Wayan Susi Dharmawan:

Litbang KLHK

Diharapkan dari hasil diskusi pakar ini, kebakaran hutan tidak terjadi secara berulang lagi.

Gambut merupakan ekosistem yang sangat penting yang berfungsi sebagai penjaga alami terhadap system hidrologi.

Perlu pendekatan integrative antara kondisi ekosistem gambut (ketebalan gambut dan hidrologi gambut) dengan forest (tutupan lahan).

Perlu sinergi antar pemerintah Pusat dan Pemda dalam penanggulangan kebakaran pada lahan gambut.

Secara alami gambut bisa pulih kembali tanpa ada gangguan (intervensi) dari manusia.

Bagaimana upaya kita memilah daerah ekosistem gambut yang perlu dilakukan rehabilitasi segera.

Biomassa tegakan hutan gambut pada kondisi berbagai umur bekas kebakaran dan hutan gambut tanpa gangguan manusia.

Pemulihan diduga memerlukan waktu selama 25.4 tahun setelah kebakaran.

Dengan memperhitungkan kecepatan pemulihan berdasarkan nilai basal areanya maka diperlukan waktu sekitar 57 tahun untuk pemulihannya.

Tidak mudah mengatur hidrologi pada satu kawasan hidrologi gambut.

Pada musim kemarau dengan system drainase yang tepat, maka kondisi lahan gambut tetap dalam kondisi basah.

Air di saluran drainase sangat minim ketika musim hujan tetapi tetap diperlukan.

Prioritas:

1. Perlu diadakan pemetaan peta kesatuan hidrologis gambut dengan tingkat pemulihan biomassa alami sangat rendah terutama pada areal bekas kebakaran akibat kerusakan sangat berat yang berulang-ulang.

2. Perlindungan dan konservasi hutan rawa gambut primer dengan kerapatan tegakan tinggi dan kubah gambut.

(50)

Koesnadi Wirasapoetra:

Syarikat Hijau Indonesia

Proyek Land Banking adalah proyek untuk penyiapan lahan bagi investor (memburu kayu komersial seperti ramin untuk ekspor dan bank land).

Babak baru berupa konversi gambut untuk perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dan Sumatera.

Suku Ngaju mengenal gambut sebagai GLEGET. Pengelolaannya dilandasi oleh pengetahuan lokal.

Restorasi ekosistem gambut bagi suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu, sayangnya para ahli, akademisi dan pemerintah daerah sering mengabaikan (menutup mata) atas pengetahuan lokal masyarakat dalam menata alam.

Menghitung hotspot perlu tetapi melakukan evaluasi luas ijin usaha di ekosistem gambut jauh lebih penting untuk selamatkan bangsa ini.

Pengalaman gagalnya PLG 1 juta hektar, berdampak meluasnya kerusakan ekosistem gambut di Indonesia – babak baru pembukaan besar-besaran ekosistem gambut bagi ijin usaha industri kelapa sawit, HTI bahan baku

bubur kertas – dengan sistem kanalisasi raksasa yang mengeringkan tata air ekosistem gambut. Wajar bencana asap sepanjang 20 tahun terakhir selalu terjadi di Indonesia.

Dampak bencana asap Negara dan Rakyat di rugikan → siapa bertanggung jawab?

Moratorium harus segera dilakukan untuk menghentikan kebakaran lahan dengan tidak memberikan izin HTI baru kepada perusahaan untuk membuka lahan sawit. Belajar dari salah urus gambut:

1. Review perizinan (audit) yang ada di sektor HTI, perkebunan kelapa sawit, pabrik-pabrik, infrastruktur, perumahan, industry lainnya pada kawasan gambut. 2. Melakukan proteksi terhadap wilayah

kelola masyarakat lokal untuk memastikan bahwa negara hadir dan melindungi asset-aset produksi yang selama ini dikelola oleh masyarakat lokal (dengan meningkatkan kapasitas sumberdaya, akses informasi, permodalan, tata niaga dan perlindungan).

3. Membangun kerja sama para pihak dalam system management restorasi gambut berbasis partisipasi rakyat dan kemitraan (dalam upaya pemulihan lahan dan hutan gambut, termasuk tabat kanal-kanal dan meningkatkan keanekaragaman hayati).

Tata ruang tradisional SDA Desa menyebabkan tidak adanya kebakaran lahan sejak paska PLG, tahun 1999 s/d saat ini, melindungi seluas 170.000 Ha hutan, kebun karet, rotan di 26 desa.

(51)

Hutan adat yang ada belum memiliki legalitas atau status pengakuan dari Pemerintah. Kekayaan Desa Katunjung, Kec. Matangai di lahan gambut berupa pengolahan karet, rotan, ikan, sawah dan air bersih.

Hasil dari kearifan masyarakat lokal mengelola lahan gambut:

1. Tidak pernah terjadi kebakaran lahan dan hutan sejak paska PLG – tahun 1999 sampai dengan saat ini.

2. Melindungi seluas 170,000 hektar hutan, kebun karet, rotan di 26 desa, melibatkan sebanyak 500 kader desa dan 4 organisasi rakyat (pengrajin rotan, serikat tani, koperasi hijau dan Aliansi rakyat pengelola gambut).

3. Masyarakat terlibat + 3.849 KK, + 15.000 jiwa. Luas areal direhabilitasi dan reforestasi + 98.900 hektar, terdiri dari; kebun rotan 23.700 hektar, kebun karet 28.700 hektar dan hutan desa/ adat 46.400 hektar. Jumlah tanaman 77.340.000 pohon, berupa pohon karet 14.350.000, pohon rotan 11.850.000 dan pohon hutan yang berada di hutan adat dan kebun rotan mencapai 51.140.000 pohon.

4. Kurikulum Pendidikan Sekolah Gambut ditunjang guru-guru dan kader desa. 5. Revitalisasi aturan-aturan adat dalam

pengelolaan sumberdaya lahan dan hutan gambut.

6. Sebanyak 20 Perdes tentang pengelolaan SDA lahan Gambut dibuat oleh warga dan aparat desa selama 2010 – 2011.

7. Terbentuknya Satgas Penanggulangan Bencana Desa.

Kusumo Nugroho

: BBSDLP,

Kementan

Gambut adalah tanah jadi perlu pertimbangan isik tanah dalam rangka melakukan pengelolaan tata kelola air.

Kondisi kebakaran ini diperlukan dihubungkan secara holistik, yaitu apa saja dari segi pendayagunaan lahan mana yang eisien, dan perlu menata infrastrukturnya. Dari tiap resource yang ada perlu dicari valuenya masing-masing dalam hal penanganan Karhutla.

Diperlukan maintenance setelah adanya infrastruktur.

Yang terpenting adalah pembuatan SOP dalam hal pencegahan terjadinya Karhutla. Yang perlu diperhatikan adalah sumber air pada infrastruktur yang sudah dibangun.

Jangkauan air juga diperlukan selain vegetasinya yang memiliki kaitan dengan air. Aspek lingkungan (iklim, topograi, sosial masyarakat, land use. Ekonomi).

(52)

Permen No. 14 / 2009 ada peraturan mengenai pengelolaan lahan gambut.

Gambut juga bisa melakukan erosi (abrasi). Keperluan di dalam tindakan pencegahan kebakaran pada lahan gambut:

1. Identiikasi karakteristik gambut. 2. Pengumpulan data spasial.

3. Lokasi gambut yang diperlukan untuk melakukan tata kelola air.

4. Model simulasi bisa dibuat untuk mendapatkan gambaran masa depan tanpa merusak lahan gambut.

Resistensi terhadap penetrasi dengan membuat kanal blocking.

Perubahan arahan global dalam pengelolaan gambut perlu disesuaikan dalam kebijakan pemerintah Indonesia dengan membuat model pengelolaan gambut Indonesia.

Management event perlu melakukan

(53)

DISKUSI DAN SARAN

(54)

Robiyanto Susanto

:

UNSRI

Ada baiknya kita mendukung desa-desa yang sudah berhasil melakukan pengelolaan lahan gambut dengan sangat baik.

Perlu melibatkan multi stakeholder dari lapangan karena aktor utamanya adalah petani dan masyarakat.

Taryono Darusman

: Wanadri

Lahan gambut yang tidak dikelola oleh perusahaan (dikelola masyarakat) lebih perlu didahulukan dalam hal penanganannya.

Analisa sosial sangat penting dilakukan terutama dalam hal kebakaran lahan yang sudah terjadi terutama dalam hal pencegahannya.

(55)

Reza

:

Wetlands

Seharusnya diskusi pakar ini berisi pemateri dan pembahas, tetapi hampir semua pembahas juga memaparkan bahan. Terminologi pemateri dan pembahas kurang jelas.

Gambut Indonesia sekarang mau diapakan, dan perlu kata sepakat agar pertemuan seperti ini tidak terjadi lagi.

Teori yang kita dapatkan sudah sangat banyak, tetapi tetap terjadi kebakaran.

Jangan membuat kanal baru di lahan gambut baik untuk transportasi.

Water management sangat perlu dilakukan. Saat ini ecohydro sukses di lokasi atau hanya di perusahaan saja (apakah termasuk best practices untuk semua kondisi gambut). Budidaya di lahan gambut harus ditinggalkan atau mengganti komoditasnya.

Diperlukan saran dan tindakan konkret dalam hal tindakan preventif kebakaran lahan gambut.

Kiki Taufik

: Greenpeace

Kondisi gambut Indonesia tinggal 50% yang masih baik. Apabila kita masih membiarkan perusahaan membuka lahan sawit, bukan tidak mungkin dalam 10 tahun lahan sawit akan habis.

Kewajiban bagi pemerintah untuk menyiapkan data yang lengkap sehingga penerapannya juga tepat, dan datanya harus dibuka untuk umum.

Kita keluar dari diskusi ini dengan adanya

TOOLKIT bagi perusahaan-perusahaan untuk

melakukan rehabilitasi lahan gambut.

(56)

Emmy Hafild:

Walhi Culture

Yang sudah bagus dalam hal pengelolaan lahan gambut perlu dipertahankan dan diperkuat dan bila perlu dilakukan replikasi. Data dari pakar jangan hanya science specific

sehingga merupakan multi approach yang perlu dilakukan.

Hasil penelitian, hasil percobaan perlu disosialisasi dan diperbanyak lokasinya.

Perlu pemetaan stakeholders dan aspirasi masing-masing.

Komunikasi merupakan hal penting dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, dari pemerintah ke swasta, pemerintah ke masyarakat.

Perubahan paradigma terhadap pengelolaan lahan gambut. Ekosistem gambut adalah ekosistem yang produktif dengan banyak produk (udang galah, kayu ramin).

Externalities (pengusaha dapat untung, tapi yang lain dapat rugi maka yang bayar siapa?).

Law enforcement harus sama rata.

Dipa Rais:

Wetlands

Apabila kita bisa menjaga lahan gambut bisa mengurangi cost.

Ketidak konsistenan data.

Perlu mencari beberapa alternative dalam pencegahan kebakaran lahan gambut seperti instalasi geomembrane dan bagaimana desainnya.

Dalam aplikasi penggunaan air dalam penanganan kebakaran lahan gambut perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut.

(57)

PRESENTASI KELOMPOK

TATA KELOLA EKOSISTEM GAMBUT

DAN KEWAJIBAN PENANGGUNG

JAWAB USAHA DAN/ATAU KEGIATAN

Aspek Pentingnya Kewajiban Perusahaan

Mendukung Infrastruktur Kebakaran

(58)

Aspek Pentingnya Kewajiban Perusahaan Mendukung

Infrastruktur Kebakaran dalam Rangka Pengelolaan

Gambut

Bambang Hendroyono:

Sekjen KLHK

Perkembangan hotspot September 2015 terbesar berada di Kalimantan Tangah (APL 3055, HL 475).

Analisa hotspot berdasarkan perizinan usaha: hutan alam 12%, HTI 43%, open access

45%, IUPHHK-HA.

Analisa hotspot berdasarkan tipe lahan: mineral 74%, gambut 26%.

Permasalahan kebakaran di lahan gambut adalah adanya pembalakan liar.

Permasalahan lainnya adalah kanal di gambut sebagai transportasi illegal logging. Kawasan lindung di areal HTI berjumlah 10%. Potret permasalahan kebakaran di lahan gambut adalah kanalisasi yang dibuat oleh perusahaan yang menyebabkan kekeringan. Surat Edaran Dirjen BUK/PHPK:

1. Surat Edaran Dirjen BUK Nomor SE.6/ VI-BUHT/2012 tanggal 14 September 2012 tentang Penanganan Dini Bahaya

Kebakaran Hutan dan Lahan serta Penurunan Jumlah Hotspot kepada pemegang IUPHHK-HTI.

2. Surat Edaran Dirjen BUK Nomor SE.3/ VI-BUHT/2014 tanggal 27 Februari 2014 tentang Antisipasi Musim Kemarau dan Upaya Pencegahan terjadinya Kebakaran Hutan kepada pemegang IUPHHK-HTI. 3. Surat Edaran Dirjen BUK Nomor

SE.4/VI-BUHT/2014 tanggal 2 April 2014 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan kepada pemegang IUPHHK-HTI.

4. Surat Edaran Dirjen BUK Nomor SE.5/ VI-BUHT/2014 tanggal 20 Juni 2014 tentang Antisipasi Menghadapi El Nino dan Kewaspadaan Kebakaran Hutan dan Lahan.

5. Surat Edaran Dirjen BUK Nomor SE.10/ VI-BUHT/2014 tanggal 31 Oktober 2014 tentang Pencegahan Kebakaran Hutan. 6. Surat Edaran Dirjen BUK Nomor SE.12/

VI-BUHT/2014 tanggal 30 Desember 2014 tentang Antisipasi Musim Kemarau dan Pencegahan serta Pengendalian Kebakaran Hutan di areal IUPHHK dan sekitarnya.

7. Surat Edaran Dirjen BUK Nomor SE.5/VI-BUHT/2014 tanggal 27 April 2015 tentang Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan Melalui Portal Sipongi.

Instrumen penanggulangan kebakaran hutan setelah adanya izin HTI yaitu:

1. Sarana dan prasarana (dukungan early

warning system dan kewajiban pemegang

izin menyediakan Sarpras)

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa pemerintahan Presiden SBY (2004-2014), upaya pemberdayaan kelembagaan pangan juga terus dilakukan. Pada masa Presiden SBY, pemerintah mengeluarkan Perpres

Hasilnya menunjukkan bahwa mulsa plastik berpengaruh sangat baik terhadap intentensitas kerusakan pada daun, kepadatan populasi hama, total jumlah buah sehat dan berat panen

Pelaksanaan pada siklus kedua penelitian tindakan kelas, guru melakukan beberapa tindakan yang sama pada siklus pertama dan di perbaiki setelah adanya kegiatan

Kenaan kod cukai adalah berdasarkan

Primary Outputs from Research: Publication Stadium 4 Secondary Outputs: Policy Stadium 5 Practitioners Applications Stage 6 Final Outcomes INTERFACE (a): Project Specification,

disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang

Peran perilaku konsumen terhadap profesi konsultan adalah seorang konsultan dapat memberi nasehat atau informasi pada sebuah perusahaan untuk menentukan produk apa

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan data verifikasi dan validasi pengolahan/generasi pustaka data nuklir energi kontinu (ACE-file) temperatur tinggi