• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PAPARAN DATA DAN ANALISIS PENELITIAN

5.2 Kelompok Flora

Pada kelompok ini akan dibicarakan tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang tumbuh ataupun yang pernah ada dan tumbuh di lingkungan Desa Trumon. Spesies tumbuhan ini dijadikan sebagai data untuk ranah sumber dalam metafora di Desa Trumon.

001. Boh Limeng Eungkot (Averrhoa bilimbi)

Boh limeng eungkot ‘belimbing wuluh, belimbing sayur’, secara linguistik merupakan bentuk kompleks atau kata majemuk yang menjadi nama dari tetumbuhan ini. Relasi tanaman dan boh limeng eungkot ini sangat dekat dengan masyarakat tutur bahasa Aceh, khususnya di Desa Trumon dan Aceh umumnya. Kedekatan relasi itu tampak pada pemahaman perkembangan biologis tanaman tersebut dalam tatanan dimensi biologis yang diidentifikasi dengan warna hijau dan warna hijau kekuning-kuningan atau dalam bahasa Aceh disebut boh limeng mutik dan boh limeng tuha. Pemahaman karakter biologis buah dari tetumbuhan pada tataran dimensi biologis yang kemudian diidentifikasi sebagai rasa asam itu, selanjutnya oleh para penutur bahasa Aceh menjadikannya sebagai salah satu bumbu masakan, sebab memberikan kenikmatan cita rasa makanan yang terekam dalam tatanan dimensi sosiologis dan dimensi ideologis pada kehidupan sosial masyarakat.

Buah-buah boh limeng eungkot ‘belimbing wuluh’ yang dijemur untuk diawetkan dalam bahasa Aceh diberi nama asam sunti yang secara linguistik termasuk ke dalam kelas kata nomina. Asam sunti sangat dibutuhkan oleh

komunitas tersebut dalam tatanan dimensi sosiologis, sebab asam ini merupakan bahan bumbu dasar masakan Aceh, dan juga merupakan bahan bumbu dasar masakan di Trumon. Tidak akan ada masakan di tempat ini tanpa dibubuhi asam sunti.

Dikarenakan keberadaan asam sunti sebagai bumbu dasar masakan sangat dibutuhkan menempatkannya sebagai ranah sumber yang dipetakan kepada manusia sebagai ranah target dalam mental dan kognitif masyarakat tutur pada tataran dimensi ideologis, membentuk metafora ASAM SUNTI yang mengandung makna tentang sifat seseorang yang sangat baik, suka membantu sesama, berbakti pada orang tua dan keluarga. Manusia seperti ini sangat dibutuhkan oleh anggota komunitasnya dan inilah yang disebut sebagai ASAM SUNTI.

Parameter keterhubungan (interrelationship) pada pemetaan silang ranah sumber boh limeng eungkot dalam hal ini ASAM SUNTI kepada ranah target yaitu manusia terjadi karena kedua-duanya sama-sama sangat dibutuhkan di dalam kehidupan sosial komunitas tersebut (dimensi sosiologis). Sebagai contoh tuturan seperti:

Jih ASAM SUNTI kamo Secara harfiah bermakna,

jih ‘dia’

asam sunti ‘asam sunti’

kamo ‘ kami’

Makna metaforis yang terkandung dalam ucapan ini menjadi; ‘Dia anak yang berbakti pada kami’

Jika ujaran ini diucapkan oleh orang tua atau keluarganya (jih), maka makna ‘berbakti pada kami’ mengisyaratkan bahwa si anak tersebut menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Apabila tuturan tersebut diucapkan oleh orang yang bukan orang tua dan keluarga dari orang yang dialamatkan tersebut (jih), maka tuturan tersebut dapat bermakna ‘dia baik hati’, dia sangat suka membantu dan sangat dibutuhkan oleh anggota masyarakat tempat tinggalnya.

002. Boh Ara (Ficus racemosa)

Boh ara ‘buah ara’ atau ‘buah tin’, secara linguistik, boh ara merupakan kata yang termasuk ke dalam klafifikasi nomina, yang merujuk kepada nama buah dari pohon ara. Keberadaan pohon ara di Desa Trumon pada awalnya berasal dari tanah Arab yang dibawa oleh para saudagar Arab ketika mereka mengadakan perniagaan pada zaman kejaan kerajaan Trumon. Masyarakat tutur yang tinggal di sekitar sungai, pada tataran dimensi biologis mengenal dan sangat memahami perkembangan dan sifat biologis tanaman tersebut yang sulit dipridiksi waktu musim berbuahnya. Masyarakat akan mengetahui waktu musim berbuah ketika mereka melihat buah ara gugur dan hanyut yang dalam bahasa Aceh disebut boh ara hanyot, terapung di sungai satu persatu dalam jumlah bervariasi. Adakalanya buah ara tidak hanyut sama sekali dalam waktu yang cukup lama.

Pemahaman tentang karakter biologis pada tatanan dimensi biologis bertalian dengan ketidakteraturan dan ketidakpastian musim buah yang berakibat kepada ketidakpastian hanyut dan terapungnya buah-buah ini terekam dalam kognitif masyarakat tutur pada tataran dimensi ideologis. Dari ketidakpastian waktu musim buah gugur dan hanyut terbentuk sebuah metafora BOH ARA

HANYOT. Konstruksi boh ara hanyot merupakan struktur frasa yang menyandingkan nomina boh ara ‘buah tin, buah ara’ dengan adjektiva hanyot ‘hanyut’pada metafora BOH ARA HANYOT, yang secara harfiah bermakna:

boh ara ‘buah tin’ hanyot ‘hanyut’

Mengandung makna metaforis, yang berkaitan dengan sesuatu keadaan ataupun sesuatu harapan yang tidak pasti atau belum tentu dapat diperoleh. BOH ARA HANYOT sering kali didahului oleh verba preh ‘menunggu’ atau ‘tunggu’. Para orang tua sering menyampaikan pesan-pesan verbal berupa nasihat kepada anak- anak mereka, seperti pada ucapan berikut:

Hai neuk bek kah preh BOH ARA HANYOT Makna secara harfiah adalah:

hai ‘hai’

neuk ‘anak atau nak’

bek ‘larangan yaitu jangan atau tidak boleh’ kah ‘kamu (orang kedua tunggal)’

preh ‘menunggu’

Arti keseluruhan yaitu :

‘Hai nak jangan kamu tunggu buah ara hanyut’ Makna metaforis dari ucapan ini adalah:

‘Nak jangan kamu menunggu seseorang atau sesuatu yang tidak pasti datangnya’.

Ucapan ini dapat pula diucapkan ketika orang tua menasihati anaknya agar anak tersebut tidak mengharapkan sesuatu yang sulit atau bahkan tidak mungkin

diperolehnya sehingga penantiannya akan sia-sia belaka yang pada gilirannya akan merugikan anak tersebut. Oleh masyarakat Desa Trumon dalam takaran dimensi sosiologis, ucapan demikian juga dapat dianggap sebagai sebuah peringatan yang bermuatan makna larangan bagi mitra tutur. BOH ARA HANYOT sering pula di dahului oleh kata tanya peue ‘apa’ atau ‘buat apa, untuk apa’, seperti pada tuturan berikut:

Peue ta preh BOH ARA HANYOT ‘untuk apa kita menuggu buah ara hanyut’

Makna metaforis dari ucapan ini adalah si penutur sudah melakukan pekerjaan sia-sia.

Parameter keterhubungan (interrelationship) dan parameter lingkungan alam (environment) pada pemetaan silang dari ranah sumber boh ara kepada ranah target berkaitan dengan sesuatu hal atau suatu keadaan yang ada di dalam kognitif dan dimensi ideologis masyarakat tutur di Trumon adalah disebabkan oleh situasi atau keadaan pada ranah sumber yang sangat bergatung kepada lingkungan alam berdasarkan kepada dimensi sosiologis mempunyai kesamaan dengan situasi atau keadaan yang terkandung di dalam ranah target.

Saat ini pohon buah ara sudah tidak dijumpai lagi di desa ini dan banyak masyarakat desa tidak mengenal lagi pohon ara ini, terutama dikalangan masyarakat generasi muda. Walaupun demikian metafora BOH ARA HANYOT masih tetap digunakan oleh masyarakat Desa Trumon secara konvensi.

003. Boh Timon (Cucumis sativus)

Boh timon ‘buah mentimun’ merupakan bentuk kata, termasuk ke dalam kategori nomina yang merujuk kepada nama buah dari tumbuhan menjalar yang banyak ditanam di kebun atau ladang penduduk di Desa Trumon. Interdepensi perkembangan biologis tanaman ini dan lingkungan alam, dipahami oleh masyarakat tutur melalui pengalaman inderawi. Melalui pengalaman inderawi ini pula masyarakat tutur memahami karakter biologis buah dari tanaman tersebut dengan membedakan bentuk buahnya, yaitu buah berbentuk selinder dan buah yang berbentuk bengkok atau melengkung. Buah berbentuk selinder diidentifikasi dalam tatanan dimensi biologis sebagai buah yang baik dengan rasa gurih atau renyah, tetapi buah berbentuk bengkok atau melengkung dianggap sebagai buah yang kurang baik dan ujung buah rasanya agak pahit. Bentuk buah seperti ini oleh masyarakat tutur disebut sebagai boh timon bungkok.

Pada waktu panen biasanya buah-buah yang bengkok tidak dijual dan pada dasarnya boh timon bungkok hanya dimanfaatkan untuk memenuhkan isi keranjang. Keranjang dimaksud adalah keranjang besar yang dianyam dari rotan, digunakan untuk tempat buah-buahan, dalam bahasa Aceh disebut raga (dimensi sosiologis). Struktur biologis boh timon bungkok dalam kehidupan sosial ditandai dan direkam secara verbal dalam kognitif komunitas Trumon pada tatanan dimensi ideologis membentuk metafora BOH TIMON BUNGKOK.

Boh timon bungkok merupakan struktur frasa yang berasal dari penyandingan nomina boh timon ‘mentimun’ dengan adjektiva bungkok ‘bengkok’ pada metafora BOH TIMON BUNGKOK mengandung makna

metaforis, dialamatkan kepada sesorang yang tidak memberikan kontribusi apaun di dalam satu kelompok atau dalam satu organisasi, namun dengan terpaksa dia diikutsertakan. Keikutsertaannya dalam organisasi tersebut hanya berfungsi hanya sebagai memenuhi jumlah kuota, sebagaimana yang sudah ditentukan, dan ini terjadi karena sudah tidak ada pilihan lain yang lebih baik. Maka keberadaannya disana hanya sebagai pelengkap jumlah, sebagai contoh:

jih nyan BOH TIMON BUNGKOK pemenoh raga,

jih ‘dia’

nyan ‘itu’

boh timon ‘mentimun’

pemenoh ,memenuhkan’

raga ‘keranjang besar’

‘Dia itu timun bungkuk untuk memenuhkan isi keranjang’

Mendengar tuturan seperti ini, mitra tutur pastilah menangkap makna tuturan tersebut, bahwa orang yang dikatakan sebagai boh timon bungkok adalah orang yang tidak dibutuhkan.

Metafora BOH TIMON BUNGKOK, tidak hanya ditujukan kepada transformasi atau pemetaan silang dari ranah sumber boh timon kepada ranah target manusia saja, namun dapat pula dialamatkan kepada benda atau keadaan, sebagai contoh jika seorang nelayan menuturkan:

Uronyo BOH TIMON BUNGKOK.

uronyo ‘hari ini’

Bermakna bahwa pada hari tersebut si nelayan tidak beruntung karena hasil tangkapan ikannya berupa ikan-ikan kecil yang harganya murah dan dalam jumlah sedikit. Konsep metafora BOH TIMON BUNGKOK berlaku pada tuturan tersebut karena pada hari-hari sebelumnya nelayan tersebut mendapatkan hasil tangkapan berupa ikan-ikan besar yang dapat dijual dengan harga mahal.

Parameter keterhubungan (interrelationship), parameter keberagaman (diversity), memetasilangkan satu ranah sumber kepada dua ranah target, membentuk sebuah metafora dengan keberagaman penafsiran makna padanya. Keterkaitan parameter lingkungan (environment), adalah kondisi alam yang menjadikan buah ini tumbuh tidak lurus atau tidak sempurna. Interelasi BOH TIMON BUNGKOK sebagai ranah sumber dan manusia sebagai ranah target terekam di dalam mental dan kognitif dalam tatanan dimensi ideologis komunitas Trumon, disebabkan oleh kedua-dua ranah tersebut sama-sama menempati posisi hanya semata-mata sebagai bahan atau benda yang digunakan untuk melengkapi jumlah dalam memenuhi kuota.

Selanjutnya relasi lingkungan biologis dalam tatanan dimensi biologis yang bertautan dengan kondisi cuaca, seperti angin kencang di laut mengakibatkan kurangnya hasil tangkapan ikan dan kondisi alam di darat yaitu kurangnya curah hujan menjadikan bentuk buah mentimun melengkung atau bengkok. Kedua-dua situasi ini dalam kehidupan sosial masyarakat desa, ditinjau dari tatanan dimensi sosilogis merupakan pengetahuan yang mereka dapatkan dari pengalaman alamiah yang ditranfer dari satu generasi ke generasi berikutnya.

004. Camplie Cina (Capsicum frutescens)

Boh camplie cina atau camplie cina ‘cabai rawit’, secara linguistik camplie cina tergolong ke dalam kategori nomina, merupakan nama buah dari tanaman pohon cabai rawit. Relasi tanaman dan camplie cina sangat dekat dengan masyarakat tutur bahasa Aceh di Desa Trumon. Kedekatan relasi itu melalui dimensi sosiologis terlihat pada banyaknya tanaman ini tumbuh dan dibudidayakan agar bernilai ekonomis. Karakter biologis yang dihasilkan oleh camplie cina berupa rasa sangat pedas, atau dalam bahasa Aceh disebut keueng (dimensi biologis) dirasakan melelalui pengalaman inderawi manusia, dirasakan juga oleh komunitas Trumon.

Melalui pemahaman karakter biologis yatni rasa sangat pedas sudah sejak dahulu kala, generasi terdahulu menjadikan CAMPLIE CINA sebagai metafora yang mengandung dua makna metaforis berbeda. Kedua-dua makna metaforis ini hanya dapat dibedakan berdasarkan konteks tuturannya. Metafora CAMPLIE CINA pertama, mengandung makna yang kerap dialamatkan kepada seseorang yang gemar mengucapkan perkataan-perkataan menyinggung perasaan orang lain. Perkatannya tersebut diucapkan tanpa memikirkan akibat dari perkataan itu. Contoh seperti tuturan berikut ini:

Babah Kah CAMPLIE CINA

babah ‘mulut’

kah ‘kamu (orang ke dua tunggal)’

camplie cina ‘cabai rawit’

Makna metaforis tuturan tersebut adalah ucapan-ucapan ataupun perkataan- perkataan orang tersebut sangat menyinggung perasaan mitra tuturnya.

Berikut, ranah sumber camplie cina didahului oleh verba peukeueng ‘memedaskan’ membentuk frasa verba yang menjadi metafora PEUKEUENG CAMPLIE CINA. Verba peukeueng ‘memedaskan (membuat pedas)’ berfungsi sebagai penekanan kepada penambahan rasa pedas dari rasa pedas alami yang sudah dihasilkan oleh camplie cina kepada rasa pedas yang lebih kuat. Metafora PEUKEUENG CAMPLIE CINA ditujukan kepada seseorang yang pintar, cekatan dan memiliki pengetahuan yang tinggi, seperti pada tuturan berikut:

Bek kah PEUKEUENG CAMPLIE CINA

bek ‘jangan’

kah ‘kamu (orang ke dua tunggal)’ keueng ‘pedas’

peukeueng ‘pedaskan’ camplie cina ‘cabai rawit itu’,

Makna secara harafiah dari tuturan ini adalah, ‘jangan kamu pedaskan cabai rawit itu’. Makna metaforis dari tuturan ini adalah, mengingatkan kepada seseorang untuk tidak mengajari orang yang sudah pintar atau orang yang sudah mengerti tentang ilmu ataupun masalah yang sedang dibicarakannya. Berikut contoh lain yang lazim dituturkan dalam masyrakat adalah sebagai berikut:

Hana perle tanyo (ta) PEUKEUENG CAMPLI CINA‘

hana ‘tidak’

tanyo ‘kita’

peukeueung ‘memedaskan’ camplie cina ‘cabai rawit’

Makna metaforis yang terkandung dalam tuturan ini sama dengan pengertian sebelumnya yaitu:

‘Kita tidak perlu mengajarinya karena dia lebih tahu menyelesaikan masalahnya sendiri ataupun kita tidak perlu mengajarinya karena dia lebih pintar dari kita’.

PEUKEUENG CAMPLI CINA dapat pula memberikan makna metaforis lain, bergantung kepada konteks dan situasi. Dalam situasi pertengkaran atau perkelahian, metafora PEUKEUENG CAMPLI CINA mengandung makna metaforis yang dialamatkan kepada penekanan penambahan situasi pasas dalam pertengkaran, atau membuat orang yang sedang bertengkar menjadi lebih marah atau lebih panas hatinya (memanas-manasi). Makna metaforis ucapan:

Bek kah PEUKEUENG CAMPLIE CINA,

‘Jangan kamu panas-panasi orang yang sedang bertengkar atau berkelahi’.

Parameter keterhubungan (interrelationship), yaitu keterhubungan antara rasa pedas pada pengalaman inderawi (bodily experience) dengan kandungan ucapan yang mengakibatkan rasa tersinggung pada seseorang. Parameter lingkungan (environtment) yaitu pemetaan silang sifat alamiah berupa rasa pedas yang dapat menyakitkan lidah dan anak telinga kepada suasana panas dalam pertengkaran. Parameter keberagaman (deversity), yaitu pemetaan silang dari satu

ranah sumber kepada keberagaman pada ranah target atau membentuk tiga ranah target.

CAMPLIE CINA sebagai metafora merupakan ranah sumber dipetakan kepada ranah target yaitu ucapan-ucapan manusia yang sangat menyakitkan dalam mental dan kognitif (dimensi ideologis) komunitas Trumon, berdasarkan dimensi biologis adalah sifat alamiah atau zat alamiah yaitu rasa sangat pedas yang terkandung di dalam cabai rawit tersebut.

Nomina campli cina ’cabai rawit’ bersanding dengan verba peukeueng ‘memedaskan’ membentuk frasa verbal peukeueng campli cina, yang seterusnya membentuk metafora PEUKEUENG CAMPLIE CINA. Rasa cabai rawit yang sejatinya sudah pedas secara alamiah tidak perlu dipedaskan lagi, menempatkan camplie cina sebagai ranah sumber yang dipetakan kepada ranah target yaitu manusia yang sudah pintar dan berilmu dan mengerti apa yang seharusnya dilakukannya tidak akan ada gunanya diajari lagi. Dalam kehidupan sosial masyarakat pada tatanan dimensi sosiologis, sangat menghargai pengetahuan dan menghormati kepintaran seseorang. Jadi mereka tidak akan mencela ataupun menggurui orang tersebut terutama dalam hal-hal yang menyangkut ilmu pengetahuan.

Frasa verbal PEUKEUENG CAMPLIE CINA sebagai metafora juga mengandung makna metaforis yang dapat pula ditujukan kepada situasi hati seseorang yang sudah panas dalam pertengkaran tidak perlu ditambah lagi dengan ucapan-ucapan yang bernada memanas-manasinya.

005. Boh Ue (Cocos Nusifera)

Boh ue atau ue ‘kelapa’, secara linguistik kata ue termasuk ke dalam kategori nomina merupakan buah dari tanaman, puekok ue ‘pohon kelapa’ yang banyak di tanam di pekarangan rumah dan di kebun, dibudidayakan agar bernilai ekonomis (dimensi sosiologis). Interelasi tanaman dan lingkungan alam sangat dipahami dan seterusnya terekam dalam kognitif masyarakat tutur pada tataran dimensi ideologis. Pemahaman tentang karakter biologis tanaman ini melalui pengalaman masyarakat tutur, disebabkan oleh kedekatan interaksi mereka dengan tanaman dan buahnya (dimensi biologis), seperti dalam mengidentifikasi keadaan buah yang rusak dan gugur dikarenakan oleh dimakan tupai yang disebut ue tupe kap atau kerusakan disebabkan oleh hal lainnya yang disebut ue broek. Dari pengalaman yang mereka peroleh secara empirik ini terbentuk metafora, UE TUPE KAP. Verba kap ‘menggigit’ ditempatkan sesudah nomina tupe membentuk frasa ue tupe kap.

ue ‘kelapa’ tupe ‘tupai’

kap ‘menggigit atau digigit’

Secara harfiah UE TUPE KAB bermakna ‘kelapa (sudah) digigit tupai’.

Metafora UE TUPE KAB mengandung makna metaforis yang ditujukan kepada seorang anak dara yang sudah ternoda dan menjadi bahan guncingan masyarakat. Persamaan keadaan antara buah kelapa yang sudah digigit tupai dengan anak dara yang sudah ternoda terletak pada anggapan, kedua-duanya sudah tidak berharga (dimensi ideologis).

Tuturan yang sering muncul dalam masyarakat ketika ada pemuda yang ingin melamar seorang gadis, dan gadis tersebut sudah ternoda, adalah seperti berikut ini:

Keu peue keuh UE TUPE KAB ‘Janganlah melamar anak gadis yang sudah ternoda’

Parameter keterhubungan (interrelationship) antara ranah sumber ue dipetasilangkan kepada ranah target ‘anak gadis yang sudah ternoda’, disebabkan oleh anggapan yang terekam dalam kognitif (dimensi ideologis) masyarakat tutur tentang persamaan rusaknya ke dua-dua ranah tersebut. Parameter lingkungan (environtment) merupakan keterkaitan antara rusaknya buah kelapa akibat dari gigitan tupai terjadi secara alami. UE TUPE KAB yaitu ‘kelapa sudah digigit tupai’ merupakan metafora yang menjadikan ue sebagai ranah sumber dipetasilangkan kepada ranah target manusia (anak dara atau gadis) yang terekam dalam mental dan kognitif (dimensi ideologis) komunitas bahasa di Trumon.

Adalah sebuah peristiwa alamiah (dimensi biologikal) yang dialami oleh buah kelapa yang sudah di gigit tupai menjadi rusak sampai ke dalam isinya. Walaupun tidak kelitahatan secara implisit kerusakan yang disebabkan oleh gigitan tupai, tetapi buah kelapa tersebut rusak yang menyebabkannya gugur sebelum waktunya dan buah kelapa seperti ini jarang laku di jual di pasar. Peristiwa atau dua keadaan ini dalam lingkungan sosial (dimensi sosiologis) dipetasilangkan kepada keadaan seorang anak dara yang sudah ternoda sebelum hari pernikahannya terjadi secara sah.

Selain dari metafora UE TUPE KAB masih ada metafora yang berasal dari ranah sumber ue. Bagian peukok ue ‘pohon kelapa’ dijadikan acuan adalah pelepah kelapa yang disebut tukok ue. Tukok ue merupakan kata majemuk ‘pelepah kelapa’ disandingkan dengan verba rhot ‘jatuh’ dan nomina pereudee ‘pangkal pohon’ membentuk frasa tukok ue rhot pereudee. Interaksi masyarakat tutur dipahami sebagai kedekatan yang tampak melalui pemahaman mengenai karakter biologis peukok ue yang secara alamiah tumbuh tinggi menjulang dan semakin jauh dari permukaan bumi. Akan tetapi setinggi apaun peukok ue ‘pohon kelapa’ tumbuh menjulang tinggi jika sudah tua, pelepah kelapa akan jatuh ke pangkal pohon (dimensi biologis).

Peristiwa alamiah ini berinterelasi kepada peristiwa yang dilakukan manusia dalam hal ini, menyangkut hal kepergian seseorang untuk merantau meninggalkan tanah kelahiran dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik. Ke dua-dua peristiwa ini ditandai dan direkam secara verbal (dimensi ideologis), membentuk sebuah metafora. Metafora dimaksud adalah TUKOK UE RHOT PUREUDEE.

tukok ‘pelepah’ ue ‘kelapa’

rhot ‘jatuh’ pereudee ‘pangkal pohon’

Dalam kehidupan sosial, generasi muda Trumon pada umumnya gemar merantau, meninggalkan kampung halaman untuk mencari sumber kehidupan yang lebih baik. Ketika sudah berhasil ataupun ketika mereka merasa sudah

menjelang tua, lazimnya mereka akan kembali ke kampung halaman. Mereka berusaha untuk kembali pulang ke tanah kelahiran walaupun mereka sudah berada jauh sekali dari kampung halaman dan sudah lama meninggalkannya (dimensi sosiologis). Keadaan demikian berinterelasi dengan karakter biologis puekok ue yang sudah menjulang tinggi jauh dari permukaan bumi, suatu ketika pelepah pasti jatuh ke pangkal pohon.

Parameter keterhubungan (interrelationship) merupakan keterhubungan antara keadaan ranah sumber yaitu gugur atau jatuhnya pelepah kelapa ke cabang asalnya, yang dipetasilangkan kepada para perantau ke kembali ke daerah asalnya atau tanah kelahirannya. Parameter lingkungan (environtment) merupakan pemetaan silang terhadap peristiwa alamiah yang terjadi dalam kehidupan pohon kelapa kepada kehidupan manusia yang gemar merantau (dimensi biologis) merupakan dua pengalaman empiris yang dianggap sama dalam konitif (dimensi ideologis) dan kehidupan sosial (dimensi sosiologis) masyarakat tutur di Desa Trumon. Contoh tuturan yang lazim diucapkan orang tua ataupun sanak keluarga, ketika melepas keberangkatan seseorang adalah seperti contoh berikut:

Bek tuo TUKOT UE RHOT PUREUDE bek ‘jangan (tidak boleh)’

tuo ‘lupa’

Makna metaforis dari ucapan ini adalah ‘jika sudah merantau jangan lupa pulang kampung’.

Selain kedua metafora yang telah dijelaskan sebelumnya masih ada metafora yang ber-ranah sumber kelapa atau ue. Nomina ue disandingkan dengan

verba lakee ‘meminta’ dan nomina dhen ‘cabang, dahan, tangkai’ dalam frasa ue lakee dhen membentuk sebuah metafora UE LAKEE DHEN. Secara harfiah frasa ue lakee dhen bermakna pohon kelapa minta dahan. Karakter biologis pohon

Dokumen terkait