BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
C. Efek Hepatoprotektif Infusa Daun S. mahagoni Pada Tikus Terinduksi
5. Kelompok perlakuan infusa daun S. mahagoni dosis 5; 3,535 dan 2,5
Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi efek hepatoprotektif dari
infusa daun S. mahagoni terhadap tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklordida berdasarkan pada ada tidaknya penurunan terhadap aktivitas serum
ALT dan AST yang di tunjukkan akibat pra-perlakuan pemberian infusa daun S. mahagoni.
Kelompok V merupakan kelompok perlakuan infusa daun S. mahagoni
dosis 2,5 g/kgBB memiliki aktivitas serum ALT sebesar 165,2 ± 3,8 U/l bila
dibandingkan dengan aktivitas serum ALT kontrol hepatotoksin karbon
tetraklorida yang memiliki aktivitas sebesar 203,8 ± 5,8 U/l. Secara statistik
penurunan aktivitas serum ALT tersebut menunjukkan perbedaan bermakna
(Tabel VII.). Aktivitas serum ALT pada kelompok ini jika dibandingkan dengan
kontrol negatif olive oil yang memiliki aktivitas serum ALT sebesar 56,8 ± 1,7 U/l secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Pada aktivitas
serum AST menunjukkan hal yang sama, yaitu aktivitas serum AST infusa daun
S. mahagoni dosis 2,5 g/kgBB dengan aktivitas serum AST sebesar 382,6 ± 7,1 U/l. Aktivitas serum AST kelompok ini dibandingkan dengan aktivitas serum
AST kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida yang memiliki aktivitas serum AST
sebesar 203,8 ± 5,8 U/l. Secara statistik penurunan aktivitas serum AST tersebut
menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05). dan jika dibandingkan dengan
kontrol negatif olive oil yang memiliki aktivitas serum AST sebesar 107,4 ± 5,5 U/l., pada uji statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05).
Pengukuran dari aktivitas ALT dan AST tersebut menunjukkan bahwa pemberian
infusa daun S. mahagoni dosis 2,5 g/kgBB pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB memiliki efek hepatoprotektif yang dapat dilihat
dari adanya penurunan aktivitas serum ALT tetapi penurunan aktivitas belum
sampai pada nilai normal, diperoleh efek hepatoprotektif sebesar 26,3 %.
Kelompok VI adalah kelompok perlakuan infusa daun S. mahagoni dosis 3,535 g/kgBB memiliki aktivitas serum ALT sebesar 132,6 ± 2,5 U/l bila
dibandingkan dengan aktivitas serum ALT kontrol hepatotoksin karbon
tetraklorida yang memiliki aktivitas sebesar 203,8 ± 5,8 U/l dan dibandingkan
dengan kontrol negatif olive oil yang memiliki aktivitas serum ALT sebesar 56,8 ± 1,7 U/l secara statistik penurunan aktivitas serum ALT tersebut keduanya
menunjukkan perbedaan bermakna (Tabel VII. dan Tabel VIII. ).
Pada aktivitas serum AST menunjukkan hal yang sama, yaitu dengan
aktivitas serum AST sebesar 310,6 ± 3,8 U/l. dibandingkan dengan aktivitas serum
AST kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida yang memiliki aktivitas serum AST
sebesar 493,4 ± 7,4 U/l dan dibandingkan kontrol negatif olive oil yang memiliki aktivitas serum AST sebesar 107,4 ± 5,5 U/l., pada uji statistik menunjukkan
perbandingan keduanya menunjukkan perbedaan yang bermakna (p<0,05). Dari
pengukuran aktivitas ALT dan AST tersebut menunjukkan bahwa pemberian
infusa daun S. mahagoni dosis 3,535 g/kgBB pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB memiliki efek hepatoprotektif yang dapat dilihat
dari adanya penurunan aktivitas serum ALT dan AST tetapi penurunan aktivitas
belum sampai pada nilai normal diperoleh efek hepatoprotektif dari aktivitas ALT
sebesar 48,4 %.
Kelompok VII merupakan kelompok perlakuan infusa daun S. mahagoni
dosis 5g/kgBB memiliki aktivitas serum ALT sebesar 109,8 ± 3,3 U/l. bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida 2
mL/kgBB secara statistik memiliki perbedaan bermakna (Tabel VIII). Jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol olive oil 2 mL/kgBB secara statistik juga memiliki perbedaan yang bermakna (Tabel VIII). Hal yang sama juga ditunjukkan
dari aktivitas serum AST yaitu dengan aktivitas sebesar 272,4 ± 5,6 U/l jika
aktivitas serum AST kelompok ini dibandingkan dengan kontrol karbon
tetraklorida 2 mL/kgBB dan dibandingkan dengan kontrol olive oil 2 mL/kgBB hasil statistik keduanya menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel IX). Dari
pengukuran aktivitas ALT dan AST menunjukkan bahwa pemberian infusa daun
S. mahagoni dosis 5 g/kgBB pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB memiliki efek hepatoprotektif yang dapat dilihat dari adanya
penurunan aktivitas serum ALT dan AST tetapi penurunan aktivitas belum sampai
pada nilai normal, didapat perolehan efek hepatoprotektif dari aktivitas ALT
sebesar 63,9 %.
Dari ketiga dosis infusa menunjukkan adanya efek hepatoprotektif
namun belum dapat kembali seperti keadaan normal. Hal ini kemungkinan terjadi
karena kandungan antioksidan dari ketiga dosis infusa daun S. mahagon,i yaitu dosis 2,5; 3,535 dan 5 g/kgBB belum cukup untuk menurunkan aktivitas serum
ALT dan AST akibat induksi karbon tetraklorida. Ketiga dosis infusa daun S. mahagoni menunjukkan adanya hubungan antara dosis dengan respon yang muncul dapat dilihat dari semakin besar pemberian dosis pra-perlakuan infusa
daun S. mahagoni, maka semakin besar efek hepatoprotektif yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas ALT infusa daun S. mahagoni dosis 2,5 g/kgBB secara statistik menunjukkan berbeda bermakna dengan dosis 3,535 g/kgBB dan
dosis 5 g/kgBB (Tabel VIII). Infusa dosis 5 g/kgBB memliki efek hepatoprotektif
terbesar dibanding dari ketiga dosis lainya, yaitu infusa dosis 2,5 g/kgBB dan
Hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini berupa karbon
tetraklorida dengan pemejanan dosis rendah dapat menyebabkan terjadinya
perlemakan hati (steatosis). Mekanisme karbon tetraklorida dalam menimbulkan
terjadinya perlemakan hati merupakan akibat terbentukya radikal bebas
triklorometil (•CCl3). Radikal bebas tersebut merupakan metabolit reaktif diperantarai oleh aktivasi dari enzim CYP2E1 sebagai agen pereduksi dan
mengkatalis adisi elektron yang mengakibatkan hilangnya satu ion klorin, dengan
adanya O2 akan berubah menjadi metabolit yang lebih reaktif berupa radikal bebas
triklorometilperoksi (•OOCCl3). Radikal triklorometil tersebut dapat mengalami reaksi yang dapat merusak sekitar dari sitokrom P-450, termasuk enzim itu sendiri
dan retikulum endoplasma. Adanya hal tersebut radikal triklorometil dapat
berikatan secara kovalen dengan protein dan lemak mikrosomal, dan dapat
bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol yang bersifat
lebih toksik. Hasil reaksi tersebut berupa radikal lipid yang dapat mengaktifkan
senyawa oksigen reaktif dan dapat menyebabkan peroksidasi lipid. Pemejanan
karbon tetraklorida mengakibatkan penumpukan trigliserida di hepatosit dan
terlihat sebagai droplet lipid. Penghambatan sintesis protein dapat terjadi karena
lipid di dalam hati tersebut sehingga menurunkan produksi lipoprotein.
Lipoprotein ini bertanggung jawab transport lipid untuk keluar dari hepatosit,
ketika terjadi penurunan produksi lipoprotein maka akan menyebabkan steatosis
(Timbrell, 2009).
Kerusakan membran sel dan kerusakan mitokondria dapat terjadi karena
2009). Adanya hal tersebut dapat mengakibatkan keluarnya enzim ALT dan AST
sehingga kadar di dalam darah meningkat (Wahyuni, 2005).
Daun S. mahagoni memiliki kandungan flavonoid, akan tetapi dalam penelitian ini kandungan senyawa flavonoid dari hasil pegukuran yang dilakukan
LPPT UGM menunjukkan hasil yang sangat kecil, oleh karena itu dimungkinkan
adanya kandungan senyawa lain yang terkandung dalam S. mahagoni memiliki aktivitas antioksidan seperti tannin dan terpenoid, dikarenakan senyawa tannin
dan terpenoid memiliki aktivitas antioksidan seperti flavonoid. Kemungkinan
mekanisme antioksidan yang memiliki mekanisme penagkapan radikal
triklorometil (•CCl3) yang merupakan metabolit reaktif karbon tetraklorida, sehingga terjadinya steatosis pada hati akan terhenti dan aktivitas enzim ALT dan AST akan turun. Selain pengujian biokima fungsi hati dari aktivitas ALT dan
AST dalam penelitian ini dapat dilakukan pengujian struktural yaitu dengan
histologi, maka pengujian histologi ini dapat digunakan sebagai data pendukung
dalam uji fungsi hati, sehingga dengan adanya efek hepatoprotektif dilihat dari
penurunan aktivitas ALT dan AST dapat dibuktikan dengan uji histologi dari
kondisi hati.
Hasil orientasi didapatkan bahwa pembuatan infusa daun S. mahagoni
dengan konsentrasi tertinggi, yaitu 40% menyebabkan kematian pada hewan uji
setelah induksi senyawa karbon tetraklorida, oleh karena itu perlunya pengujian
potensiasi kerusakan hati, akibat adanya pemberian karbon tetraklorida dengan
pemberian infusa daun S. mahagoni, dengan pembuatan konsentrasi tertinggi tersebut.