BAB III. METODE PENELITIAN
E. Tata Cara Penelitian
Determinasi tanaman S. mahagoni dilakukan dengan metode mencocokan ciri-ciri tanaman S. mahagoni dengan buku acuan “Flora of Java” (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1963). Determinasi dilakukan oleh Bapak
Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan uji
Pengumpulan bahan uji yang dilakukan dengan mengumpulkan daun S. mahagoni yang masih segar, berwarna hijau, dan memiliki bentuk yang masih utuh dari lingkungan sekitar Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
3. Pembuatan serbuk daun S. mahagoni
Pembuatan serbuk dilakukan dengan cara daun S. mahagoni dicuci bersih di bawah air mengalir kemudian dan dikeringkan. Daun yang telah kering,
kemudian diserbuk daun dan lakukan pengayakan dengan ayakan nomor 20.
Proses penyerbukan dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu Unversitas Gadjah Mada (LPPT UGM) Yogyakarta.
4. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni
Penetapan kadar air, yaitu dengan serbuk kering dari daun S. mahagoni
dimasukkan dalam alat moisture balance sebanyak ± 5 g kemudian diratakan dan ditimbang sebagai bobot serbuk kering sebelum pemanasan (bobot A), lalu
dilakukan pemanasan pada suhu 110°C. Serbuk kering daun S. mahagoni yang telah dipanaskan kemudian ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah
pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A
terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk daun S. mahagoni. Proses penetapan kadar air dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu Unversitas Gadjah Mada (LPPT UGM).
5. Pembuatan infusa daun S. mahagoni
Pembuatan infusa daun S. mahagoni dengan konsentrasi 20%, serbuk kering daun S. mahagoni diambil sejumlah 20,0 g kemudian di masukkan dalam panci infundasi dan dibasahi dengan aquadest sebanyak dua kali berat serbuk,
yaitu 40 mL. ditambahkan kembali dengan 100,0 mL aquadest. Campuran
kemudian dipanaskan di atas heater pada suhu 90oC selama 15 menit dan sambil diaduk. Waktu 15 menit dihitung ketika suhu pada campuran mencapai 90oC.
Kemudian diperas menggunakan kain flanel dan ditambahkan hingga di dapat
volume perasan 100,0 mL.
6. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni
Pengujian tersebut dilakukan oleh Laboraturium Penelitian dan
Pengembangan Terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (LPPT UGM)
menggunakan metode spektrofotometri. Pembuatan kurva standar quercetin, dengan ditimbang baku standar rutin 10,0 mg, tambahkan 0,3 ml natrium nitrit
5%. Setelah 5 menit tambahkan 0,6 mL alumunium chloride 10%, tambahkan 2 mL natrium hidroksida 1 M. Tambahkan dengan aquades add 10 mL dengan labu
takar. Pindahkan ke dalam kuvet, tetap serapan pada panjang gelombang 510 nm.
Pembuatan sampel infusa daun S. mahagoni, dengan membuat infusa dengan konsentrasi 20%, kemudian diambil 2 mL, tambahkan 0,3 ml natrium nitrit 5%.
Setelah 5 menit tambahkan 0,6 mL alumunium chloride 10%, tambahkan 2 mL
natrium hidroksida 1 M. Tambahkan dengan aquades add 10 mL dengan labu
takar. Pindahkan ke dalam kuvet, tetap serapan pada panjang gelombang 510 nm.
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%
Larutan karbon tetraklorida dibuat dengan konsentrasi 50% dengan cara
dilarutkan dalam volume yang sama dengan olive oil, dimana perbandingan volume karbon tetraklorida dan pelarut adalah 1:1 (Janakat dan Al-Merie, 2002).
8. Uji pendahuluan
a. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Penetapan dosis karbon tetraklorida digunakan sebagai hepatotoksin,
yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati pada tikus galur Wistar adalah
2 mL/kg BB diberikan secara intraperitonial. Penelitian dari Wijayanti (2013) juga membuktikan bahwa karbon tetraklorida 2 mL/kgBB mampu meningkatkan
aktivitas serum ALT dan AST pemberian secara intraperitonoial Dosis ini mampu merusak sel-sel hati pada tikus jantan yang ditunjukkan melalui
peningkatan aktivitas ALT-AST namun tidak menimbulkan kematian pada hewan
uji.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan
lima ekor tikus yang dilakukan dengan empat perlakuan waktu, yaitu pada jam
ke–0, 24, 48, dan 72 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Pengambilan darah dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata.
Penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) menunjukkan aktivitas ALT pada
tikus yang diinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan (1:1) dengan dosis 2 ml/kgBB mencapai kadar maksimal pada jam
ke-24 setelah pemberian dan mulai menurun pada jam ke-48.
9. Penetapan dosis infusa daun S. mahagoni
Penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus dan pemberian
cairan secara peroral, yaitu dengan menggunakan volume maksimal pemberian
secara peroral kepada hewan uji tikus, yaitu sebesar 5 mL. Penetapan dosis
tertinggi infusa daun S. mahagoni dengan di dapat konsetrasi dari hasil orientasi, yaitu 20% adalah sebagai berikut.
D x BB = C x V
D x 200 kg BB = 20g /100 mL x 5 mL
D = 5,0 g/kg BB
Penetapan dosis terendah infusa daun S. mahagoni didasarkan pada konsentrasi umum yang digunakan untuk membuat infusa, yaitu 10% (Badan
pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010) sehingga di dapat dosis
sebesar 2,5 g/kgBB. Untuk dosis tengah berdasarkan faktor kelipatan dari dua
dosis tersebut, yaitu dengan faktor kelipatan 1,414. Dengan demikian, dosis yang
akan digunakan dalam penelitian adalah 2,5 ; 3,545 dan 5,0 g/kgBB.
10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah 35 ekor tikus dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok
perlakuan masing-masing sejumlah lima ekor tikus.
a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan campuran karbon
tetraklorida : olive oil (1:1) dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial.
b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/kgBB secara
intraperitonial.
c. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/kgBB secara peroral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
d. Kelompok IV (kontrol pelarut infusa) diberi aquadest dengan dosis
25mL/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
e. Kelompok V (dosis rendah) diberi infusa daun S. mahogani dosis 2,5 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
f. Kelompok VI (dosis tengah) diberi infusa daun S. mahogani dosis 3,545 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
g. Kelompok VII (dosis tinggi) diberi infusa daun S. mahogani dosis 5 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
Pada hari ke tujuh kelompok IV-VII diberi larutan karbon tetraklorida
dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam diambil darahnya melalui
sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST.
11. Pembuatan serum
Darah diambil melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung
dalam tabung Eppendrof kemudian didiamkan selama 15 menit, selanjutnya disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 5000 rpm, kemudian dipisahkan
bagian supernatannya yang terletak di bagian atas.
12. Pengukuran aktivitas ALT-AST
Micro vitalab 200 Merck® adalah alat yang digunakan untuk mengukur
aktivitas ALT-AST pada serum hewan uji. Pengukuran ALT dilakukan dengan
mencampur 100 μl serum dengan 1000 μl reagen I, kemudian divortex selama 5
detik, didiamkan selama 2 menit, setelah itu dicampur dengan 250 μl reagen II, kemudian divortex selama 5 detik dan dibaca serapan setelah 1 menit.
Pengukuran aktivitas AST dilakukan dengan mencampur 100 μl serum
dengan 1000 μl reagen I, kemudian divortex selama 5 detik, didiamkan selama 2
menit, setelah itu dicampur dengan 250 μl reagen II, kemudian divortex selama 5
detik dan dibaca serapan setelah 1 menit. Aktivitas ALT dan AST dinyatakan
dengan faktor koreksi -1745. Pengukuran aktivitas ALT dan AST ini dilakukan di
Laboratorium Biokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.