• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PIHAK TERLIBAT (PT), PROSES EFEK KORBAN (PEK)

1) Kelompok Sunn

Baik secara organisasi maupun perseorangan, tokoh-tokoh NU menjadi motor utama perlawanan terhadap Syiah. Tindakan mereka antara lain:

Pertama, melakukan koordinasi perlawanan melalui oganisais NU, BASSRA dan pondok pesantren, MUI, dan Banser-Anshor. Peran mereka dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis. (1) pada level ideologis yang meliputi bentuk wacana, dialog, dan regulasi seperti BASSRA dan pondok pesantren, NU, dan MUI. PC NU Sampang misalnya menyampaikan pernyataan sikap No. 255/PC/A.2/L-36/I/2012 kesesatan ajaran yang dibawa Tajul Muluk atau Ali Mustadha. (2) pada level praksis- Dompet Dhuafa (logistik dan tas), Rumah Dongeng dan Satgas Anak Kemensos, , MDMC PP Muhammadiyah, serta lembaga lokal KAS.

117 aksi di lapangan seperti yang dilakukan Banser-Anshor, tokoh masyarakat setempat dan massa Sunni. Pada level ideologis, ormas Islam dan elite Sunni mewacanakan kepada publik berbau stereotif bahwa ajaran Syiah Tajul Muluk sesat dan menyimpang dari ajaran Islam, dan perlunya pengasingan dan hukuman bagi Tajul Muluk Wacana ini kemudian dijadikan sandaran teologis pemerintah daerah untuk bersikap dan mengambil kebijakan. MUI Sampang dan Jawa Timur mengeluarkan fatwa ketersesatan Syiah. Pada level praksis-aksi, tokoh masyarakat, Banser-Anshor, dan massa ormas Islam melakukan berbagai tindakan sesuai perannya masing- masing, misalnya penandatanganan tuntutan pembubaran Syiah, demonstrasi dan pengumpulan massa, penyerangan kompleks kediaman tokoh Syiah di Omben.

Kedua, berupaya mengembalikan warga Syiah ke pangkuan Sunni melalui proses negosiasi isu local wisdom yaitu, adanya prasyarat relokasi ke kampung asal warga Syiah oleh masyarakat yang dimotori kyai. Akibatnya banyak warga Syiah yang mengungsi kembali ke Sunni untuk bisa kembali ke tempat asalnya.

Tokoh penting dalam kaitan ini adalah pimpinan NU di Omben, khususnya KH Muhaimin dan KH Syaifuddin. Mengenai pengaruh beliau ini, beberapa informan menyatakan:

Kedua kyai Omben itu memiliki pengaruh besar dan sangat menentukan apakah pengungsi Syiah-TM mau direlokasi atau tidak ke Omben. Beliau punya akses langsung ke Bupati, dan menjadi penentu ! ... Suatu ketika Prof. SA telah berusaha menjembatani/mediasi agar terjadi rekonsialiasi antara kelompok Sunni-Syiah TM ketika pengungsi masih di GOR Sampang. Ketika sudah dicapai kesepakatan yaitu pengungsi akan direlokasi ke Omben, tapi oleh KH Muhaimin ditolak.

Proses negosiasi melalui isu local wisdom ini dapat dilihat dari berita berikut: Kembalinya 30 pasangan pengikut Tajul Muluk, tokoh pembawa ajaran Syiah di Kecamatan Omben, Sampang. pada keyakinan semula, Ahlus Sunnah Wal Jamaah (mayoritas warga Madura NU-red) disambut gembira kalangan ulama dan masyayyih pulau garam, Madura. Menurut KH Ali Karrar Sinhaji, Pimpinan Ponpes Daruttauhid, Pamekasan, semua ulama Madura menyambut baik. Bahkan kalangan ulama mengusulkan adanya santunan untuk mereka. “Para ulama mengusulan Pemda memberi tunjangan untuk mereka. Sedang anak-anak mereka bisa dimasukkan ke pondok pesantren NU,” demikian penjelasan Abuya, demikian ia akrab disapa kepada hidayatullah.com, Rabu (31/10/2012). Selain itu para ulama siap untuk melakukan pembinaan pada mereka, termasuk sisa-sisa pengikut Tajul Muluk yang lain.

Seperti diketahui, 30 pengikut mantan Tajul Muluk, pembawa aliran Syiah di Sampang, Madura telah menyatakan ikrar kembali pada ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Kabar ini disampaikan pertama kali oleh KH. Syaifuddin, Pimpinan Pondok Pesantren Darul Ulum Kecamatan Omben, Sampang, Madura.

118 Kembalinya mantan pengikut Tajul Muluk ke Ahlus Sunnah Wal Jamaah ini ditandai pembacaan ikrar pada hari Rabu (24/10/2012) sore, dua hari sebelum Hari Raya Idul Adha. Pembacaan pernyataan perpindahan ini dilakukan di Pondok Pesantren Darul Ulum Kecamatan Omben, Sampang.

Haji Abdul Manan, Ketua Tanfidziyah Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kecamatan Omben, yang juga fasilitator pembacaan ikrar ini, menceritakan, kedatangan pengikut Tajul Muluk yang meminta difasilitasi untuk kembali ke ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah dengan alasan selama ini merasa dibohongi dengan ajaran yang dibawa Tajul Muluk.

“Alasan mereka kembali ke Ahlus Sunnah Wal Jamaah ada dua. Pertama mereka mengaku merasa dibohongi selama ini dan kedua, mereka dan keluarganya ingin ketenangan dan aman,” ujarnya kepada hidayatullah.com.

Kebijakan Relokasi Bersyarat sebagai Alat Negosiasi Elite Agama: Salah satu ciri khas konflik Syiah adalah pengambilan solusi dalam bentuk pengungsian dan relokasi bersyarat. Relokasi bersyarat yang disebut oleh seorang informan (AM) sebagai local wisdom karena dianggap sebagai keputusan seluruh masyarakat di Omben dalam menghadapi dan mengembalikan pengungsi warga Syiah ke pangkuan Sunni.

Dalam kebijakan ini mengandung ketentuan bahwa relokasi hanya dapat diberikan kepada pengungsi warga Syiah yang mau kembali ke pangkuan Sunni. Dalam beberapa kasus ‘local wisdom’ ini berhasil mengembalikan warga Syiah ke pangkuan Sunni, namun sampai saat ini sebagian besar warga Syiah masih bertahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebijakan tersebut sebagai bagian negosiasi elite Sunni terhadap pimpinan dan warga Syiah agar mereka kembali menganut paham Sunni. Kebijakan ini sekali lagi memperoleh dukungan dari pihak pemerintah, walaupun sebagian orang menyatakan sebagai pemaksaan.

Isu Syiah, Pengungsi, dan Relokasi sebagai Medan Kontestasi Elite Agama: Disisi lain, proses resistensi terhadap Syiah juga telah dijadikan sebagai isu penting bagi elite Sunni dalam mempengaruhi opini publik, tentu untuk kepentingan- kepentingan mereka. Di antara kemungkinan kepentingan tersebut adalah kepentingan politik jelang tahun 2014. Banyak pihak yang menjadikan isu Syiah-TM sebagai alat untuk mencapai kepentingan politiknya. Misalnya: (a) kepengurusan khususnya BASSRA kordinator Sampang. Di beberapa media dsebutkan kordinatornya adalah KH DS, sedangkan di hadapan aparat pemerintah beliau tidak diakui dan disebut sebagai orang yang mencari keuntungan pribadi karena sebalumnya dianggap tidak berperan dalam proses awal-akhir tentang konflik Syiah.

119 Tokoh ini adalah calon wakil bupati pendamping calon Bupati yaitu Hermanto. Keduanya diusung oleh PPP. Setelah pemilihan bupati, beliau dikabarkan mendekat ke Partai Nasdem. Sementara bupati terpilih sekarang (Fannan) ) walau pernah menjadi pimpinan PPP justru dicalonkan oleh PKNU, PKS, PBR, Golkar dan partai kecil lainnya, dan calon yang lain yaitu Nurcahyo dicalonkan PKB. Di pihak lain, pemerintah menyebut KH Dh sebagai kordinator BASSRA. Beliau saat ini ditunjuk oleh Bupati sebagai ketua KPU Sampang, beliau pernah aktif di Golkar. (b) Ketika KH DS menjadi salah satu narasumber dalam suatu acara di salah sau telivisi swasta yang dipandu Karni Ilyas, aparat pemerintah dan kyia di Sampang menegaskan bahwa apa yang dikemukakannya di forum tersebut hanyalah pendapat pribadi sang kyai dan tidak mewakili masyarakat Sampang.

Ketiga, berkaloborasi dengan pihak elite politik (bupati dan legislatif setempat) dalam mengeluarkan sikap, kebijakan yang anti Syiah Tajul Muluk.

Dalam melakukan tindakan-tindakannya, Ormas Islam yang dimotori para kyai berkalobarasi dengan pemerintah lokal. Karena itu sangat masuk akal jika dikatakan bahwa tindakan ormas Islam sebagai salah satu kekuatan sipil di Sampang memperoleh persetujuan dari pihak pemerintah, bahkan sebaliknya hampir semua menjadi acuan pemerintah dalam menentukan sikapnya terhadap Sampang, sebagaimana menjadi pernyataan seorang pejabat setempat bahwa dalam mengambil keputusan dia sangat tergantung kepada kyai. Masing-masing melakukan tindakan dengan intensitas dan bentuk kegiatan yang relatif berbeda dalam menghadapi Sampang, namun dengan suatu tujuan yang sama yaitu penghentian kegiatan dan bahkan pembubaran Syiah.