• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BENTUK KONFLIK KORBAN PROSES/DAMPAK

1. Profil Kuningan

Lokasi: Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat, ia berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan kota Cirebon dengan wilayah Priangan Timur dan sebagai jalan alternatif jalur tengah yang menghubungkan Bandung-Majalengka dengan Jawa Tengah. Secara administratif berbatasan dengan: Kabupaten Cirebon (di sebelah utara), Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) di sebelah timur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah) di sebelah selatan, dan Kabupaten Majalengka di sebelah barat.

Kabupaten ini terdiri dari 32 kecamatandengan 15 kelurahan dan 361 desa. Salah satu desanya adalah Manislor yang berada di Kecamatan Jalaksana. Di desa inilah warga Ahmadiyah yang berada di bawah kelompok Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) bermukim. Desa ini termasuk desa termaju di Provinsi Jawa Barat, luasnya sekitar 118 Ha. Posisinya berada di kaki Gunung Ciremai, sehingga udaranya sejuk dan masih asri.

Ada 15 desa, termasuk Manislor di kecamatan ini, yaitu: Desa Jalaksana, Babakanmulya, Sidamulya, Sukamukti, Sangkanerang, Sayana, Peusing, Sembawa, Sadamantra, Maniskidul, Padamenak, Ciniru, Sindangbarang, dan Nanggerang. Luas geografis Kecamatan Jalaksana sebesar 2340.45 Ha, sementara Desa Manislor sebesar 118.944 Ha atau sekitar 5,08%. (dalam http://www.kuningankab.go.id/).

Demografis: Pada tahun 2012 penduduk Kecamatan Jalaksana berjumlah 46.104 jiwa, dengan komposisi lebih banyak laki-laki (50,51%) daripada perempuannya (49,49%). Sementara penduduk Desa Manislor berjumlah 4593 jiwa, dengan komposisi sekse sama dengan di tingkat kecamatan yaitu laki-laki (50,77%) lebih banyak daripada perempuannya (49,23%). Kecenderungan komposisi sekse ini juga sama dengan yang ada di tingkat kabupaten yaitu laki-laki (52,02%) lebih besar daripada perempuannya (47,98%) dari sekitar 1.129.233 jiwa. Penduduk Desa Manislor berjumlah 9,96% dari keseluruhan penduduk Kecamatan Jalaksana, dan terbanyak ketiga dari 15 desa yang lain di lingkungan Kecamatan Jalaksana. (Diolah dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab.Kuningan, Mei 2013 melalui http://kuningankab.go.id/).

57 2. Struktur Sosial Masyarakat

a. Pendidikan: Di tingkat kabupaten, pada tahun 2011 persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang berpendidikan SD ke bawah sebesar 72,66%; tamat SMP sebesar 13,73%; tamat SMU/SMK sebesar 10,88%; dan sebanyak 2,72% tamat pendidikan tinggi. Kondisi ini sekaligus mengindikasikan bahwa dari 1.000 orang penduduk 10 tahun ke atas hanya 27 orang yang berkesempatan menyelesaikan pendidikan tinggi.

Tingkat melek huruf dari tahun ke tahun ada kemajuan. Data Suseda tahun 2009 dan 2010 nenunjukkan hal itu, tahun 2009 persentase penduduk dewasa yang melek huruf sekitar 98,03 %, kemudian meningkat menjadi 98,27% pada tahun 2010. Begitu juga rerata lama sekolah, meningkat dari 8,33 tahun (2009) menjadi 8,68 tahun (2010).

b. Sosial-Ekonomi: Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kabupaten Kuningan pada tahun 2011 mencapai 5,43% lebih tinggi dibanding dengan dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 sebesar 4,39% dan tahun 2010 sebesar 4,99%. Adapun inflasi tahun 2010 pada tingkat kabupaten berdasarkan perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat sebesar 6,70%. Sementara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)-nya berdasarkan harga konstan tahun 2000 untuk tahun 2011 sebesar Rp. 4,2 Trilyun dan PDRB per-kapita berdasarkan harga konstan tahun 2000 pada tahun 2011 mencapai Rp. 3,9 juta.

Mata pencaharian masyarakat masih didominasi oleh dua sektor yaitu pertanian dan perdagangan. Sektor pertanian masih merupakan lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Pada tahun 2010, dari total pekerja, 39% bekerja di sektor pertanian dan 30% di sektor perdagangan. Selain itu ada yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil, TNI, polisi, dan wiraswasta. Keadaan ini terdapat juga di Kecamatan Jalaksana.

Desa Manislor sendiri relatif tidak begitu dikenal dalam beberapa aspek yang terkait dengan pembangunan andalan di kecamatan Jalaksana, baik dalam bidang industri, seni-budaya, dan obyek wisata. Dalam bidang insdutri misalnya industri tahu-tempe ada di Desa Jalaksana, batu merah di Nanggerang, pabrik air mineral di

58 Babakanmulya dan Sidamulya, serta pabrik saos dan kecap di Babakanmulya. Di bidang seni-budaya seperti rudat, gembyung, dan pencak silat ada di Desa Sukamukti, dan calung di Peusing. Sementara untuk tempat wisata andalan seperti Sidomba ada di Peusing, Cibulan di Maniskidul, dan Balong Dalem di Babakanmulya.

Walaupun begitu, desa ini cukup strategis secara ekonomis. Sebab ia terletak di pinggiran beberapa obyek wisata seperti Curug Sidomba, Cibulan, bahkan Linggarjati dan Sangkanhurip. Hal ini menjadikan desa ini cukup potensial dalam pengembangan industri rumah tangga untuk daerah objek wisata tersebut.

c. Bahasa dan Kesenian: Masyarakat Manisrenggo sebagai bagian dari masyarakat Kabupaten Kuningan umumnya menggunakan bahasa Sunda dialek Kuningan. Sebagai wilayah yang berada di daerah Priangan timur, kabupaten ini memiliki seni budaya Sunda yang khas yang berbeda dengan wilayah Sunda bagian barat. Seni budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat antara lain cingcowong (upacara minta hujan) di Kecamatan Luragung, seni sintren di Kecamatan Cibingbin, goong Renteng di Kecamatan Sukamulya, tayuban di Ciniru, pesta dadung di Subang, gembyung terbangan, sandiwara rakyat. Sementara wayang golek, dan kuda lumping terdapat di hampir semua kecamatan, reog di Desa Cengal, calung di hampir semua kecamatan, tari buyung di Cugugur, dan balap kuda saptonan di Kecamatan Kuningan. Selain itu Jalaksana termasuk kategori kecmatan dengan angka kawin cerai yang tinggi.

d. Nilai-nilai Toleransi dan Kerukunan: Dalam setiap etnis nilai-nilai kerukunan dan tolerenasi sebenarnya menjadi bagian integral kehidupan mereka sehari-hari, tidak terkecuali di Kuningan dan khususnya di Manislor. Gejala relasi sosial positif (integrasi atau rukun) ini didasari oleh sikap inklusif dari setiap kelompok masyarakat. Keterbukaan ini tergambar dalam hubungan sosial antar umat beragama, baik antara umat Islam dengan Katolik, Protestasn, Hindu dan Budha. Bahkan antara penganut kepercayaan lokal seperti Madraisme di Cigugur.

Hasil penelitian Ripai (2010) menunjukkan bahwa pola interaksi sosial masyarakat Islam, Katolik dan Madraisme berjalan harmonis tanpa perantara organisasi formal. Kedekatan hubungan ini dapat melalui kebersamaan dalam

59 menjalankan tugas keseharian semisal sama-sama mengerjakan sawah ladang, pergi ke pasar dan berniaga, perkumpulan antar warga, dan pertemanan.

Dalam masyarakat Sunda Kuningan, termasuk di Manislor, nilai-nilai rukun dan toleransi ini nampak juga dari filosofi atau ugeran yang berkembang di masyarakat seperti ugeran, ‘batur sakasur, batur sasumur, batur salembur’.Substansi ugeran ini adalah agar setiap orang menumbuhkembangkan kerukunan, dimulai dari kehidupan keluarga, kerabat, dan masyarakat pada umumnya. Nilai-nilai toleransi dan rukun tersebut harus dilakukan tanpa melihat kepada latar belakang pelaku, baik dari segi agama, suku maupun status sosial-ekonomi dalam masyarakat.

e. Harmoni dan Ketegangan

Kehidupan harmoni dalam kehidupan masyarakat Manislor dan Kuningan pada umumnya tidak dapat dilepaskan dari ugeran atau nilai-nilai lokal tersebut. Indikator pokoknya dapat dilihat dari keberadaan kelompok masyarakat dari berbagai latar belakang. Baik dari aspek keagamaan dan kepercayaan, suku, status sosial, dan ekonomi. Sebab jika tidak ada nilai-nilai kerukunan tidak akan mungkin kelompok- kelompok yang berlatar belakang tersebut tumbuh dan berkembang.

Dalam kaitannya dengan hubungan antar umat beragama misalnya, kemajemukan tumbuh dan berkembang di setiap kecamatan yang ada di Kuningan, meskipun Islam masih menjadi agama mayoritas masyarakat. Hubungan internal kelompok Islam juga berkembang baik. Kelompok-kelompok Islam tersebut ada yang sudah terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) di pemerintahan. Secara umum di Kuningan setidak-tidaknya terdapat sekitar 20 ormas Islam1 yang selama ini saling hidup berdampingan, walaupun di antara mereka ada perbedaan pemahaman keagamaan dan metode gerakannya. Ormas Islam tersebut ada yang bersifat nasional juga ada yang bersifat lokal.

1

Ormas-ormas Islam tersebut yaitu: NU, Muhammadiyah, MUI, FPI, Persatuan Umat Islam (PUI), Gerakan Reformasi Islam (GARIS), Pengajian Al-Hidayah, Gerakan Anti Maksiyat (GAMAS), Ikatan Persaudaran Haji Indonesia (IPHI), Muslimat Nahdlatul Ulama, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Dewan Masjid Indonesia (DMI), Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Satuan Karya Ulama Indonesia (Satkar UI), Badan Kordinasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia, Forum Komunikasi Pondok Pesantren, Persatuan Islam, Lembaga Pendidikan Islam Al Muhajirin, Jamaah Asysyahadatain Indonesia, Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah. Dalam hal ini JAI tidak di (masuk) kan ke dalam Ormas Islam, meskipun JAI dan GAI sudah berbadan hukum. Lihat dalam

60 Memang sangat dimungkinkan terjadi ketegangan di antara kelompok- kelompok yang ada dalam masyarakat, namun selama ini belum pernah terjadi konflik kekerasan di antara mereka, kecuali konflik yang melibatkan Ahmadiyah.

f. Agama: Mayoritas (sekitar 98%) penduduk Kuningan beragama Islam, penduduk yang lain beragama Kat olik yang tersebar di wilayah Cigugur, Cisant ana, Cit angt u, Cibunut, serta sisanya beragama Prot est an dan Budha yang kebanyakan terdapat di kota Kuningan. Di kabupaten ini juga terdapat penganut aliran kepercayaan Jawa-Sunda di wilayah Cigugur. Sementara di kalangan Islam, terdapat beberapa paham agama dan banyak organisasi keislaman sebagaimana dikemukkan sebelumnya. Salah satu paham keagamaan tersebut adalah Ahmadiyah Qadian atau Jamaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).