• Tidak ada hasil yang ditemukan

Enam kemampuan dasar, berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar (Nakita,

GANGGUAN PSIKIATRIK ANAK-ANAK

GANGGUAN PSIKIATRIK ANAK-ANAK

B. GANGGUAN AUTISME

4. Enam kemampuan dasar, berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar (Nakita,

Hibah Buku Teks Tahun 2014 “Asuhan Keperawatan Jiwa “ Page 258 Kemampuan

memperhatikan (Attending Skill)

Pada program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya atau disebut dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk memperhatikan keadaan atau objek yang ada di sekelilingnya. (Lovass dkk,1996).

Kemampuan menirukan (Imitation Skill)

Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar sederhana atau meniru tindakan yang disertai bunyi-bunyian (Lovass dkk,1996; Hardiono & Nakita,2002).

Bahasa reseptif Bahasa reseptif, Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata (Hardiono,2002).

Bahasa ekspresif Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat bicara), komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan menggunakan kata-kata atau komunikasi verbal (Hardiono,2002)

Kemampuan praakademis

Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan permainan yang mengajarkan anak tentang emosi, hubungan ketidakteraturan (irregularities), dan stimulus-stimulus di lingkungannya seperti bunyi-bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan imajinasinya lewat media seni seperti menggambar benda-benda yangada di sekitarnya (Lovass dkk,1996). Kemampuan

mengurus diri sendiri (Self Help Skill),

Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Pertama anak dilatih untuk bisa makan sendiri, umumnya pada anak yang normal dia dapat mempelajarinya dengan mudah. Tetapi untuk penderita autisme ini membutuhkan waktu yang lama dan bertahap. Yang kedua anak dilatih untuk bisa buang air kecil atau yang disebut toilet training. Kemudian tahapan selanjutnya adalah dressing, brushing or combing hair and tooth brushing. Pelatihan ini dilakkan secara pelan-pelan dan bertahap (Azrin & Fox, 1971)

c. Tehnik Pengajaran, Untuk dapat mengajarkan ketrampilan yang komplek pada anak autistik dapat digunakan tehnik shaping dan prompting. Tehnik ini

Hibah Buku Teks Tahun 2014 “Asuhan Keperawatan Jiwa “ Page 259 biasanya digunakan karena respon yang mau diajarkan belum dapat dimunculkan oleh si anak atau tidak cukup sering muncul, sehingga bisa digunakan reinforcer saja.

Tehnik shapping Tehnik ini digunakan bila kemampuan yang seharusnya dimiliki anak belum ada, sebelum anak dapat memunculkan respon yang tepat. Pada tehnik ini, terapis akan memberi reinforcer pada respon-respon yang dimiliki oleh anak, yang mirip dengan respon yang tepat. Reinforcer akan diberikan pada respon yang semakin lama semakin mirip dengan respon target. Sampai akhirnya anak mampu memunculkan respon yang merupakan target awal.

Tehnik prompting Pada tehnik ini anak akan diberikan bantuan ekstra karena belum mampu memberikan respon yang belum tepat. Prompt bisa berupa verbal prompt (terapis menyebutkan kata-kata yang tepat), modelling prompt (terapis mendemontrasikan kepada anak respon yang tepat) dan physical prompt (terapis membimbing anak secara fisik agar mampu menunjukkan respon yang tepat). Yang harus dihindari dari tehnik ini adalah ketergantungan anak pada prompt, dimana anak tidak bisa memunculkan respon yang tepat bila tidak diberikan prompt (Nakita,2002).

d. Tehnik Jembatan (Shadowing), Bila anak kesulitan di sekolah umum, biasanya akan dilakukan tehnik inklusi atau integrasi dan tehnik shadowing. Tehnik tersebut umumnya dilakukan di masa-masa awal anak mengikuti kegiatan di sekolah umum. Caranya, terapis (shadow) yang selama ini membantu anak di rumah, ikut hadir di kelas bersama anak. Ia berfungsi untuk menjembatani atau membantu anak mengerti instruksi-instruksi atau stimulus-stimulus dari lingkungan. Kalau perlu, shadow akan melakukan prompt terhadap anak. Namun penggunaan prompt oleh shadow memang dibatasi supaya anak belajar mandiri (Nakita,2002).

e. Terapi Bicara, Gangguan bicara dan berbahasa di derita oleh hampir semua anak autisme. Tatalaksana melatih bicara dan berbahasa harus dilakukan oeh ahlinya karena merupakan gangguan yang spesifik pada anak autisme. Anak dipaksa untuk berbicara sekata demi sekata, cara ucapan harus diperhatikan, kemudian diajarkan berdialog setelah mampu berbicara. Anak dipaksa untuk memandang terapis, seperti diketahui anak austistik tidak mau adu pandang

Hibah Buku Teks Tahun 2014 “Asuhan Keperawatan Jiwa “ Page 260 dengan orang lain. Dengan adanya kontak mata diharapkan anak dapat meniru gerakan bibir terapis (Soemarno,1992).

f. Terapi Okupasional, Melatih anak untk menghilangkan gangguan perkembangan motorik halusnya dengan memperkuat otot-otot jari supaya anak dapat menulis atau melakuakan ketrampilan lainnya.

g. Pendidikan Khusus, Anak autistik mudah sekali teralih perhatiannya, karena itu pada pendidikan khusus satu guru menghadapi satu anak dalam ruangan yang tidak luas dan tidak ada gambar-gambar di dinding atau benda-benda yang tidak perlu, yang dapat mengalihkan perhatian anak. Setelah ada perkembangan mulai dilibatkan dalam lingkungan kelompok kecil, kemudian baru kelompok yang lebih besar. Bila telah mampu bergaul dan berkomunikasi mulai dimasukkan pendidikan biasa di TK dan SD untuk anak normal (Soemarno,1992).

h. Terapi Alternatif, Yang digolongkan terapi alternatif adalah semua terapi baru yang masih berlanjut dengan penelitian. Terapi detoksifikasi Terapi ini menggunakan tentang nutrisi dan toksikologi. Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar bahan-bahan beracun yang lebih tinggi dalam tubuh anak autisme dibanding dengan anak normal, agar tidak mengancam perkembangan otak. Terutama bahan beracun merkuri atau air raksa dan timah yang mempengaruhi sistem kerja otak. Terapi ini meliputi mandi sauna, pemijatan dan shower, diikuti olahraga, konsumsi vitamin dosis tinggi, serta air putih minimal 2 liter sehari. Tujuannya untuk mengeluarkan racun yang menumpuk dalam tubuh (Edelson,1997)

i. The Option Method, Tujuan utama metode ini adalah meningkatkan kebahagiaan penyandang autisme dengan membantu mereka menemukan sistem kepercayaan diri masing-masing, Dasar pemikirannya adalah pandangan bahwa anak autis cenderung menutup diri terhadap dunia luar atau hidup dalam dunianya sendiri. Dengan adanya sikap menutup diri, kemampuan interaksi sosial anak tidak berkembang. Sehingga ketika anak berinteraksi dengan orang lain, ia menilainya sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan dan justru membuat anak semakin menarik diri. Proses terapi ini menekankan penerimaan orang tua terhadap perilaku anaknya sebagai

Hibah Buku Teks Tahun 2014 “Asuhan Keperawatan Jiwa “ Page 261 sesuatu yang tidak menyimpang, melainkan cara anak untuk mengerti dan mengontrol dunianya. Orang tua harus terlibat kuat pada kegiatan obsesif anaknya (Suzi & Kaufman,1998)

j. Sensory integration therapy atau Kemampuan integrasi sensoris adalah kemampuan untuk memproses impuls yang diterima dari berbagai indera secara stimulan. Banyak anak autis yang diketahui mengalami kesulitan dalam memproses stimulus sensoris yang kompleks. Anak autis yang masuk dalam golongan ini umumnya menunjukkan ketidakpekaan sensoris tertentu. Terapi ini bertujuan meningkatkan kesadaran sensoris dan kemampuan berespon terhadap stimulus sensoris tersebut.