• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan hasil yang diperoleh sebelumnya, tampak bahwa semua galur menunjukkan perilaku yang sama selama proses pembekuan. Penurunan jumlah sel saat pembekuan terjadi baik untuk galur tunggal maupun campuran (Koktil Salmonella). Oleh karena itu, dipilih Koktil Salmonella untuk mengetahui perilaku Salmonella selama proses pembekuan pada ketiga jenis produk es yang dianalisis. Tiga jenis es tersebut ádalah es batu, es mambo, dan es susu.

Beuchat (2001) menyatakan bahwa penggunaan beberapa galur atau serovar bakteri bertujuan untuk mendapatkan galur yang memiliki ketahanan melebihi galur lain pada kondisi uji. Jika hanya digunakan satu galur saja, maka tingkat keresistenan galur tersebut harus dievaluasi terhadap beberapa galur lain pada kondisi uji. Jika tidak, penggunaan galur tunggal yang kemungkinan kurang tahan terhadap kondisi uji akan menggambarkan perilaku bakteri yang tidak sesungguhnya.

1. Perilaku Koktil Salmonella Selama Proses Pembekuan Es Batu, Es Mambo, dan Es Susu

Koktil Salmonella diinokulasikan dalam dua konsentrasi inokulum yaitu 3 log CFU/ml dan 5 log CFU/ml. Jumlah inokulasi tersebut diharapkan dapat mewakili jumlah mikroba yang sering dilaporkan mengkontaminasi produk es. Warke et al. (2000) melaporkan jumlah total bakteri pada es krim komersial yang dijual di toko eceran dengan pengemas (cone dan cup) dan tanpa pengemas di daerah Mumbai, India sebesar 2,3x104 - 8,5x106 CFU/ml dan total koliform sebesar 3,0x102- 5,8x104 CFU/ml.

Perilaku Koktil Salmonella (inokulum awal 3 log CFU/ml) pada ketiga produk es yang terdeteksi pada media NA dan HEA dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

Gambar 7. Perilaku Koktil Salmonella (inokulum awal 3 log CFU/ml) selama pembekuan es batu ( ), es mambo ( ), dan es susu ( ) pada media NA y = 0,0277x + 3,7517 R2 = 0,865 y = 0,01x + 3,4333 R2 = 0,3171 y = -0,0077x + 3,4183 R2 = 0,5412 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 0 10 20 30 40 50 60

Lama Pembekuan (Jam)

J uml ah s el (L og CFU /ml )

Dari Gambar 7 dan 8 diatas dapat dilihat bahwa baik di media NA maupun HEA, jumlah Koktil Salmonella pada es mambo dan es susu mengalami peningkatan sedangkan pada es batu mengalami penurunan. Laju penurunan Koktil Salmonella pada es batu sebesar 0,0077 log CFU/ml per jam di media NA sedangkan di media HEA sebesar 0,01 log CFU/ml per jam.

Laju kenaikan jumlah sel di media NA untuk es susu sebesar 0,0277 log CFU/ml per jam sedangkan untuk es mambo sebesar 0,01 log CFU/ml per jam. Sementara itu di media HEA, laju kenaikan jumlah sel sebesar 0,019 log CFU/ml per jam untuk es susu sedangkan untuk es mambo sebesar 0,0081 log CFU/ml per jam. Laju kenaikan sel di media NA lebih besar daripada di media HEA. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sel yang mengalami kerusakan subletal pada kedua jenis es tersebut cukup besar.

Pada es mambo terdapat penambahan sukrosa sedangkan pada es susu terdapat penambahan sukrosa dan susu. Penambahan sukrosa dan susu selain dimanfaatkan sebagai nutrisi juga berperan sebagai krioprotektan ekstraseluler bagi sel Salmonella yang dibekukan. Menurut Supriatna dan Pasaribu (1992) krioprotektan ekstraseluler

y = -0,01x + 3,3967 R2 = 0,5069 y = 0,0081x + 3,3383 R2 = 0,3358 y = 0,019x + 3,5217 R2 = 0,9857 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 0 10 20 30 40 50 60

Lama Pembekuan (Jam)

Ju m la h sel (L og CFU/ml)

Gambar 8. Perilaku Koktil Salmonella (inokulum awal 3 log CFU/ml) selama pembekuan es batu ( ), es mambo ( ), dan es susu ( ) pada media HEA

adalah krioprotektan yang tidak dapat menembus membran plasma sel karena memiliki bobot molekul yang besar.

Penambahan sukrosa dan susu akan menurunkan titik beku larutan sehingga pengeluaran air dari dalam sel baru terjadi pada suhu yang rendah sekali. Selain menurunkan titik beku larutan, sukrosa dan susu berperan dalam mencegah terbentuknya kristal-kristal es ekstraseluler. Sukrosa dan komponen susu akan berkumpul pada bagian yang belum membeku kemudian selama mencapai titik bekunya ini diduga Salmonella mampu memanfaatkan nutrisi tersebut sehingga terjadi kenaikan jumlah Koktil Salmonella pada es mambo dan es susu.

Perilaku Koktil Salmonella (inokulum awal 5 log CFU/ml) pada ketiga produk es yang terdeteksi di media NA dan HEA dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 9. Perilaku Koktil Salmonella (inokulum awal 5 log CFU/ml) selama pembekuan es batu ( ), es mambo ( ), dan es susu ( ) pada media NA y = 0,0154x + 5,7867 R2 = 0,567 y = 0,0077x + 5,6783 R2 = 0,3127 y = -0,004x + 5,3217 R2 = 0,2636 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 0 10 20 30 40 50 60

Lama Pembekuan (Jam)

Ju mlah s el (Log C FU/ml)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa pada konsentrasi inokulum 5 log CFU/ml, baik di media NA maupun HEA jumlah Koktil Salmonella pada es mambo dan es susu mengalami peningkatan sedangkan jumlah Koktil Salmonella pada es batu mengalami penurunan. Akan tetapi, di media pertumbuhan HEA jumlah Koktil Salmonella pada es batu mengalami kenaikan sebesar 0,0004 log CFU/ml per jam. Hal ini menunjukkan naiknya jumlah sel yang sehat karena berkurangnya pengaruh osmosis dari padatan terlarut yang terdapat pada es batu.

Kenaikan jumlah Koktil Salmonella pada es mambo dan es susu dapat dijelaskan sebagai berikut, menurut Fellows (1992) selama proses pembekuan terjadi transfer massa yaitu berpindahnya zat terlarut dari molekul air yang menjadi kristal. Zat terlarut ini akan terkonsentrasi pada bagian yang belum membeku. Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut titik beku akan semakin menurun sehingga proses pembekuan menjadi lebih lama. Pada produk es mambo komponen zat terlarut hanya sukrosa sedangkan pada es susu zat terlarut terdiri dari sukrosa dan komponen susu lainnya.

Gambar 10. Perilaku Koktil Salmonella (inokulum awal 5 log CFU/ml) selama pembekuan es batu ( ), es mambo ( ), dan es susu ( ) pada media HEA

y = 0,0004x + 4,9433 R2 = 0,0026 y = 0,005x + 5,5567 R2 = 0,1824 y = 0,0006x + 5,6883 R2 = 0,0013 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 0 10 20 30 40 50 60

Lama Pembekuan (Jam)

Ju ml ah se l (Log CFU/m) l

Pada suhu penyimpanan yang sama (suhu berkisar antara -20oC sampai -25oC), saat es batu sudah membeku, masih terdapat bagian yang belum membeku pada es mambo dan es susu. Penurunan titik beku produk terjadi pada es mambo dan es susu yang disebabkan karena adanya peningkatan konsentrasi zat terlarut pada bagian produk yang belum membeku. Proses ini terus berlangsung sampai sebagian besar air pada es mambo dan es susu berubah menjadi es. Proses ini akan berhenti ketika zat terlarut menjadi superjenuh dan mulai mengkristal yaitu pada suhu eutetiknya. Saat kristalisasi akan terjadi pelepasan panas laten. Setelah mencapai suhu eutetik, selanjutnya zat terlarut akan menurun suhunya hingga mencapai suhu yang diinginkan dalam hal ini suhu yang diinginkan berkisar antara -20oC sampai -25oC.

Menurut Fellows (1992) suhu eutetik produk pangan yang terdiri dari campuran kompleks berbagai komponen pangan tidak dapat ditentukan oleh suhu eutetik masing-masing komponen tersebut secara individu. Akan tetapi, suhu eutetik tersebut merupakan hasil dari pengaruh bersama seluruh komponen. Sebagaimana halnya pada es susu, suhu eutetik tidak bisa ditentukan secara pasti oleh hanya satu komponen saja misalnya sukrosa atau laktosa. Sebagai contoh, menurut Fellows (1992) suhu eutetik untuk produk es krim adalah -55oC padahal suhu eutetik sukrosa sebesar -14oC.

Selama pembekuan, zat terlarut (sukrosa pada es mambo, komponen susu dan sukrosa pada es susu) akan terkonsentrasi pada bagian yang belum membeku. Karena terjadi penurunan titik beku, waktu yang diperlukan untuk membekukan es mambo dan es susu akan semakin lama. Selama mencapai suhu eutetik diduga Salmonella mampu memanfaatkan nutrisi untuk pertumbuhannya sehingga terjadi kenaikan jumlah Koktil Salmonella pada es mambo dan es susu.

Sukrosa dan susu berperan sebagai krioprotektan ekstraseluler yang akan melindungi sel selama proses pembekuan. Fungsi krioprotektan adalah mencegah terbentuknya kristal-kristal es akibat dehidrasi sel yang berlebihan dari dalam sel dan menstabilkan

membran plasma sel sehingga dapat melindungi kerusakan fisik dan fungsional sel selama proses pembekuan (Leibo, 1992) dan memodifikasi struktur kristal sehingga tidak merusak organel-organel sel (Amann, 1999). Sukrosa dan susu akan meminimalisasi pembentukan kristal es ekstraseluler sehingga dapat menjaga viabilitas sel setelah pembekuan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nutrisi yang terdapat pada media pembekuan sangat berpengaruh pada ketahanan Koktil Salmonella selama pembekuan. Hal ini sesuai dengan Lund (2000) yang menyatakan bahwa komposisi médium pembekuan sangat berpengaruh terhadap ketahanan mikroorganisme. Kenaikan jumlah Koktil Salmonella pada es susu lebih tinggi dibandingkan es mambo karena kandungan nutrisinya yang lebih tinggi. Menurut Buckle et al. (1987) susu mengandung bermacam-macam unsur dan sebagian besar terdiri dari zat makanan yang juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri.

Hasil pengamatan pertumbuhan Koktil Salmonella selama dua hari ini sesuai dengan pola petumbuhan yang terjadi pada Salmonella Typhimurium, Salmonella Gallinarum, dan Salmonella Paratyphi B pada chicken chow mein yang dibekukan pada suhu -25,5oC. Jumlah sel mengalami peningkatan yang besar sampai masa penyimpanan dua hari. Sebagai contoh, pada hari ke-0 jumlah sel Salmonella Paratyphi B sebesar 2,3x106 CFU/g, pada hari ke-2 jumlah sel meningkat menjadi 2,1x107 CFU/g. Kemudian pada hari ke-9 jumlah sel mengalami penurunan menjadi 9,3x106 CFU/g dan berangsur-angsur mengalami penurunan sampai penyimpanan hari ke-270 menjadi 1,9x106 CFU/g (Gunderson dan Rose, 1948).

2. Kerusakan Subletal Koktil Salmonella pada Es Batu, Es Mambo, dan Es Susu

Perbandingan tingkat kerusakan subletal Koktil Salmonella pada ketiga jenis es selama pembekuan dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.

Gambar 12. Perbandingan tingkat kerusakan subletal koktil Salmonella (inokulum awal 5 log CFU/ml) pada ketiga jenis es

Ket : = Pembekuan 24 jam

= Pembekuan 48 jam 0,35 0,35 0,86 0,23 0,21 0,19 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

es batu es mambo es susu

Se l suble tal (C F U /ml)

Gambar 11. Perbandingan tingkat kerusakan subletal koktil Salmonella (inokulum awal 3 log CFU/ml) pada ketiga jenis es

Ket : = Pembekuan 24 jam

= Pembekuan 48 jam 0 0,23 0,17 0,68 0,53 0,14 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

es batu es mambo es susu

Sel su bletal (Log CFU /m l)

Gambar 11 dan 12 memperlihatkan bahwa tingkat kerusakan subletal produk es susu lebih besar dari pada produk es mambo dan es batu. Tingkat kerusakan sel setelah pembekuan 48 jam pada es susu sebesar 0,53 log CFU/ml (konsentrasi inokulum 3 log CFU/ml) dan 0,86 log CFU/ml (konsentrasi inokulum 5 log CFU/ml).Tingkat kerusakan ini cukup besar jika dibandingkan dengan tingkat kerusakan subletal yang terjadi pada es batu yaitu sebesar 0,17 log CFU/ml (konsentrasi inokulum 3 log CFU/ml) dan 0,19 log CFU/ml (konsentrasi inokulum 5 log CFU/ml).

Sukrosa dan susu mampu memberi perlindungan terhadap sel, akan tetapi dapat juga merusak struktur sel selama proses pembekuan karena pengaruh osmosis. Sukrosa dan susu yang ditambahkan pada produk es susu meningkatkan jumlah padatan zat terlarut. Menurut deMan (1997) laju pertumbuhan kristal es menurun dengan menurunnya suhu. Berbagai jenis zat terlarut dalam jumlah sedikitpun akan sangat memperlambat pertumbuhan kristal es. Pembekuan secara perlahan-lahan akan mengakibatkan terbentuknya kristal es yang besar di daerah ekstrasel. Pembekuan yang lambat inilah yang mengakibatkan sel terpapar pada pengaruh osmosis untuk waktu yang lama. Jika sel terpapar pada pengaruh osmosis untuk waktu yang lama, maka kemungkinan terjadinya kerusakan sel akan meningkat.

Menurut Madigan et al. (2002), media pembekuan sel akan mempengaruhi sensitivitas sel saat pembekuan. Penambahan susu pada produk es susu menyebabkan tingginya kandungan nitrogen yang berasal dari protein susu. Kandungan nitrogen yang tinggi akan menyebabkan sel sangat sensitif terhadap pembekuan. Obafemi (1983) dalam Robinson (1985) menemukan bahwa sel S. Typhimurium yang berada pada fase eksponensial yang ditumbuhkan pada media TSB (tryptone soya broth) 100 kali lebih sensitif pada suhu pembekuan -30oC daripada sel yang ditumbuhkan pada media minimal (kandungan nitrogen 0,0003%).

Sel Koktil Salmonella yang mengalami kerusakan subletal ini mampu melakukan recovery dengan baik pada media penyembuhan (LB). Tingginya kemampuan recovery ini didukung juga dengan adanya sukrosa

dan susu karena senyawa ini berperan dalam stabilisasi membran dan membantu mengurangi perpindahan komponen-komponen dari dan ke dalam sel. Hal ini memungkinkan sel memiliki waktu untuk memperbaiki kerusakan mekanisme membran tersebut sehingga mampu tumbuh pada media umum NA.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait