• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Karakteristik Salmonella

Salmonella merupakan bakteri yang menjadi indikator keamanan pangan (food safety) karena keberadaannya dalam bahan pangan dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Menurut Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, Eight Edition di dalam Alcamo (1983), Salmonella termasuk ke dalam golongan Enterobacteriaceae yang berbentuk batang, bersifat fakultatif anaerobik dan merupakan bakteri Gram negatif. Salmonella berukuran relatif kecil, sekitar 0,7-1,5 x 2,0-5,0 µm (Bell dan Kyriakides, 2003).

Salmonella umumnya tidak mampu memfermentasi laktosa, sukrosa, dan salicin, akan tetapi mampu memfermentasi glukosa dan monosakarida lainnya dengan menghasilkan gas (Jay, 2000). Menurut Hanes (2003) Salmonella mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon disaat genus lainnya membutuhkan sumber karbon kompleks sebagai sumber nutrisinya. Semua Salmonella kecuali Salmonella typhi memproduksi gas selama proses fermentasi. Salmonella mampu mengubah nitrat menjadi nitrit dan tidak membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya.

Salmonella tumbuh pada kisaran suhu 8oC sampai 45oC pada rentang pH 4-9 dan membutuhkan aw diatas 0,94. Salmonella sensitif terhadap pemanasan dan umumnya mati pada suhu 70oC atau diatasnya. Salmonella tumbuh dengan optimum pada suhu 35 oC sampai 37oC, mampu mengkatabolisme berbagai macam karbohidrat menjadi asam dan gas, memproduksi H2S dan mendekarboksilasi lisin dan ornithin menjadi kadaverin dan putrescin (D’Aoust, 2000).

Salmonella biasanya bersifat motil dan mempunyai flagella peritrikus, kecuali S. Pullorum dan S. Gallinarum yang tidak memiliki flagela. Selain karena tidak memiliki flagela, jenis Salmonella yang tidak bersifat motil disebabkan karena kesalahan pemasangan subunit flagela atau kekurangan fungsi motorik pada anggota selnya (D’Aoust, 2000).

Bakteri ini tidak dapat dibedakan dengan E. coli jika dilihat dengan mikroskop ataupun dengan menumbuhkannya pada media yang mengandung nutrient yang umum. Salmonella sp. dapat tumbuh optimum pada media pertumbuhan yang sesuai dan memproduksi koloni yang tampak oleh mata dalam jangka waktu 24 jam pada suhu 37oC. Salmonella sp. dapat tumbuh pada kisaran pH, dan aw yang lebih luas jika tumbuh pada substrat yang lebih baik (Jay, 2000).

Bakteri ini sensitif terhadap panas, sehingga dapat mati pada suhu pasteurisasi. Akan tetapi, bakteri ini relatif tahan pada suhu rendah. Matches dan Liston (1968) dalam (Jay, 2000) melaporkan bahwa suhu terendah yang masih memungkinkan pertumbuhan adalah 5,3oC untuk Salmonella Heidelberg dan 6,2oC untuk Salmonella Typhimurium.

Skema Kauffmann-White mengklasifikasikan Salmonella berdasarkan antigen somatik (antigen O) dan flagelar (antigen H). Antigen O berhubungan dengan lipopolisakarida pada permukaan luar membran terluar sel. Antigen O ini stabil terhadap panas, resisten terhadap alkohol dan larutan asam. Antigen H berhubungan dengan flagela peritrikus. Antigen H ini tidak tahan terhadap panas. Tabel 3. berikut menunjukkan distribusi serovar dalam genus Salmonella.

Tabel 3. Distribusi serovar dalam genus Salmonella*

Spesies Sub spesies Jumlah Serovar

Salmonella enterica Salmonella bongori enterica salamae arizonae diarizonae houtenae indica 1.427 482 94 319 69 11 20 Total 2.422

*Sumber : D’Aoust, J.Y. (2000) Di dalam : Lund et al., (2000)

2. Salmonella Pada Produk Pangan Bersuhu Rendah

Bakteri memiliki kemampuan bertahan yang berbeda-beda terhadap suhu pendinginan. Menurut Georgala dan Hurst (1963) bakteri cocci umumnya lebih tahan terhadap pendinginan dibandingkan dengan bakteri Gram negatif berbentuk batang. Untuk bakteri patogen, Salmonella relatif kurang resisten jika bandingkan dengan S. aureus atau sel vegetatif Clostridia, dimana endospora dan toksin tidak efektif pada suhu rendah.

Bell dan Kyriakides (2003) menyatakan bahwa dalam makanan beku atau pangan yang memiliki aktifitas air yang rendah, Salmonella dapat bertahan sampai berbulan-bulan, bahkan sampai bertahun-tahun. Tabel 4. berikut menunjukkan ketahanan berbagai serovar Salmonella pada suhu rendah.

Tabel 4. Kemampuan bertahan berbagai serovar Salmonella pada suhu pembekuan*

Kondisi Serotype Pangan Suhu (oC) Waktu bertahan

Enteritidis Poultry -18 4 bulan

Cholerae-suis Minced beef -18 4 bulan Typhimurium Chow mein -25 9 bulan

Enteritidis Suhu

Pembekuan

Typhimurium

Ice cream -23 7 bulan *D’Aoust (1989) dalam Blackburn dan McClure (2003)

Penelitian yang dilakukan oleh Dickens et al. (1985) menunjukkan bahwa bakteri enteropatogenik seperti Salmonella dapat bertahan pada es dalam minuman. Jumlah mikroorganisme akan menurun pada saat pembekuan, akan tetapi tidak semua organisme mati pada keadaan ini.

Hartini (2005) melakukan penelitian untuk melihat kemampuan bertahan Salmonella pada es batu. Salmonella yang diujikan terdiri dari sepuluh serovar yaitu S. Kentucky, S. Kirkee, S. O Grup C, S. Paratyphi, S. Infantis, S. Lexington, S. Enteritidis, S. Hadar, S. Heidelberg dan S. Typhimurium. Kultur Salmonella diinokulasikan ke dalam es batu dengan cara perendaman dan jumlah sel yang bertahan dievaluasi pada saat es batu dalam keadaan beku, setengah cair, cair, dan 2 jam setelah mencair.

Hasil analisis menunjukkan dua pola pertumbuhan yang terjadi pada kesepuluh serovar tersebut. Pola I terjadi pada S. Kentucky, S. Kirkee, S. O Grup C, dan S. Paratyphi dimana Salmonella cenderung mengalami peningkatan sampai es batu berada dalam keadaan setengah cair dan kemudian konstan sampai keadaan dua jam setelah es batu mencair. Pola II terjadi pada S. Infantis, S. Lexington, S. Enteritidis, S. Hadar, S. Heidelberg dan S. Typhimurium, pada pola II terjadi peningkatan jumlah sel Salmonella yang terus-menerus sehingga kurva yang dihasilkan memiliki gradien positif (kurva naik).

Gunderson dan Rose (1948) melakukan penelitian untuk melihat kemampuan bertahan enam serovar bakteri Salmonella pada produk chicken chow mein yang disimpan selama 270 hari pada suhu -25,5oC. Hasil penelitian menunjukkan adanya dua pola pertumbuhan yang terjadi

pada keenam serovar Salmonella tersebut. Pola pertama terjadi pada Salmonella Typhimurium, Salmonella Gallinarum, dan Salmonella Paratyphi B dimana Salmonella mengalami peningkatan yang besar sampai masa penyimpanan dua hari kemudian mengalami penurunan sampai penyimpanan 270 hari. Pola kedua terjadi pada Salmonella Newington, Salmonella Typhi, dan Salmonella Anatum dimana Salmonella mengalami penurunan yang terus-menerus selama masa penyimpanan (Tabel 5.).

Tabel 5. Kemampuan bertahan kultur murni organisme enterik pada Chicken Chow Mein pada suhu -25,5oC*

Jumlah bakteri (105/g) setelah penyimpanan selama waktu tertentu (hari) Organisme 0 2 5 9 14 28 50 92 270 Salmonella Newington 75,5 56,0 27,0 21,7 11,1 11,1 3,2 5,0 2,2 Salmonella Typhimurium 167,0 245,0 134,0 118,0 11,0 95,5 31,0 90,0 34,0 Salmonella Typhi 128,5 45,5 21,8 17,3 10,6 4,5 2,6 2,3 0,86 Salmonella Gallinarum 38,5 87,0 45,0 36,5 29,0 17,9 14,9 8,3 4,8 Salmonella Anatum 100,0 79,0 55,0 52,5 33,5 29,4 22,6 16,2 4,2 Salmonella Paratyphi B 23,0 205,0 118,0 93,0 92,0 42,8 24,3 38,8 19,0 *Gunderson dan Rose, 1948

Menurut D’Aoust (2000), ketahanan Salmonella selama penyimpanan beku tergantung jenis Salmonella dan jenis produk pangannya. Jumlah sel akan berkurang secara berangsur-angsur selama penyimpanan beku suhu -20oC. Ketahanan Salmonella saat pembekuan juga tergantung kondisi fisiologi sel sebelum dibekukan. Adaptasi S. Enteritidis selama 30 menit pada suhu rendah (5oC sampai 10oC) sebelum pembekuan cepat (suhu -78oC) akan mempertinggi jumlah sel yang bertahan. Kemampuan Salmonella untuk beradaptasi pada suhu rendah diinduksi oleh adanya sintesis gen csp-A yang disandi oleh cold shock protein. Gen ini belum diketahui pasti fungsi spesifiknya pada perlindungan Salmonella terhadap suhu pembekuan.

Dokumen terkait