• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR KEMAMPUAN KONEKSI MATE-

C. Kemampuan Habits Of Mind

“Tujuan dari pengembangan kurikulum 2013 adalah meng-hasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap (tahu mengapa), keterampilan (tahu bagaimana), dan pengetahuan (tahu apa) yang terintegrasi dalam diri siswa” (Mulyasa, 2013, hlm. 65). Mengacu pada pada Peraturan Men-teri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang standar kelulusan siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Kompetensi Lulusan SD/MI

Dimensi Kualifikasi Kemampuan

Sikap

Memiliki perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman, berakhlak mulia, berilmu, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.

Pengetahuan

Memiliki pengetahuan faktual dan konseptual berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya dalam wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian di lingkungan rumah, sekolah, dan tempat bermain.

Keterampilan

Memiliki kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sesuai dengan yang ditugaskan kepadanya.

Berdasarkan standar kompetensi lulusan pada tabel di atas, ter-lihat bahwa lulusan pendidikan kita harus memiliki pengetahuan yang faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif sehingga pem-belajaran di sekolah harus melatih siswa agar bisa memenuhi standar tersebut. Begitu juga pada dimensi keterampilan terlihat bahwa siswa harus memiliki kemampuan berpikir dan bertindak efektif yang jika kita kemas dengan dimensi sikap berhubungan dengan akhlak siswa yang ingin dicapai maka idealnya lulusan pendidikan kita menjadi manusia yang memiliki karakter yang baik dan kuat.

Dalam bahasa Inggris kebiasaan disebut dengan “habit” yang ber-arti sesuatu yang dilakukan secara teratur mengalir begitu saja atau setiap melakukan sebuah kegiatan hampir tidak memikirkan apa-apa.

Konsep ini menunjukkan bahwa suatu kegiatan yang telah menjadi kebiasaan akan dengan mudah untuk dilakukan secara berulang-ulang, karena tidak memerlukan suatu konsentrasi atau aktivitas kognitif yang sulit. Russel (dalam Costa dan Kallick, 2012) menga-takan bahwa sebagian besar pengetahuan kita adalah kebiasaan. Ke-biasaan dapat dibentuk melalui proses pembelajaran. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran hendaknya mampu membangun kebiasaan siswa untuk berpikir dalam menyelesaikan sebuah masalah.

Costa dan Kallick (dalam Sumarmo, 2010) mendefinisikan kebiasaan berpikir adalah kecenderungan untuk berperilaku secara intelektual atau cerdas ketika menghadapi masalah, khususnya masalah yang tidak dengan segera diketahui solusinya. Ketika siswa dihadapkan pada suatu masalah, maka ia akan membentuk suatu pola perilaku intelektual tertentu yang dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut. Habits of mind terbentuk ketika siswa merespon jawaban atas suatu pertanyaan atau masalah yang jawabannya tidak segera mereka ketahui, sehingga kita bisa mengobservasi tidak hanya bagaimana siswa mengingat sebuah pengetahuan akan tetapi lebih kepada bagaimana siswa menghasilkan sebuah pengetahuan. Kecer-dasan manusia tidak hanya dilihat dari pengetahuan yang dimilikinya saja, tetapi dilihat juga dari bagaimana seseorang individu bertindak (Costa & Kallick, 2012, hlm. 198).

Gambar 2.1. Dimensions of Learning Marzano

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa posisi habits of mind pada dimensions of learning menjelaskan hubungan antara dimensi belajar yang saling berkaitan dan bekerja sama, semua dimensi bela-jar dipengaruhi oleh sikap dan persepsi (attitudes and percepsion) pa-da dimensi pertama pa-dan kebiasaan berpikir cerpa-das (habits of mind) pada dimensi kelima. Dimensi pertama dan kelima adalah faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan ketika proses belajar berlang-sung. Bila diperhatikan secara seksama latar belakang yang terdapat pada gambar tersebut adalah pada dimensi pertama dan kelima. Oleh karena itu, siswa harus memiliki sikap dan persepsi yang kondusif dalam belajar menggunakan kebiasaan berfikir secara efektif. Dimensi belajar ini mentranslasikan bagaimana seseorang belajar dan berpikir (dimensions of thinking) ke dalam suatu kerangka kerja praktik (prac-tical framework) sehingga dapat digunakan oleh guru untuk mening-katkan kualitas pembelajaran matematikanya.

Tahapan dalam dimensi belajar ini dimulai dengan tugas pertama siswa pada dimensi kedua, yaitu “mengumpulkan dan mengintegrasi-kan pengetahuan” (Acquiring and Integrating Knowledge). Melalui di-mensi ini siswa dituntut dapat mengintegrasikan pengetahuan baru dan keterampilan-keterampilan yang telah diketahuinya terlebih

da-hulu sehingga terjadi proses subjektif berupa interaksi dari informasi lama dan informasi baru. Selanjutnya pada dimensi ketiga, siswa di-harapkan dapat mengembangkan pengetahuan barunya untuk “mem-perluas dan memperhalus pengetahuannya” (Extending and Refining Knowledge) melalui sebuah kegiatan, dan pada dimensi keempat atau akhir tujuan pembelajaran, siswa dapat “menggunakan pengetahuan dengan cara bermakna” (Using Knowledge Meaningfully). Seperti ter-lihat pada gambar 2.1., dimensi kedua, ketiga dan keempat bekerja saling berkaitan, di mana antara satu tahapan dengan tahapan yang lain tidak dapat terpisahkan.

Selanjutnya Marzano (1993, hlm. 23) membagi habits of mind ke dalam tiga kategori yaitu: self regulation, critical thinking dan creative thinking. Self regulation meliputi: (a) menyadari pemikirannya sendiri;

(b) membuat rencana secara efektif; (c) menyadari dan menggunakan sumber-sumber informasi yang diperlukan; (d) sensitive terhadap umpan balik; dan (e) mengevaluasi keefektifan tindakan. Critical thinking meliputi: (a) akurat dan mencari akurasi; (b) jelas dan men-cari kejelasan; (c) bersifat terbuka; (d) menahan diri dari sifat impul-sif; (e) mampu menempatkan diri ketika ada jaminan; dan (f) bersifat sensitif dan tahu kemampuan temannya. Creative thinking meliputi:

(a) dapat melibatkan diri dalam tugas meski jawaban dan solusinya tidak segera nampak; (b) melakukan usaha maksimal sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya; (c) membuat, menggunakan, memperbaiki standar evaluasi yang dibuatnya sendiri; (d) meng-hasilkan cara baru melihat situasi yang berbeda dari cara biasa yang berlaku pada umumnya.

Apabila kita cermati indikator-indikator dari habits of mind yang dikemukakan oleh Marzano (1993) terlihat bahwa Indikator-indi-kator tersebut membekali individu dalam mengembangkan kebiasaan mental yang menjadi tujuan penting pendidikan agar siswa dapat belajar mengenai apapun yang mereka inginkan dan mereka butuh-kan untuk mengetahui segala yang berkaitan dengan hidupnya.

Bahkan Costa dan Kallick serta Campbell (dalam Sriyati, 2011) mengklaim habits of mind sebagai karakteristik perilaku berpikir cer-das yang paling tinggi dalam memecahkan masalah dan merupakan indikator kesuksesan dalam akademik, pekerjaan dan hubungan so-sial.

Adapun indikator atau aspek habits of mind yang akan diukur da-lam penelitian ini adalah kemampuan self regulation, maksudnya ialah kemampuan siswa dalam menyadari pemikirannya sendiri, memikir-kan apa yang harus dipikirmemikir-kan (metakognitif) serta menyadari dan menggunakan sumber-sumber informasi yang diperlukan. Kemudian kemampuan critical thinking yang termasuk dalam pembahasan ini adalah kemampuan siswa dalam mempertanyakan dan menemukan permasalahan, bersifat terbuka, menanggapi dengan kekaguman dan keheranan suatu permasalahan, serta dapat bekerja dan belajar dengan orang lain dalam sebuah kelompok. Selanjutnya maksud ke-mampuan creative thinking pada penelitian ini adalah berpikir fleksi-bel, menghasilkan cara baru dalam melihat situasi yang berbeda dari cara biasa yang berlaku pada umumnya, serta melakukan usaha yang maksimal sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya.

Berikut adalah contoh cuplikan dialog tentang kemampuan habits of mind siswa tentang self regulation di dalam pembelajaran matemat-ika (diambil dari Juliah, 2012):

Guru : Bagaimanakah menurut pendapatmu tentang soal-soal yang terdapat pada LKS dan lembar ulangan harian tadi?

Siswa : Lumayan, ada yang sulit dan ada yang mudah.

Guru : Soal manakah yang kamu anggap mudah dan soal manakah yang kamu anggap sulit dalam mengerjakan?

Siswa : Yang mudah adalah soal membaca jam dan yang sulit adalah yang harus menghitung dasawarsa, windu, tahun, dan bulan.

Guru : Kenapa soal tersebut dianggap sulit oleh kamu?

Siswa : Karena perhitungannya banyak, saya lupa lagi persamaan tentang abad, dasawarsa, dan windu.

Cuplikan dialog tersebut menggambarkan tentang kemampuan self regulation, hal ini dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam menyadari pemikirannya sendiri seperti dialog yang dimulai dengan pertanyaan peneliti“ bagaimanakah menurut pendapatmu tentang soal-soal yang terdapat pada LKS dan lembar ulangan harian tadi?”

lalu siswa menjawab” lumayan, ada yang sulit dan ada yang mudah”, selanjutnya kemampuan memikirkan apa yang harus dipikirkan (me-takognitif) dari percakapan peneliti kepada siswa” Soal manakah yang kamu anggap mudah dan soal manakah yang kamu anggap sulit da-lam mengerjakan?”, kemudian siswa tersebut menjawab“ yang mudah adalah soal membaca jam dan yang sulit adalah yang harus menghi-tung dasawarsa, windu, tahun, dan bulan”, kemudian kemampuan menyadari dan menggunakan sumber-sumber informasi yang diper-lukan dapat tergambar dari pertanyaan guru” kenapa soal tersebut dianggap sulit oleh kamu?” lalu siswa tersebut menjawab” karena perhitungannya banyak, saya lupa lagi perhitungan tentang abad, da-sawarsa, dan windu”. Hal ini menunjukkan bahwa siswa harus me-mahami tentang materi tentang waktu dan cara menghitungnya, ter-lebih dahulu siswa harus memahami konsep tentang abad, dasawarsa, dan juga windu untuk membantu siswa dalam mengikuti pembelajar-an ini. Selpembelajar-anjutnya cuplikpembelajar-an dialog tentpembelajar-ang kemampupembelajar-an critical think-ing dan kemampuan creative thinkthink-ing berikut ini:

Guru : Mengapa satu hari satu malam jarum pendek jam berputar 12 kali?

Siswa : Karena waktu itu dimulai dari angka 1-12, jadi berputarnya 12 kali.

Siswa : Karena satu kali putaran ada 12 kali dan sehari semalam itu berputarnya 2 kali karena 2 x 12 kan 24

jam.

Siswa : Kenapa notasinya 24 jam, tidak lebih menjadi 25?

Siswa : Karena sehari semalam adalah 24 jam.

Siswa : Kenapa pada notasi 24 jam berubah angkanya, sedangkan pada notasi 12 jam tidak?

Siswa : Karena di tambah 12, jadi 1 pada notasi 24 jam di tambah 12 jadi 13.

Siswa : Kenapa notasi 24 jam tidak memakai keterangan waktu?

Siswa : Karena tanpa menggunakan keterangan waktu pun sudah berbeda angkanya.

Dialog di atas, menggambarkan tentang kemampuan habits of mind siswa dalam pembelajaran mengenai waktu. Kemampuan criti-cal thinking yang dimaksud dalam cuplikan dialog di atas adalah dia-log yang dimulai dengan pertanyaan dari guru untuk memancing pengetahuan dan pemahaman siswa mengenai waktu dalam jam, yai-tu” mengapa satu hari satu malam jarum pendek jam berputar 12 kali? lalu seorang siswa laki-laki mencoba menjawab sesuai dengan pemahamannya, dengan menjawab” karena satu kali putaran ada 12 kali dan sehari semalam itu berputarnya 2 kali karena 2 x 12 kan 24 jam”, kemudian seorang siswa perempuan juga mencoba menjawab sesuai dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya, yaitu dengan menjawab” karena satu kali putaran ada 12 kali dan sehari semalam itu berputarnya 2 kali karena 2 x 12 kan 24 jam”. Sedangkan untuk kemampuan creative thinking yang dimaksud dari dialog terse-but adalah kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang coba diberikan oleh temannya sendiri seperti dialog percakapan” kenapa notasinya 24 jam, tidak lebih menjadi 25?” kemudian siswa lain men-coba menjawabnya” karena sehari semalam adalah 24 jam”. Selanjut-nya pertaSelanjut-nyaan “kenapa pada notasi 24 jam berubah angkaSelanjut-nya, se-dangkan pada notasi 12 jam tidak?” siswa lain menjawab “karena di

tambah 12, jadi 1 pada notasi 24 jam di tambah 12 jadi 13. Kemudian ada juga seorang siswa bertanya“ kenapa notasi 24 jam tidak me-makai keterangan waktu?” lalu salah seorang siswa juga mencoba menjawabnya dengan jawaban” karena tanpa menggunakan kete-rangan waktu pun sudah berbeda angkanya”.

BAB III

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN

HABITS OF MIND PADA SISWA

Sekolah Dasar (SD) islam tempat penelitian dilakukan merupa-kan sekolah yang mengembangmerupa-kan system fullday school yang men-jadi salah satu pilihan sekolah masa kini. Rentang waktu yang pan-jang di sekolah memungkinkan pengembangan potensi dan karak-ter siswa yang lebih karak-terpadu. Pengembangan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa dibangun melalui program-program yang terintegrasi dalam membentuk karakter siswa berakhlak mulia, calon pemimpin masa depan melalui leadership lifeskill dan bertanggungjawab terhadap lingkungan melalui green education.

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi diarahkan

kepa-da keteram-pilan siswa kepa-dan guru kepa-dalam mengembangkan media dan sumber belajar.

Pembelajaran yang menyenangkan dapat tercipta melalui keakraban dan suasana yang menyenangkan, program fun learning activity, outing, supercamp, dan pendekatan pembelajaran scientific menjadi program unggulan sekolah ini. Nilai-nilai syariat Islam terpadu dikenalkan di dalam kegiatan keseharian melalui asmaul husna, tata cara berwudhu, shalat berjamaah, tilawati Al-Quran, hafalan surat dan doa, serta tadabbur alam.

Tuntutan untuk memberikan yang terbaik pada siswa adalah bagian dari prioritas layanan pendidikan di sekolah. Jadwal belajar di SD dilaksanakan selama lima hari, yaitu hari Senin sampai dengan hari Kamis pada pukul 07.30 sampai pukul 16.00, dan pada hari Jum'at pukul 07.30 sampai dengan pukul 14.00.

Kurikulum yang digunakan di SD Islam merupakan gabungan dari kurikulum nasional, kurikulum agama, kurikulum leadership, serta kurikulum green education. Penggabungan ini diupayakan agar senantiasa dapat saling mengisi dalam membentuk pola pikir dan pola sikap anak didik yang sangat bermanfaat dalam ke-hidupannya kelak di tengah masyarakat.

Salah satu sekolah dasar (SD) Islam berupaya untuk mencip-takan suasana sekolah yang kondusif dan demokratis dalam mem-bantu mengembangkan bakat, minat, nilai, dan kompetensi siswa-nya secara optimal. Sebagai sekolah yang mempusiswa-nyai misi mem-bangun dan menyelenggarakan sistem pendidikan komprehensif yang menyiapkan lulusannya untuk membentuk generasi muslim yang berkemampuan sebagai khalifatullah fil ardhi yang rahmatan lil’alamin dan menyelenggarakan pendidikan jenjang SD yang mengembangkan landasan kehidupan islami para siswa sesuai dengan visi lembaga. Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya membatasi pada analisis data pembelajaran matematika khususnya mengenai kemampuan koneksi matematis dan habits of mind siswa.

A. Kemampuan mengintegrasikan informasi

Berdasarkan hasil pengamatan, kemampuan mengintegrasikan informasi muncul pada saat guru melakukan apersepsi melalui kegiatan tanya jawab, dimana beberapa orang siswa mencoba un-tuk memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan yang diberi-kan oleh guru.

Dari hasil pengamatan diperoleh data sebagian besar siswa be-rusaha menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan oleh guru baik secara lisan maupun secara tulisan. Data tersebut didukung oleh gambar yang terlihat di bawah ini:

Gambar 3.1. Foto Siswa Saat Merespon Pertanyaan Guru

Gambar di atas memperlihatkan bagaimana antusias siswa saat merespon pertanyaan dari guru dengan cara mengacungkan ta-ngan terlebih dahulu. Selain itu terlihat ada beberapa orang dianta-ra siswa yang masih dianta-ragu-dianta-ragu untuk mengungkapkan ide/pen-dapat dalam menjawab pertanyaan dari guru. Namun secara kese-luruhan respon siswa terhadap pertanyaan yang diberikan guru sudah cukup baik, terlihat dari antusias siswa saat menjawab be-berapa pertanyaan yang diberikan guru. Dalam kegiatan ini guru

memberikan giliran kepada siswa dalam mengemukakan ide/pen-dapatnya. Berikut adalah cuplikan dialog antara siswa dan guru saat pembelajaran berlangsung dengan konsep menentukan per-bandingan senilai:

Guru Adakah yang sudah mulai mencoba membaca buku : tentang perbandingan di rumah? Ayo silahkan.

Siswa (Seorang siswa mengacungkan tangan, dan berkata) : sudah Bu.

Guru Iya silahkan..Apa sih perbandingan itu dan apa : contohnya?

Siswa Perbandingan itu menyederhanakan. :

Guru Contohnya menyederhanakan itu seperti apa? :

Siswa Ada kertas merah dan kertas biru. Kertas merahnya : 20 kertas birunya 25 lalu dikecilkan/sederhanakan sehingga menjadi 4 berbanding 5.

Guru Bagus. Itu adalah salah satu contoh masalah sehari-: hari yang berkaitan dengan perbandingan anak-anak. Ada kertasnya 20 warna merah ada kertas birunya 25 klo misalkan disederhanakan akan muncul 4 dan 5 karena masing-masing dibagi berapa anak-anak?

Siswa (Dengan serentak anak-anak menjawab) 5 (lima). :

Selain dari data di atas, kemampuan siswa dalam menginte-grasikan informasi terlihat juga pada saat presentasi di mana be-berapa orang siswa mencoba menjelaskan tentang apa yang dita-nyakan oleh temannya dari kelompok lain, walaupun beberapa orang siswa masih terlihat malu dan ragu-ragu saat menjawab per-tanyaan tersebut.

Berdasarkan data hasil observasi, indikator kemampuan ko-neksi matematis ini muncul pada saat siswa menanggapi

per-tanyaan dari guru dan mengerjakan soal latihan yang ada dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). Seperti nampak pada gambar/foto beri-kut ini:

Gambar 3.2. Kemampuan Siswa Mengintegrasikan Informasi

Gambar di atas merupakan foto kegiatan siswa saat menuang-kan ide mereka secara tulisan dalam mengerjamenuang-kan LKS. Berdasar-kan catatan lapangan pada saat diskusi berlangsung, beberapa ke-lompok melakukan pembagian tugas dalam kegiatan ini, maksud-nya secara bergiliran masing-masing anggota kelompok menulis-kan hasil diskusi pada LKS yang tersedia.

Gambar 3.3. Siswa Bekerjasama dengan Kelompok Diskusinya

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bagaimana aktivitas siswa saat menyatakan ide/pendapat secara tulisan dengan teman kelompok diskusinya. Di sana terlihat jelas pembagian tugas ma-sing-masing anggota kelompok, sebagian membacakan hasil disku-sinya dan yang lain mencatat hasil diskusi kelompoknya.

Dari ketiga gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya kemampuan koneksi matematis dalam mengintegrasi-kan informasi ini muncul pada seluruh siswa. Hal ini ditunjukmengintegrasi-kan oleh wujud mengintegrasikan informasi secara tertulis yang mere-ka tulismere-kan dalam LKS seperti yang terlihat pada gambar di atas.

B. Membuat koneksi dalam dan atau luar materi matematika Indikator kemampuan koneksi matematis ini dianalisis dengan indikator pembelajaran siswa dapat menentukan jarak pada peta jika diketahui skala dan jarak sebenarnya.

Berdasarkan hasil observasi diperoleh gambaran bahwa siswa tidak mendapatkan kesulitan dalam menentukan jarak pada peta jika diketahui skala dan jarak sebenarnya. Hal ini di dukung dengan data studi dokumentasi bahwa hasil ulangan harian dan pengerjaan

LKS menunjukkan semua siswa dapat mengerjakan soal dengan baik. Seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 3.4. Hasil Pekerjaan Siswa Pada Lembar Ulangan Harian

Gambar tersebut merupakan hasil pekerjaan siswa pada ulangan harian yang dilakukan guru pada pertemuan kelima ten-tang menentukan jarak pada peta jika diketahui skala dan jarak sebenarnya.

Gambar 3.5. Hasil Pekerjaan Siswa Pada LKS

Gambar di atas, merupakan hasil pekerjaan siswa pada LKS yang mengandung indikator menentukan jarak pada peta jika diketahui skala dan jarak sebenarnya untuk kemampuan membuat koneksi dalam dan atau luar materi matematika. Dalam soal terse-but terlihat kaitan antara soal dengan kehidupan sehari-hari yang mungkin akan ditemui oleh mereka sehari-hari.

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa indikator ke-mampuan koneksi matematis ini dikuasai dengan baik oleh siswa.

Hal ini ditunjukkan oleh kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal yang terdapat pada LKS seperti yang nampak pada gambar di atas, di mana berdasarkan rangkuman hasil jawaban siswa di-peroleh gambaran bahwa hampir semua kelompok menyelesaikan dengan benar semua soal dalam LKS tersebut.

C. Menetapkan rumus (tools) yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah

Berdasarkan hasil pengamatan penulis, hampir seluruh soal yang diberikan guru pada perbandingan dan skala mengandung masalah kontekstual/peristiwa sehari-hari dengan tujuan memu-dahkan siswa dalam menyimak dan memahami isi soal yang ditan-yakan. Secara rinci lembar soal LKS dapat dilihat pada lampiran A.

Dari empat kali pertemuan, berdasarkan observasi maka per-temuan yang kedua dengan indikator pembelajaran menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan perbandingan, lebih mengungkap tentang indikator kemampuan koneksi matematis siswa untuk menetapkan rumus (tools) yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah. Berikut adalah gambar/foto LKS tersebut:

Gambar 3.6.

LKS yang Memuat Indikator Menetapkan Rumus (Tools) yang Akan Digunakan untuk Menyelesaikan Masalah.

Jika mengamati gambar/foto tentang nilai siswa dalam hasil pengerjaan LKS, hanya delapan orang (dua kelompok) yang men-dapatkan nilai 100, sementara empat kelompok lainnya mem-peroleh nilai 80, dan satu kelompok mendapatkan nilai 60. Maka penulis melakukan analisis bahwa kebanyakan dari siswa salah da-lam memaknai soal sehingga berdampak pada kesalahan saat me-netapkan rumus, salah satunya tampak pada gambar di atas.

Selain itu, jika penulis amati gambar di atas maka analisis penulis bahwa soal tersebut benar-benar membutuhkan pema-haman siswa tentang satuan pengukuran, sehingga apabila konsep dasar skala tentang kesetaraan ukuran yang meliputi kilometer, hektometer, dekameter, meter, desimeter, centimeter, dan milime-ter belum dikuasai siswa, maka hal ini dapat menghambat hasil pekerjaan siswa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan da-lam memahami soal sangat berpengaruh terhadap kemampuan koneksi matematis siswa dalam menetapkan rumus (tools) yang

akan digunakan untuk menyelesaikan masalah. Analisis tersebut didukung oleh data hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada beberapa orang siswa tentang soal-soal yang ada pada LKS setelah pembelajaran. Berikut cuplikan dialog guru dengan seorang siswa.

Guru Ketika dalam menjawab soal, apakah kamu merasa ada : soal yang mudah dan sulit untuk dikerjakan?

Siswa Iya ada. :

Guru Soal seperti apa yang dianggap mudah oleh kamu? :

Siswa Soal tentang perbandingan dan mencari jarak sebenarnya : pada skala.

Guru Kemudian, soal seperti apa yang dianggap sulit oleh : kamu?

Siswa Soal cerita tentang skala. :

Guru Kenapa soal tersebut terasa sulit oleh kamu? :

Siswa Karena susah dimengerti, misalnya kayak mencari berapa : jarak pada peta.

Menyimak dialog tersebut ternyata tidak semua siswa mengua-sai konsep dasar tentang kesetaraan ukuran, ada diantara siswa yang lupa sehingga secara individu mereka mendapatkan kesulitan

Menyimak dialog tersebut ternyata tidak semua siswa mengua-sai konsep dasar tentang kesetaraan ukuran, ada diantara siswa yang lupa sehingga secara individu mereka mendapatkan kesulitan

Dokumen terkait