• Tidak ada hasil yang ditemukan

PM.3 KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA PADA PEMBELAJARAN DENGAN MODEL RECIPROCAL TEACHING

Dalam dokumen Prosiding Semnas Pembejaran Mat 6 Des 09 (Halaman 43-46)

Oleh : Abd. Qohar

Dosen Jurusan Matematika F MIPA UM, Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika UPI e-mail: qohar@yahoo.com

Abstrak

Makalah ini berisi hasil penelitian tentang kemampuan komunikasi matematis siswa sekolah menengah pertama dalam pembelajaran dengan model Reciprocal Teaching dan pembelajaran konvensional. Penelitian eksperimen dengan desain kelompok hanya postes ini melibatkan melibatkan 254 siswa kelas 9 dari 3 sekolah SMP yang mewakili peringkat rendah, sedang, dan tinggi di Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. Masing-masing sekolah dipilih dua kelas yang terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberi perlakuan dengan model Reciprocal Teaching, dan kelas kontrol diberi perlakuan pembelajaran matematika konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan pendekatan reciprocal teaching

mempunyai kemampuan komunikasi matematis lebih baik bila dibandingkan siswa yang diajar dengan pendekatan pembelajaran konvensional, baik ditinjau secara keseluruhan maupun berdasarkan level sekolah.

Kata kunci : reciprocal teaching, komunikasi matematis, pembelajaran matematika

PENDAHULUAN

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa di Indonesia masih rendah dan perlu dikembangkan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Rohaeti (2003:87) menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa SMP masih tergolong rendah. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Sugiatno (2008) menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah, terutama aspek membaca. Hal ini didukung oleh hasil kemampuan membaca (reading) pada PISA (Programme for International Student Assessment) yang dilakukan OECD (Organisation for Economic Co-Operation and Development). Hasil PISA tahun 2006 yang lalu menunjukkan bahwa kemampuan membaca siswa SMP (usia 15 tahun) kita berada pada urutan ke-48 dari 56 negara yang berpartisipasi.

Menurut Marpaung (2003) paradigma mengajar saat ini mempunyai ciri-ciri antara lain: (1) guru aktif, siswa pasif; (2) pembelajaran berpusat kepada guru; (3) guru mentransfer pengetahuan kepada siswa; (4) pemahaman siswa cenderung bersifat instrumental; (5) pembelajaran bersifat mekanistik; dan (6) siswa diam (secara fisik) dan penuh konsentarasi (mental) memperhatikan apa yang diajarkan guru. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa hasil pembelajaran yang berdasarkan paradigma mengajar tersebut, antara lain adalah: (1) siswa tidak senang pada matematika; (2) pemahaman siswa terhadap matematika rendah; (3) kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving), bernalar (reasoning), berkomunikasi secara matematis (communication), dan melihat keterkaitan antara konsep-konsep dan aturan-aturan (connection) rendah. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran matematika dan meningkatkan kualitasnya, maka paradigma mengajar perlu diperbaiki.

Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sejalan dengan paradigma baru pembelajaran matematika. Pada paradigma lama, guru lebih dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa. Sedangkan para siswa dengan diam dan pasif menerima transfer pengetahuan dari guru tersebut. Namun pada paradigma baru pembelajaran matematika, guru merupakan manajer belajar dari masyarakat belajar didalam kelas, guru mengkondisikan agar siswa aktif berkomunikasi dalam belajarnya. Guru membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar serta meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat.

Namun demikian, mendesain pembelajaran sedemikian sehingga siswa aktif berkomunikasi tidaklah mudah. Dalam suatu diskusi yang dilakukan peneliti dengan beberapa guru SMP terungkap bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik komunikasi melalui lisan atau tulisan. Terutama untuk siswa di daerah bukan perkotaan, kemampuan komunikasi lisan siswa masih rendah. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, di samping itu siswa juga kurang terbiasa dengan mengkomunikasikan gagasannya secara lisan.

Salah satu pilar pendidikan yang ditetapkan oleh UNESCO adalah learning to live together. Model belajar matematika secara kooperatif seperti yang dilaksanakan pada reciprocal teaching sangat mendukung salah satu pilar pendidikan yang ditetapkan oleh UNESCO tersebut. Dengan melaksanakan reciprocal teaching, siswa akan berlatih untuk belajar secara berkelompok, menghargai pendapat orang lain, serta bisa saling bertukar pendapat antar sesama teman dalam kelompok maupun dalam kelas. Siswa yang melakukan belajar kelompok akan mendapatkan kemampuan dan pengalaman yang dapat menanamkan kesadaran dalam diri para siswa bahwa mereka bersatu dalam satu upaya bersama, bahwa mereka akan berhasil atau gagal sebagai sebah tim. Kemampuan-kemampuan ini akan sangat bermanfaat bagi siswa sebagai bekal dalam studi selanjutnya dan dalam hidup bermasyarakat.

Reciprocal teaching merupakan salah satu model pembelajaran yang berbasis konstruktivisme (Wikipedia, 2008). Dilihat dari karakteristitik pembelajaran yang ada pada reciprocal teaching, maka konstruktivisme sosial Vigotsky lebih sesuai untuk diterapkan. Teori konstruktivisme sosial menyatakan bahwa proses sosial dan individual mempunyai peran sentral dalam pembelajaran matematika (Ernest, 1994:63). Dalam konstruktivisme sosial tersebut, aspek individu dan aspek kelompok, aspek sosial serta aspek psikologis siswa mendapat perhatian secara komprehensif dalam pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan tentang kemampuan komunikasi matematis dan karakteristik reciprocal teaching yang sudah dijelaskan tersebut, di samping bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis, reciprocal teaching juga diduga kuat bisa secara efektif digunakan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Kemampuan komunikasi matematis yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan dalam reciprocal teaching adalah kemampuan membaca, menulis, mendengar dan berdiskusi secara matematis.

Rumusan Masalah

1. Apakah perkembangan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh Reciprocal Teaching (RT) lebih baik dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional ?

2. Apakah ada interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor level sekolah terhadap perkembangan kemampuan komunikasi matematis siswa ?

Definisi Operasional

a. Reciprocal teaching adalah pembelajaran dalam kelompok yang diawali dengan tugas membaca bahan ajar oleh siswa dan dilanjutkan dengan melaksanakan empat kegiatan yaitu : merangkum bacaan, membuat pertanyaan, memberikan penjelasan, dan membuat pertanyaan atau permasalahan lanjutan. Pembahasan dalam kelompok dipimpin oleh siswa dan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing.

b. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan dan mengilustrasikan ide matematika ke dalam bentuk model matematika yaitu bentuk persamaan, notasi, gambar dan grafik, atau sebaliknya.

Dalam dokumen Prosiding Semnas Pembejaran Mat 6 Des 09 (Halaman 43-46)