• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa

untuk memecahkan masalah, (2) menerapkan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah, (3) menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika dan dalam konteks lain selain matematika, dan (4) menjelaskan dan memeriksa hasil kebenaran sesuai permasalahan asal. 2. Strategi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi

pembelajaran konflik kognitif yaitu suatu kondisi yang membawa perubahan konseptual siswa dalam pengambilan keputusan berdasarkan perbedaan opini tentang topik yang diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa itu sendiri sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam struktur kognitifnya, menuju konsep atau pemahaman yang lebih tepat atau lebih baik.

3. Penelitian ini akan dilakukan di MTsN 12 Jakarta pada siswa/i kelas VIII semester II tahun ajaran 2013/2014

4. Materi yang disampaikan pada penelitian ini adalah bangun ruang sisi datar

D. Perumusan Masalah

Agar penelitian lebih terarah maka penulis terlebih dahulu akan merumuskan masalah penelitiannya, yaitu:

1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan strategi konflik kognitif?

2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas kontrol yang diajarkan dengan strategi ekspositori?

3. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan strategi konflik kognitif lebih tinggi daripada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan strategi ekspositori?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk membandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan strategi konflik kognitif dengan menggunakan strategi ekspositori.

2. Untuk mengetahui dan mengkaji kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas eksperimen yang diajarkan dengan strategi konflik kognitif.

3. Untuk mengetahui dan mengkaji kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelas kontrol yang diajarkan dengan strategi ekspositori

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi guru

a) Sebagai salah satu alternative pembelajaran dalam proses belajar mengajar.

b) Sebagai masukkan bagi guru untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan menerapkan strategi konflik kognitif dalam proses pembelajaran.

2. Manfaat bagi siswa

a) Melalui strategi konflik kognitif diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir yang dimilikinya terutama kemampuan pemecahan masalah matematika.

b) Siswa dapat membiasakan untuk memberanikan diri dalam mengidentifikasi masalah pemahaman yang dimilikinya agar dapat menumbuhkan pemahaman yang lebih tepat atau lebih baik.

3. Manfaat bagi sekolah

Sebagai alternatif upaya meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dalam pembelajaran matematika.

4. Manfaat bagi peneliti

Bermanfaat untuk dapat melihat pengaruh kemampuan pemecahan masalah matematika siswa setelah pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi konflik kognitif berlangsung.

BAB II

KERANGKA TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika a. Pengertian Matematika

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di semua jenjang pendidikan yaitu, TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan perguruan tinggi. Bahkan matematika ada disemua bidang keilmuan atau kehidupan, karena disetiap jengkal kehidupan yang dijalani seseorang tidak terlepas dari ilmu matematika. Ilmu matematika memberikan sumbangan yang cukup besar dalam pembentukan manusia unggul, karena salah satu kriteria unggul adalah manusia yang dapat menggunakan nalarnya untuk kemajuan bangsanya dan sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu membawa manfaat bagi manusia lainnya untuk kehidupan selanjutnya. Maka matematika disebut sebagai ratunya ilmu atau ilmu yang mandiri.1 Karena tanpa bantuan ilmu lain matematika dapat tumbuh dan berkembang untuk ilmunya sendiri, akan tetapi ilmu lain butuh ilmu matematika untuk dapat tumbuh dan berkembang.

Kata matematika berasal dari bahasa Yunani yaitu mathematike

yang berarti mempelajari. Kata tersebut mempunyai asal kata mathema

yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science), kemudian kata

mathematike berhubungan dengan kata lainnya, yaitu mathein atau

mathanein yang artinya belajar atau berpikir.2

Sejalan dengan definisi diatas matematika adalah suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai masalah praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi,

1

Sri Anitah W. dan Janet Trineke Manoy, Strategi Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 7.11.

2

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h. 3.

analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis.3

Maka dalam mata pelajaran matematika ada istilah berpikir matematika (mathematical thinking). Menurut Utari Sumarmo, “istilah berpikir matematika diartikan sebagai cara berpikir yang berkenaan dengan proses matematika (doing math) atau cara berpikir dalam menyelesaikan tugas matematika (mathematical task) baik yang sederhana maupun yang kompleks”.4

Matematika juga didefinisikan oleh Johson dan Myklebust, matematika adalah bahasa simbolis yang terbagi menjadi dua fungsi, yaitu: fungsi praktisnya adalah untuk mengeksperikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoretisnya adalah untuk memudahkan berpikir.5

Maka dalam pembelajarannya, matematika diajarkan mulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Karena dari bagian-bagian tersebut siswa diajarkan untuk berpikir dari tingkat yang mudah ke tingkat yang sulit dan merasa tertantang dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Salah satu karakteristik matematika adalah obyek matematika bersifat abstrak, karena obyek matematika bersifat abstrak maka untuk mempelajarinya diperlukan daya nalar yang tinggi agar dapat memahami obyek-obyek matematika yang akan dipelajari.6

Paling mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia dengan menggunakan informasi yang dimilikinya, serta menggunakan pengetahuan tentang bentuk, ukuran, dan perhitungan, dan yang terpenting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri untuk dapat

3

Hamzah B. Uno dan Masri Kudrat Umar, Mengelola Kecerdasan dalam Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 109.

4

Utari Sumarmo, “Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana dikembangkan pada Peserta Didik”, Makalah Matematika FPMIPA UPI, Bandung:, 2010, h. 4.

5

Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar: Teori, Diagnosis, dan Remediasinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 202.

6

Kadir, “Analisis Kesulitan Siswa dalam Mempelajari Matematika”, MIPMIPA, Kendari, Januari 2006, h. 57.

melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.7

Berdasarkan pendapat Paling di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk menemukan jawaban atas permasalahan yang dihadapi setiap manusia, maka mereka akan menggunakan informasi, menggunakan pengetahuannya, serta menggunakan segala kemampuan yaitu kemampuan menghitung, kemampuan mengingat, dan menggunakan hubungan-hubungan.8

Maka matematika merupakan hasil penerapan pola berpikir manusia, penemuan, formulasi, dan pengembangan yang sistematik dalam pola pikir manusia agar lebih berkembang dengan baik.

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu mata pelajaran yang menggunakan penerapan pola pikir yang logis dengan daya nalar yang tinggi untuk menghubungkan konsep-konsep atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan permasalah yang diberikan kepadanya. Hal tersebut sejalan dengan tujuan mata pelajaran matematika untuk semua satuan pendidikan dikdasmen yaitu: SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK. Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan, sebagai berikut:9

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh

7

Abdurrahman, Op. Cit., h. 203. 8

Ibid. 9

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs Untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan, (Yogyakarta: PPPPTK MATEMATIKA, 2004), h. 8.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

b. Pengertian Masalah Matematika

Masalah merupakan suatu pernyataan yang menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui.10

Akan tetapi suatu pernyataan yang akan diberikan kepada siswa akan menentukan terkategorikannya suatu pernyataan menjadi suatu masalah atau hanyalah suatu pernyataan biasa, dapat dikatakan menjadi suatu masalah bagi seorang siswa jika dalam penyelesaiannya tidak dapat dijawab secara langsung karena harus menyeleksi informasi yang diperoleh tetapi akan menjadi pernyataan biasa bagi siswa lainnya karena siswa tersebut sudah mengetahui prosedur penyelesaiannya atau termasuk dalam kategori masalah yang rutin.

Sejalan dengan itu, sebagian besar ahli pendidikan matematika juga berpendapat bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon, namun tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah.11

Jadi, jika seorang siswa sudah terbiasa atau tidak merasa tertantang untuk suatu pertanyaan yang diberikan guru maka pertanyaan tersebut bukan termasuk dalam kategori masalah. Dan ciri-ciri suatu masalah antara lain:12

(1) individu menyadari/mengenali suatu

10

Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, ( Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendreral Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, 2009), h. 9

11

Ibid., h. 4 12

Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasisi Pengajuan Dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. (Surabaya: Unesa University Press, 2008), h. 34

situasi (pertanyaan-pertanyaan) yang dihadapi atau individu tersebut memiliki pengetahuan prasyarat, (2) individu menyadari bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan atau individu merasa tertantang untuk menyelesaikannya, (3) langkah pemecahan suatu masalah tidak harus jelas atau mudah ditangkap orang lain atau individu tersebut sudah mengetahui bagaimana menyelesaikan masalah itu meskipun belum jelas.

c. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Menurut Gagne ada delapan tipe belajar matematika yang dilakukan secara hirarki,13

yaitu belajar sinyal (signal learning), belajar stimulus respons (stimulus-response learning), belajar merangkai tingkah laku (behavior chaining learning), belajar asosiasi verbal (verbal chaining learning), belajar diskriminasi (discrimination learning), belajar konsep (concept learning), belajar aturan (rule learning), belajar memecahkan masalah (problem solving learning). Dari delapan tipe belajar di atas, memecahkan masalah (problem solving) merupakan hirarki yang paling tinggi diantara delapan tipe belajar yang lain.14

Karena tipe belajar memecahan masalah merupakan aplikasi dari konsep dan keterampilan yang dimiliki siswa, dan dalam prosesnya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan keterampilan untuk menghadapi suatu situasi baru atau situasi yang berbeda.

Secara umum terdapat tiga macam interpretasi istilah problem solving dalam pembelajaran matematika, yaitu (1) problem solving

sebagai tujuan (as a goal), (2) problem solving sebagai proses (as a process), dan (3) problem solving sebagai keterampilan dasar (as a basic skill).15

Tujuan utama dalam pengajaran pemecahan masalah (Problem

13

Hamzah B. Uno, Op. Cit., h. 110. 14

Parno, Peningkatan Penguasaan Materi Fisika Sekolah Melalui Pembelajaran Menggunakan Peta Konsep dan Problem Based Learning (PBL), Jurnal MIPA, 2008, h. 41.

15

C. Jacob, Pemecahan Masalah Sebagai Suatu Tujuan, Proses dan Keterampilan Dasar, h.2, (

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR_PEND_MATEMATIKA/194507161976031-CORNELIS_JACOB/PEMECAHAN_MASALAH_SBG_TUJUAN.pdf), akses 27 Februari 2015,

Solving) adalah mengembangkan kemampuan siswa memecahkan masalah secara tepat, serta mengajarkan konsep kepada siswa kemudian menerapkannya untuk memecahkan masalah16.

Menurut Dodson dan Hollander, kemampuan pemecahan masalah yang harus ditumbuhkan, yaitu:17

1. Kemampuan mengerti konsep dan istilah matematika

2. Kemampuan untuk mencatat kesamaan, perbedaan, dan analogi 3. Kemampuan untuk mengidentifikasi elemen terpenting dan memilih

prosedur yang benar

4. Kemampuan untuk mengetahui hal yang tidak berkaitan 5. Kemampuan untuk menaksir dan menganalisa

6. Kemampuan untuk memvisualisasi dan menginterpretasi kualitas dan ruang

7. Kemampuan untuk memperumum berdasarkan beberapa contoh 8. Kemampuan untuk berganti metode yang telah diketahui

9. Mempunyai kepercayaan diri yang cukup (minat) dan merasa senang terhadap materinya

Maka pemecahan masalah dapat didefinisikan sebagai proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh oleh siswa sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenalnya sehingga siswa tertantang untuk menyelesaikannya dengan strategi penyelesaian (prosedur) yang tepat, oleh karena itu dapat membangkitkan minat siswa dalam mata pelajaran matematika. Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk pemecahan masalah antara lain adanya tantangan dalam materi tugas atau soal yang diberikan dan masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui penjawab.

16

Ristontowi, “Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dalam Pembelajaran Connected Matheatics Project Siswa SMPN 3 Kota Bengkulu”, Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVI, UNPAD, 3-6 Juli 2012, h. 1411.

17

Herry Pribawanto Suryawan, Strategi Pemecahan Masalah Matematika,

(http://ebookbrowse.com/strategi-pemecahan-masalah-matematika-pdf-d33814193), akses 19 Maret 2015, pukul 23:15

Sedangkan Polya mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha dalam mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat diperoleh.18

Karena itu pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang tinggi. Siswa akan mampu menangkap pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah hanya jika siswa itu benar-benar mengetahui prinsip-prinsip yang dipelajari sebelumnya dan siswa mengorganisasikan kembali pengalaman-pengalaman yang lalu untuk menyelesaikan masalah.

Pemecahan masalah merupakan suatu upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Dalam memecahkan masalah perlu adanya keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki, yaitu:19

(1) keterampilan empiris (perhitungan, pengukuran), (2) keterampilan aplikatif untuk menghadapi situasi umum (sering terjadi), dan (3) keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak biasa (unfamiliar). Dijelaskan dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004, indikator pemecahan masalah adalah:20

1. Menunjukkan pemahaman masalah

2. Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah

3. Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk 4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat 5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah

6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah 7. Menyelesaikan masalah yang tidak rutin

18

Aning Wida Yanti, “Penalaran dan Komunikasi Matematika serta Pemecahan Masalah dalam Proses Pembelajaran Kalkulus”, Prosiding Konferensi Nasional Matematika XVI, UNPAD, 3-6 Juli 2012, h. 1380.

19

Tatag Yuli Eko Siswono, op. cit., h. 35-36. 20

Kemampuan matematika merupakan kemampuan mengenal dan kemampuan pemecahan masalah.21

Kemampuan pemecahan masalah (problem solving) merupakan salah satu tujuan mata pelajaran matematika. Secara umun pemecahan masalah bersifat tidak rutin, karena strategi untuk menyelesaikannya tidak langsung tampak dan dalam penyelesaiannya siswa dituntut kreativitasnya. Oleh karena itu kemampuan ini tergolong pada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan pemecahan masalah termasuk suatu keterampilan (skill), karena dalam pemecahan masalah melibatkan segala aspek pengetahuan seperti ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi, serta sikap untuk bisa menerima tantangan yang diberikan. Beberapa keterampilan yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah yaitu: memahami soal, memilih pendekatan atau strategi pemecahan, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi.22

Kemampuan pemecahan masalah merupakan kapabilitas untuk memecahkan masalah dari sesuatu yang tidak rutin dengan cara yang benar dan rasional. Menurut Suhendra kemampuan pemecahan masalah meliputi:23

a. Memahami dan mengungkapkan sesuatu masalah

b. Memilih dan memprioritaskan strategi pemecahan yang tepat/benar c. Menyelesaikan masalah tersebut secara efektif dan efisien

Dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan pemecahkan masalah, yaitu pengalaman awal atau pengetahuan awal, latar belakang matematika, keinginan dan motivasi, dan struktur masalah yang disajikan.

21

Hamzah B. Uno , op. cit., h. 101. 22

Nahrowi Adjie dan R. Deti Rostika, Konsep Dasar Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), cet. 1, h. 262-263.

23

Suhendra, dkk., Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 3.20.

Sedangkan menurut Utari Sumarmo kemampuan pemecahan masalah meliputi, antara lain:24

a. Mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.

b. Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematika c. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis

dan masalah baru) dalam atau diluar matematika

d. Menjelaskan/menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal e. Menggunakan matematika secara bermakna

f. Memeriksa kebenaran solusi25

Serta NCTM mengemukakan juga tentang standar kemampuan pemecahan masalah matematika dalam proses pembelajaran, antara lain: (1) membangun ilmu matematika melalui pemecahan masalah, (2) menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika dan dalam konteks lain selain matematika, (3) menerapkan dan mengadaptasikan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah, dan (4) memonitor dan merefleksi proses pemecahan masalah matematik.26

Keempat kemampuan tersebut dapat dijadikan sebagai indikator pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik.

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan suatu upaya yang dilakukan siswa untuk mengatasi atau mencari penyelesaian terhadap tantangan atau kendala yang diberikan kepadanya, melalui penerapan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenalnya (hal-hal yang tidak biasa/tidak rutin) dengan cara-cara yang benar dan rasional. Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: (1)

24

Utari Sumarmo, “Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah”, Kumpulan Makalah Berpikir dan Disposisi Matematika Serta Pembelajarannya, Bandung, 2013, h. 5.

25

Utari Sumarmo, “Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi”, op. cit., h. 34.

26

mengidentifikasi kecukupan data yang diperlukan, (2) menerapkan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah, (3) menyelesaikan masalah yang muncul dalam matematika dan dalam konteks lain selain matematika, dan (4) menjelaskan dan memeriksa hasil kebenaran sesuai permasalahan asal.

2. Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif a. Pengertian Strategi Pembelajaran

Menurut KBBI, strategi adalah rencana yang cermat suatu mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.27 Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai “a plan, method, or series of activities desaigned to achieves a particular aducational goal”. Jadi, strategi belajar diartikan sebagai perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan/aktivitas yang telah didesain untuk dapat mencapai tujuan tertentu.28 Sebagus apapun program pembelajaran tanpa dirancang dengan baik, akan membawa dampak belajar peserta didik kurang optimal.

Menurut KBBI, pemebelajaran adalah proses, cara, serta perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.29

Menurut Gagne, Briggs, dan Wager pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang didesain untuk memungkinkan terjadinya proses belajar siswa, sedangkan Miarso mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan relative menetap pada diri orang lain”.30

Pembelajaran tidak harus sepenuhnya diberikan oleh seorang guru, karena kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh perancang dan pengembang sumber belajar. Pendapat lain disampaikan oleh Smith dan

27

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustama Utama, 2008), edisi 4, h. 1340.

28

Mamad Kasmad dan Suko Pratomo, Model-model Pembelajaran Berbasisi PAIKEM, (Tangerang: PT. Pustaka Mandiri, 2012), h. 51.

29

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 23. 30

Rusmono, Strategi Pembelajaran Dengan Problem Based Learning Itu Perlu: Untuk Meningkatkan Profesionalitas Guru, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 6.

Ragan mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan aktivitas penyampaian informasi dalam membantu siswa mencapai tujuan, khususnya tujuan-tujuan belajar, tujuan siswa dalam belajar.31

Menurut Seels dan Richey, strategi pembelajaran merupakan perincian untuk memilih dan mengurutkan suatu kejadian dan kegiatan dalam proses pembelajaran.32

Strategi pembelajaran merupakan pedoman umum (blueprint) yang berisikan suatu komponen-komponen yang berbeda dari pembelajaran agar mampu mencapai hasil yang diinginkan secara optimal dibawah kondisi atau keadaan yang diciptakan.33

Pendapat lain dikemukakan oleh Plomp dan Ely bahwa “strategi pembelajaran meliputi identifikasi tujuan khusus, merancang solusi yang optimum, mengembangkan intervensi, dan membandingkan hasil belajar”.34

Dick and Carey mendefinisikan strategi pembelajaran merupakan suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk memperoleh hasil belajar tertentu pada siswa, selain itu strategi pembelajaran memiliki lima komponen utama, yaitu (1) aktivitas sebelum pembelajaran, (2) penpenyampaian informasi, (3) partisipasi siswa, (4) pemberian tes, dan (5) tindak lanjut.35

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama agar mampu mencapai hasil belajar yang diinginkan secara optimal.

b. Pengertian Strategi Konflik Kognitif

Menurut KBBI, konflik adalah percecokan, perselisihan, dan pertentangan, yang disebabkan adanya dua gagasan atau lebih atau keinginan yang saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga 31 Ibid. 32 Ibid., h. 7. 33 Ibid., h. 21. 34 Ibid., h. 22. 35 Ibid.

memengaruhi tingkah laku, sedangkan kognitif adalah berhubungan dengan atau melibatkan kognisi yang berdasarkan kepada pengetahuan faktual yang empiris.36

Konflik ditimbulkan secara natural melalui perbedaan opini yang jujur tentang topik yang diberikan. Itu merupakan sifat interaksi sosial dan ketidak setujuan yang paling dasar. Pasangan tim yang anggotanya memegang sudut pandang yang sama, kurang memiliki konflik sebagai resep penting untuk pengembangan kognitif.37 Menurut Schweiger dkk., “konflik disatusisi dapat meningkatkan kualitas keputusan, akan tetapi dilain sisi dapat melemahkan kemampuan kelompok untuk bekerja sama”.38

Strategi konflik kognitif ini menambah pengetahuan yang unik atau memotivasi diri sendiri untuk memahami dan memperoleh pengetahuan baru.

Menurut Piaget, “adanya informasi baru yang diperoleh dari lingkungan kemudian dicocokan dengan skema pembelajaran, hal ini menyebabkan disekuilibrium (ketidakseimbangan) pada struktur kognitif yang disebut konflik kognitif”.39

Ketidakseimbangan tersebut didasari adanya kesadaran akan informasi-informasi yang bertentangan dengan informasi yang dimilikinya yang telah tersimpan dalam struktur kognitifnya.40 Menurut pandangan konstruktivisme dalam Annisatul Munawaroh, “pengetahuan dibangun di dalam pikiran pembelajaran melalui proses akomodasi dan asimilasi dengan menggunakan struktur kognitif yang telah ada”.41

Asimilasi yaitu proses penyatuan informasi

36

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 723 dan h. 712 37

A. Vincent Ciardiello, Puzzle Them First! : Motivating Adolescent Readers With Question-Finding, (Chicago: The Internasional Reading Association, 2007), p. 108.

38

Carsten K. W. De Dreu and Evert Van De Vliert, Using Conflict In Organizations, (London: SAGE, 1997), p. 104.

39

Suyono dan Hariyanto, Belajar Dan Pembelajaran : Teori Dan Konsep Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 87.

40

Jarnawi Afgani Dahlan, Ade Rohayati, dan Karso, “Implementasi Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif Dalam Upaya Meningkatkan High Order Mathematical Thinking Siswa”, Jurnal Pendidikan, Vol. 13, 2012,, h.69

41

Annisatul Munawaroh, “Implementasi Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif pada Model Problem Based Learning untuk Mengurangi Miskonsepsi dan Meningkatkan Prestasi Belajar

Dokumen terkait