• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. TINGKAT KEMATANGAN/KESIAPAN TEKNOLOGI

4.1 Deskripsi Tingkat Kematangan Teknologi

4.1.6 Kemaritiman

Indikator kemaritiman telah memenuni standar riset dasar TKT (Gambar 19), bahkan hampir memenuhi standar riset pengembangan meskipun standar riset terapan sama sekali belum terpenuhi. Riset ini berjudul “Identifikasi Morfologi dan Molekuler Ikan Kerapu di Bentang Kepala Burung Papua, Sebagai Basis Ikan Ekonomis Penting di Papua”. Publikasi belum dilakukan karena belum ada hasil akhir dari riset tersebut.

Gambar 19. TKT Bidang Kemaritiman 4.1.7 Soial Humaniora

Secara umum berdasarkan nilai rata-rata riset dibidang sosial humaniora belum memenuhi standar riset dasar TKT (Gambar 20). Akan tetapi, dari keseluruhan riset tersebut terdapat satu riset yang sudah memenuhi 3 standar TKT (riset dasar, riset terapan dan riset pengembangan) dan sudah memiliki HAKI. Judul dari riset tersebut adalah E-Learning, instrument Pengukuran HOTS, E-Module, Virtual Laboratory, MMI, etc. Walaupun demikian, para peneliti masih optimis untuk terus mengembangkan riset tersebut. Untuk itu diperlukan dana sebesar Rp 300,000,000 dan Kerjasama dengan Lembaga riset lainnya, pemerintah daerah dan masyarakat.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

TKT 1 TKT 2 TKT 3 TKT 4 TKT 5 TKT 6 TKT 7 TKT 8 TKT 9

Gambar 20. TKT Bidang Sosial-humaniora

4.1.8 Bidang Riset Lain

Bidang riset lain mengalami kasus yang serupa dengan bidang sosial humaniora dimana nilai rata-rata tidak memenuhi ke-3 standar TKT (Gambar 21). Nilai rata-rata yang tidak terpenuhi disebabkan oleh besarnya perbedaan antara nilai-nilai tersebut (antara 20 dan 100). Meskipun demikian, terdapat dua riset yang sudah memenuhi satu standar TKT yaitu standar riset dasar dan hasilnya sudah dipublikasikan baik di tingkat nasional (Riset Pemodelan Matematika) maupun tingkat internasional (Analisis Senyawa Samping Disinfeksi Akibat Penggunaan Disinfektan Pada Air dengan Kandungan Prekursur tinggi).

Riset ini dapat dikembangkan lagi dengan besarnya biaya yang dibutuhkan berkisar antara Rp 100,000,000 – Rp 150,000,000 dengan melakukan kolaborasi antara instansi sendiri, Lembaga riset lain dan pemerintah daerah.

Gambar 21. TKT bidang riset lain

4.2. Tahapan Riset

Tingkat Kesiapan Teknologi diukur secara sistematis melalui 9 skala, yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga tahapan sebagai berikut:

4.2.1 Riset Dasar

Energi adalah salah satu indikator TKT yang memenuhi standar riset dasar (Gambar 22), artinya sudah memenuhi asumsi dan hukum dasar fisika/kimia yang akan digunakan pada teknologi. Studi analitik mendukung prediksi kinerja elemen-elemen teknologi, peralatan dan sistem yang akan digunakan telah teridentifikasi, karakteristik/sifat dan kapasitas kerja sistem dasar telah diidentifikasi dan diprediksi, serta secara teoritis, empiris dan eksperimen telah diketahui komponen-komponen sistem teknologi tersebut dapat bekerja dengan baik.

Gambar 22. Fokus bidang riset yang memenuhi kriteria kelompok tahapan riset dasar

Demikian halnya dengan indikator kemaritiman yang juga sudah memenuhi standar riset dasar yaitu sudah ada formulasi pertanyaan riset atau hipotesis, studi literatur tentang prinsip dasar terkait penelitian sudah dilakukan, cara/metode/proses/produk yang diteliti dan akan dikembangkan sudah ada dan memiliki peluang keberhasilan, sarana dan prasarana yang akan digunakan telah teridentifikasi, desain riset sudah disusun (metodologi pilihan, tahapan, dan data yang dibutuhkan untuk penelitian), secara teoritis, empiris dan eksperimen telah diketahui dan komponen-komponen sistem teknologi tersebut dapat bekerja dengan baik dan teknologi telah layak secara ilmiah (studi analitik, model/simulasi, eksperimen).

Secara umum, Pangan dan Produk Rekayasa Keteknikan hampir memenuhi standar riset dasar TKT. Namun secara individual dalam bidang pangan sudah lebih dari 50% riset yang telah memenuhi standar riset dasar.

Agar dapat memenuhi standar tersebut, ada 3 tahap TKT yang harus dipenuhi yaitu prinsip dasar dari suatu teknologi telah diteliti, konsep teknologi dan

71,9

aplikasi telah diformulasikan, serta konsep dan karakteristik penting dari suatu teknologi telah dibuktikan secara analitis dan eksperimental. Beberapa riset hanya perlu memenuhi TKT tahap pertama, tetapi beberapa riset lainnya cukup memenuhi TKT tahap kedua atau ketiga saja. Selain itu, Sebagian riset harus memenuhi dua tahap TKT bahkan ada yang harus memenuhi tiga tahapan TKT.

Demikian halnya dengan produk rekayasa keteknikan yang harus menyelesaikan dua tahapan TKT yakni formulasi konsep dan atau aplikasi formulasi serta pembuktian konsep fungsi dan atau karakteristik penting secara analistis dan eksperimental. Berbeda dengan bidang riset lainnya yang masih cukup jauh dari standar dasar riset TKT karena dari keseluruhan riset yang ada, hanya 40% yang mencapai standar dasar sedangkan 60% lainnya harus memenuhi tiga tahapan TKT.

4.2.2 Riset Terapan

Secara umum, rata-rata hampir semua riset belum mencapai standar yang ditetapkan untuk riset terapan (Gambar 23). Akan tetapi terdapat 14,28%

riset di bidang pangan telah memenuhi standar riset terapan, sedangkan energi dan produk rekayasa keteknikan belum memenuhi standar tersebut walaupun secara umum memiliki persentase lebih tinggi daripada indikator pangan. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan jumlah sampel dari setiap indikator, dimana jumlah sampel dari indikator pangan cukup banyak dibandingkan dengan indikator energi dan produk rekayasa keteknikan yang hanya terdiri dari satu sampel untuk masing-masing indikator.

Gambar 23. Fokus bidang riset yang memenuhi kriteria kelompok tahapan riset terapan

Semua tahapan dalam riset terapan belum dicapai oleh indikator produk rekayasa keteknikan, sedangkan untuk indikator energi hanya perlu tahapan ketiga yaitu model atau prototipe telah diuji dalam lingkungan relevan yang mengandung makna persyaratan suatu teknologi telah diketahui (pada kondisi optimal), teknologi sudah teruji dengan akurasi tinggi pada simulasi lingkungan operasional dengan data yang lengkap (sesuai dengan rancangan atau desain riset), hasil uji membuktikan layak secara teknis (engineering feasibility) dan draft analisis ekonomi (perkiraan awal kelayakan ekonomi) sudah tersedia.

Meskipun sebagian kecil riset pangan sudah memenuhi standar riset terapan, masih terdapat sebagian besar riset lain yang harus memenuhi satu dari tiga tahapan TKT, atau dua dari tiga tahapan TKT bahkan beberapa riset harus memenuhi ketiga tahapan TKT. Untuk memenuhi standar riset terapan dibutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak dan penambahan biaya riset.

55,23

73,33

60

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Pangan Energi Produk Rekayasa Keteknikan

4.2.3 Riset Pengembangan

Secara keseluruhan riset menunjukkan bahwa standar riset pengembangan belum tercapai (Gambar 24). Akan tetapi secara individu sudah ada beberapa riset yang mencapai riset pengembangan. Sebagian kecil riset di bidang pangan (21,43%) telah menyelesaikan tiga tahapan TKT riset pengembangan yaitu tahap prototipe telah diuji dalam lingkungan sebenarnya, sistem tekonologi telah lengkap dan memenuhi syarat (qualified) serta teknologi benar-benar teruji/terbukti melalui keberhasilan pengoperasian.

Gambar 24.. Fokus bidang riset yang memenuhi kriteria kelompok tahapan riset pengembangan

Sebagian besar riset bidang pangan, energi, kemaritiman dan bidang riset lain yang belum mencapai target riset pengembangan. Adapun belum terpenuhinya ketiga tahapan tersebut cukup beragam bergantung dari kebutuhan setiap riset, dimana terdapat riset yang hanya perlu memenuhi satu tahapan, tetapi ada juga harus memenuhi dua tahapan bahkan beberapa riset harus memenuhi ketiga tahapan. Agar tahapan dalam riset pengembangan

60 60

66,67

50,67

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Pangan Energi Kemaritiman Bidang Riset lainnya

dapat tercapai, diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak dan penambahan biaya riset.

4.3 Peta jalan TKT dan Fokus Riset

Pada tingkat provinsi fokus bidang riset (teknologi) didorong pada pembangunan rencana bisnis untuk memudahkan aliran barang dan jasa dari pengembangan produk unggulan pada tingkat kabupaten/kota. Produk unggulan pada setiap kabupaten/kota berhubungan dengan pengembangan dan penguatan Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi, sehingga fokus riset akan terkait pula dengan pengelolaan dan perlindungan spesies endemik (aspek bio-prospecting) dan ekositem esensial (kawasan konservasi). Dalam konteks ini pengembangan jasa lingkungan melalui pengembangan kegiatan ekowisata menjadi bagian tidak terpisahkan dari pengembangan riset komoditi/produk unggulan.

Dari aspek kelembagaan dan regulasi, fokus riset Balitbangda diarahkan pada riset relevansi dan kompetensi kapasitas lembaga menuju pada reformasi birokarsi pada lingkungan OPD, riset yang menghasilkan kebijakan dengan pendekatan sains. Hasil riset dapat berupa rekayasa sosial model pembangunan dengan mendorong kemandirian OAP dalam mengakses peluang bisnis yang tercipta. Rekayasa sosial termasuk penyiapan naskah akedemik dari berbagai peraturan-peraturan di lingkungan pemerintah Papua Barat. Kegiatan lain dapat berupa evaluasi dan kajian terhadap capaian RPJMD Provinsi dan Kabupaten, Perdasi Dan Perdasus, APBD Kab/kota, pembangunan kampung melalui dana kampung, aspek perumahan dan pemukiman.

1. Pemanfaatan Produk Riset. Peningkatan pemanfaatan produk riset dilakukan melalui strategi dan implementasi peningkatan perolehan paten dan rezim HKI lain, pelaksanaan strategi dan implementasi penguatan

produk riset, pelaksanaan strategi dan implementasi penguatan kerangka kerjasama pemanfaatan produk unggulan

2. Penguatan Produktivitas Riset. Dalam meningkatkan kinerja output riset dilakukan strategi publikasi pada berbagai jurnal bereputasi nasional dan internsional

3. Membangun kapasitas Science and Techno Park pada produk unggunlan (sagu, buah merah, hasil laut, hasil hutan dan bio-prospecting)

4. Melaksanakan penelitian kebijakan, pengembangan, pengkajian, penerapan, perekayasaan, dan pengoperasian yang dilakukan oleh tim peneliti dalam bentuk kerjasama maupun swakelolah

5. Pengembangan riset sosial dan ekonomi yang berhubungan dengan produk unggulan daerah

Fokus riset diuraikan berdasarkan produk unggulan kabupaten/kota (Balitbangda Papua Barat, 2017) sebagai berikut:

Kabupaten Fakfak

Pengembangan produk inovasi pada subsektor pangan dan hortikultura adalah: durian, pisang, dan ubi-ubian, pada subsektor perkebunan adalah:

pala, kelapa, cengkeh, pinang, dan sagu; pada subsektor peternakan adalah:

Sapi Potong, Ayam Potong, Ayam Kampung, Kambing, dan Bebek; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Merbau (Besi), Kayu Matoa, Bambu, Damar/Kayu Gaharu dan Rotan; pada subsektor perikanan adalah: Ikan Cakalang, Ikan Merah, Ikan Tenggiri, ikan Kembung, telur ikan, dan rumput laut. Beberapa inovasi yang telah dihasilkan di Kabupaten Fakfak adalah:

produk turunan pengolahan pala seperti manisan, sirop dan jus pala, dan balsam yang dihasilkan dai lemak pala.

Kabupaten Kaimana

Komoditas pada subsektor pangan dan hortikultura di Kabupaten Kaimana yang layak dikembangkan adalah: Pisang dan Keladi; pada subsektor perkebunan adalah: Kelapa, Pala, Pinang, Sagu, dan Kakao; pada subsektor peternakan adalah: Babi, Sapi Potong, Kambing, Ayam Kampung, dan Ayam Potong; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Merbau (Besi), Kayu Matoa, Gaharu, Masohi dan Kayu Jati Mas; pada subsektor perikanan: Tenggiri, Udang, Ikan Kakap Merah, Cakalang, Kepiting.

Kabupaten Teluk Wondama

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kaimana adalah: Pisang, Ubi jalar, Ubi kayu, dan Keladi; pada subsektor perkebunan adalah: sagu, Kelapa dan Pala; pada subsektor peternakan adalah: Ayam Kampung, Babi, Sapi Potong, Kambing dan Ayam Potong; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Besi, Kayu Matoa, Kayu Putih, Kayu Dragon dan Kayu Binuang; pada subsektor perikanan adalah: Lobster, Ikan Kerapu, Ikan Cakalang, Teripang, dan Kakap Merah.

Kabupaten Teluk Bintuni

Pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah: Padi Sawah, Rambutan, Durian, Ubi kayu, dan Ubi Jalar; pada subsektor perkebunan adalah:

Sagu, Pala, Coklat, Kelapa, Pinang, dan Buah Merah; pada subsektor peternakan adalah: Sapi Potong, Babi, Ayam Kampung, Kambing dan Ayam Petelur; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Besi, Kayu Matoa, Kayu Cempaka, Kayu

gaharu, dan Rotan; pada subsektor perikanan adalah: Udang, Ikan Conggeh, Ikan Sembilan dan Ikan Merah.

Kabupaten Sorong Selatan

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah:

Kacang Panjang, Keladi, Ubi jalar, Ubi kayu dan Kangkung Kolam; pada subsektor perkebunan adalah: Sagu, Kelapa, Pinang, Kakao, dan Kelapa sawit;

pada subsektor peternakan adalah: Ayam Kampung, Babi, Sapi Potong, Ayam Potong, dan Kambing; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Besi, Matoa, Gaharu, dan Kayu Susu; pada subsektor perikanan adalah: Udang, Kepiting, Ikan Merah dan Ikan Sembilan.

Kabupaten Raja Ampat

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah: Ubi Jalar, Pisang, Keladi, Ubi Kayu dan Tomat; pada subsektor perkebunan adalah:

Kelapa, Kakao, Sagu, Pinang, dan Pala; pada subsektor peternakan adalah:

Ayam Kampung, Sapi Potong, Ayam Potong, Kambing, Bebek dan Babi; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Besi, Kayu Matoa, Kayu Linggua, Kayu Bintanggur dan Dammar; pada subsektor perikanan adalah: Ikan Kerapu, Ikan Tenggiri, Ikan Puri, Ikan Cakalang dan Ikan Ekor Kuning.

Kabupaten Tambrauw:

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah:

Keladi, Ubi Jalar, Beberapa Jenis Pisang, dan Ubi Kayu; pada subsektor perkebunan adalah: Kelapa, Siri, Pinang, Kakao, Sagu, Dan Tebu; pada subsektor peternakan adalah: Sapi Potong, Babi, Ayam Kampung, Kambing dan Bebek; pada subsektor kehutanan: Kayu Besi, Kayu Matoa, Kayu Putih, Damar,

Kayu Lenggua, Rotan, Bambu, Kayu Palaka, dan Kayu Dragon; pada subsektor perikanan adalah: Ikan Bubara, Ikan Cakalang, Ikan Merah, Ikan Tenggiri, Ikan Mujair, Lobster, Ikan Lele, Ikan Gabus, Ikan Sembilan, dan Belut.

Kabupaten Maybrat

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Maybrat adalah: Kacang Panjang, Keladi, Kacang Tanah, Cabai Rawit dan Sawi; pada subsektor perkebunan adalah: Kakao, Sagu, Buah Merah, Pinang, Sirih dan Kelapa; pada subsektor peternakan adalah: Ayam Kampung, Sapi Potong, Kambing dan Ayam Potong; pada subsektor kehutanan: Kayu Besi, Kayu Meranti, Rotan, Kayu Matoa, Kulit Lawang; pada subsektor perikanan adalah: Ikan Mas, Ikan Nila, Lele, Mujair dan Gabus. Pada subsektor pertambangan adalah fosfat alam krandalit.

Kabupaten Pegunungan Arfak

Inovasi yang dapat dikembangkan pada Subsektor Tanaman Pangan dan hortikultura di Kabupaten Pegunungan Arfak adalah: Bawang Daun, Wortel, Labu Siam, Kentang, Ubi Jalar, dan Nenas; pada Subsektor Perkebunan adalah:

Kopi dan Buah Merah; pada Subsektor Peternakan adalah: Babi, Ayam Kampung, dan Sapi Potong; pada Subsektor Kehutanan adalah: Kayu Besi, Jenis Kayu Besi, Kayu Cina dan Kayu Cemara; pada Subsektor Perikanan adalah: Ikan Mujair dan Ikan Mas.

Kota Sorong

Inovsi yang dapat dikembangkan pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah: Kacang Panjang, Keladi, Kacang Tanah, Cabai Rawit dan Sawi; pada subsektor perkebunan adalah: Kelapa dan Pinang; pada subsektor

peternakan adalah: Sapi, Ayam Potong, Ayam Petelur, Babi dan Ayam Buras;

pada subsektor kehutanan: kayu besi, Jenis Kayu Besi, Kayu Cina dan Kayu Cemara; pada subsektor perikanan adalah: ikan cakalang, ikan tengiri, ikan tuna, ikan kerapu dan ikan kakap/ikan merah.

Kabupaten Manokwari

Inovasi pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah: Keladi, Sukun, Padi, Kedelai dan Kacang Tanah; pada subsektor perkebunan: Pinang, Kakao, Kelapa Sawit, Kelapa Dalam dan Cengkeh; pada subsektor peternakan adalah: Ayam Pedaging, Babi, Ayam Petelur dan Ayam Kampung; pada subsektor kehutanan: Kayu Besi, Jenis Kayu Besi, Kayu Cina dan Kayu Cemara;

pada subsektor perikanan adalah: Ikan Layang, Bambangan, Tuna, dan Kerapu.

BAB V. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Kekayaan Intelektual (KI) atau Intellectual Property (IP) dalam pengertian yang luas adalah sekumpulan hak-hak hukum yang dihasilkan dari aktivitas intelektual di bidang industri, karya ilmiah, sastara, dan seni. Kanwar dan Everson (2013) dalam penelitiannya di 32 negara antara tahun 1981-1990, menyatakan bahwa perlindungan HKI memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap investasi di bidang riset dan pengembangan. Menurut penelitian ini, perlindungan HKI yang sangat kuat akan memacu inovasi dan kemajuan teknologi suatu negara.

Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian yang penting dalam perkembangan perekonomian Nasional maupun International. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga sangat ditopang oleh investasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, hasil inovasi dan komersialisasi kekayaan intelektual. Salah satu kunci utama peningkatan daya saing di era revolusi digital saat ini adalah memadukan proses kreatif dan inovatif dengan manajemen kekayaan intelektual yang profesional, karena HKI selalui terkait dengan hak ekonomi. Pengembangan ekonomi berbasis inovasi dan kreativitas tidak saja menjadi prioritas Indonesia saat ini, melainkan telah menjadi prioritas komunitas global. Implementasi dari agenda pembangunan yang bersinergi dengan kebijakan kekayaan intelektual diharapkan dapat mendukung upaya daerah untuk bergerak meninggalkan ekonomi berbasis sumber daya alam menuju ekonomi berbasis pengetahuan dan teknologi.

Dalam UU Pendidikan Tinggi, Pasal 46 Ayat (2) dan Ayat (3) menegaskan bahwa hasil-hasil penelitian wajib disebarluaskan dengan cara diseminarkan, dipublikasikan, dan/atau dipatenkan oleh perguruan tinggi, kecuali hasil

penelitian yang bersifat rahasia, mengganggu dan/atau membahayakan kepentingan umum. Dorongan agar Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang menghasilkan kekayaan intelektual juga disebutkan dalam UU No.18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pasal 13 UU ini menyatakan bahwa Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang wajib mengusahakan pembentukan sentra Kekayaan Intelektual sesuai kapasitas dan kemampuannya. Kekayaan Intelektual dari hasil kegiatan penelitian, pengembangan, perekayasaan, dan inovasi yang dibiayai pemerintah wajib dikelola dan dimanfaatkan dengan baik oleh perguruan tinggi, lembaga litbang dan badan usaha yang melaksanakannya.

5.1 Perkembangan HKI di Provinsi Papua Barat

Kemajuan HKI di Papua Barat tidak terlepas dari kemajuan riset dan inovasi yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, Badan Usaha, dan Industri di Papua Barat. Perguruan tinggi selama ini lebih dikenal masyarakat sebagai institusi pendidikan, namun perguruan tinggi mengemban dua misi yang tidak kalah penting, yaitu melaksanakan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kedua misi tersebut sangat penting untuk meningkatkan kemampuan perguruan tinggi dalam menghasilkan pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terkini berorientasi HKI dan kemampuan menghilirisasikan kepada masyarakat dan industri.

Beberapa perguruan tinggi di Papua Barat telah menghasilkan luaran riset yang berorientasi HKI meskipun jumlahnya tidak banyak. Khususnya di Universitas Papua (UNIPA), saat ini telah dihasilkan enam produk teknologi, tiga produk diantaranya telah memperoleh sertifikat paten dan sudah dikomersialkan. Selain produk paten, terdapat 22 luaran riset yang berupa Hak

Cipta telah memperoleh surat pencatatan dari Ditjen KI. Hilirisasi produk HKI di Papua Barat dihadapkan dengan berbagai kendala, karena tidak adanya industri mitra di Papua Barat yang bergerak di bidang yang sama dengan teknologi yang telah dihasilkan oleh para periset. Hal ini menyebabkan usaha komersialisasi produk tersebut dilakukan dalam skala kecil. Unipa dan Litbangda Papua Barat juga telah berperan dalam kegiatan penelitian produk unggulan daerah. dan membantu Pemda setempat dalam penyusunan dokumen sertifikasi Indikasi Geografis. Produk Indikasi Geografis. yang telah dihasilkan yaitu Pala Tomandin Fakfak yang merupakan salah satu Kekayaan Intelektual komunal.

Sosialisasi HKI khususnya Indikasi Geografis (IG) telah dilakukan di beberapa daerah penghasil komoditas unggul berpotensi HKI. Komoditas yang berpotensi memperoleh sertifikat IG adalah sagu asal Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Sorong Selatan, Kakao Ransiki, Durian Fakfak, Buah Merah, Rumput Kebar, dan kayu gaharu, serta komoditas lainnya yang perlu dikaji karakteristik dan keunggulannya. Hingga saat ini produk HKI di Papua Barat belum berkembang dengan baik karena berbagai kendala seperti izin produksi, standarisasi produk, dan ketersediaan pasar. Pemahaman HKI di kalangan Pemerintah Daerah juga masih sangat minim,sehingga perlu ditingkatkan melalui beberapa kegiatan diskusi (FGD) dan workshop. Saat ini Kanwail Hukum dan Ham Provinsi Papua Barat telah menjalin kerjasama melalui penanda tanganan MoU dengan Unipa, Polbangtan Manokwari, dan beberapa Universitas lainnya di Manokwari, dan Sorong. untuk meningkatkan perolehan HKI di Papua Barat. Kanwilkumham Papua Barat juga telah melakukan Sosialisasi HKI secara rutin yang dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di Provinsi Papua Barat, dan telah mendaftarkan 7 HKI komunal berupa sumber daya genetik beberapa jenis tanaman lokal dan budaya tradisional.

5.2 Deskripsi Produk HKI yang telah dikomersialkan

Invens-invensi yang telah dihasilkan maupun dalam proses pendaftaran HKI terdiri atas :1 (satu) invensi berupa paten (granted) dengan judul: Proses Produksi Pupuk Fosfat Padat dan Cair dari Tanah Endapan Fosfat Krandalit Ayamaru dan Bahan Organik (ID P0030110). Invensi ini adalah hasil inovasi teknologi pembuatan pupuk berbasis bahan baku lokal asal Papua Barat.

Pupuk tersebut diformulasi sehingga menghasilkan nutrisi lengkap dengan komposisi tertentu untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Invensi ini telah dikemas menjadi 2 jenis produk pupuk cair dan pupuk padat granul dengan merek; Papua Nutrient. Hilirisasi invensi ini telah dilakukan di beberapa daerah seperti di Kabupaten Manokwari, Fakfak, Maybrat, Jayapura, dan Merauke. Selain invensi yang berkaitan dengan teknologi pupuk, terdapat dua invensi berupa paten sederhan (granted) yaitu invensi mesin pertanian: (1) Alat Ekstraksi Pati Sagu (S002010002) dan (2) Alat Pengering pati berbasis Sagu dan Umbi-umbian Model Fluidelzed Bed (S00201000250).

Kedua invensi tersebut telah dikembangkan melalui kegiatan atau program Pengabdian kepada Masyarakat melalui dana Iptek bagi Inovasi dan Kreativitas Kampus. Saat ini alat Ekstraksi Pati Sagu sedang dikembangkan melalui program Perusahaan Pemula. Hasil invensi ini sedang diproduksi untuk melayani permintaan dan kebutuhan di beberapa Kabupaten di Papua dan Papua Barat. Invensi lain adalah modifikasi dan pengembangan dari invensi yang sudah Granted: (1) Pupuk Fosfat-Plus berbasis jenis tanaman (P00201704504578); (2). Dan (2) Metode Pembuatan Pupuk Cair dari Bakteri dan Jamur Pelarut Fosfat dan cara Pemberiannya (P00201508134). Terdapat satu Invensi dalam bidang teknologi pangan yaitu: Produk Emulsi Minyak Buah Merah

Kaya Antioksidan (P00201503342). Invensi ini bertujuan untuk meningkatkan gizi pada beberapa produk pangan.

Invensi yang belum didaftarkan adalah: (1) Senyawa aktif dari Sowang (Xanthosteman.sp) dan Pemanfaatannya sebagai bahan Pengawet Alami Kayu.

Invensi yang belum didaftarkan adalah: (1) Senyawa aktif dari Sowang (Xanthosteman.sp) dan Pemanfaatannya sebagai bahan Pengawet Alami Kayu.