• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. TINGKAT KEMATANGAN/KESIAPAN TEKNOLOGI

4.1 Deskripsi Tingkat Kematangan Teknologi

4.1.1 Pangan

Definisi pangan termuat dalam undang-undang 18 tahun 2018 yaitu segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Dalam undang-undang tersebut juga tertulis rencana pangan diantaranya: 1) daya dukung sumber daya alam, teknologi dan kelestarian lingkungan; 2) kebutuhan dan diseminasi ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan. Khusus untuk teknologi pangan, perlu dilakukan beberapa hal berikut guna pengembangan industri pangan berbasis sumberdaya lokal: 1) upaya eksplorasi dan pemanfaatan potensi bahan lokal unggul; 2) perbaikan dan aplikasi teknologi budidaya, pengolahan, pengemasan; 3) pengaplikasian konsep pengindustrian pangan (Hariyadi, 2010).

Para peneliti telah mencoba menerapkan prinsip dasar dari suatu teknologi terhadap pangan dengan membuat formulasi pertanyaan riset atau hipotesis penelitian, melakukan studi literatur tentang prinsip dasar terkait penelitian sebelumnya dan menggunakan metode/cara untuk pengembangan produk. Ternyata angka rata-rata persentase (74,29%) menunjukkan bahwa riset teknologi pangan masih belum memenuhi standar TKT pertama yang telah ditetapkan (Gambar 14). Untuk memenuhi seluruh tingkatan TKT dan keberlanjutannya, diperlukan biaya berkisar antara Rp. 5,000,000 – Rp.

600,0000,000 dengan melakukan kolaborasi antara instansi sendiri, Lembaga riset lainnya, pemerintah daerah dan masyarakat. Meskipun demikian, terdapat beberapa penelitian yang sudah melakukan publikasi ilmiah secara lokal, nasional dan internasional bahkan sudah ada yang memiliki HAKI.

Gambar 14. TKT pada bidang Pangan 4.1.2 Energi

Energi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Meningkatnya kebutuhan manusia akan energi dibarengi dengan menurunnya sumberdaya energi, dapat menyebabkan efek yang tidak baik terhadap ketahanan energi (Boedoyo, 2012). Ketahanan energi adalah suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka Panjang dan tidak terpengaruh oleh gejolak regional maupun internasional (Caraka & Ekacitta, 2016). Semakin berkurangnya ketersediaan sumberdaya energi perlu diantisipasi dengan mencari sumber-sumber energi alternatif lain untuk menghasilkan berbagai jenis energi. Salah satu alternatif sumberdaya energi berasal dari biomassa kering dan sektor kehutanan, pertanian dan perkebunan. Pada TKT dengan indikator energi

0 10 20 30 40 50 60 70 80

TKT 1 TKT 2 TKT 3 TKT 4 TKT 5 TKT 6 TKT 7 TKT 8 TKT 9

Indikator Pangan

(Gambar 15), peneliti memanfaatkan limbah kulit jagung sebagai sumber energi yang menghasilkan briket kulit jagung. Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan secara lokal dan telah melalui TKT tahap riset dasar serta riset terapan. Untuk masuk ke TKT tahap pengembangan, diperlukan Kerjasama antara instansi sendiri dalam hal ini perguruan tinggi, Lembaga riset lainnya dan pemerintah daerah. Agar tahap tersebut dapat berjalan lancer, dibutuhkan biaya sebesar Rp. 20,000,000.

Gambar 15. TKT pada bidang Energi

4.1.3 Kesehatan Obat

WHO dalam world malaria report tahun 2005, mencatat bahwa krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan kegagalan upaya pengendlian penyakit malaria yang berdampak pada penurunan pengawasan dan pemantauan penyebaran malaria, banyak pusat Kesehatan di desa kekurangan persediaan obat-obatan dan terbatasnya tenaga medis. Sampai saat ini di Papua masih banyak kasus malaria. Berbagai penelitian telah dikembangkan untuk mengatasi penyakit malaria, seperti yang dilakukan oleh Murtihapsari dkk, 2017 dengan menciptakan obat anti malaria dari senyawa kaimanol. Walaupun penelitian

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

TKT 1 TKT 2 TKT 3 TKT 4 TKT 5 TKT 6 TKT 7 TKT 8 TKT 9

tersebut belum memenuhi standar riset dasar TKT (Gambar 16), hasilnya sudah dipublikasikan secara internasional. Demi memenuhi standar TKT, penelitian ini perlu dikembangkan dan membutuhkan biaya sekitar Rp 100,000,000 serta perlu adanya kerjasama dengan Lembaga riset lain, pemerintah daerah, masyarakat dan industri.

Gambar 16. TKT bidang Kesehatan dan Obat 4.1.4 Produksi Rekayasa Keteknikan

Pokem atau biasa disebut dengan gandum Papua merupakan salah satu sumber bahan pangan yang telah dibudidayakan oleh masyarakat di Kabupaten Biak Numfor khususnya pulau Numfor karena mengandung gizi yang cukup tinggi. Oleh karena itu, masyarakat mengolahnya sebagai bahan pangan pengganti beras bagi orang dewasa sedangkan bagi bayi, pokem diolah menjadi bubur serta berbagai hasil olahan lainnya seperti wajik (Suharno et al., 2015).

Keberadaan pokem di Papua menarik perhatian para peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Papua, sehingga beberapa peneliti mencoba mendesain alat

pengupas pokem. Alat tersebut dirancang untuk mengupas atau memisahkan beras pokem dari kulitnya yang digerakkan dengan tenaga mekanik berupa motor bakar (Payung et al., 2018). Produk rekayasa keteknikan ini sudah melalui tahap riset dasar dari pengelompokkan indikator TKT, bahkan telah dipublikasikan secara lokal dan sementara terdaftar di HAKI. Untuk dapat masuk ke riset tahap berikutnya yaitu riset terapan, penelitian ini membutuhkan biaya sekitar Rp 200,000,000 dan perlu adanya Kerjasama antara instansi sendiri, Lembaga riset lainnya, pemerintah daerah, masyarakat dan industri.

Gambar 17. TKT bidang rekayasa keteknikan 4.1.5 Pertahanan dan Keamanan

Musial dan Kazienko 2013 melakukan penelitian dengan melihat penggunaan jaringan sosial di internet. Mereka menemukan bahwa penggunaan jaringan internet semakin meningkat, namun di sisi lain muncul masalah utama yang harus ditangani yaitu keamanan dan keandalan data. Riset yang coba dikembangkan dalam TKT ini aadalah manajemen teknologi jaringan antara

0 20 40 60 80 100 120

TKT 1 TKT 2 TKT 3 TKT 4 TKT 5 TKT 6 TKT 7 TKT 8 TKT 9

ponsel dan wifi dengan laptop atau computer dan jaringan yang bisa diakses oleh website. Riset ini baru dikerjakan sehingga belum ada hasil yang dicapai dan belum memenuhi standar riset dasar TKT (Gambar 18).

Gambar 18. TKT bidang Pertahanan dan Keamanan

4.1.6 Kemaritiman

Indikator kemaritiman telah memenuni standar riset dasar TKT (Gambar 19), bahkan hampir memenuhi standar riset pengembangan meskipun standar riset terapan sama sekali belum terpenuhi. Riset ini berjudul “Identifikasi Morfologi dan Molekuler Ikan Kerapu di Bentang Kepala Burung Papua, Sebagai Basis Ikan Ekonomis Penting di Papua”. Publikasi belum dilakukan karena belum ada hasil akhir dari riset tersebut.

Gambar 19. TKT Bidang Kemaritiman 4.1.7 Soial Humaniora

Secara umum berdasarkan nilai rata-rata riset dibidang sosial humaniora belum memenuhi standar riset dasar TKT (Gambar 20). Akan tetapi, dari keseluruhan riset tersebut terdapat satu riset yang sudah memenuhi 3 standar TKT (riset dasar, riset terapan dan riset pengembangan) dan sudah memiliki HAKI. Judul dari riset tersebut adalah E-Learning, instrument Pengukuran HOTS, E-Module, Virtual Laboratory, MMI, etc. Walaupun demikian, para peneliti masih optimis untuk terus mengembangkan riset tersebut. Untuk itu diperlukan dana sebesar Rp 300,000,000 dan Kerjasama dengan Lembaga riset lainnya, pemerintah daerah dan masyarakat.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

TKT 1 TKT 2 TKT 3 TKT 4 TKT 5 TKT 6 TKT 7 TKT 8 TKT 9

Gambar 20. TKT Bidang Sosial-humaniora

4.1.8 Bidang Riset Lain

Bidang riset lain mengalami kasus yang serupa dengan bidang sosial humaniora dimana nilai rata-rata tidak memenuhi ke-3 standar TKT (Gambar 21). Nilai rata-rata yang tidak terpenuhi disebabkan oleh besarnya perbedaan antara nilai-nilai tersebut (antara 20 dan 100). Meskipun demikian, terdapat dua riset yang sudah memenuhi satu standar TKT yaitu standar riset dasar dan hasilnya sudah dipublikasikan baik di tingkat nasional (Riset Pemodelan Matematika) maupun tingkat internasional (Analisis Senyawa Samping Disinfeksi Akibat Penggunaan Disinfektan Pada Air dengan Kandungan Prekursur tinggi).

Riset ini dapat dikembangkan lagi dengan besarnya biaya yang dibutuhkan berkisar antara Rp 100,000,000 – Rp 150,000,000 dengan melakukan kolaborasi antara instansi sendiri, Lembaga riset lain dan pemerintah daerah.

Gambar 21. TKT bidang riset lain

4.2. Tahapan Riset

Tingkat Kesiapan Teknologi diukur secara sistematis melalui 9 skala, yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga tahapan sebagai berikut:

4.2.1 Riset Dasar

Energi adalah salah satu indikator TKT yang memenuhi standar riset dasar (Gambar 22), artinya sudah memenuhi asumsi dan hukum dasar fisika/kimia yang akan digunakan pada teknologi. Studi analitik mendukung prediksi kinerja elemen-elemen teknologi, peralatan dan sistem yang akan digunakan telah teridentifikasi, karakteristik/sifat dan kapasitas kerja sistem dasar telah diidentifikasi dan diprediksi, serta secara teoritis, empiris dan eksperimen telah diketahui komponen-komponen sistem teknologi tersebut dapat bekerja dengan baik.

Gambar 22. Fokus bidang riset yang memenuhi kriteria kelompok tahapan riset dasar

Demikian halnya dengan indikator kemaritiman yang juga sudah memenuhi standar riset dasar yaitu sudah ada formulasi pertanyaan riset atau hipotesis, studi literatur tentang prinsip dasar terkait penelitian sudah dilakukan, cara/metode/proses/produk yang diteliti dan akan dikembangkan sudah ada dan memiliki peluang keberhasilan, sarana dan prasarana yang akan digunakan telah teridentifikasi, desain riset sudah disusun (metodologi pilihan, tahapan, dan data yang dibutuhkan untuk penelitian), secara teoritis, empiris dan eksperimen telah diketahui dan komponen-komponen sistem teknologi tersebut dapat bekerja dengan baik dan teknologi telah layak secara ilmiah (studi analitik, model/simulasi, eksperimen).

Secara umum, Pangan dan Produk Rekayasa Keteknikan hampir memenuhi standar riset dasar TKT. Namun secara individual dalam bidang pangan sudah lebih dari 50% riset yang telah memenuhi standar riset dasar.

Agar dapat memenuhi standar tersebut, ada 3 tahap TKT yang harus dipenuhi yaitu prinsip dasar dari suatu teknologi telah diteliti, konsep teknologi dan

71,9

aplikasi telah diformulasikan, serta konsep dan karakteristik penting dari suatu teknologi telah dibuktikan secara analitis dan eksperimental. Beberapa riset hanya perlu memenuhi TKT tahap pertama, tetapi beberapa riset lainnya cukup memenuhi TKT tahap kedua atau ketiga saja. Selain itu, Sebagian riset harus memenuhi dua tahap TKT bahkan ada yang harus memenuhi tiga tahapan TKT.

Demikian halnya dengan produk rekayasa keteknikan yang harus menyelesaikan dua tahapan TKT yakni formulasi konsep dan atau aplikasi formulasi serta pembuktian konsep fungsi dan atau karakteristik penting secara analistis dan eksperimental. Berbeda dengan bidang riset lainnya yang masih cukup jauh dari standar dasar riset TKT karena dari keseluruhan riset yang ada, hanya 40% yang mencapai standar dasar sedangkan 60% lainnya harus memenuhi tiga tahapan TKT.

4.2.2 Riset Terapan

Secara umum, rata-rata hampir semua riset belum mencapai standar yang ditetapkan untuk riset terapan (Gambar 23). Akan tetapi terdapat 14,28%

riset di bidang pangan telah memenuhi standar riset terapan, sedangkan energi dan produk rekayasa keteknikan belum memenuhi standar tersebut walaupun secara umum memiliki persentase lebih tinggi daripada indikator pangan. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan jumlah sampel dari setiap indikator, dimana jumlah sampel dari indikator pangan cukup banyak dibandingkan dengan indikator energi dan produk rekayasa keteknikan yang hanya terdiri dari satu sampel untuk masing-masing indikator.

Gambar 23. Fokus bidang riset yang memenuhi kriteria kelompok tahapan riset terapan

Semua tahapan dalam riset terapan belum dicapai oleh indikator produk rekayasa keteknikan, sedangkan untuk indikator energi hanya perlu tahapan ketiga yaitu model atau prototipe telah diuji dalam lingkungan relevan yang mengandung makna persyaratan suatu teknologi telah diketahui (pada kondisi optimal), teknologi sudah teruji dengan akurasi tinggi pada simulasi lingkungan operasional dengan data yang lengkap (sesuai dengan rancangan atau desain riset), hasil uji membuktikan layak secara teknis (engineering feasibility) dan draft analisis ekonomi (perkiraan awal kelayakan ekonomi) sudah tersedia.

Meskipun sebagian kecil riset pangan sudah memenuhi standar riset terapan, masih terdapat sebagian besar riset lain yang harus memenuhi satu dari tiga tahapan TKT, atau dua dari tiga tahapan TKT bahkan beberapa riset harus memenuhi ketiga tahapan TKT. Untuk memenuhi standar riset terapan dibutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak dan penambahan biaya riset.

55,23

73,33

60

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Pangan Energi Produk Rekayasa Keteknikan

4.2.3 Riset Pengembangan

Secara keseluruhan riset menunjukkan bahwa standar riset pengembangan belum tercapai (Gambar 24). Akan tetapi secara individu sudah ada beberapa riset yang mencapai riset pengembangan. Sebagian kecil riset di bidang pangan (21,43%) telah menyelesaikan tiga tahapan TKT riset pengembangan yaitu tahap prototipe telah diuji dalam lingkungan sebenarnya, sistem tekonologi telah lengkap dan memenuhi syarat (qualified) serta teknologi benar-benar teruji/terbukti melalui keberhasilan pengoperasian.

Gambar 24.. Fokus bidang riset yang memenuhi kriteria kelompok tahapan riset pengembangan

Sebagian besar riset bidang pangan, energi, kemaritiman dan bidang riset lain yang belum mencapai target riset pengembangan. Adapun belum terpenuhinya ketiga tahapan tersebut cukup beragam bergantung dari kebutuhan setiap riset, dimana terdapat riset yang hanya perlu memenuhi satu tahapan, tetapi ada juga harus memenuhi dua tahapan bahkan beberapa riset harus memenuhi ketiga tahapan. Agar tahapan dalam riset pengembangan

60 60

66,67

50,67

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Pangan Energi Kemaritiman Bidang Riset lainnya

dapat tercapai, diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak dan penambahan biaya riset.

4.3 Peta jalan TKT dan Fokus Riset

Pada tingkat provinsi fokus bidang riset (teknologi) didorong pada pembangunan rencana bisnis untuk memudahkan aliran barang dan jasa dari pengembangan produk unggulan pada tingkat kabupaten/kota. Produk unggulan pada setiap kabupaten/kota berhubungan dengan pengembangan dan penguatan Papua Barat sebagai Provinsi Konservasi, sehingga fokus riset akan terkait pula dengan pengelolaan dan perlindungan spesies endemik (aspek bio-prospecting) dan ekositem esensial (kawasan konservasi). Dalam konteks ini pengembangan jasa lingkungan melalui pengembangan kegiatan ekowisata menjadi bagian tidak terpisahkan dari pengembangan riset komoditi/produk unggulan.

Dari aspek kelembagaan dan regulasi, fokus riset Balitbangda diarahkan pada riset relevansi dan kompetensi kapasitas lembaga menuju pada reformasi birokarsi pada lingkungan OPD, riset yang menghasilkan kebijakan dengan pendekatan sains. Hasil riset dapat berupa rekayasa sosial model pembangunan dengan mendorong kemandirian OAP dalam mengakses peluang bisnis yang tercipta. Rekayasa sosial termasuk penyiapan naskah akedemik dari berbagai peraturan-peraturan di lingkungan pemerintah Papua Barat. Kegiatan lain dapat berupa evaluasi dan kajian terhadap capaian RPJMD Provinsi dan Kabupaten, Perdasi Dan Perdasus, APBD Kab/kota, pembangunan kampung melalui dana kampung, aspek perumahan dan pemukiman.

1. Pemanfaatan Produk Riset. Peningkatan pemanfaatan produk riset dilakukan melalui strategi dan implementasi peningkatan perolehan paten dan rezim HKI lain, pelaksanaan strategi dan implementasi penguatan

produk riset, pelaksanaan strategi dan implementasi penguatan kerangka kerjasama pemanfaatan produk unggulan

2. Penguatan Produktivitas Riset. Dalam meningkatkan kinerja output riset dilakukan strategi publikasi pada berbagai jurnal bereputasi nasional dan internsional

3. Membangun kapasitas Science and Techno Park pada produk unggunlan (sagu, buah merah, hasil laut, hasil hutan dan bio-prospecting)

4. Melaksanakan penelitian kebijakan, pengembangan, pengkajian, penerapan, perekayasaan, dan pengoperasian yang dilakukan oleh tim peneliti dalam bentuk kerjasama maupun swakelolah

5. Pengembangan riset sosial dan ekonomi yang berhubungan dengan produk unggulan daerah

Fokus riset diuraikan berdasarkan produk unggulan kabupaten/kota (Balitbangda Papua Barat, 2017) sebagai berikut:

Kabupaten Fakfak

Pengembangan produk inovasi pada subsektor pangan dan hortikultura adalah: durian, pisang, dan ubi-ubian, pada subsektor perkebunan adalah:

pala, kelapa, cengkeh, pinang, dan sagu; pada subsektor peternakan adalah:

Sapi Potong, Ayam Potong, Ayam Kampung, Kambing, dan Bebek; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Merbau (Besi), Kayu Matoa, Bambu, Damar/Kayu Gaharu dan Rotan; pada subsektor perikanan adalah: Ikan Cakalang, Ikan Merah, Ikan Tenggiri, ikan Kembung, telur ikan, dan rumput laut. Beberapa inovasi yang telah dihasilkan di Kabupaten Fakfak adalah:

produk turunan pengolahan pala seperti manisan, sirop dan jus pala, dan balsam yang dihasilkan dai lemak pala.

Kabupaten Kaimana

Komoditas pada subsektor pangan dan hortikultura di Kabupaten Kaimana yang layak dikembangkan adalah: Pisang dan Keladi; pada subsektor perkebunan adalah: Kelapa, Pala, Pinang, Sagu, dan Kakao; pada subsektor peternakan adalah: Babi, Sapi Potong, Kambing, Ayam Kampung, dan Ayam Potong; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Merbau (Besi), Kayu Matoa, Gaharu, Masohi dan Kayu Jati Mas; pada subsektor perikanan: Tenggiri, Udang, Ikan Kakap Merah, Cakalang, Kepiting.

Kabupaten Teluk Wondama

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Kaimana adalah: Pisang, Ubi jalar, Ubi kayu, dan Keladi; pada subsektor perkebunan adalah: sagu, Kelapa dan Pala; pada subsektor peternakan adalah: Ayam Kampung, Babi, Sapi Potong, Kambing dan Ayam Potong; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Besi, Kayu Matoa, Kayu Putih, Kayu Dragon dan Kayu Binuang; pada subsektor perikanan adalah: Lobster, Ikan Kerapu, Ikan Cakalang, Teripang, dan Kakap Merah.

Kabupaten Teluk Bintuni

Pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah: Padi Sawah, Rambutan, Durian, Ubi kayu, dan Ubi Jalar; pada subsektor perkebunan adalah:

Sagu, Pala, Coklat, Kelapa, Pinang, dan Buah Merah; pada subsektor peternakan adalah: Sapi Potong, Babi, Ayam Kampung, Kambing dan Ayam Petelur; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Besi, Kayu Matoa, Kayu Cempaka, Kayu

gaharu, dan Rotan; pada subsektor perikanan adalah: Udang, Ikan Conggeh, Ikan Sembilan dan Ikan Merah.

Kabupaten Sorong Selatan

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah:

Kacang Panjang, Keladi, Ubi jalar, Ubi kayu dan Kangkung Kolam; pada subsektor perkebunan adalah: Sagu, Kelapa, Pinang, Kakao, dan Kelapa sawit;

pada subsektor peternakan adalah: Ayam Kampung, Babi, Sapi Potong, Ayam Potong, dan Kambing; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Besi, Matoa, Gaharu, dan Kayu Susu; pada subsektor perikanan adalah: Udang, Kepiting, Ikan Merah dan Ikan Sembilan.

Kabupaten Raja Ampat

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah: Ubi Jalar, Pisang, Keladi, Ubi Kayu dan Tomat; pada subsektor perkebunan adalah:

Kelapa, Kakao, Sagu, Pinang, dan Pala; pada subsektor peternakan adalah:

Ayam Kampung, Sapi Potong, Ayam Potong, Kambing, Bebek dan Babi; pada subsektor kehutanan adalah: Kayu Besi, Kayu Matoa, Kayu Linggua, Kayu Bintanggur dan Dammar; pada subsektor perikanan adalah: Ikan Kerapu, Ikan Tenggiri, Ikan Puri, Ikan Cakalang dan Ikan Ekor Kuning.

Kabupaten Tambrauw:

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah:

Keladi, Ubi Jalar, Beberapa Jenis Pisang, dan Ubi Kayu; pada subsektor perkebunan adalah: Kelapa, Siri, Pinang, Kakao, Sagu, Dan Tebu; pada subsektor peternakan adalah: Sapi Potong, Babi, Ayam Kampung, Kambing dan Bebek; pada subsektor kehutanan: Kayu Besi, Kayu Matoa, Kayu Putih, Damar,

Kayu Lenggua, Rotan, Bambu, Kayu Palaka, dan Kayu Dragon; pada subsektor perikanan adalah: Ikan Bubara, Ikan Cakalang, Ikan Merah, Ikan Tenggiri, Ikan Mujair, Lobster, Ikan Lele, Ikan Gabus, Ikan Sembilan, dan Belut.

Kabupaten Maybrat

Komoditas pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura di Kabupaten Maybrat adalah: Kacang Panjang, Keladi, Kacang Tanah, Cabai Rawit dan Sawi; pada subsektor perkebunan adalah: Kakao, Sagu, Buah Merah, Pinang, Sirih dan Kelapa; pada subsektor peternakan adalah: Ayam Kampung, Sapi Potong, Kambing dan Ayam Potong; pada subsektor kehutanan: Kayu Besi, Kayu Meranti, Rotan, Kayu Matoa, Kulit Lawang; pada subsektor perikanan adalah: Ikan Mas, Ikan Nila, Lele, Mujair dan Gabus. Pada subsektor pertambangan adalah fosfat alam krandalit.

Kabupaten Pegunungan Arfak

Inovasi yang dapat dikembangkan pada Subsektor Tanaman Pangan dan hortikultura di Kabupaten Pegunungan Arfak adalah: Bawang Daun, Wortel, Labu Siam, Kentang, Ubi Jalar, dan Nenas; pada Subsektor Perkebunan adalah:

Kopi dan Buah Merah; pada Subsektor Peternakan adalah: Babi, Ayam Kampung, dan Sapi Potong; pada Subsektor Kehutanan adalah: Kayu Besi, Jenis Kayu Besi, Kayu Cina dan Kayu Cemara; pada Subsektor Perikanan adalah: Ikan Mujair dan Ikan Mas.

Kota Sorong

Inovsi yang dapat dikembangkan pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah: Kacang Panjang, Keladi, Kacang Tanah, Cabai Rawit dan Sawi; pada subsektor perkebunan adalah: Kelapa dan Pinang; pada subsektor

peternakan adalah: Sapi, Ayam Potong, Ayam Petelur, Babi dan Ayam Buras;

pada subsektor kehutanan: kayu besi, Jenis Kayu Besi, Kayu Cina dan Kayu Cemara; pada subsektor perikanan adalah: ikan cakalang, ikan tengiri, ikan tuna, ikan kerapu dan ikan kakap/ikan merah.

Kabupaten Manokwari

Inovasi pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura adalah: Keladi, Sukun, Padi, Kedelai dan Kacang Tanah; pada subsektor perkebunan: Pinang, Kakao, Kelapa Sawit, Kelapa Dalam dan Cengkeh; pada subsektor peternakan adalah: Ayam Pedaging, Babi, Ayam Petelur dan Ayam Kampung; pada subsektor kehutanan: Kayu Besi, Jenis Kayu Besi, Kayu Cina dan Kayu Cemara;

pada subsektor perikanan adalah: Ikan Layang, Bambangan, Tuna, dan Kerapu.

BAB V. HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Kekayaan Intelektual (KI) atau Intellectual Property (IP) dalam pengertian yang luas adalah sekumpulan hak-hak hukum yang dihasilkan dari aktivitas intelektual di bidang industri, karya ilmiah, sastara, dan seni. Kanwar dan Everson (2013) dalam penelitiannya di 32 negara antara tahun 1981-1990, menyatakan bahwa perlindungan HKI memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap investasi di bidang riset dan pengembangan. Menurut penelitian ini, perlindungan HKI yang sangat kuat akan memacu inovasi dan kemajuan teknologi suatu negara.

Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian yang penting dalam perkembangan perekonomian Nasional maupun International. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga sangat ditopang oleh investasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, hasil inovasi dan komersialisasi kekayaan intelektual. Salah satu kunci utama peningkatan daya saing di era revolusi digital saat ini adalah memadukan proses kreatif dan inovatif dengan manajemen kekayaan intelektual yang profesional, karena HKI selalui terkait dengan hak ekonomi. Pengembangan ekonomi berbasis inovasi dan kreativitas

Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian yang penting dalam perkembangan perekonomian Nasional maupun International. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga sangat ditopang oleh investasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam, hasil inovasi dan komersialisasi kekayaan intelektual. Salah satu kunci utama peningkatan daya saing di era revolusi digital saat ini adalah memadukan proses kreatif dan inovatif dengan manajemen kekayaan intelektual yang profesional, karena HKI selalui terkait dengan hak ekonomi. Pengembangan ekonomi berbasis inovasi dan kreativitas