• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kematian adalah Ketidaksadaran

Dalam dokumen AJARAN DASAR ALKITAB (Halaman 125-134)

2 Roh Allah

Pertentangan 5: Prinsip-prinsip Gaya Bahasa Personifikasi Beberapa orang menemui kesulitan dalam menerima penjelasan tentang

4. Alam Manusia

4.4 Kematian adalah Ketidaksadaran

Dari apa yang telah kita pelajari sejauh ini tentang jiwa dan roh, seharusnya sudah dimengerti bahwa ketika seseorang mati, ia betul-betul tidak sadarkan diri sepenuhnya. Semua perbuatan mereka yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah, diingat oleh Nya (Mal. 3:16, Why. 20:12, Ibr. 6:10). Alkitab sama sekali tidak mencatat bahwa dalam kematian kita masih sadarkan diri di dalam bentuk yang lain. Sulit sekali untuk membantah pernyataan-pernyataan yang jelas berikut ini sehubungan dengan hal tersebut;

- “Apabila nyawanya (manusia) melayang, ia kembali ke tanah; pada hari (kejadian) itu juga lenyaplah maksud-maksudnya” (Mzm. 146:4)

- “orang yang mati tak tahu apa-apa…Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang” (Pkh. 9:5,6).

Tidak ada “hikmat dalam dunia orang mati” (Pkh. 9:10). Karena tidak ada pemikiran maka tidak ada kesadaran.

- Ayub mengatakan bahwa jika dia mati sama halnya dengan dia “tidak pernah ada” (Ayub 10:18,19), Dia memandang kematian sebagai keadaan tidak sadarkan diri, dan sama sekali tidak tahu menahu tentang segala sesuatu, seperti yang terjadi sebelum seseorang dilahirkan. - Sebagaimana manusia mati, demikian juga binatang (Pkh. 3:18); baik di dalam tulisan kudus maupun ilmu pengetahuan tidak akan menyatakan hal ini jika manusia secara sadar dapat dengan selamat melalui kematian dan berada di suatu tempat.

- Allah tahu, “bahwa kita ini debu. Adapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga…maka tidak ada lagi ia, dan tempatnya tidak mengenalnya lagi” (Mazmur 103:14-16)

Kematian adalah ketidaksadaran sepenuhnya, bahkan orang-orang yang benar juga mengalaminya. Hal ini dapat diketahui melalui permohonan yang diulang-ulang oleh hamba-hamba Allah agar memperpanjang hidup mereka. Karena mereka tahu jika mereka mati, mereka tidak dapat lagi memuji dan memuliakan Allah, dengan melihat bahwa kematian adalah ketidaksadaran. Hezekiah (Yes. 38:17-19) dan Daud (Mzm. 6:4,5; 30:9; 39:13; 115:17) adalah contoh yang tepat tentang hal ini. Kematian seringkali diartikan seperti keadaan sedang tidur atau beristirahat, bagi orang-orang yang benar maupun orang yang jahat (Ayub 3:11,13,17; Dan. 12:13).

Sekarang kita mempunyai bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa pendapat tentang orang-orang yang benar yang hidup bahagia di surga sebagai upahnya setelah kematian mereka, sama sekali tidak terdapat di dalam Alkitab. Dengan memahami doktrin yang benar tentang kematian dan alam manusia, akan membuat kita memahami arti dari kedamaian yang sesungguhnya. Setelah mengalami berbagai masalah dan penderitaan dalam hidupnya, kuburan adalah satu-satunya tempat dimana manusia akan dilupakan. Bagi mereka yang tidak mengetahui syarat-syarat yang ditetapkan Allah, mereka akan terus dilupakan sampai selama-lamanya. Lembaran hidup lama yang tragis dan tidak diharapkan terjadi, tidak akan muncul kembali; segala harapan yang sia-sia dan segala ketakutan yang berada di dalam pikiran tidak akan menganacam lagi, atau tidak akan diingat lagi.

Sewaktu mempelajari Alkitab kita dapat menemukan suatu sistem kebenaran; tapi sayang sekali ada orang yang salah memahami hal tersebut. Karena kurang memperhatikan Alkitab. Usaha mereka yang menyedihkan ini akhirnya membuat mereka salah memahami arti dari kematian, sehingga terciptalah gagasan “jiwa abadi” sekali gagasan ini diterima, yaitu tentang elemen-elemen keabadian yang terdapat dalam diri manusia, maka hal ini akan menjadi alasan penting untuk mengetahui kemana perginya roh tersebut setelah kematian. Dan terciptalah pemikiran bahwa pada waktu kematian perbedaan nasib antara orang-orang yang benar dan yang jahat. Untuk mendukung hal ini, maka tersiptalah gagasan bahwa ada tempat baigi “jiwa-jiwa abadi yang baik” untuk dituju, yaitu surga; dan tempat bagi “jiwa-jiwa abadi yang jahat”, yaitu neraka. Sejak permulaan kami telah menunjukkan bahwa “jiwa yang abadi” adalah mustahil ajaran dari Alkitab. Mengenai gagasan lain yang salah, yang cukup populer dalam bertukar pikiran, akan kita analisa sekarang;

1. Pada waktu kematian kita akan ditempatkan di tempat tertentu, dalam bentuk “jiwa yang abadi” sebagai upah atas segala perbuatan kita.

2. Pada waktu kematian ada pemisahan antara orang-orang yang baik dan yang jahat.

3. Upah bagi orang-orang yang benar adalah pergi ke surga 4. Jika setiap orang mempunyai ”jiwa yang abadi”, maka setiap

orang dapat pergi menuju ke surga maupun neraka.

5. ”jiwa-jiwa” yang jahat akan pergi ke tempat penghukuman yang disebut neraka.

Tujuan kami menganalisa hal-hal ini adalah bukan suatu hal yang negatif ; karena dengan memperhatikan hal-hal ini lebih detail lagi, kami yakin dapat menjelaskan berbagai elemen kebenaran dari Alkitab yang merupakan bagian-bagian penting dari gambaran yang benar sehubungan dengan alam manusia.

4.5 Kebangkitan

Alkitab menegaskan, bahwa upah bagi orang-orang yang benar akan diberikan pada saat kebangkitan, yaitu pada saat kedatangan Kristus (I Tes. 4:16). Kebangkitan dari kematian untuk mempertanggungjawabkan

perbuatan yang telah dilakukan (lihat pelajaran 4.8) adalah hal yang pertama yang akan dilakukan Kristus, kemudian disusul dengan penghakiman. Jika ”jiwa” telah pergi ke surga pada waktu kematian, maka kebangkitan tidak diperlukan lagi. Paulus mengatakan, bahwa jika tidak ada kebangkitan, maka semua usaha untuk menjadi taat kepada Allah adalah sia-sia (I Kor. 15:32). Tentunya dia tidak akan berpikir seperti ini jika dia percaya bahwa jiwanya akan pergi ke surga pada waktu ia mati, sebagai upah bagi dirinya. Pengertian yang di dapat dari hal ini adalah, ia percaya bahwa kebangkitan daging adalah satu-satunya cara untuk memberikan upah. Kristus membesarkan hati kita sehubungan dengan penantian upah bagi orang-orang yang hidup dengan benar, yang akan diberikan pada saat ”kebangkitan” (Luk. 14:14).

Kembali kepada intinya, bahwa Alkitab tidak mengajarkan keberadaan dalam bentuk apapun yang terpisah dari tubuh, hal ini juga dapat diterapkan kepada Allah, Kristus, para malaikat dan manusia. Pada saat kedatangannya kembali, Kristus ”akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuhnya yang mulia” ( Flp. 3:20,21). Sebagaimana bentuk tubuhnya yang nyata pada saat ini, yang digerakkan murni oleh roh, lebih dari sekedar darah, maka kita juga akan mendapat upah yang serupa. Pada waktu penghakiman, kita akan menerima upah sesuai dengan yang dilakukan tubuh kita ( II Kor. 5:10). Bagi mereka yang hidup menuruti keinginan dagingnya, akan ditinggalkan bersama tubuh mereka yang tidak abadi yang kemudian akan kembali menjadi debu, bagi mereka yang sewaktu hidup berusaha untuk mengatasi keinginan dagingnya dengan Roh, ”maka ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu” (Gal. 6:8) dalam bentuk tubuh yang dipenuhi Roh. Ada bukti lebih lajut mengenai upah bagi orang-orang benar yang akan diberikan kepada mereka dalam keadaan yang memiliki tubuh yang nyata. Sekali hal ini diterima, maka inti dari kebangkitan akan jelas. Tubuh kita yang sekarang ini dengan jelas menuju kepada kematian; jika kita dapat merasakan kehidupan abadi dan keabadian dalam bentuk tubuh yang nyata, maka dapat dipahami bahwa kematian adalah keadaan tidak sadarkan diri hingga pada saat tubuh kita diciptakan kembali dan kemudian ditempatkan pada alam yang sama dengan Allah.

Seluruh I Korintus 15 berbicara dengan terperinci mengenai kebangkitan, untuk itu harus dibaca dengan hati-hati. I Kor. 15:35-44 menjelaskan, sebagaimana benih ditabur kemudian muncul dari tanah sebagai suatu tubuh yang diberikan oleh Allah, demikian halnya dengan orang mati yang dibangkitkan untuk diupahi dengan suatu tubuh. Seperti

halnya Kristus yang bangkit dari kubur dan tubuhnya yang berkematian diubah menjadi tubuh yang tidak dapat binasa, maka begitu jugalah upah yang akan diberikan kepada orang-orang percaya yang benar (Flp. 3:21). Melalui pembaptisan, diri kita disatukan dengan kematian dan kebangkitan Kristus; m; dengan menunjukkan iman kita bahwa kita juga akan mendapat upah seperti yang Dia terima pada waktu kebangkitannya (Rm. 6:3-5). Dengan turut merasakan penderitaannya pada saat ini, maka kita juga akan mendapat upah yang sama dengannnya: ”Kami senantiasa membawa (saat ini) kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (II Kor. 4:10). ”Maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh RohNya” (Rm. 8:11). Oleh karena itu, dengan harapan ini, kita menantikan ”pembebasan tubuh kita” (Rm. 8:23), dengan cara mengabadikan tubuh kita.

Pengharapan akan tubuh yang nyata sebagai upah telah dipahami oleh umat Allah sejak awal. Abraham dijanjikan, bahwa ia secara pribadi akan mewarisi tanah Kanaan selamanya, sebagaimana ia telah menjalani negeri itu menurut panjang dan lebarnya (Kej. 13:17, lihat pelajaran 3.4). Imannya akan janji tersebut membuat ia percaya, bahwa tubuhnya pada suatu saat, di masa yang akan datang, akan dibangkitkan, dan benar-benar akan terjadi.

Ayub dengan jelas menyatakan pengertiannya, walaupun tubuhnya dimakan cacing di dalam kubur, dia akan menerima upahnya dalam bentuk tubuh yang nyata: ”Penebus hidupku...akan bangkit di atas debu: juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingkupun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikannya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu” (Ayub 19:25-27). Harapan Yesaya juga mirip: ”mayat-mayat mereka akan bangkit pula” (Yes. 26:19).

Kata-kata serupa juga dapat ditemukan pada catatan tentang kematian Lazarus, sahabat Yesus. Daripada menghibur saudara perempuannya dengan mengatakan bahwa jiwanya telah pergi ke surga, sebaliknya yesus mengatakan bahwa pada hari kebangkitan saudaranya akan bangkit. Marta, saudara perempuan Lazarus, dengan cepat merespon kata-kata Yesus, dan dari penjelasannya dapat dipahami bahwa orang-orang Kristen yang mula-mula memahami: ”kata Marta kepadanya, ” Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman” (Yoh. 11:23,24). Seperti halnya Ayub, Marta tidak

memahami kematian sebagai pintu gerbang menuju kebahagiaan di surga. Tapi sebaliknya, lebih memandang ke depan akan kebangkitan yang akan terjadi ”pada hari terakhir.” Allah berjanji: ”Ia akan kubangkitkan pada akhir zaman...setiap orang yang telah mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa, datang kepadaku” (Yoh. 6:44,45). 4.6 Penghakiman

Alkitab mengajarkan bahwa penghakiman adalah salah satu dari prinsip-prinsip dasar dari iman yang benar, yang harus dipahami dengan jelas sebelum pembaptisan (Kis. 24:25, Ibr. 6:2). Tulisan Kudus sering kali berbicara tentang “Hari Penghakiman” (misalnya II Ptr. 2:9; 3:7; I Yoh. 4:17, Yud. 6), waktu dimana mereka yang telah diberikan pengetahuan tentang Allah akan menerima upah mereka. Mereka semua harus “menghadap takhta pengadilan Allah” (Rm. 14:10). Kita “harus menghadap takhta pengadilan Allah” (II Kor. 5:10) untuk menerima upah demi kehidupan kita, dalam bentuk tubuh yang nyata.

Dalam penglihatan Daniel, sehubungan dengan kedatangan Kristus yang kedua, termasuk yang dilihat adalah kursi penghakiman yang terdiri dari takhta-takhta. (Dan. 7:9-14). Perumpamaan dapat membantu menjelaskan penglihatan tersebut. Hal ini sama dengan talenta-talenta yang dipertanggungjawabkan pada saat kedatangan sang Tuan, ketika ia meminta pertanggungjawaban dari hamba-hambanya, sehubungan dengan cara mereka menggunakan harta tersebut sewaktu ditinggal olehnya. (Mat. 25:14-29). Perumpamaan tentang nelayan disamakan dengan panggilan Injil untuk menjala ikan, mengumpulkan segala jenis orang, lalu duduklah mereka (bandingkan dengan kursi penghakiman) dan memisahkan ikan yang baik dari yang tidak baik (Mat. 13:47-49). Tafsiran dari hal ini sangat jelas; “Pada akhir dunia, malaikat-malaikat akan datang untuk memisahkan orang-orang yang jahat dari yang baik.” Dari apa yang telah kita pelajari sejauh ini, wajar jika kita menyimpulkan bahwa setelah kedatangan Kristus dan kebangkitan, orang-orang yang telah terpanggil kepada Injil akan dikumpulkan di suatu tempat pada waktu yang spesifik, pada waktu mereka akan bertemu dengan Kristus. Sebuah catatan akan diberikan kepada mereka, kemudian Ia akan menentukan apakah mereka layak atau tidak untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Hanya melalui peristiwa inilah, orang-orang yang benar akan menerima upah mereka. Semua ini dijelaskan melalui perumpamaan tentang domba dan kambing: “Apabila Anak Manusia datang dalam kemulianNya, dan semua malaikat bersama-sama dengan

Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaanNya (takhta Dau di Yerusalem Luk. 1:32,33). Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapanNya dan Ia akan memisahkan mereka seorang demi seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kananNya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat. 25:31-34).

Mewarisi Kerajaan Allah sama dengan menerima janji-janji kepada Abraham sehubungan dengan hal tersebut, ini adalah upah bagi orang-orang yang benar. Dan hanya akan diberikan setelah penghakiman pada saat kedatangan Kristus. Oleh karena itu tidak masuk akal untuk menerima upah yang dijanjikan itu sebelum kedatangan Kristus. Maka kami menyimpulkan bahwa sejak waktu kematian hingga kebangkitan, orang-orang percaya yang telah mati, tidak terus hidup di dalam bentuk yang lain, karena mustahil untuk hidup tanpa memiliki tubuh yang nyata. Ketika Kristus datang kembali, upah akan diberikan (bukan sebelum kedatangannya), adalah prinsip Alkitab yang sering diulangi;

- “apabila Gembala Agung (Yesus) datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu” (I Ptr. 5:4 bandingkan 1:13). - “Kristus Yesus yang akan menghakimi orang yang hidup dan yang mati…mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hariNya” (II Tim. 4:1,8).

- Pada waktu Mesias datang, “banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah (bandingkan Kej.3:19), akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk menjalani kehinaan dan kengerian yang kekal” (Dan 12:2)

- Pada waktu Kristus datang untuk menghakimi, “orang-orang mati…akan hidup…dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum” (Yoh. 5:25-29).

- “Aku (Yesus) datang segera dan Aku membawa upahKu untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya” (Why. 22:12). Kita tidak pergi ke surga untuk menerima upah tersebut, Tetapi Kristus akan membawanya dari surga untuk kita.

Yesus akan membawa upah yang telah disiapkan bagi kita di surga, tapi akan diberikan kepada kita di bumi, pada waktu kedatangannya yang kedua; yaitu tanah “warisan” yang telah dijanjikan kepada Abraham, “yang tersimpan di surga bagi kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir” sewaktu Kristus datang (I Ptr. 1:4,5)

Dengan memahami hal ini, akan menyanggupi kita untuk menafsirkan dengan benar dari sejumlah ayat yang disalah mengerti di Yohanes 14:2,3: “Aku (Yesus) pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempatku, supaya tempat dimana Aku berada, kamupun berada.” Yesus mengatakan bahwa Ia akan datang kembali ke suatu tempat untuk memberikan upah kepada kita (Why. 22:12), dan seperti yang kita pelajari, hal ini terjadi pada saat Dia menghakimi dari takhtaNya. Dia akan memerintah dari takhta Daud di Yerusalem untuk “selamanya” (Luk. 1:32,33). Dia akan hidup abadi di bumi, dimana Kerajaan Allah juga akan didirikan. Oleh karena itu, janjinya akan “membawa kamu ke tempatku” dapat diartikan sebagai pernyataan diterimanya pertanggungjawaban kita di hadapanNya pada waktu penghakiman. Dalam bahasa Yunani, kalimat “membawa kamu ke tempatku” juga terdapat di Matius 1:20, sehubungan dengan Yusuf “mengambil” Maria, sebagai istrinya. Karena itu, kalimat ini tidak mengartikan kegiatan yang dilakukan oleh Yesus secara fisik.

Karena upah hanya akan diberikan pada waktu penghakiman, ketika Kristus datang, maka, baik orang yang benar maupun yang jahat akan menuju ke tempat yang sama, sewaktu mereka mati, yaitu kuburan. Tidak ada perbedaan diantara mereka dalam hal kematian. Ayat-ayat berikut membuktikan hal ini;

- Yonatan adalah orang yang benar, tapi Saul orang yang jahat, walaupun begitu ”dalam hidup dan matinya (mereka) tidak terpisah” (II Sam. 1:23).

- Saul, Yonatan, dan Samuel, semuanya menuju ke tempat yang sama pada waktu mereka mati (I Sam. 28:19).

- Abraham orang yang benar, tetapi ”dikumpulkan kepada kaum leluhurnya” sewaktu ia mati, padahal leluhurnya adalah penyembah berhala (Kej. 25:8, Yos. 24:2).

- Orang yang bijaksana dan orang yang bodoh mengalami nasib yang sama pada waktu kematian (Pkh. 2:15,16).

Semua hal ini dengan jelas bertolak belakang dengan apa yang diklaim oleh orang-orang ”Kristen.” Ajaran mereka tentang orang benar yang akan pergi ke surga pada waktu mereka mati, membuat kebangkitan dan penghakiman menjadi tak berarti sama sekali. Padahal, seperti yang telah kita pelajari, dua periatiwa ini merupakan peristiwa penting sehubungan dengan rencana keselamatan Allah yang terdapat di dalam Injil. Ada juga yang menyatakan suatu gagasan bahwa jika satu orang benar mati, dan ia pergi ke surga sebagai upahnya, maka pada hari, bulan, tahun berikutnya, hal yang serupa juga dialami oleh orang-orang benar yang lain. Hal ini sangat bertolak belakang dengan Alkitab, yang mengajarkan bahwa semua orang yang benar akan diberi upah secara bersamaan, dan pada waktu yang sama;

- Pada penghakiman, domba-domba akan dipisahkan dari kambing-kambing satu demi satu. Ketika penghakiman berakhir, Kristus akan mengatakan kepada seluruh domba untuk berkumpul di sebelah kananNya, ”Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan” (Mat. 25:34). Karena itu seluruh domba akan mewarisi Kerajaan Allah pada waktu yang sama (bandingkan I Kor. 15:52).

- Pada waktu ”penuaian” ketika Kristus datang untuk menghakimi, mereka yang telah bekerja demi Injil akan ”sama-sama bersukacita” (Yoh. 4:35,36 bandingkan Mat. 13:39).

- Wahyu 11:18 mendefinisikan ”saat bagi orang-orang mati untuk dihakimi” sebagai waktu dimana Allah akan ”memberi upah kepada hamba-hambaNya...orang-orang kudus...mereka yang takut akan namaNya”, semuanya akan diberi upah bersama-sama.

- Di dalam Ibrani 11 terdapat daftar dari sejumlah orang-orang yang benar di Perjanjian Lama. Ayat 13 mengatakan, ”Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu”, yang diberikan kepada Abraham, yaitu tentang Keselamatan melalui Kerajaan Allah (Ibr. 11:8-12). Karena itu sewaktu mereka mati, mereka tidak pergi ke surga seorang demi seorang untuk menerima upah. Alasan untuk hal ini terdapat pada ayat 39, 40; ”Mereka semua tidak menerima apa yang dijanjikan itu sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.” Ditundanya waktu untuk

memberikan upah kepada mereka disebabkan oleh rencana Allah yang akan ”menyempurnakan” semua orang beriman bersama-sama, dan pada peristiwa yang sama, yaitu pada penghakiman ketika Kristus datang kembali.

Dalam dokumen AJARAN DASAR ALKITAB (Halaman 125-134)