• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kematian Izrail

Dalam dokumen Namaku Izrail Revisi Ke-6 (Halaman 175-183)

Aku masih termangu-mangu mendengar semua kisahnya. Kematian, betapapun juga pada akhirnya memang akan menghampiri semua makhluk. Secara tabiat, manusia memang membenci bahkan takut dengan kematian. Saking takutnya maka manusiapun kemudian berangan-angan bahwa akhirat itu tidak ada. Merekapun kemudian menjadi ateis. Mereka berangan-angan kosong dan mengira Tuhan tidak ada. Sungguh bodoh sekali manusia seperti itu. Bahkan, saking bodohnya manusia yang menafikan akhirat dan ateis, Sayyidina Ali bin Abu Thalib pernah berkata bahwa “Jika apa yang Anda katakan tentang tidak

adanya akhirat itu benar, maka Anda akan selamat begitu pula kami. Tetapi jika yang kami katakan bahwa akhirat itu benar adanya, maka kami akan selamat, sedangkan Anda akan binasa.” Mereka

memang seperti penjudi yang bodoh. Disebut demikian karena mereka berani bertaruh

“untuk tidak mendapatkan apa-apa” atau “doing for nothing” atau untuk kesia-siaan. Padahal,

keimanan sekecil apapun akan tetap diakui sebagai tanda pengakuan atas keberadaan

176

Realitas Absolut yaitu Tuhan Yang Maha Esa[21].

Secara matematika saja sebenarnya kenyataan kita memang tergantung pada sisi lain yang tidak dipahami. Bilangan 1 misalnya, harus dinyatakan sebagai Asumsi Mutlak Benar yang didapat dari nilai mutlak -1. Sedangkan -1 adalah nilai kuadrat dari bilangan yang disebut bilangan imajiner. Ilangan imajiner sendiri tidak lebih dari bidang khayal yang disimbologikan secara linier dari bidang dua dimensi yang dianggap bidang nyata. Jadi, dalam sistem ilmu pengetahuan rasional yang dasar-dasarnya matematika sebenarnya bersandar pada konsepsi imajiner yang tidak lain adalah alam ghaib. Entah kelompok rasional itu sok-sokan atau sebenarnya idiot yang sok pinter atau memang tersesat mereka toh tetap saja susah menerima kalau ilmu pengetahuan mereka ada lubangnya, lubang yang mau tak mau harus ditutupi dengan adab di hadapan ketidaktahuan mereka tentang Pencipta mereka sendiri. Dengan kata lain, adab yang sesungguhnya diperlukan karena menyadari dirinya tak lebih makhluk lemah yang ilmu pengetahuannya bersandar pada manipulasi simbolik-logika. Belum lagi, kalau mereka sadari bahwa kehidupan mereka ternyata bagaikan fatamorgana yang umurnya

singkat. Kematian selalu menyertai mereka, sehingga kehidupan mirip seperti gelembung sabun yang ditiup anak-anak. Melembung sesaat, lepas dari selang dan “plop” meletus menjadi kasat mata.

Kematian memang sudah ketentuan Allah. Seperti pernah diriwayatkan oleh Nabi SAW melalui Abu Hurairah bahwa Allah berfirman :

“Aku tidak pernah ragu dalam sesuatu yang Kukerjakan, seperti halnya ketika mencabut jiwa hamba-hamba-Ku yang beriman yang membenci kematian dan Aku benci untuk menyakitinya. Tetapi hal itu meskti kulakukan.” Sehingga kematian

adalah suatu realitas sebenarnya bagi semua orang, baik dia nabi, rasul, wali, dan manusia lainnya. Kematian adalah kiamat sebenarnya bagi manusia yang sadar akan hal ini. Kiamat yang pasti datang dalam waktu yang sangat dekat. Berapa lamakah usia manusia? 1,5,10, 20, 63, 75, 80, ataupun seribu tahun, Izrail pastilah akan datang. Maka risaukanlah kedatangan Izrail. Ucapku membatin, mengenang peran dan tugas malaikat Izrail yang seringkali dilupakan banyak orang. Aneh, pikirku, seringkali kulihat manusia ketakutan pada datangnya kiamat besar yang juga pasti datang. Namun entah kapan. Namun, manusia seringkali lupa pada kiamat

178

kecil yang nyata sekali pasti datang setiap saat kalau memang sudah diinginkan Allah.

Kematian. Jadi sungguh aneh bila manusia makin lama kok makin tidak takut mati, lupa diri, seolah dirinya akan hidup selamanya. Padahal, sudah jelas bahwa semua orang diperingatkan tentang dekatnya ajalnya oleh uban dan keriputnya kulit disekujur tubuhnya, itulah tanda-tanda perubahan masa karena akan datangnya kematian.

Cukuplah, ajal yang mendekat ditunjukkan dengan hilangnya masa muda

dan bertambahnya uban di kepala, juga berubahnya masa

Dan apakah setelahnya, orang-orang yang berakal menghendaki kekekalan

Ketika kebeliaan terus berubah dan keadaan hidup terus berputar [17].

Makin anehlah aku kalau melihat manusia yang dengan kesombongan dan kepongahan Iblis berbuat semena-mena dengan mengabaikan apa yang sudah begitu jelas menjadi petunjuk kepada jalan keselamatan : mengabaikan perintah Allah, melanggar

larangan-larangan-Nya, melanggar sunnatullah, mengabaikan apa yang sudah

yang mulia. Manusia tidak segan-segan melakukan berbagai kemaksiatan dan tidak malu-malu pula mempertontonkannya tanpa takut mati, seolah dirinya akan selamat dari sergapan dan siksa sakratul maut dan sergapan Izrail Sang Maut. Aku menghela nafasku yang kurasakan semakin berat. Keringat dinginku sudah membasahi bajuku. Semilir hembusan angin malam yang masuk ke kamarku menyebabkan tubuhku semakin mendingin. Lantas aku memberanikan diri untuk bertanya “Bagaimanakan kamu mati?”

“Semua makhluk pastilah akan binasa, karena hanya Allah lah yang kekal. Akupun demikian pula, akan binasa ketika waktunya tiba. Aku termasuk makhluk paling akhir yang akan dibinasakan oleh-Nya”, ujar Izrail mengawali cerita bagaimana iapun akan binasa.

Aku (Izrail), Jibril, Mikail, dan Israfil adalah makhluk-makhluk Allah yang pertama kali diciptakan-Nya, terakhir kali dimatikan-Nya, dan pertama kali dihidupkan-Nya kembali. Karena kamilah yang membagi-bagi segala urusan. Kami termasuk kelompok malaikat yang dimuliakan Allah. Jibril adalah pengurus pengetahuan Tuhan bagi hamba-hambaNya, Mikail adalah pengurus setiap tetesan hujan

180

dan daun yang tumbuh dan jatuh, yang membawa rezeki kepada semua makhluk-Nya di dunia. Israfil adalah malaikat kepercayaan Allah antara-Nya dan para malaikat lainnya, sedangkan aku ditugasi mencabut nyawa setiap hamba, di manapun ia berada27.

Sesuai dengan tugas yang kuemban, maka aku akan ada di setiap saat Sang Waktu lewat, mengintip setiap rumah kalau-kalau ada seseorang yang harus kucabut nyawanya. Tugasku memang berat, kadang-kadang akupun merasa menzalimi semua yang bernyawa. Namun apa daya, aku hanya makhluk yang tidak menzalimi , tidak bisa menangguhkan ajal, tidak mempercepat takdir, dan kamipun tidak berdosa dalam mencabut nyawa semua yang mesti kucabut ketika saatnya tiba. Bahkan untuk mencabut nyawa seekor nyamukpun aku sebenarnya tidak kuasa sebelum Allah memberi izin mencabutnya. Ketahuilah, aku sendiri sebenarnya tidak mengetahui siapa-siapa yang akan kucabut. Aku hanya diberi sebuah buku catatan yang di dalamnya ada beberapa nama.

27

Diriwayatkan oleh Abu asy-Syaikh dari Ikrimah bin Khalid bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasul, kemudian ia menjelaskannya seperti itu. Dikutip dari Ref 10 hal 29

Izrail kemudian mengeluarkan sebuah lembaran dimana disitu kulihat daftar nama-nama yang akan dihampirinya. Kemudian ia melanjutkan.

Aku biasanya menerima lembaran kematian pada pertengahan bulan Sya’ban, Allah mewahyukan kepadaku untuk mencabut setiap nyawa manusia yang diinginkan-Nya pada tahun itu28. Maka jangan heran kalau Nabi Muhammad SAW seringkali berpuasa di bulan itu.

Setelah semua makhluk mati, termasuk semua malaikat pun dimusnahkan, maka akulah yang akan terakhir dimatikan langsung oleh Allah SWT. Dalam arti yang harfiah, maka semua yang mewujud di alam semesta, yang masih memerlukan intervensi kaumku akan dimusnahkan. Setelah itu, adalah hal yang menentukan bagaimana semua makhluk akan kembali dalam penghisaban. Ketika saat kematianku tiba, maka

Dia berkata “Wahai Malaikat Maut, matilah engkau!” Akupun berteriak keras, yang bila penghuni langit penghuni langit dan bumi mendengarnya, pastilah mereka akan mati

28

Diriwayatkan oleh ad-Dainuri di dalam al-Mujasalah dari Rasyid bin Said, ref 10 hal. 60

182

ketakutan. Akupun kemudian matilah. Kematian yang menimpa diriku bisa dikatakan sebagai kematian terdahsyat dari kematian semua makhluk29.

29

Diriwayatkan oleh Ibnu Amid Dunya, ref. 10 hal. 63

Bab 7

Epilog : Semuanya Pasti

Dalam dokumen Namaku Izrail Revisi Ke-6 (Halaman 175-183)

Dokumen terkait