• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2.2 Kemerataan Jenis ular

Kemerataan jenis ular yang tinggi pada habitat hutan rawa primer di Beguruh (E = 1) disebabkan karena jumlah individu jenis ular yang dijumpai seimbang. Hanya dijumpai 1 individu ular pada setiap jenisnya sehingga nilai kemerataan jenis pada habitat tersebut maksimum.

Terdapat 2 habitat yang memiliki kemerataan jenis yang cukup tinggi, yaitu habitat hutan campuran di Camp Tanjung Harapan (E = 0,98) dan hutan campuran di Camp Leakey (E = 0,97). Kedua habitat tersebut memiliki jumlah individu pada setiap jenis yang hampir sama. Sebagian besar hanya dijumpai 1 individu pada setiap jenisnya dan tidak dijumpai adanya jenis ular yang mendominasi.

Habitat hutan rawa sekunder di Beguruh, hutan campuran di Camp Tanjung Harapan, dan hutan campuran di Camp Leakey memiliki sumberdaya yang memadai serta dapat memenuhi kebutuhan hidup setiap jenis ular yang ada. Selain itu, diduga sebagian besar jenis ular yang dijumpai pada ketiga habitat

55

tersebut memiliki relung (niche) yang luas. Meskipun terdapat tumpang tindih (overlap) penggunaan sumberdaya, beberapa jenis ular masih dapat bertahan pada habitat tersebut dengan memanfaatkan sumberdaya yang berbeda untuk mengurangi persaingan.

Kemerataan jenis ular pada habitat hutan rawa sekunder riparian di S. Sekonyer Kanan tergolong sedang (E = 0,61). Meskipun habitat tersebut memiliki keanekaragaman jenis ular tertinggi daripada habitat lainnya, namun pada habitat tersebut terdapat jenis ular yang mendominasi karena ditemukan dalam jumlah yang banyak, yaitu Psammodynastes pictus.

Jenis ular ini juga merupakan jenis yang dominan dijumpai pada habitat hutan rawa primer. Jenis ular ini merupakan satu-satunya jenis ular yang dijumpai, sehingga kemerataan jenis pada habitat tersebut memiliki nilai terendah (E = 0). Dominansi jenis Psammodynastes pictus pada habitat hutan rawa sekunder

riparian di S, Sekonyer Kanan dan hutan rawa primer diduga disebabkan karena

Psammodynastes pictus memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik daripada

jenis ular lainnya dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada. Kondisi habitat yang tergenang air, vegetasi beragam, serta banyak terdapatnya satwa mangsa yang mudah dijumpai, merupakan habitat yang ideal bagi jenis tersebut untuk mendapatkan makanan.

5.2.3 Sebaran Spasial Jenis Ular

Perbedaan penyebaran jenis ular yang dijumpai selama penelitian berkaitan dengan kondisi setiap tipe habitat tersebut. Setiap tipe habitat yang ada memiliki karakteristik tersendiri yang dapat mendukung dan menunjang kebutuhan hidup ular, baik berupa cover untuk berlindung maupun faktor kemudahan memperoleh satwa mangsa.

Habitat semak/belukar merupakan habitat yang memiliki penutupan tajuk sangat terbatas. Habitat ini merupakan lahan terbuka yang sangat kering karena tidak terdapat sumber air. Selain itu, pada habitat ini tidak dijumpai satwa amfibi yang umumnya menjadi mangsa ular dan hanya ditemukan 1 jenis reptil, yaitu

menjadikan habitat semak/belukar tidak ideal bagi ular. Hal ini mengakibatkan tidak dijumpainya jenis ular pada habitat ini.

Faktor lain yang mempengaruhi adalah karena habitat tersebut mengalami kebakaran hutan pada tahun 2006. Kebakaran hutan tersebut diduga menyebabkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan yang cepat pada habitat semak/belukar sehingga tidak dapat memenuhi sumberdaya yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan ular. Kondisi habitat tersebut sesuai dengan Irwan (2007), yang menyatakan bahwa apabila terjadi perubahan yang cepat pada suatu ekosistem, dapat mengakibatkan makhluk hidup mati atau pergi mencari habitat yang lebih cocok.

Habitat hutan rawa sekunder di Beguruh dan hutan rawa sekunder riparian di S. Sekonyer Kanan memiliki penyebaran jenis ular yang berbeda meskipun tipe penutupan vegetasinya sama. Hal ini berkaitan dengan perbedaan kondisi habitat yang terdapat pada kedua lokasi tersebut. Habitat hutan rawa sekunder di Beguruh merupakan hutan rawa yang tidak selalu tergenang air dengan kondisi lantai hutan yang kering. Kondisi ini memungkinkan jenis ular terrestrial, seperti Naja

sumatrana untuk dapat hidup pada habitat tersebut. Habitat hutan rawa sekunder

riparian di S. Sekonyer Kanan, lantai hutannya selalu tergenang air yang berasal dari luapan aliran sungai. Kondisi ini merupakan habitat ideal bagi beberapa jenis ular yang berasosiasi dengan wilayah perairan, seperti Psammodynastes pictus,

Xenochrophis trianguligera, serta Enhydris enhydris. Selain itu, habitat tersebut

memiliki kelimpahan satwa mangsa yang cukup tinggi sehingga dimanfaatkan oleh beberapa jenis ular sebagai tempat untuk mencari pakan (foraging habitat).

Pada habitat hutan rawa primer, hanya dijumpai 1 jenis ular, yaitu jenis

Psammodynastes pictus. Seluruh individu yang dijumpai, berada di sekitar

genangan air yang terdapat pada lantai hutan dengan jarak hanya beberapa puluh sentimeter di atas permukaan air. Kondisi habitat yang memiliki tajuk rapat serta struktur dan komposisi vegetasi yang beragam, diduga menjadikan hutan rawa primer sebagai habitat yang ideal bagi jenis ular untuk berlindung. Hal ini mengakibatkan sulitnya menjumpai ular pada habitat tersebut.

Habitat lainnya, yaitu hutan campuran di Camp Tanjung Harapan dan hutan campuran di Camp Leakey, memiliki daya dukung yang memadai untuk

57

memenuhi kebutuhan hidup ular. Letak kedua habitat yang berdekatan dengan aliran sungai serta banyak terdapatnya satwa mangsa ular di sekitar bangunan rumah, seperti cicak dan kadal, menarik beberapa jenis ular untuk menempati habitat tersebut.

Jenis Psammodynastes pictus serta beberapa jenis ular semi akuatik,

seperti Xenochrophis maculata dan Xenochrophis trianguligera, menyebar di sekitar aliran sungai dan daerah rawa. Jenis ular lainnya, seperti Ahaetulla

prasina, Dendrelaphis caudolineatus, Dendrelaphis pictus, serta Dryophiops rubescens, menyebar diantara vegetasi yang terdapat di sekitar areal Camp.

Menurut Stuebing dan Inger (1999), jenis ular ini merupakan jenis ular yang umum dijumpai pada habitat yang terganggu atau dekat dengan habitat manusia.

5.2.4 Kesamaan Jenis Ular

Jenis ular yang dijumpai di lokasi penelitian memiliki kesamaan antara satu habitat dengan habitat lainnya. Habitat hutan rawa primer dan hutan campuran di Camp Leakey berasosiasi dengan habitat hutan rawa sekunder riparian di S. Sekonyer Kanan. Ketiga habitat ini membentuk komunitas yang relatif berbeda dengan hutan campuran di Camp Tanjung Harapan dan hutan rawa sekunder di Beguruh.

Habitat hutan rawa primer dan hutan campuran di Camp Leakey memiliki 1 jenis ular yang sama, yaitu Psammodynastes pictus. Kedua habitat ini berasosiasi dengan habitat hutan rawa sekunder riparian di S. Sekonyer Kanan. Asosiasi ini memiliki nilai kesamaan yang lebih rendah karena pada habitat hutan rawa sekunder riparian di S. Sekonyer Kanan selain terdapat jenis

Psammodynastes pictus, juga terdapat 1 jenis ular lain yang sama dengan habitat

hutan campuran di Camp Leakey namun berbeda dengan habitat hutan rawa primer, yaitu Dendrelaphis pictus. Sedangkan, hutan campuran di Camp Tanjung Harapan dan hutan rawa sekunder di Beguruh memiliki 1 jenis ular yang sama, yaitu Tropidolaemus wagleri.

Komunitas yang dibentuk oleh hutan rawa primer, hutan campuran di Camp Leakey, dan hutan rawa sekunder riparian di S. Sekonyer Kanan dicirikan adanya jenis Psammodynastes pictus. Sedangkan komunitas yang dibentuk oleh

hutan campuran di Camp Tanjung Harapan dan hutan rawa sekunder di Beguruh dicirikan adanya jenis Tropidolaemus wagleri. Asosiasi yang terjadi pada tiap komunitas tersebut terbentuk karena adanya kemiripan tipe penutupan lahan dan letak antar habitat pada tiap komunitas yang berdekatan.

Namun, jika dilihat secara keseluruhan kesamaan jenis ular antar habitat di TNTP tergolong rendah. Rendahnya nilai kesamaan jenis ular tersebut disebabkan karena terdapat perbedaan ketersediaan sumberdaya bagi ular pada masing-masing habitat, sehingga jenis ular yang dijumpai relatif berbeda.

Jenis ular di TNTP memiliki kesamaan dengan jenis ular di Malinau, TNBK, serta Batu Apoi. Terdapat tujuh jenis ular yang sama dengan jenis ular di Malinau, satu jenis ular yang sama dengan jenis ular di TNBK, serta lima jenis ular yang sama dengan jenis ular di Batu Apoi (Lampiran 8).

TNTP dan Malinau memiliki kesamaan jenis ular yang tertinggi dibandingkan lokasi lainnya. Kesamaan jenis pada kedua lokasi ini diduga disebabkan adanya kemiripan karakteristik habitat pada tiap lokasi penelitian. TNBK membentuk komunitas dengan TNTP dan Malinau karena terdapatnya masing-masing 1 jenis ular yang sama, yaitu jenis Xenochrophis trianguligera sama dengan di TNTP dan jenis Boiga jaspidea sama dengan di Malinau.

Ketiga lokasi ini memiliki nilai kesamaan jenis ular yang lebih rendah dengan Batu Apoi. Hal ini disebabkan karena lokasi penelitian di Batu Apoi dan ketiga lokasi lainnya memiliki letak geografis yang berbeda dan saling berjauhan serta diduga memiliki kondisi habitat yang berbeda. Hal ini mengakibatkan jenis ular yang dijumpai relatif berbeda. Selain itu, rendahnya kesamaan jenis ular yang dijumpai antara Batu Apoi dengan TNTP, Malinau, dan TNBK diduga dipengaruhi pula oleh perbedaan usaha pencarian (effort) yang dilakukan.

Dokumen terkait