• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang mencerminkan keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004).

Todaro (1994) menyatakan bahwa pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan untuk hidup layak. Bila pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum, maka orang dapat dikatakan miskin. Jadi tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin, atau sering disebut sebagai garis batas kemiskinan. Konsep ini sering disebut dengan kemiskinan absolut, yang dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti makan, pakaian, dan perumahan guna menjamin kelangsungan hidup.

Suparlan (2000) mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah keadaan serba kekurangan harta dan benda berharga yang diderita oleh seseorang atau

sekelompok orang yang hidup dalam lingkungan serba miskin atau kekurangan modal baik dalam pengertian uang, pengetahuan, kekuatan sosial, politik, hukum, maupun akses terhadap fasilitas pelayanan umum, kesempatan berusaha, dan bekerja. Lebih jauh lagi, kemiskinan berarti suatu kondisi dimana orang atau sekelompok orang tidak mempunyai kemampuan, kebebasan, aset, dan aksesibilitas untuk kebutuhan mereka di waktu yang akan datang, serta sangat rentan terhadap resiko dan tekanan yang disebabkan oleh penyakit dan peningkatan secara tiba-tiba atas harga-harga bahan makanan dan uang sekolah (Anggraeni, 2003).

Muenkner (2002) mengukur kemiskinan dari perspektif yang lebih luas yaitu minimnya penghasilan, tidak tersedianya akses kepada pengetahuan, sumberdaya serta layanan sosial dan kesehatan, keterasingan dari arus utama pembangunan, dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok. Dengan perspektif ini, minimnya penghasilan hanyalah salah satu unsur. Yang lebih mendasar di sini adalah ketidakmampuan untuk mengakses sumber-sumber ekonomi.

Sen (2002) mencoba melihat kemiskinan melalui pendekatan kapabilitas (capability approach). Konsep kemampuan disini menunjuk kepada kebebasan atau peluang yang dimiliki oleh seseorang untuk meningkatkan kesejahteraannya. Seseorang disebut miskin bila dia memiliki kapabilitas dan peluang yang sangat terbatas untuk meningkatkan kesejahteraannya, minimnya kemampuan dasariah untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimal yang telah ditentukan.

Ditinjau dari kelompok sasaran terdapat beberapa tipe kemiskinan. Penggolongan tipe kemiskinan ini dimaksudkan agar setiap tujuan program

memiliki sasaran dan target yang jelas. Sumodiningrat et. al, (1999) membagi kemiskinan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Kemiskinan absolut, dimana pendapatan di bawah garis kemiskinan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Kemiskinan relatif, dimana situasi kemiskinan di atas garis kemiskinan berdasarkan pada jarak antara miskin dan non miskin dalam suatu komunitas.

3. Kemiskinan struktural, dimana kemiskinan terjadi saat orang atau kelompok masyarakat enggan untuk memperbaiki kondisi kehidupannya sampai ada bantuan untuk mendorong mereka keluar dari kondisi tersebut.

United Nations and Development Programme (UNDP) meninjau kemiskinan dari dua sisi, yaitu dari sisi pendapatan dan kualitas manusia. Dilihat dari sisi pendapatan, kemiskinan ekstrim atau kemiskinan absolut adalah kekurangan pendapatan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dasar atau kebutuhan minimal kalori yang diperlukan. Dari sisi kualitas manusia, kemiskinan secara umum, atau sering disebut sebagai kemiskinan relatif, adalah kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non pangan, seperti pakaian, energi, dan tempat bernaung (UNDP, 2003).

Masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan/ ketidakmampuan dalam hal: (1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan, (2) melakukan kegiatan usaha produktif, (3) menjangkau akses sumberdaya sosial dan ekonomi, (4) menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis

dan fatalistik, dan (5) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan tersebut menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat.

Kemiskinan di Indonesia memiliki empat dimensi pokok, yaitu: (1) kurangnya kesempatan, (2) rendahnya kemampuan, (3) kurangnya jaminan,

dan (4) ketidakberdayaan. Kemiskinan di Indonesia lazim diukur dengan garis kemiskinan. Dalam memahami masalah kemiskinan di Indonesia, penting untuk diperhatikan adalah lokalitas yang ada di masing-masing daerah, yaitu kemiskinan dalam tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas dan pemerintah setempat. Dengan demikian kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah, dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran.

Apabila ditinjau dari segi penyebabnya, konsep kemiskinan dapat dibedakan dalam dua bentuk:

1. Kemiskinan alamiah yaitu kemiskinan yang terjadi karena langkanya sumberdaya dan rendahnya produktivitas.

2. Kemiskinan struktural yaitu kemiskinan karena lembaga-lembaga yang ada menjadikan sekelompok masyarakat atau secara perorangan tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas yang tersedia secara merata.

Saragih (2003) menyatakan bahwa kemiskinan dan kelaparan yang terjadi di negara ketiga bukan hanya akibat lemahnya negara-negara tersebut, tetapi juga

akibat bentuk-bentuk perdagangan internasional yang tidak adil di bidang pertanian. Bentuk-bentuk perdagangan tidak adil itu misalnya subsidi negara maju di sektor pertanian atau penetapan bea masuk tinggi oleh negara maju atas produk pertanian negara berkembang.

Penduduk miskin di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) kemiskinan kronis atau kemiskinan struktural, yang terjadi terus menerus, dan

(2) kemiskinan sementara, yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi kritis.

Dokumen terkait