2013/2014
Implementasi Kebijakan Pendidikan Gratis di SMA Negeri se Kabupaten Sukoharjo dapat dikatakan berjalan sesuai dengan peraturan dan prosedur yang ada. Dalam penelitian ini juga tidak ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap prosedur yang digunakan. Meskipun berjalan sesuai dengan prosedur, dalam kenyataannya masih terdapat banyak
commit to user
kendala dalam Implementasi Kebijakan di SMA Negeri se Kabupaten Sukoharjo tahun ajaran 2013/2014.
Masalah atau kendala utama dari implementasi kebijakan pendidikan gratis ini adalah dikarenakan terbatasnya pagu dana BOS yang diberikan oleh pemerintah. Terbatasnya dana ini mengakibatkan timbulnya banyak kendala-kendala lain yang tidak kalah penting. Hal ini dikarenakan sumber utama dalam kebijakan ini adalah dana, dengan terbatasnya dana ini maka akan sangat berpengaruh pada pelaksanan kebijakan secara umum. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Informan 1 (Kepala Sekolah) pada tanggal 13 November 2014 yang menyatakan bahwa:
“Kalau dibilang cukup ya cukup, tapi kalau dibilang tidak ya tidak tergantung kalau sekolah besar seperti di tempat kita kan ekstranya kan banyak, terus operasionalnya banyak itu kalau dibilang kurang ya kurang sebetulnya. Karena apa, untuk kegiatan esktra sebenarnya kan ekstra itu banyak untuk sekolah besar, oleh karena dana ga ada hanya kita ambil sampelnya saja berapa ekstra gitu.” Hal yang sama juga disampaikan oleh informan 4 (Kepala Sekolah) pada tanggal 8 Desember 2014 yang menyatakan bahwa:
“Ya dicukup-cukupkan, ada beberapa kegiatan yang harus dihemat karena kegiatannya itu mahal. Kalau cukup ya tidak cukup karena kalau kegiatan siswa itu kan kalau ingin lebih banyak maju harus ikut banyak kegiatan.”
Senada dengan hal tersebut, informan 5 (Kepala Sekolah) pada tanggal 11 Desember 2014 juga menyatakan bahwa:
“Cukup tidak cukup harus dicukupkan. Kalau semua bisa terakomodasikan tentunya kalau bisa lebih ya lebih bagus sehingga kalau dana dari BOS segitu ya mau tidak mau program-program harus disesuaikan dengan itu termasuk untuk kegiatan-kegiatan.”
Hal serupa juga disampaikan 6 (Kepala Sekolah) pada tanggal 10 Desember 2014 yang menyatakan bahwa:
“Kalau cukup itu relatif ya mas, jadi kita istilahnya budget
oriented. Istilahnya kita menggunakan anggara sesuai dengan apa
yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Kita mengikuti itu saja, cukup ga cukup ya harus sesuai dengan aturan. Kalau dibilang ga cukup ya kita ga cukup terus. Kalau saya bicara ke mutu otomatis
commit to user
karena apa kita tidak bisa meningkatkan, mempressing,
temen-temen guru berkaitan penambahan jam diluar jam kedinasan itu kan
kita sulit. Karena diluar kedinasan tanpa kita memberikan salary itu kan sulit. Jadi untuk menambah kegiatan belajar siswa seperti jam tambahan itu sulit.”
Pernyataan tersebut diperkuat oleh informan 10 (Kepala Sekolah) pada tanggal 22 Desember 2014 yang menyatakan bahwa:
“Untuk satu juta ndak cukup. Ada yang beberapa ekstrakulikuler terpaksa saya hentikan karena dananya ga cukup. Untuk kegiatan lomba yang memerlukan banyak biaya, transportasi dihentikan.” Dari informasi tersebut dapat dikatakan bahwa dana yang diperoleh sekolah untuk menjalankan kegiatan operasional terbatas. Terbatasnya dana ini dikarenakan sumber dana untuk kegiatan operasional yang diterima sekolah hanya bersumber dari pemerintah pusat melalui BOS SMA. Sekolah tidak menerima dana dari siswa baik SPP maupun uang gedung untuk menunjang kegiatan belajar siswa.
Permasalahan terbatasnya dana ini salah satunya dapat disebabkan karena ditariknya bantuan dana operasional dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. Semenjak dana BOS SMA turun dari pusat sebesar Rp. 100.000,00/siswa/tahun dana operasional dari Pemkab Sukoharjo ditarik dan sepenuhnya biaya operasional sekolah berasal dari Pemerintah Pusat. Hal inilah yang mengakibatkan dana yang diterima sekolah terbatas karena untuk operasional dana hanya bersumber dari BOS SMA saja padahal jika Pemkab masih memberi dana untuk operasional maka akan sangat membantu sekolah untuk memaksimalkan mutu pendidikan. Ditariknya dana operasional dari pemkab ini sesuai dengan pernyataan dari informan 1 (Kepala Sekolah) pada tanggal 13 November 2014 yang menyatakan bahwa:
“Kan semenjak BOS pusat itu turun kan bantuan dari pemkab berupa operasional itu ditarik. Kalau misalkan masih dibantukan lebih bagus, jadi kita tidak kesulitan dalam penggunaan dananya. Tapi kalau dibilang dana BOS itu sudah cukup atau tidak ya cukup saja.”
commit to user
Hal serupa juga dinyatakan oleh informan 2 (Kepala sekolah) pada tanggal 18 November 2014 yang menyatakan bahwa:
“Ya kalau ditanya pengaruh apa tidaknya ya berpengaruh. Kalau misalnya ada dana operasional dari pemkab juga kan lebih bagus.hehehe. Semakin banyak dananya kan bisa lebih maksimal lagi kualitasnya. Tapi kalau nuntut terus ya gak bakalan cukup, adanya kurang terus. Hahaha.”
Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari informan 7 (Kepala Sekolah) pada tanggal 18 Desember 2014 yang menyatakan bahwa:
“Kalau untuk SMK itu kan masih dibantu kabupaten berupa operasional. Kalau penelitian masnya ini kan untuk SMA ya, jadi untuk SMA itu sudah tidak ada lagi bantuan operasional dari kabupaten, semuanya dari BOS pusat. Kalau misalnya ya mas, ini cuma misalnya kalau seandainya masih ada bantuan operasional dari kabupaten kan malah lebih bagus kan. Tapi kami juga maklum, jadi adanya berapa kami manfaatkan sebaik-baiknya.” Peryataan dari informan-informan tersebut juga diperkuat oleh dokumen Laporan Individu Sekolah Menengah (LI-SM) dimana pada dokumen tersebut tidak terdapat sumber dana operasional dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo (bagian biaya).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa setelah dana BOS dari Pemerintah Pusat muncul, bantuan operasional dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo ditarik karena pemerintah menganggap dana dari BOS tersebut mencukupi untuk memenuhi kebutuhan operasional sekolah.
Dengan adanya kendala-kendala di atas menyebabkan timbulnya beberapa kendala lainnya. Adapun kendala-kendala lain yang muncul dalam Implementasi Kebiajakan Pendidikan Gratis di SMA Negeri adalah sebagai berikut:
a. Sarana dan prasarana kurang maksimal
Sarana dan prasana sangat penting untuk menunjang proses pembelajaran di sekolah. Dengan adanya sarana dan prasana yang lengkap dan bermutu maka akan meningkatkan mutu dari proses pembelajaran itu pula. Secara umum sarana dan prasarana sekolah adalah alat penunjang
commit to user
keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan, tanpa adanya sarana dan prasarana yang lengkap maka proses pembelajaran akan terganggu.
Dengan ditetapkannya pendidikan gratis ini, secara tidak langsung berakibat pada menurunnya kualitas sarana dan prasarana yang ada di sekolah. Hal ini diakibatkan oleh dana yang terbatas serta sekolah tidak diijinkan untuk memungut SPP dan uang gedung dari siswa. Sekolah hanya berharap dan menunggu bantuan dari Pemerintah Pusat dan Daerah. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh informan 2 (Kepala Sekolah) pada tangal 18 November 2014 yang menyatakan bahwa:
“Sekolah pinggiran dengan sekolah-sekolah kota tetap berbeda, benar kan? Hahaha. Terutama masalah sarana dan prasarana ya itu. Untuk kualitas ga jauh berbeda, cuma untuk sarana dan prasarana yang kurang.”
Hal senada juga diungkapkan oleh informan 26 (Siswa) pada tanggal 8 Desember 2014 yang mengungkapkan bahwa:
“Ya bisa diliat sendiri keadaan sarana dan prasarana pada sekolah gratis. Kita dari sekolah gratispun pemasukan dana cuma dari dana BOS, tidak ada pemasukan dari siswa-siswi.
Eeeee, saya kira sarana dan prasaranaya sekolah gratis itu gimana ya, kurang menunjang kita untuk belajarlah. Kurang
maksimal untuk kita belajar apalagi kita juga SMA, SMA ini tingkatnya untuk menentukan mau jadi apa kita itu di SMA. Nah, kalau SMA yang gratis yang kurang sarana dan prasarana kan bisa tertinggal istilahnya. Ya mau gimana lagi, namanya kebijakan pemerintah itu harus dilaksanakan meskipun masih kurang sana sininya.”
Peryataan tersebut serupa dengan pernyataan informan 18 (Wakasek Sarana dan Prasarana) pada tanggal 10 Desember 2014 yang menyatakan bahwa:
“Kaitannya dengan sarana dan prasarana tentunya tidak seleluasa dulu ketika pendidikan masih bayar itu kan sekolah bisa mengalokasikan dana dari masyarakat dalam bentuk SPP itu kita mengalokasikan melalui pengadaan sarana dan prasarana. Tapi dengan adanya pendidikan gratis ini, biaya operasional yang kaitannya dengan sarana dan prasarana ditanggung oleh pemerintah juga. Dalam hal ini kita mengajukan proposal ke pemerintah daerah apakah bisa turun
commit to user
atau bisa cair atau tidak, jadi proses pengadaannya melalui proposal. Keadaan sarana dan prasarana disini kalau dikatakan cukup seratus persen ya belum, tetapi yang sudah ada kami manfaatkan sebaik-baiknya sambil berjalan kami mengajukan proposal kurangnya apa.”
Hal ini diperkuat dengan observasi yang dilakukan oleh peneliti di SMA Negeri se Kabupaten Sukoharjo dimana sebagian besar sekolah sarana dan prasarananya tidak bisa maksimal. Selama peneliti melakukan penelitian memang hampir semua sekolah melakukan renovasi ataupun pembangunan bangunan baru, tetapi masih saja ditemukan prasarana seperti ruang kelas yang memiliki bagian-bagian yang rusak misalnya plafon, lantai, jendela dan pintu. Akan tetapi yang paling kelihatan adalah fasilitas MCK yang kurang layak.
Sementara untuk keadaan sarana juga tidak lebih baik. Selama peneliti melakukan observasi di sekolah, rata-rata sarana untuk menunjang proses pembelajaran tidak maksimal. Hal ini terbukti bahwa rata-rata ruang kelas yang ada di sekolah tidak memiliki LCD, kipas angin, bahkan lampu. Kalaupun terdapat sarana seperti kipas angin masih belum bisa untuk dirasakan semua penghuni kelas. Hal ini tidak berlaku untuk sekolah eks RSBI dimana fasilitasnya lebih bagus dibanding dengan sekolah lainnya. Di sekolah eks RSBI tiap kelas sudah terdapat LCD, tetapi tidak semuanya berfungsi dengan baik.
Dari informasi di atas bisa dikatakan bahwa dengan adanya kebijakan pendidikan gratis secara tidak langsung menyebabkan sarana dan prasarana kurang maksimal. Hal ini disebabkan sekolah hanya bisa menunggu dan berharap bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana.
b. Kegiatan keorganisasian di Sekolah terganggu
Kegiatan keorganisasian yang dimaksud disini adalah kegiatan OSIS, Pramuka, PMR, dan organisasi lainnya yang ada di sekolah. Kegiatan organisasi di sekolah terganggu juga disebabkan oleh terbatasnya
commit to user
dana yang tersedia. Akibatnya beberapa kegiatan harus ditiadakan karena ketidak tersediaan dana. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan oleh informan 24 (Siswa) pada tanggal 18 November 2014 yang menyatakan bahwa:
“Kalau OSIS mau ngadain kegiatan itu kita masalahnya ada di dana. Kita kan sekolah gratis, jadi kalau mau ngambil dana dari siswa itu juga gak enak. Banyak kegiatan yang macet, sebenarnya kita program kerjanya banyak, tapi ya itu tadi masalah dana tadi.”
Senada dengan hal itu, informan 27 (Siswa) pada tanggal 11 Desember 2014 yang menyatakan bahwa:
“Untuk kegiatan mungkin masalahnya di dana. Kalau mengajukan proposal misal misalya sekian nanti dikasihnya cuma setengah jadi kita harus ngurangi bagian-bagian tertentu, dikurangi dikurangi ini itu biar pemasukan sama pengeluarannya seimbang. Terganggu sih iya, tapi tetap masih bisa kita laksanakan dengan dana yang terbatas.”
Hal serupa juga dinyatakan oleh informan 31 (Siswa) pada tanggal 13 Desember 2014 yang menyatakan bahwa:
“Kadang masalanya di dana mas. Jadi kalau kita mau ngadain kegiatan misalnya pensi itu terhambat didananya. Tapi kita tetep cari solusi dengan mencari sponsor atau iuran dari siswa.” Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi siswa yang ada disekolah banyak yang terhambat oleh adanya kebijakan pendidikan gratis ini. Hal ini disebabkan oleh dana yang terbatas.
c. Pelaksanaan kegiatan ektrakurikuler tidak maksimal
Kegiatan ekstrakulikuler merupakan sarana siswa untuk mengembangkan karakternya. Selain mengembangkan karakter, kegiatan ekstrakulikuler juga dapat digunakan oleh siswa sebagai sarana untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Tidak sedikit siswa yang bisa berprestasi dengan adanya kegiatan ekstrakulikuler ini.
commit to user
Akan tetapi dikarenakan terbatasnya dana, fasilitas penunjang pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler seperti alat untuk latihan terkesan seadanya. Hal inilah yang mengakibatkan pelaksanaan kegiatan ekstrakulikuler tidak maksimal yang disebabkan fasilitas yang seadanya atau bisa dibilang kurang lengkap. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari informan 22 (Siswa) pada tanggal 13 November 2014 yang menyatakan bahwa:
“Kalau dari kegiatan ekskul yang saya ikuti ini mas alat-alatnya itu kurang. Misalnya kalau lengkap kan lebih baik dan tentunya lebih aman. Kalau ada pelindung komplit kayak pelidung badan, tangan kaki, kepala, kemaluan dan lainnya kan jadi lebih aman namanya juga beladiri. Soalnya saya tau kalau pendidikan gratis itu dananya terbatas mas, jadi ya saya maklumi kalau belum bisa maksimal. Alat-alat yang dipakai itu rata-rata sudah lama dan perlu diganti. Jadi kalau kita latihan itu ndak bisa maksimal.”
Hal senada juga disampaikan oleh informan 38 (Pembina Ekskul) pada tanggal 17 November 2014 yang menyatakan bahwa:
“Bisa dilihat sendiri, alat-alatnya sebenarnya harus sudah diganti, tapi ya ndak ada dana mau gimana lagi, yang penting bisa jalan itu sudah bagus. Kalau untuk pengadaan alat nanti bisa sedikit-sedikit. Kita juga sudah pernah mengajukan proposal tapi ditolak, mungkin dananya memang terbatas. Kita maklumi itu, yang penting masih bisa berjalan itu sudah bagus.”
Senada dengan hal itu 34 (Siswa) pada tanggal 19 Desember 2014 juga menyatakan bahwa:
“Ya kalau untuk latihan sih masih kurang mas, masalahnya alat-alatnyakan juga terbatas, jadi kalau untuk latihan juga kurang. Ini saja alatnya bukan dari sekolahan mas, pinjem tempat lain. Repot juga sih kalau harus pinjem-pinjem terus, masalahnya harus ambil ditempat lain, kalau misalnya punya sendiri kan enak, bisa ditaruh di sekolahan.”
Pernyataan tersebut diperkuat oleh informan 39 (Pembina Ekstrakulikuler) pada tanggal 19 Desember 2014 yang menyatakan bahwa: “Kita pakai alat seadanya saja, kalau memang butuh alat lainnya kita biasanya pinjam ke tempat lain. Kalau ditanya
commit to user
tertangggu apa engganya ya jelas gak bisa maksimal, kalau alat-alatnya komplitkan bisa lebih maksimal tentunya. Jadi intinya masalahnya ada di alat-alat latihannya, kalau untuk masalah lain seperti anak yang jarang datang itu masalah pribadi dan masih bisa di atasi. Kalau buat beli alatkan dananya juga terbatas.”
Hal ini juga diperkuat ketika peneliti melakukan observasi di beberapa sekolah yang menyelanggarakan kegiatan ekstrakulikuler dimana alat-alat yang digunakan bisa dibilang terbatas dan merupakan alat-alat lama yang sudah dipakai selama beberapa tahun.
Dari informasi di atas dapat dikatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler tidak bisa berjalan maksimal dikarenakan fasilitas yang digunakan seadanya dan cenderung tidak lengkap. Hal ini juga disebabkan oleh terbatasnya dana yang tersedia sehingga sekolah tidak mampu untuk memperbaiki atau memperbaharui fasilitas yang ada.
d. Fasilitas penunjang praktik siswa tidak maksimal
Untuk kegiatan praktikum, siswa membutuhkan alat praktik yang lengkap. Lengkapnya alat praktik yang diperlukan oleh siswa ini tentu saja akan lebih mempermudah siswa untuk memahami teori yang digunakan. Fasilitas penunjang praktik siswa seperti untuk praktik biologi, kimia, fisika, bahasa, maupun komputer pada sekolah-sekolah yang diteliti terkesan secukupnya dengan menyesuaikan dana yang tersedia. Hal ini dibuktikan dengan peryataan informan 21 (Guru) pada tanggal 14 November 2014 yang menyatakan bahwa:
“Ya kalau cukup sih cukup mas, adanya ini ya kita gunakan semaksimal mungkin. Di cukup-cukupkan mas, untuk praktek sebenarnya juga sudah cukup, tapi tidak bisa maksimal. Untuk membeli alat-alat praktek yang cukup mahal kita belum bisa, dananya gak ada. Kalau misalnya bisa kan tentunya lebih maksimal lagi prakteknya.”
Senada dengan hal tersebut informan 25 (Siswa) pada tanggal 19 November 2014 juga menyatakan bahwa:
commit to user
“Peralatan-peralatannya masih kurang, terutama disinikan belum ada lab bahasa, kalau bisa ya ditambah lagi peralatannya kan lebih bagus mas. Kalau untuk praktek juga kalau alatnya ditambah juga lebih bagus.”
Hal serupa juga disampaikan oleh informan 37 (Siswa) pada tanggal 18 Desember 2014 yang menyatakan bahwa:
“Kalau untuk praktek lab komputer itu belum bisa satu komputer untuk satu orang, biasanya satu komputer itu untuk dua orang. Jadi ya harus gentian mas, trus kalau misal ada yang rusak ya bisa satu komputer itu untuk tiga orang. Kalau sudah di benerin nanti baru bisa dipakai berdua lagi.”
Dari informasi di atas bisa disimpulkan bahwa fasilitas penunjang praktik siswa dapat dikatakan tidak bisa maksimal dan terkesan secukupnya. Hal ini disebabkan fasilitas yang tersedia menyesuaikan dengan dana yang tersedia pula sehingga untuk menyediakan alat praktik yang mahal sekolah belum mampu. Akan tetapi dengan memanfaatkan fasilitas yang ada proses pembelajaran tetap masih bisa berjalan lancar.
e. Kegiatan lomba baik akademik maupun non akademik terganggu Siswa yang memiliki prestasi baik akademik maupun non akademik dapat mengharumkan nama sekolahnya melalui berbagai macam lomba yang dapat diikuti. Dengan adanya lomba baik akademik maupun non akademik baik itu tingkat kabupaten, karisidenan, provinsi, nasional atau bahkan tingkat internasional dapat menunjukkan kualitas sekolah dimana siswa tersebut bersekolah. Akan tetapi dengan terbatasnya dana maka secara otomatis kegiatan lomba yang bisa diikuti siswa melalui sekolah juga terbatas. Tidak semua lomba yang ada bisa diikuti karena sekolah harus menyesuaikan dengan dana yang tersedia. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan 23 (Siswa) pada tanggal 13 November 2014 yang menyatakan bahwa:
“Sebenarnya kalau lomba itu ada banyak sih mas, tapi kan gak mungkin bisa kita ikuti semua. Soalnya waktu kita juga terbatas, selain waktu dananya juga gak ada mas, terbatas. Jadi kita biasanya milih-milih mana yang mau diikuti, biasanya
commit to user
yang jelas diikuti itu popda mas karena gak butuh biaya dan yang ngadain pemerintah. Kalau untuk lomba-lomba lain yang butuh biaya kita pilih-pilh, soalnya dari sekolah juga terbatas dananya.”
Serupa dengan pernyataan tersebut Informan 4 (Kepala Sekolah) pada tanggal 8 Desember 2014 menyatakan bahwa:
“Kalau ada undangan-undangan lomba dari lembaga-lembaga itu kan banyak sekali sebenarnya. Nah itu kita yang agak kesusahan. Caranya ya kita selektif pilih kegiatan lomba yang ditunjang oleh dana pemerintah, misalnya OSN terus debat bahasa inggris yang diadakan oleh dinas yang sifatnya berjenjang seperti kalau lolos kabupaten nanti lanjut ke karesidenan kemudian provinsi lalu nasional. Kalau ada lomba yang sifatnya tidak berjenjang yang butuh banyak dana ya kita selektif. Kadang-kadang untuk mengeksplor tadi, kemampuan misalnya ada lomba kemana gitu anak-anak juga butuh dana.” Senada dengan hal itu informan 39 (Pembina Ekstrakurikuler) pada tanggal 11 Desember 2014 juga menyatakan bahwa:
“Sebenarnya kalau lebih banyak lomba yang diikuti itu lebih baik. Selain bisa meningkatkan mental juga bisa menambah prestasi. Anak yang sering ikut kejuaraan jam terbangnya akan semakin banyak sehingga kemampuannya juga akan meningkat. Tapi kan semua itu juga butuh dana, gak bisa lepas dari biaya jadi ga bisa semuanya diikuti. Biasanya yang banyak diikuti anak-anak itu ya kejuaraan yang diadakan oleh dinas atau pemerintah karena tidak perlu membayar. Untuk kejuaraan yang sifatnya Open itu tergantung dari anak-anak sendiri, apakah mau ikut atau tidak. Hal ini dikarenakan mereka harus mengeluarkan dana sendiri karena dari pihak sekolah juga belum bisa menutupi semua biaya yang dibutuhkan.”
Pernyataan tersebut diperkuat oleh informan 10 (Kepala Sekolah) pada tanggal 22 Desember 2014 yang menyatakan bahwa:
“Untuk lomba-lomba diseleksi, tidak bisa diikuti semua. Kalau seperti di sekolah ini kan hampir tiap hari ada surat untuk mengirim lomba. Kalau itu diikuti satu tahun satu milyarpun habis. Jadi yang even-even tertentu misalnya kita sudah rutin dapat juara missal dari UMY, Sanartadharma, IKIP Malang, dari apa itu UNS untuk OSN hukumnya wajib kami ikuti. Ini tidak murni gratis, kadang orang tua kami undang, sekolah hanya membiayai transport guru, transport siswa dan makan
commit to user
dan sebagainya dari orangtua siswa. Untuk kegiatan lomba yang memerlukan banyak biaya, transportasi dihentikan.” Dengan beberapa pernyataan di atas dapat diketahui bahwa tidak semua lomba bisa diikuti oleh siswa dikarenakan dana yang tersedia terbatas. Sekolah membuat skala prioritas dengan cara menentukan lomba yang tidak terlalu memakan banyak biaya seperti lomba-lomba yang diselenggarakan oleh pemerintah. Untuk lomba-lomba yang memerlukan banyak biaya kemungkinan besar tidak dapat didikuti.
f. Kesulitan untuk memberi honor pihak intern sekolah
Pada petunjuk teknis BOS SMA dana dari BOS tidak boleh digunakan untuk membayar honor guru atau warga sekolah. Honor hanya dapat diberikan kepada tenaga ahli dari luar sekolah misalnya dari perguruan tinggi, dari kwarnas/kwarda, dari dinas kesehatan, dari unsur keagamaan dan lain-lain). Padahal honor ini dubutuhkan apabila guru atau warga sekolah melakukan kegiatan di luar sekolah seperti menjadi Pembina ekstrakulikuler, mengawasi ujian semester, menjadi pendamping