B. Penemuan dan Pembahasan
2) Kendala Pemblokiran
Pelaksanaan pemblokiran selain memiliki keistimewaan dalam
pelaksanaanya, ternyata memiliki kendala yang akan dihadapi oleh Seksi
Penagihan dalam setiap KPP. Kendala tersebut pertama, adakalanya
Pihak bank yang bersangkutan merasa tidak nyaman dengan dibukanya
kerahasiaan bank dalam rangka penyitaan rekening bank WP/PP.
Alasannya sederhana, karena dengan terbukanya kerahasian bank maka
tingkat kepercayaan nasabah terhadap bank akan menurun, sehingga
tidak mustahil apabila nasabah tersebut beralih ke bank lain.
Kedua, umumnya perusahaan tidak terlalu besar dalam
mengalokasikan dananya ke aktiva lancar. Karena jika alokasi tersebut
terlalu besar artinya perusahaan belum memanfaatkan hartanya yang
paling efisien. Yang dimaksud dengan aktiva lancar adalah uang kas dan
atau dijual atau dikonsumsi selama siklus perusahaan yang normal atau
dalam kurun waktu satu tahun. Jika pemblokiran dan penyitaan
monetary asset di bank dilaksanakan seperti penyitaan giro dan tabungan, hal tersebut akan berdampak pada terhambatnya lalulintas
transaksi perusahaan. Maka dari itu biasanya WP/PP maupun
perusahaan hanya sedikit mengalokasikan dananya di bank.
c. Penyitaan Monetary Asset Di Bank dan Hasil Penyitaan Monetary Asset Di Bank
Pelaksanaan penyitaan monetary asset di bank dilaksanakan dengan melakukan pemblokiran terlebih dahulu. Prosedurnya, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak dalam hal ini KPP yang berada di wilayah DJP Jakarta
Barat mengajukan permohonan kepada pihak bank tempat WP/PP
menyimpan kekayaannya berupa deposito berjangka, tabungan, saldo
rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Surat Permohonan Pemblokiran tersebut dikirimkan ke bank dengan
dilampiri SPMP dan Surat Paksa. Selanjutnya pihak bank dan Pimpinan
Bank atau Pejabat Bank tersebut membuat Berita Acara Pemblokiran serta
menyampaikan salinannya kepada Penanggung Pajak dan Kepala Kantor
Pelayanan Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Dirjen Pajak. Jurusita Pajak memerintahkan kepada WP/PP
untuk memberikan kuasa kepada bank yang bersangkutan untuk
memberikan kuasa ke bank guna memberitahukan rekening WP/PP tersebut.
Apabila WP/PP bersedia membuat kuasa ke bank untuk memberitahukan
rekeningnya, maka tindak lanjut dari pihak bank yakni memberitahu saldo
kekayaan yang tersimpan diketahui Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan
terhadap aset tersebut dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan
menyampaikan salinannya kepada WP/PP dan bank yang bersangkutan.
Apabila WP/PP yang bersangkutan tetap tidak melunasi utang pajak dan
biaya penagihannya dalam jangka waktu 14 hari sejak penyitaan maka
pejabat dalam hal ini Jurusita Pajak meminta kepada pimpinan bank untuk
memindah bukukan harta kekayaan yang tersimpan pada bank tersebut ke
kas negara sejumlah yang tercantum dalam BAPS, yang tembusannya
disampaikan kepada WP/PP tersebut, permintaan tersebut dilampiri dengan
Surat Setoran Pajak (SSP) yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak. Untuk
lebih jelasnya mengenai alur proses penyitaan monetary asset di bank dapat dilihat pada gambar 4.2.
Pelaksanaan Penyitaan monetary asset di bank dalam upaya pencairan tunggakan pajak yang telah dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan
Pajak yang berada di wilayah DJP Jakarta Barat selama tahun anggaran
2004 sampai dengan 2007 tidak memberikan hasil yang signifikan apalagi
pelaksanaan penyitaan monetary asset di bank selama tahun anggaran 2004 hingga 2006, hal tersebut dikarenakan untuk melaksanakan penyitaan
monetary asset di bank, syarat utama yang harus dipenuhi sebelum dikeluarkannya Surat Edaran No. SE-05 /PJ.04/2007 tentang Pengantar
Peraturan DJP No. Per-109/PJ/2007 tentang Perubahan atas Keputusan DJP
No. Kep-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan
Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan Pada Bank
harus mengetahui nomor rekening WP/PP terlebih dahulu baru pihak bank
mau melakukan proses pemblokiran atas rekening WP tersebut. Untuk
mengetahui nomor rekening WP/PP tidaklah mudah karena adakalanya data
rekening WP/PP yang diperoleh dari pemeriksaan pajak tidak dikirimkan
oleh pemeriksa. Oleh karena itu Jurusita Pajak harus melakukan upaya
pencarian dari sumber lain. Usaha ini memerlukan keluwesan dan hubungan
relasi yang baik dari Jurusita pajak. Pada intinya jika Jurusita Pajak
memutuskan untuk melaksanakan penyitaan monetary asset di bank, maka bagaimanapun caranya ia harus memperoleh rekening WP/PP terlebih
dahulu dan ini merupakan tindakan awal yang paling krusial agar penyitaan
monetary asset di bank dapat dilaksanakan. Tapi setelah dikeluarkannya Surat Edaran sebagaimana yang telah penulis sebutkan di atas, yang
dikeluarkan tanggal 6 Agustus 2007 syarat utama tersebut, telah ditiadakan,
jadi walaupun Jurusita Pajak tidak mengetahui nomor rekening WP/PP
yang akan dilakukan penyitaan monetary asset di bank, bank wajib memblokir berdasarkan permintaan tertulis dari Menteri Keuangan.
Penyitaan monetary asset di bank yang dilaksanakan oleh KPP yang berada di wilayah DJP Jakarta Barat tahun anggaran 2004 untuk tunggakan
pajak sebesar Rp. 6.851.248.000 ternyata tidak memberikan hasil
sedikitpun, hal tersebut dikarenakan pihak bank menolak untuk memblokir
rekening WP/PP dan menolak untuk memberitahukan rekening nasabahnya
kepada pihak KPP, karena terkait dengan prinsip kerahasiaan bank dan bank
tersebut baru mau melaksanakan pemblokiran apabila Jurusita Pajak telah
mengetahui nomor rekening WP. Untuk tahun 2005, 2006, dan 2007 hal
monetary asset di bank oleh KPP yang berada di wilayah DJP Jakarta Barat tidak memberikan sumbangsih yang besar dalam pencairan tunggakan pajak
Kanwil DJP Jakarta Barat yaitu sebesar Rp.545.737.000 untuk tahun 2005,
Rp. 91.330.000 untuk tahun anggaran 2006, dan sebesar Rp. 5.205.825.000
pencairan tunggakan pajak yang diperoleh dari hasil penyitaan monetary asset di bank untuk tahun anggaran 2007.
Permintaan Pemblokiran ke bank (dilampiri SP dan SPMP)
Berita Acara pemblokiran (salinan disampaikan kepada WP/PP)
Jurusita Pajak memerintahkanWP/PP memberikan kuasa ke bank untuk memberitahukan saldo rekeningnya
WP/PP bersedia memberikan kuasa ke bank.
WP/PP tidak bersedia memberikan kuasa ke bank
Bank memberi tahu saldo rekening WP/PP kepada Jurusita Pajak
Penyitaan dan pembuatan BAPS dengan objek sita saldo rekening WP/PP tersebut
Pemindahbukuan saldo kekayaan yang tersimpan di bank yang bersangkutan ke Kas negara
Saldo mencukupi pemblokiran dicabut
Surat KPP ke Gubernur BI melalui Menteri Keuangan dan DJP
Gubernur Bank Indonesia memerintahkan bank yang bersangkutan untuk memberitahukan
saldo rekening WP/PP
Saldo tidak mencukupi pemblokiran tidak dicabut
Gambar 4.2
Alur Penyitaan Monetary Asset di Bank