ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN PENYITAAN MONETARY ASSET DI BANK TERHADAP
PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK
(Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta Barat)
Oleh: Widhya Ningsih NIM : 104082002672
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN PENYITAAN MONETARY ASSET DI BANK TERHADAP
PENCAIRAN TUNGGAKAN PAJAK
(Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta Barat)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Widhya Ningsih NIM: 104082002672
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja, MM Afif Sulfa, SE, Ak.,Msi
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Hari ini Jumat tanggal 2 bulan Mei tahun dua ribu delapan telah dilakukan ujian
Komprehensif atas nama Widhya Ningsih NIM : 104082002672 dengan judul Skripsi
“ ANALISIS PENGARUH SURAT TEGURAN, SURAT PAKSA, DAN
PENYITAAN MONETARY ASSET DI BANK TERHADAP PENCAIRAN
TUNGGAKAN PAJAK” (Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil
DJP Jakarta Barat). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntasi Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 Mei 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA Amilin SE, Ak., Msi
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
Daftar Riwayat Hidup
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Widhya Ningsih
2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 3 Februari 1987
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jl. Kalimangso No. 70 RT 004/01
Kelurahan Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren .Tangerang, 15222
6. Telepon : (021) 73888112 / 0813 150 39675
II. PENDIDIKAN
1. SD : SD Negeri Jurang Mangu Timur 04
2. SMP : SLTP Negeri 177 Pesanggrahan Jakarta Selatan
3. SMA : SMA Negeri 90 Jakarta Selatan
4. S1 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI Periode
1. Sekretaris Rohis SMAN 90 Jakarta Selatan 2002-2003
2. Pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Akuntansi 2005-2006
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Soepardjo
2. Tempat &Tanggal Lahir : Yogyakarta, 13 Februari 1960 3. Alamat : Jl. Kalimangso No. 70 RT 004/01
Kelurahan Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren. Tangerang, 15222
4. Telepon : (021) 73888112
5. Ibu : Karni
6. Tempat &Tanggal Lahir : Wonogiri, 1 Maret 1964
7. Alamat : Jl. Kalimangso No. 70 RT 004/01
Kelurahan Jurang Mangu Timur Kecamatan Pondok Aren. Tangerang, 15222
8. Telepon : (021) 73888112
ABSTRAK
Widhya Ningsih NIM: 104082002672 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, judul skripsi “Analisis Pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan Penyitaan Monetary Asset di Bank Terhadap Pencairan Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta Barat)”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank terhadap pencairan tunggakan pajak. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode statistik linier berganda, yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank terhadap pencairan tunggakan pajak.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank tidak berpengaruh terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat, karena hasil uji F statistik menunjukan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabelnya yaitu sebesar 2,129<3,49, dan nilai signifikansi menunjukan probabilitas lebih besar dari 0,05. Hal ini memberi pengertian bahwa secara simultan variabel independen dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap variabel dependennya. Begitupula dengan hasil uji t, yang menunjukkan bahwa t hitung<t tabel yaitu 0,521<2,145 untuk Surat Teguran, -2,047<2,145 untuk Surat Paksa, dan -2,166<2,145 untuk penyitaaan monetary asset di bank, sehingga hasil penelitian ini menerima Ho dan menolak Ha, yang memberi pengertian bahwa secara parsial (individual) Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank tidak berpengaruh pada pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.
ABSTRACT
Widhya Ningsih NIM: 104082002672 Accounting Majors Faculty of Economic and Social Science State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, the title of scription “Analysis Influence of Exhortation Letter, Force Letter, and Monetary Asset Confiscation on the Bank to the Liquefaction of Delinquent Tax (Case Study of Implementation Tax Collection at Kanwil DJP Jakarta Barat)”.
This reaserch purpose is to analyze the influence of Exhortation Letter, Force Letter, and monetary asset confiscation on the bank to the liquefaction of delinquent tax. Analysis method used in this reaserch is double linier statistical method, that is a method used to find out how much the influence of Exhortation Letter, Force Letter, and monetary asset confiscation on the bank to the liquefaction of delinquent tax.
The result from this research is knowable that Exhortation Letter, Force Letter, and monetary asset confiscation on the bank do not have any influence to the liquefaction of delinquent tax at Kanwil DJP Jakarta Barat, because F statistical test result show that F count < F table, that is 2,129<3,49 and the significant value show that the probability more than 0,05. It is means that independent variables in this reaserch does not influence simultaneously to the dependent variable. So also with t test result, it is shows that t count < t table that is 0,521<2,145 for Exhortation Letter, -2,047<2,145 for Force Letter, and -2,166<2,145 for monetary asset confiscation on the bank, so that this reaserch accept Ho and reject Ha, it means that partialy Exhortation Letter, Force Letter, and monetary asset confiscation on the bank do not have influence to the liquefaction of delinquent tax at Kanwil DJP Jakarta Barat.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
Segala puja dan puji syukur tercurah Kepada Sang Maha Pencipta, Sang Maha Agung, Sang Maha Pengasih dan Penyayang, Sumber Ilmu Pengetahuan, Sumber Segala Kebenaran, Sang Kekasih tercinta yang tak terbatas pencahayaan cinta bagi umat-Nya dan penggenggam seluruh isi bumi, ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala atas hidayah, berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan Penyitaan Monetary Asset Di Bank (Studi Kasus Pelaksanaan Penagihan Pajak Pada Kanwil DJP Jakarta Barat)”, sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Shalawat serta salam tercurah teruntuk Baginda Mulia Nabi Besar Muhammad S.A.W yang telah menuntun umatnya dari zaman yang tiada pencahayaan ke zaman yang penuh dengan cahaya kebenaran. Penyusunan skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dinyatakan lulus dan pencapaian gelar Sarjana Ekonomi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan selesai tepat pada waktunya tanpa dukungan, arahan, bimbingan, dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada: 1. Orang tua tercinta Tn. Soepardjo dan Ny. Karni yang telah mencurahkan segenap
waktu, perhatian, kebersamaan, dukungan, motivasi yang sangat berarti bagi penulis dan melalui jerih payah perjuangannya selama ini dengan banyak mencucurkan keringat dan menguras tenaganya, serta melalui gema doa yang tiada pernah henti kepada Sang Illahi Robbi, untuk sebuah pengharapan agar buah hatinya menjadi anak yang sukses dunia dan akhirat, amien.
2. Bapak Dr.Yahya Hamja, MM selaku dosen pembimbing pertama dan Bapak Afif Sulfa SE, Ak., Msi selaku dosen pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk selalu memberikan arahan, bimbingan, bantuan, dan dukungan yang luar biasa bagi penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
3. Bapak M. Faisal Badroen., MBA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. 4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Selaku PUDEK Fakultas Ekonomi dan Ilmu
5. Bapak Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA selaku Ketua Jurusan Akuntansi dan Bapak Amilin, SE, Ak., MSi selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi dan yang telah
menyempatkan waktunya untuk menguji dan meluluskan penulis dalam ujian komprehensif.
6. Bapak Heppy Prayudiawan, SE, Ak., MM selaku dosen tersupel dan perhatian kepada anak-anak didiknya yang selalu memberikan bimbingan, arahan, bantuan, dukungan yang luar biasa selama penulis menjalani pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Om Erik, Ibu Ani, Ibu Chas, dan Ibu Imelda yang selalu memberikan bantuan, arahan, bimbingan, dan dukungan yang luar biasa selama penyusunan skripsi ini. 8. Kakak-kakakku tercinta Mba Ugi & Mas Koko, Mas Soni, dan Mba Ni, serta adik
sepupuku yang cantik dan pintar Dini dan Nia atas doa dan dukungannya selama ini.
9. Mas Riant atas waktu, perhatian, curahan kasih sayang, dukungan moril yang luar biasa, serta doa tulusnya selama ini yang sangat berarti bagi penulis, semoga semua itu dapat terus terjalin.
10.Sahabat setiaku Ida Farida, Eri, Yanita, Dewi, Andri Stan, Seto Stan, Aris, Adi, Dwe, Elin, Jun, Rahma, Rahil, Fina, Susi&Adit, atas waktu, dukungan, doa, perhatian, persahabatan dan kebersamaannya selama ini semoga dapat terus terjalin. 11.Sahabat-sahabatku di akuntansi B, Pipit, Nica, Yani, Iyok, Desi, Mba Eka, Ayu
Tea, Ochi, Dika, Dwin, Rama, Raihan, Doni, Taufik, Mahdi, Elo, Aat, Agin, Nanda, atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya selama ini semoga dapat terus terjalin.
12.Mas-masku yang ada di depan rumah Mas Wanto, Mas Haris, dan Mas Tedy atas
dukungan dan bantuan equipmentnya.
13.Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, Mei 2008
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...
LEMBAR PERNYATAAN LULUS UJIAN KOMPREHENSIF ...
LEMBAR PERNYATAAN LULUS UJIAN SKRIPSI ...
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...
ABSTRACT... A. Latar Belakang Masalah ...
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah...
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...
TINJAUAN PUSTAKA...
A. Tinjauan Pustaka………...
1. Konsep Dasar Perpajakan ...
a. Pengertian Pajak………
b. Fungsi Pajak………..
c. Sistem Pemungutan Pajak………….………....
BAB III.
e. Penghapusan Piutang Pajak………..
f. Perlawanan Terhadap Pajak………..
2. Penagihan Pajak……….
a. Pengertian Penagihan Pajak………..
b. Dasar Penagihan Pajak………..
c. Sanksi Perpajakan di Bidang Penagihan………...
d. Tugas dan Wewenang Jurusita Pajak………
e. Pengertian Wajib Pajak atau Penanggung Pajak………...
f. Jadwal Waktu Penagihan Pajak………
g. Penerbitan Surat Paksa………..
h. Proses Penyitaan Barang Milik WP/PP………
i. Objek Sita………..
j. Barang Sitaan yang Dikecualikan dari Penjualan Secara
Lelang………
k. Daluarsa Penagihan Pajak……….
3. Penyitaan Monetary Assetdi Bank……….
a. Dasar Hukum Penyitaan Monetary Asset di Bank……….
b. Prosedur Penyitaan Monetary Asset di Bank………
BAB IV.
C. Metode Pengumpulan Data………
1. Metode Telaah Kepustakaan……….
2. Metode Dokumentasi……….
1. Uji Asumsi Klasik……….
a. Uji Normalitas………...
b. Uji Multikolinearitas……….
c. Uji Autokorelasi………
d. Uji Heteroskedastisitas………..
2. Metode Analisis Data………
a. Analisis Regresi Linier Berganda……….
b. Uji Koefisien Determinasi ………...
c. Uji F Statistik………
d. Uji t Statistik……….
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN………...
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian………...
1. Sejarah Singkat Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat………..
2. Sekilas Tentang Modernisasi Kanwil DJP Jakarta Barat………..
3. Struktur Organisasi Kanwil DJP Jakarta Barat……….
a. Sumber Daya Seksi Penagihan dan Uraian Tugas Seksi
Penagihan Pada Kanwil DJP Jakarta Barat………...
b. Uraian Tugas Seksi Penagihan pada KPP Pratama dan Madya
di wilayah DJP Jakarta Barat………
B. Penemuan dan Pembahasan………...
1. Peran Jurusita Pajak Dalam Pelaksanaan Penagihan Aktif di
Wilayah Kanwil DJP Jakarta Barat………...
a. Surat Teguran………
b. Surat Paksa………
c. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan………...
d. Pengumuman Lelang dan Pelaksanaan Lelang……….
2. Rencana Penagihan Pajak Terhadap Perkembangan Tunggakan
Pajak Serta Realisasi Penerimaan Pajak………
3. Kendala yang Terjadi Dalam Proses Penagihan Pajak…………..
a. Hambatan yang Berasal Dari Pihak Ekstern...
b. Hambatan yang Berasal Dari Pihak Intern………...
4. Sudut Pandang Psikologis Mengapa WP/PP Enggan untuk
Membayar Tunggakan Pajak………..……...
5. Penyitaan Monetary Asset Di Bank Pada Kanwil DJP Jakarta
Barat………..
a. Prosedur Sebelum Penyitaan Monetary Asset Di Bank………
b. Pemblokiran Rekening Bank………
BAB V.
c. Penyitaan Monetary Asset di Bank dan Hasil Penyitaan
Monetary Asset di Bank………
6. Hasil Analisis dan Pengujian Hipotesis……….
a. Uji Asumsi Klasik……….
1) Uji Normalitas……….
2) Uji Multikolonieritas…………...…………...……….
3) Uji Autokorelasi………..
4) Uji Heteroskedastisitas………
b. Hasil Uji Hipotesis………
1)Hasil Uji Koefisien Determinasi……….
2)Hasil Uji F Statistik……….
3)Hasil Uji t Statistik………..
DAFTAR TABEL
Perbedaan Penelitian Sebelumnya Dengan Penelitian Saat
Ini……
Operasional Variabel
Penelitian………
Keputusan
Durbin-Watson………
Laporan Kegiatan Penagihan di Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun
Anggaran
2004-2007...
Rencana Penagihan Pajak dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada
Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun Anggaran
2004-2007...
Laporan Perkembangan Tunggakan Pajak Pada Kanwil DJP
Jakarta Barat Tahun Anggaran
2004-2007...
Kategori Umur Tunggakan dan Kriteria Kualitas
Multikolinieritas...
Hasil Uji
Autokorelasi...
Model Summarry
b………
Anova
b……….
Coeffisien
DAFTAR GAMBAR
Nomor
2.1
4.1
4.2
4.3
4.4
Keterangan
Kerangka
Pemikiran...
Struktur Organisasi Kanwil DJP Jakarta
Barat...
Alur Penyitaan Monetary Asset di
Bank………...
Hasil Uji Normalitas
Data……….
Hasil Uji
Heteroskedastisitas………
Halaman
35
53
88
90
DAFTAR LAMPIRAN
Bagan Organisasi Kanwil DJP Jakarta
Barat...
Surat Izin Penelitian
...
Hasil Analisis dengan SPSS
12...
Laporan Kegiatan Penagihan Kanwil DJP Jakarta Barat Tahun
Anggaran
2004-2007...
Laporan Penyitaan Monetary Asset di Bank Pada Kanwil DJP
Jakarta
Barat...
Contoh Lembar Surat
Paksa………..
Contoh Lembar Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan...
Berita Acara Pelaksanaan
Sita...
Stiker
Sita...
Surat Bank Indonesia Dalam Rangka Penyitaan Monetary Asset
di
Bank...
Surat Edaran Nomor
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peranan pajak sebagai pilar pembangunan bangsa Indonesia semakin besar
dan penting seiring dengan semakin berkurangnya kontribusi penghasilan dari
minyak dan gas alam beberapa tahun terakhir. Tren ini makin menguat terutama
setelah krisis ekonomi pada tahun 1998 yang ditandai dengan terus meningkatnya
proporsi total penerimaan pajak terhadap total APBN dan saat ini pemerintah
menetapkan nilai rencana penerimaan pajak tahun 2008 sebesar Rp. 583,7 triliyun
terlihat meningkat tajam dibandingkan dengan rencana penerimaan dari sektor
pajak pada RAPBN tahun 2007 sebesar Rp. 489,9 triliyun (Artikel: Ancaman
terhadap krisis RAPBN 2008. www. dimastidano.wordpress.com, 3 Februari 2008).
Salah satu upaya yang telah dilakukan dalam menghimpun penerimaan
negara dari sektor pajak yang lebih besar adalah pembaharuan peraturan, kebijakan,
dan administrasi perpajakan yang dilaksanakan secara terus-menerus, bertahap,
konsisten, dan berkelanjutan. Langkah pembaharuan tersebut tidak hanya ditujukan
untuk meningkatkan kapasitas fiskal guna memperkuat sumber pendanaan APBN
akan tetapi sekaligus diarahkan untuk memberikan peranan dalam mendorong
investasi, memperkuat daya saing, dan meningkatkan efisiensi perekonomian.
Bentuk perubahan yang cukup mendasar dalam sistem perpajakan di Indonesia
adalah perubahan dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System
yaitu pada reformasi perpajakan tahun 1983. Dalam Official Assessment System
ketentuan undang-undang perpajakan, sebaliknya pada Self Assessment System
Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetor, dan melaporkan pajak terutangnya sendiri.
Sebagai penerimaan negara yang selama ini diandalkan, tentunya sektor
pajak diupayakan agar terus meningkat, satu sisi penerimaan negara terus
diupayakan meningkat, sedangkan di sisi lain harus ada penghematan pembiayaan.
Oleh karena itu biaya untuk menghasilkan penerimaan negara seyogyanya seefektif
mungkin. Hal tersebut menjadikan tugas penerima pajak semakin berat baik dengan
upaya ekstensifikasi maupun intensifikasi. Salah satu tugas berat intensifikasi
adalah pencairan tunggakan pajak. Agar pencairan tunggakan pajak dapat dicapai
sesuai dengan target yang ditetapkan Kantor Pusat per Kanwil maka upaya
intensifikasi kegiatan penagihan pajak harus dilakukan secara terpadu, profesional,
terfokus, terukur, konsisten, serta sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Selain itu, peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun,
jika dalam kenyataan dijumpai adanya tunggakan pajak, terlebih lagi bila dari
waktu ke waktu menunjukkan jumlah yang semakin besar, maka diperlukan
penanganan yang serius. Artinya, walaupun penerimaan pajak secara umum
meningkat, tetapi terhadap tunggakan pajak diperlukan tindakan penagihan yang
tegas sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan (law enforcement).
Tindakan penagihan yang berpotensi memberikan pencairan tunggakan
pajak antara lain melalui penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan, penagihan seketika sekaligus, penyanderaan, dan
pelaksanaan penagihan berupa penyitaan terhadap harta kekayaan Penanggung
harta tak bergerak. Pelaksanaan penyitaan dilaksanakan secara hati-hati mengenai
objek sita yang potensial untuk dapat dicairkan dan status kepemilikan harus
diperhatikan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Hal ini untuk
menghindari timbulnya masalah hukum yang mungkin terjadi.
Penyitaan dapat juga dilakukan dengan objek sita harta kekayaan
Penunggak Pajak yang tersimpan di bank seperti deposito berjangka, tabungan,
saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Penyitaan ini didahului dengan proses pemblokiran terhadap rekening penanggung
pajak di bank dengan tujuan akhir melakukan pemindah bukuan saldo rekening
penangung pajak yang diblokir ke kas negara untuk pembayaran tunggakan pajak,
dengan tetap memperhatikan prinsip kerahasiaan bank. Penyitaan harta kekayaan
penanggung pajak di bank tidak perlu ditindak lanjuti dengan pelaksanaan lelang
atau penjualan yang memerlukan prosedur yang rumit, dan memerlukan biaya
penagihan yang cukup besar.
Purwantoro (2005) telah melakukan penelitian mengenai analisis penagihan
pajak dengan penyitaan monetary asset di bank. Penelitian tersebut dilakukan di
salah satu KPP yang telah melaksanakan penyitaan monetary asset di bank yaitu
pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Lima. Tekhnik yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa peranan penyitaan yang
didahului dengan proses pemblokiran sangat tidak signifikan terhadap total
penerimaan pajak tahun 2004 pada KPP PMA Lima tersebut.
Suhendar (2007) telah melaksanakan penelitian mengenai analisis pengaruh
pelaksanan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan pengumuman lelang
Jakarta Tanah Abang Satu. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah
pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan pengumuman lelang
tersebut memberikan hasil yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak
pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dan penelitian yang telah
dilaksanakan sebelumnya maka peneliti tertarik untuk membahas mengenai
pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa dan penyitaan monetary asset milik
Penanggung Pajak secara khusus yang terdapat di bank terhadap pencairan
tungakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis mengacu kepada penelitian
yang dilakukan oleh Purwantoro (2005). Adapun perbedaan penelitian yang akan
dilakukan penulis dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Purwantoro (2005)
adalah seperti terdapat pada tabel berikut :
Tabel. 1.1
Perbedaan Penelitian Sebelumnya dan Penelitian Saat Ini
No Keterangan Penelitian Purwantoro
(2005)
Penelitian saat ini
1. Periode Waktu Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data laporan tahun 2004.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data laporan tahun 2004 hingga tahun 2007.
2. Metode Analisis Deskriptif kualitatif berupa analisis variabel tunggal.
Metode kuantitatif berupa metode regresi berganda.
3. Subjek Penelitian Data penyitaan monetary asset di bank pada KPP PMA Lima
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
Peneliti mengidentifikasi masalah penelitian yaitu mengenai analisis
pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank
terhadap pencairan tunggakan pajak. Untuk memudahkan pembatasan dalam
rencana penyusunan hasil penelitian ini, penulis membatasi permasalahan pada
proses pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan
penyitaan monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan tunggakan
pajak di Kanwil DJP Jakarta Barat yang terdiri dari KPP yang tersebar di wilayah
Jakarta Barat yang telah melaksanakan penagihan pajak dengan Surat Teguran,
Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank, dengan perumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat
Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank yang dilakukan oleh Kantor
Pelayanan Pajak yang berada di wilayah Kanwil DJP Jakarta Barat?
2. Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan
penyitaan monetary asset di bank secara simultan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat?
3. Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta
Barat?
4. Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta
5. Apakah pelaksanaan penagihan pajak dengan penyitaan monetary asset di bank
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak pada
Kanwil DJP Jakarta Barat.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat
Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank yang
dilaksanakan oleh KPP yang berada dibawah Kantor Wilayah DJP Jakarta
Barat.
b. Untuk mengetahui pengaruh Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan
monetary asset di bank terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil
DJP Jakarta Barat.
c. Untuk mengetahui pengaruh Surat Teguran terhadap pencairan tunggakan
pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.
d. Untuk mengetahui pengaruh Surat Paksa terhadap pencairan tunggakan
pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.
e. Untuk mengetahui pengaruh penyitaan monetary asset di bank terhadap
pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat bagi penulis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan agar penulis bisa
menerapkan teori dan memperoleh pemahaman mengenai pelaksanaan
penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan
monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan tunggakan
b. Bagi dunia akademis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti empiris mengenai
pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan
penyitaan monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan
tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.
c. Bagi para pembaca
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wacana bagi para
pembaca agar pemahaman tentang proses penagihan yang lebih luas,
terutama tentang penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan
penyitaan aset moneter milik Penanggung Pajak yang terdapat di bank dan
pengaruhnya terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Dasar Perpajakan
a. Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007
tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan No. 6 tahun 1983 adalah sebagai berikut:
”Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Sedangkan pengertian pajak menurut Soemitro:
”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-timbal (kontra-prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak
memiliki unsur-unsur sebagai berikut (Ilyas dan Burton, 2004: 5):
1) Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang,
2) Sifatnya dapat dipaksakan,
3) Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
4) Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah (tidak boleh dipungut oleh pihak swasta),
dan
5) Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
b. Fungsi Pajak
Pada awalnya hanya dikenal dua fungsi pajak yaitu: fungsi budgeter
sebagai fungsi utama dan fungsi regulerend sebagai fungsi tambahan.
Namun dalam perkembangannya bertambah dua fungsi lagi, yaitu : fungsi
demokrasi dan fungsi distribusi ( Ilyas dan Burton, 2004 : 8).
Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya di sektor publik, yakni
untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai
undang-undang yang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara, baik itu pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan. Apabila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan
pemerintah untuk investasi pemerintah (Ilyas dan Burton, 2004: 8). Fungsi
ini juga tercermin dalam asas efficiency atau asas financial, yaitu
menekankan pada pemasukkan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran
yang sekecil-kecilnya dari suatu penyelenggaraan perpajakan.
Fungsi kedua, fungsi regulerend, yakni suatu fungsi yang
menyatakan pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai alat untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan
(Ilyas dan Burton, 2004: 9). Hal ini dapat dilihat dalam sektor swasta, sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh Djojohadikusumo dengan Fiscal Policy
bersamaan secara langsung menemukan dana-dana yang akan digunakan
untuk public investment dan secara tidak langsung digunakan untuk
menyalurkan private saving kearah sektor-sektor yang produktif maupun
digunakan untuk mencegah pengeluaran yang menghambat pembangunan.
“Tujuannya untuk menciptakan iklim yang sehat dari perkembangan dunia
usaha, demi tercapainya kesejahteraan bangsa dan negara serta tercapainya
keseimbangan perekonomian dan politik.
Fungsi demokrasi, fungsi pajak ketiga, adalah suatu fungsi yang
merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong,
termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan
manusia (Ilyas dan Burton, 2004: 9). Fungsi ini sering dikaitkan dengan hak
seseorang jika akan mendapat pelayanan dari pemerintah. Dasar
pemikirannya sederhana, bila seseorang melakukan kewajibannya dengan
membayar pajak kepada negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia
mempunyai hak pula untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari
pemerintah, bila tidak maka pembayar pajak akan melakukan protes
terhadap pemerintah.
Fungsi pajak yang terakhir adalah fungsi distribusi, yakni fungsi
yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan masyarakat.
Misalnya dengan pengenaan tarif progresif yang mengenakan pajak yang
lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan
sebaliknya tarif yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai
penghasilan yang lebih sedikit (Ilyas dan Burton, 2004: 9).
c. Sistem Pemungutan Pajak
Official Assessment System adalah suatu sistem pemungutan
yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Adapun ciri-ciri dari
official assesment system yaitu :
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
b) Wajib Pajak bersifat pasif
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak
oleh fiskus.
2) Self Assessment System
Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang. Adapun ciri-ciri dari self assesment
system yaitu :
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri
b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) With Holding System
With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang
yaitu, wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada
pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
d. Utang Pajak
Dalam hukum pajak dikenal ada dua ajaran yang mengatur
timbulnya utang pajak, yaitu (Resmi, 2005:11) :
1) Ajaran Material
Dalam ajaran ini menyatakan bahwa utang pajak timbul karena
diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini seseorang
akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenai pajak atau tidak
sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
2) Ajaran Formal
Dalam ajaran ini menyatakan bahwa utang pajak timbul karena
dikeluarkanya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus. Untuk menetukan
apakah seseorang dikenai pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang
harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayarannya dapat diketahui
dalam Surat Ketetapan Pajak tersebut.
Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, bahwa yang dimaksud
dengan utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi
administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam
Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya beradasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan pajak.
Setiap perikatan termasuk pula utang pajak, pada suatu waktu akan
kompensasi, daluarsa, dan pembebasan/penghapusan. Berdasarkan
pengertian utang pajak, idealnya hapusnya utang pajak adalah dengan
pembayaran atau kompensasi utang pajak yang terdapat dalam Surat
Ketetapan Pajak atau surat sejenis sebelum tangal jatuh tempo. Akan tetapi
dalam realisasi di lapangan, walaupun Surat Ketetapan Pajak atau sejenisnya
telah jatuh tempo masih banyak Wajib Pajak yang tidak atau belum
melunasi utang pajaknya. Terhadap utang pajak tersebut maka harus
dilakukan tindakan penagihan yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
e. Penghapusan Piutang Pajak
Meskipun upaya penagihan pajak terus dilakukan oleh Jurusita
Pajak, namun pada kenyataannya terdapat beberapa hal atau keadaan
dimana utang pajak yang menjadi kewajiban Wajib Pajak/Penanggung Pajak
tidak dapat ditagih lagi. Adapun beberapa syarat yang harus dipenuhi agar
piutang pajak dapat dihapuskan, adalah sebagai berikut (Sabrani, 2006):
1) Piutang tersebut tercantum dalam STP,SKPKB,dan SKPKBT.
2) Sudah dilakukan upaya tindakan penagihan sampai dengan Surat Paksa
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3) WP telah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan
dan tidak mempunyai ahli waris dengan didukung keterangan dari
instansi atau pihak yang terkait.
4) WP tidak dapat ditemukan lagi karena pindah alamat dan tidak memberi
alamat baru atau meninggalkan Indonesia dengan surat keterangan dari
5) WP tidak mempunyai kekayaan lagi dengan didukung surat keterangan
dari pejabat bahwa perusahaan tersebut telah dilikuidasi dan tidak
mungkin lagi membayar tunggakan pajaknya.
6) Hak untuk melakukan penagihan sudah daluarsa, yakni 5 tahun
f. Perlawanan Terhadap Pajak
Terlepas dari masalah kewarganegaraan dan rasa nasionalisme, pada
kenyataannya kewajiban membayar pajak cenderung dihindari baik secara
sengaja maupun secara tidak sengaja.
Rimsky K. Judisseno membagi perlawanan terhadap pajak menjadi
dua, yakni:
1) Perlawanan Pasif
Perlawanan pasif terjadi atas ketidaktahuan masyarakat tentang
permasalahan dibidang perpajakan. Dalam perlawanan pasif ini
masyarakat secara tidak sadar telah melakukan perlawanan karena
mereka cenderung tidak mengetahui untuk apa, bagaimana, kapan, dan
kepada siapa pajak harus dibayar.
2) Perlawanan aktif
Perlawanan aktif dilakukan oleh orang-orang yang telah mengetahui
peraturan dan kewajibannya di bidang perpajakan, akan tetapi mereka
secara terang-terangan menghindari kewajiban perpajakannya, bahkan
melalaikan dan bermain-main didalamnya.
2. Penagihan Pajak
Penagihan pajak dilaksanakan karena masih adanya kewajiban pajak
yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak setelah lewat batas waktu (jatuh tempo)
Penagihan atas tunggakan pajak merupakan hal penting, tetapi proses penagihan
atas tunggakan pajak tersebut harus dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan pajak yang berlaku sehingga dalam pelaksanaannya
mempunyai kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak itu sendiri maupun pihak
Fiskus. Proses penagihan pajak tersebut efektif apabila ada peningkatan realisasi
penerimaan pajak melalui pencairan tunggakan pajak.
a. Pengertian Penagihan Pajak
Pengertian penagihan pajak sesuai dengan Pasal 1 ayat 9
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang
Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang
berbunyi: “Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung
Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita
(Ilyas dan Burton, 2004: 188).
Menurut Hadi (2001: 2), yang dimaksud dengan penagihan adalah
serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak berhubung
Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban
perpajakan yang terutang menurut undang-undang perpajakan yang berlaku.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa pada dasarnya proses
penagihan pajak melibatkan unsur-unsur yang mempunyai arti penting,
1) Utang pajak, yaitu besarnya utang pajak yang belum dilunasi oleh Wajib
Pajak ditambah dengan biaya penagihan sebagai dasar untuk melakukan
penagihan pajak.
2) Serangkaian tindakan sesuai jadwal waktu yang benar, yaitu penerbitan
Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, pelaksanaan penyitaan
berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, sampai dengan
pelaksanaan lelang.
3) Aparat Direktorat Jenderal Pajak, yaitu Jurusita Pajak yang telah
memenuhi syarat untuk melakukan penagihan pajak.
4) Penanggung Pajak yang mempunyai kewajiban melunasi utang pajak.
5) Undang-Undang Perpajakan yang berlaku, yaitu UU KUP 1984 dan UU
PPSP serta peraturan pelaksana.
b. Dasar Penagihan Pajak
Penagihan pajak dilakukan terhadap utang pajak yang telah
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan ketentuan pasal 18
ayat (1) UU PPSP disebutkan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak. Ketentuan ini sama
dengan yang diatur dalam pasal 18 UU KUP (UU No. 16 Tahun 2000: 70).
Penagihan dilaksanakan oleh fiskus sehubungan dengan adanya
kewajiban Wajib Pajak, baik sebagian maupun keseluruhan yang masih
terutang pada negara menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
penerimaan pajak melalui pencairan tunggakan pajak. Yang dimaksud
dengan penagihan yang optimal di sini adalah memaksimalkan penerimaan
pajak dari jumlah tunggakan pajak yang dapat ditagih dengan biaya yang
seminimal mungkin (Sari, 2002: 21).
c. Sanksi Perpajakan di Bidang Penagihan
Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua jenis sanksi, yaitu
sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi merupakan
sejumlah pembayaran kerugian berupa uang kepada negara dalam bentuk
bunga, denda, atau kenaikan. Sanksi ini diatur dalam undang-undang KUP.
Sedangkan sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan terhadap
WP/PP agar norma perpajakan dipatuhi. Sanksi pidana berupa denda pidana,
pidana kurungan atau pidana penjara yang ditetapkan oleh Hakim Pidana.
Sanksi administrasi di bidang penagihan berupa bunga penagihan.
Bunga penagihan adalah bunga atas pajak yang terutang menurut Surat
Ketapan Pajak dan tambahan jumlah pajak yang masih harus dibayar
berdasarkan SK. Pembetulan, SK. Keberatan, atau Putusan Banding yang
saat jatuh tempo pembayaran tidak atau kurang dibayar. Bunga penagihan
ditagih dengan STP Bunga Penagihan yang dihitung dua persen per bulan
dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal
terbitnya STP Bunga Penagihan, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu
bulan.
Sanksi pidana dapat dikenakan kepada Penanggung Pajak maupun
Jurusita Pajak. Dalam praktik mungkin Jurusita Pajak mendapatkan
ancaman keras, dicegah, dirintangi bahkan digagalkan tugasnya oleh
melawan seorang pegawai negeri (Jurusita Pajak) yang mengerjakan tugas
jabatan dengan sah karena kewajibannya menurut undang-undang diancam
dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan. Hal ini
tersurat dalam KUHP pasal 212, 213, 214, 215. Demikian juga terhadap
Penanggung Pajak yang dengan sengaja mimindahtangankan,
menggelapkan atau merusak barang sitaan menurut peraturan
undang-undang diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun
sesuai pasal 231 KUHP. Sanksi ini dapat ditambah denda setinggi-tingginya
12 juta rupiah menurut pasal 41 A UU PPSP.
Selain itu sanksi pidana dapat juga ditujukan kepada Jurusita Pajak
yang dengan melampaui batas wewenangnya telah memaksa dengan jalan
mendobrak pintu rumah PP yang dalam keadaan tertutup dan lain-lain,
tindakan yang dapat dikatagorikan sebagai kejahatan dalam jabatan yang
tercantum dalam pasal 429 KUHP. Ancaman pidananya terhadap tindakan
pegawai Negeri tersebut (Jurusita Pajak) adalah satu tahun empat bulan
penjara.
Jurusita Pajak dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan
pihak lain. Pihak lain tersebut adalah Kepolisian, Kejaksaan, Badan
Pemerintahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan
Negeri, Bank, ataupun pihak lainnya. Hal ini diatur dalam pasal 5 ayat (4)
UU PPSP. Dalam hal ini Bank menjadi pihak terkait dalam penagihan pajak
apabila barang yang disita berupa deposito berjangka, tabungan, saldo
rekening koran, giro, atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Pihak
Bank wajib memberikan bantuan kepada Jurusita Pajak. Apabila Bank
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu dan denda
paling banyak 10 juta rupiah. Hal tersebut tercantum dalam pasal 41 A ayat
(2) UU PPSP.
d. Tugas dan Wewenang Jurusita Pajak
Pengertian Jurusita Pajak sesuai dengan Pasal 1 ayat 6 Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang berbunyi: “Jurusita Pajak adalah
pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan
sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:
562/KMK.04/2000 tentang Syarat-syarat Pengangkatan dan Pemberhentian
Jurusita Pajak disebutkan bahwa Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat, dan oleh Gubernur
atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah. Sedangkan untuk
menjadi Jurusita Pajak diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
1) Berijazah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau sederajat.
2) Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur Muda/Golongan II/a.
3) Berbadan sehat.
4) Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak.
5) Jujur bertanggung jawab dan penuh pengabdian.
Dalam melaksanakan tugasnya Jurusita Pajak harus dilengkapi dengan
Pajak/Penanggung Pajak. Hal ini dimaksudkan agar Jurusita Pajak
mempunyai bukti diri yang kuat dan bisa menjelaskan bahwa yang
bersangkutan adalah benar-benar Jurusita Pajak yang sah dan mempunyai
tugas dan wewenang melaksanakan tindakan penagihan pajak. Adapun
tugas Jurusita Pajak sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 dan 3 UU PPSP adalah:
1) Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
2) Memberitahukan Surat Paksa.
3) Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
4) Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.
Jurusita Pajak juga berwenang untuk memasuki dan memeriksa semua
ruangan untuk menemukan objek sita di tempat usaha dan melakukan
penyitaan di tempat kedudukan, di tempat tinggal penanggung pajak atau di
tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita
(Kurniawan dan Pamungkas, 2006:55).
e. Pengertian Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
Berdasarkan pasal 1 angka 25 UU KUP dan pasal 1 angka 3 UU PPSP
disebutkan bahwa Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan kewajiban Wajib Pajak menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan (Iswahyudi. 2005: 14).
Pengertian Penanggung Pajak harus dibedakan dengan Wajib Pajak.
Penanggung Pajak terdiri atas Wajib Pajak orang pribadi atau badan yang
pajak. Orang pribadi atau badan juga dapat menunjuk kuasa untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan yang
berlaku. Pengertian Wajib Pajak atau Subjek Pajak sebagaimana disebutkan
dalam UU No. 28 tahun 2007 pasal 1 angka 2 atas perubahan UU No. 6
tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah
orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
f. Jadwal Waktu Penagihan Pajak
1) Fiskus akan menerbitkan Surat Teguran setelah tujuh hari sejak saat
jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam STP, SKPKB/SKPKBT,
SK. Pembetulan, SK. Keberatan, atau Putusan Banding yang
menyebabkan pajak harus bertambah.
2) Apabila setelah lewat waktu 21 hari sejak Surat Teguran Wajib Pajak
tetap tidak melunasi utang pajak seperti yang dimaksud dalam Surat
Teguran, tindakan penagihan akan dilanjutkan dengan pemberitahuan
Surat Paksa.
3) Apabila dalam waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan Wajib
Pajak tetap tidak mengindahkan pelunasan pajaknya, tindakan
selanjutnya adalah melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan Wajib
Pajak.
4) Apabila dalam waktu 14 hari setelah tanggal penyitaan Wajib Pajak
tetap saja tidak mau melunasi utang pajaknya, fiskus akan melakukan
5) Apabila setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pengumuman lelang
Wajib Pajak tetap saja tidak melunasi utang pajaknya, fiskus akan
melakukan penagihan berupa lelang yang akan dilakukan oleh Kantor
Lelang Negara guna untuk mengambil pelunasan utang pajaknya beserta
sanksi-sanksinya melalui barang yang dilelang.
g. Penerbitan Surat Paksa
Apabila Penanggung Pajak tidak melakukan kewajiban membayar
besarnya pajak yang terutang dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan
dalam Surat Teguran, pelaksanaan penagihan yang akan dilakukan
selanjutnya adalah menerbitkan Surat Paksa yang salinannya diberitahukan
oleh Jurisita Pajak kepada Wajib Pajak atau Penanggung Pajak.
Dalam Pasal 10 sub 10 UU PPSP disebutkan bahwa, “Surat Paksa
adalah surat perintah membayar utang pajak dan tagihan pajak.” Apabila
pajak yang terutang tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah
tanggal pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak, tindak
lanjutnya adalah diterbitkannya Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
(SPMP).
h. Proses Penyitaan Barang Milik Penanggung Pajak
1) Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilakukan oleh
Jurusita Pajak berdasarkan SPMP yang diterbitkan oleh Kantor
Pelayanan Pajak.
2) Penyitaan dilakukan dalam waktu 2 x 24 jam sejak tanggal Surat Paksa
3) Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan dua orang saksi
dengan syarat dewasa, penduduk Indonesia, dikenal, dan dapat
dipercaya.
4) Barang yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal,
tempat usaha, tempat kedudukan atau tempat lain, termasuk yang
penguasaannya berada ditangan pihak lain.
i. Objek Sita
Pada prinsipnya semua barang milik Penanggung Pajak dapat disita.
Barang yang dapat disita menurut pasal 14 ayat (1) UU PPSP berupa :
1) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito
berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga
lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau
2) Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi
kotor tertentu.
Barang bergerak yang dikecualikan dari penyitaan menurut pasal 15 ayat (1
UU PPSP ) adalah:
1) Pakaian dan tempat tidur beserta perlengakapannya yang digunakan oleh
Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya;
2) Persedian makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta
peralatan memasak yang berada di rumah;
3) Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari
4) Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung
Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan,
dan keilmuan;
5) Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk
melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah
seluruhnya tidak melebihi dari Rp. 20.000.000,00 ;atau
6) Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan
keluarga yang menjadi tanggungannya
j. Barang Sitaan Yang Dikecualikan Dari Penjualan Secara Lelang
Tidak semua barang yang disita akan dilelang meskipun Penanggung Pajak
tidak melunasi utang pajaknya setelah dilakukan penyitaan. Barang sitaan
berupa uang tunai, deposito berjangka, saldo rekening koran, obligasi,
saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada
perusahaan lain menurut pasal 25 ayat (2) tidak perlu dilelang.
Barang-barang tersebut digunakan untuk membayar biaya penagihan dan utang
pajak dengan cara:
1) Uang tunai disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah;
2) Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindahbukukan ke Kas Negara
atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada bank yang
bersangkutan;
3) Obligasi, saham, dan surat berharga lainnya yang diperdagangkan di
4) Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan
di bursa efek segera dijual oleh Pejabat;
5) Piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang pengalihan hak
menagih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat;
6) Penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte persetujuan
pengalihan hak menjual dari Penanggung Pajak kepada Pejabat.
k. Daluarsa Penagihan Pajak
Daluarsa penagihan merupakan suatu batasan waktu yang ditentukan oleh
undang-undang yang berlaku bahwa fiskus tidak mempunyai hak lagi untuk
melakukan penagihan terhadap utang pajak Wajib Pajak. Daluarsa
penagihan dimaksudkan untuk menegaskan adanya kepastian hukum bagi
Wajib Pajak terhadap suatu utang pajak untuk tidak ditagih lagi. Ketentuan
mengenai daluarsa penagihan tersebut diatur dalam Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 tahun 2007 tentang
perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi sebagai berikut:
“Hak utuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluarsa setelah lampau 5 tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan, Surat Keputusan banding, serta Putusan Peninjauan Kembali .”
3. Penyitaan Monetary Asset di Bank
1) Peraturan Pemerintah No. 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan
dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
563/KMK.04/2000 Tentang Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan
Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-109/PJ/2007 Tentang
Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-627/PJ/2001 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemblokiran dan Penyitaan
Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam
Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
b. Prosedur Penyitaan Monetary Asset Di Bank
Dalam pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa, Jurusita Pajak
berwenang melaksanakan penyitaan terhadap harta kekayaan milik
Penanggung Pajak atau Wajib Pajak yang secara khusus tersimpan pada
bank yang dilaksanakan dengan proses pemblokiran terlebih dahulu.
Adapun prosedur penyitaan monetary asset di bank adalah sebagai berikut:
1) Pemblokiran Monetary Asset di Bank
a) Setelah lewat 2 (dua) kali 24 jam dari pemberitahuan Surat Paksa,
maka Pejabat, dalam hal ini Kepala KPP mangajukan permintaan
pemblokiran kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank.
b) Pihak bank wajib memblokir seketika rekening penanggung pajak
membuat Berita Acara Pemblokiran serta menyampaikan salinan
acara tersebut kepada pejabat dan Penanggung Pajak.
c) Setelah Jurusita Pajak menerima Berita Acara Pemblokiran dari bank
dilanjutkan dengan memerintahkan kepada Penanggung Pajak untuk
memberi kuasa pada bank agar memberitahukan saldo kekayaannya
yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak.
d) Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank
sebagaimana tersebut pada butir c, Jurusita Pajak membuat Berita
Acara Penolakan Pemberian Kuasa oleh Penanggung Pajak, dan
berita acara tersebut dijadikan dasar bagi Pejabat untuk mengajukan
permohonan kepada Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan
untuk memerintahkan bank yang dimaksud agar memberitahukan
saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tesimpan pada bank
tersebut.
e) Pemblokiran akan dicabut apabila Penanggung Pajak melunasi utang
pajaknya beserta biaya penagihan atau jikalau jumlah yang diblokir
ternyata lebih besar dari jumlah yang disita, maka atas sisa lebih
tersebut diajukan permintaan pencabutan pemblokiran oleh pejabat
kepada bank. (KMK No 563/KMK-04/2000).
2) Penyitaan Monetary Asset di Bank
Setelah dilakukan pemblokiran dan saldo kekayaan yang
tersimpan di bank diketahui maka penyitaan dilaksanakan. Adapun
prosedur penyitaan monetary asset yaitu :
a) Setelah saldo kekayaan yang tersimpan di bank diketahui, Jurusita
Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan berita acara tersebut
kepada Penanggung Pajak dan Bank yang bersangkutan.
b) Pejabat mengajukan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah
Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan.
c) Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap
kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang
disita apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang belum
dilunasi oleh Penanggung Pajak walaupun telah dilakukan
pemblokiran.
Setelah penyitaan dilaksanakan, Penanggung Pajak masih diberi
waktu 14 hari agar dapat melunasi utang pajaknya beserta biaya
penagihan. Dalam waktu 14 hari tersebut Penanggung Pajak dapat
melunasi utang pajaknya beserta biaya penagihannya dengan
menggunakan kekayaan yang telah disita tersebut dengan mengajukan
permohonan terlebih dahulu kepada pejabat dengan melampirkan bukti
pembayaran berupa Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah ditandatangani
dan diberi cap (stempel) oleh bank (PER-109/PJ/2007 Tentang
Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP DJP No.
KEP– 627/PJ/2001).
3) Pemindah Bukuan ke Rekening Kas Negara
Apabila dalam 14 hari setelah penyitaan rekening bank
Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak beserta biaya
penagihannya, maka jumlah yang disita pada rekening bank Penanggung
(PER-109/PJ/2007 Tentang Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal
Pajak Nomor KEP DJP No. KEP– 627/PJ/2001).
a) Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dalam jangka waktu 14 hari sejak penyitaan,
Pejabat meminta kepada pimpinan bank untuk memindahkan harta
kekayaan (monetary asset) Penanggung Pajak yang tersimpan pada
bank ke kas negara sejumlah yang tercantum dalam Berita Acara
Pelaksanaan Sita, yang tembusannya disampaikan kepada
Penanggung Pajak.
b) Permintaan kepada pimpinan bank sebagaimana tersebut di atas
dilampirkan dengan Surat Setoran Pajak yang ditandatangani oleh
Jurusita Pajak.
B. PENELITIAN SEBELUMNYA
Purwantoro (2005) telah melakukan penelitian mengenai analisis penagihan
pajak dengan penyitaan monetary asset di bank. Dimana penelitian ini dilakukan di
salah satu KPP yang telah melaksanakan penyitaan monetary asset di bank yaitu
pada Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Lima. Tekhnik yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode analisis deskriptif
kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa peranan penyitaan
yang didahului dengan proses pemblokiran sangat tidak signifikan terhadap total
penerimaan pajak tahun 2004 pada KPP PMA Lima. Hal ini dibuktikan dengan
hasil peranan penyitaan monetary asset di bank terhadap penerimaan pajak pada
KPP PMA Lima pada tahun 2004 adalah sebesar 1,48%. Persentase sebesar 1,48%
pemblokiran sebanyak Rp. 61.361.312 ribu dengan total penerimaan KPP PMA
Lima tahun 2004 sebesar Rp. 4.138.989.183 ribu. Angka ini menunjukan bahwa
kontribusi pemblokiran terhadap penerimaan pajak hanya sebesar 1,48% yang
artinya 98,52% penerimaan KPP PMA Lima diakibatkan oleh sebab lain. Dari
98,52% sebab lain yang merupakan sumber penerimaan KPP PMA Lima maka
91,38% adalah pelunasan sukarela dari Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tanpa
adanya ketetapan pajak dan penagihan pajak. Sehingga dari hasil tersebut
menyatakan bahwa penyitaan monetary asset di bank yang telah dilakukan oleh
KPP PMA Lima sangat tidak signifikan terhadap penerimaan pajak pada KPP
tersebut.
Suhendar (2007) telah melaksanakan penelitian mengenai analisis pengaruh
pelaksanan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan pengumuman lelang
terhadap pencairan tunggakan pajak. Penelitian ini dilaksanakan pada KPP Pratama
Jakarta Tanah Abang Satu. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini adalah
pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan dan pengumuman lelang
tersebut memberikan hasil yang signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak
pada KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu. Hal tersebut dibuktikan dengan
pengujian hipotesis uji f, dimana hasil pengujian variabel profil perusahaan
mempunyai angka signifikansi 0,04 lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti SPMP
berpengaruh secara signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Selain itu hasil
pengujian variabel pengumuman lelang mempunyai angka signifikansi 0,000 lebih
kecil dari 0,01. Hal ini berarti bahwa pengumuman lelang berpengaruh secara
signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak. Jadi, semakin besar pengumuman
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang berisikan
rangkuman atas semua dasar-dasar teori yang dijadikan landasan dalam penelitian
ini, dimana dalam kerangka pemikiran ini diberikan skema singkat mengenai alur
penelitian yang menggambarkan proses penelitian yang akan dilakukan, hal ini
untuk memudahkan dalam membaca proses penelitian yang akan penulis
laksanakan. Berikut skema kerangka pemikiran pada penelitian ini:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar.2.1 Kerangka Pemikiran
D
. Hipotesis PenelitianPencairan Tunggakan Pajak
Surat Teguran
Penyitaan Monetary Asset di Bank
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,
atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi yang merupakan
pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian
serta merupakan pernyataan yang paling spesifik. Peneliti bukannya bertahan pada
hipotesis yang telah disusun, melainkan mengumpulkan data untuk mendukung atau
menolak hipotesis tersebut. Dengan kata lain hipotesis merupakan jawaban
sementara yang disusun oleh peneliti, yang kemudian akan diuji kebenarannya
melalui penelitian yang akan dilakukan. Melihat dari penelitian-penelitian terdahulu
dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha : Pelaksanan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan
penyitaan monetary asset di bank memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap pencairan tunggakan pajak pada kanwil DJP Jakarta Barat.
Ho : Pelaksanan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan
penyitaan monetary asset di bank tidak memiliki pengaruh terhadap
pencairan tunggakan pajak pada kanwil DJP Jakarta Barat.
BAB III
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini hanya dibahas mengenai analisis pengaruh
Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaaan monetary asset di bank terhadap
pencairan tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat. Horison waktu yang
digunakan dalam penelitian ini adalah time series study yang lebih menekankan
pada rentetan waktu pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Teguran, Surat
Paksa, dan penyitaan monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan
tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat tahun 2004 hingga tahun 2007.
Penelitian ini akan dilakukan pada salah satu Kantor Wilayah yang terdiri
dari beberapa KPP yang tersebar di Kantor Wilayah DJP Jakarta Barat yang telah
melaksanakan penagihan dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan
monetary asset di bank untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti, khususnya pada sub-sub dinas yang berkaitan
dengan penelitian.
B. Metode Penentuan Sampel
Metode yang digunakan untuk menentukan sampel penelitian ini adalah
metode conveniance sampling yaitu pemilihan sampel secara tidak acak (non
probability) yang informasinya diperoleh dengan cara kemudahan memperoleh data
yang disesuaikan dan dikaitkan dengan masalah penelitian yang akan dilakukan
yaitu, data sekunder yang diperoleh langsung dari bagian P4 pada Seksi Penagihan
berupa data penagihan dengan Surat Teguran, Surat Paksa, dan penyitaan monetary
asset di bank serta data yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan tiga metode yaitu:
1. Metode Telaah Kepustakaan
Tahap awal dari penelitian ini, penulis menggunakan metode
pengumpulan data Studi Kepustakaan (Library Research) untuk memperoleh
data sekunder berupa landasan teori yang berkaitan dengan penelitian ini,
dengan cara mempelajari literatur berupa buku, artikel perpajakan, jurnal
perpajakan, peraturan perundang-undangan perpajakan, surat keputusan, surat
edaran, dan bahan lain seperti surat kabar, internet, dan media massa lain yang
mempunyai relevansi dengan permasalahan yang akan dibahas khususnya
berkaitan dengan pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa dan
penyitaan monetary asset di bank dan pengaruhnya terhadap pencairan
tunggakan pajak pada Kanwil DJP Jakarta Barat.
2. Metode Dokumentasi
Metode ini dilakukan untuk memperoleh pengumpulan data dengan
mempelajari atau menggunakan catatan-catatan yang tersusun dalam arsip
Penagihan pada Kanwil DJP Jakarta Barat khususnya Bagian P4, berupa data
sekunder yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan meliputi laporan
penagihan aktif berupa laporan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, dan
penyitaan aset moneter di bank, dan laporan pencairan tunggakan pajak pada
Kanwil DJP Jakarta Barat periode 2004-2007.
Metode survei merupakan metode pengumpulan data primer yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli dengan melakukan wawancara
langsung kepada yang berwenang dalam hal ini Kantor Wilayah DJP Jakarta
Barat terutama Kepala Seksi Penagihan dan Pelaksana Penagihan Pajak serta
beberapa Pelaksana di beberapa seksi lainnya yang tugasnya berkaitan dengan
topik penelitian ini yang semuanya berdinas di Kantor Wilayah DJP Jakarta
Barat.
D. Operasional Variabel Penelitian
Operasional variabel penelitian adalah sebuah konsep yang mempunyai
penjabaran dari variabel yang diterapkan dalam suatu penelitian dan dimaksudkan
untuk memastikan agar variabel yang ingin diteliti secara jelas dapat diterapkan
indikasinya. Dalam penelitian ini peneliti akan memaparkan variabel yang akan
digunakan.
Adapun variabel penelitian yang akan digunakan antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Variabel Independen
Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel lain. Variabel ini dinamakan pula dengan variabel yang
diduga sebagai sebab ataupun variabel yang mendahului. Adapun variabel
independen dalam penelitian ini adalah:
a. Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan pejabat untuk menegur dan
memperingatkan kepada WP/PP untuk melunasi utang pajaknya.
b. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya