• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 100-105)

BAGAN PERENCANAAN SATUAN PEMERINTAHAN RPJP & RPJM

4.3.2. Konteks Implementasi Kebijakan

4.3.2.3. Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana

Loyalitas dan konsistensi implementasi pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan serta didukung keahlian dan ketrampilan pelaksana merupakan modal untuk mewujudkan ke arah yang lebih baik.

Kepatuhan dan daya tanggap pelaksana untuk mengimplementasikan wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan di

lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung sangat diperlukan sebagai upaya untuk mendukung efektifitas implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Menurut (Grindle, 1980 : 111) bahwa terdapat dua faktor yang paling penting dalam implementasi efektif pada program pemerintah, yaitu personel yang terlatih secara kompeten dan tersedia jumlah personilnya. Untuk mencapai implementasi efektif yang didasarkan pada kedua faktor tersebut, distribusi personel berkualitas dan memiliki motivasi tinggi pada setiap tingkatan implementasi perlu dilakukan secara merata, adil dan sesuai kebutuhan organisasi. Hal ini sebagai upaya untuk menciptakan kepatuhan dan daya tanggap personil sebagai pelaksana implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan dengan memiliki motivasi yang tinggi.

Untuk mewujudkan kepatuhan dan daya tanggap personil sebagai pelaksana implementasi kebijakan pendelegasian wewenang dengan memiliki motivasi yang tinggi dalam upaya untuk keberhasilan implementasi kebijakan Grindle, 1980 : 111 memiliki tujuan-tujuan berikut:

1) Personel diseleksi secara teliti dan diberi pelatihan yang sesuai.

2) Ketika staf telah terisi, tradisi yang tidak berguna dalam mutasi personel dihindari.

3) Para pekerja kegiatan akan menerima tugasnya dalam layanan masyarakat, dan menghindari perilaku dominan tradisional.

4) Relasi antara pekerja operasional bersifat “terbuka”, yang memudahkan respon masalah-masalah dari lapangan untuk efektivitas saran yang diberikan.

5) Target akan didasarkan pada pemahaman yang tepat pada kondisi di lapangan, bukan muncul dari atas, dan dijadwal untuk memberikan pedoman tindakan.

6) Kegiatan akan dibangun pada dukungan sendiri dan sumber daya lokal dari suplai jika memungkinkan.

7) Staf akan mencoba mencari kerjasama penuh dari satua-satuan pemerintah lainnya pada level distrik dan lokal.

8) Elemen penting adalah keterlibatan kepemimpinan dalam memulai dan mengatur kerja untuk memastikan kelanjutan dan kemungkinan dalam program.

Lebih lanjut Norma M. Riccucci dan K.C. Naff (2007 : 331) berpandangan bahwa : Training can be difined as making available to employees planned and coordinated educated programs of intruction in profesional, technical, or other fields that are or will be related to employees job responsibility. Pandangan ini mengarahkan kepada profesioanl yang secara teknik bagi pegawai disesuaikan dengan tanggung jawab pekerjaannya.

Secara profesional bahwa kepatuhan dan daya tanggap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sifat profesional tersebut, sehingga pelaksana secara tanggung jawab memiliki motivasi tinggi dalam mengimplementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan.

Camat sebagai salah satu pelaksana implementasi kebijakan pendelegasian wewenang yang dominan, perlu berkoordinasi dengan para pelaksana lainnya, yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menyelenggarakan pelatihan bagi perangkatnya yang disesuaikan dengan keahlian yang dibutuhkan dalam implementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang secara rutin setiap tahun memberikan pelatihan berkaitan dengan materi-materi pemerintahan desa dan pelayanan dokumen yaitu Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa, Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil, Bagian Bina Otonomi Daerah dan Bagian Pemerintahan Umum.

Materi-materi yang rutin disampaikan dalam pelatihan setiap tahun masih bersifat umum dan secara khusus masih kurang menjadikan perangkat sebagai pegawai yang terampil dan mempunyai keahlian dalam mengimplementasikan kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan.

Selain itu program yang dijalankan dalam pelatihan cenderung program dari SKPD terkait, sedangkan program-program kecamatan yang berkaitan dengan implementasi kebijakan pendelegasian wewenang sedikit yang dipadukan dengan program masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah.

Materi pelatihan yang diberikan secara teknis belum dapat membantu secara keseluruhan bagi pelaksana implementasi kebijakan pendelegasian wewenang, khususnya bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Materi yang diperlukan secara khusus harus membahas masalah kebijakan dan tata cara praktek dalam mengimplementasi kebijakan pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan sehingga membantu mewujudkan pelaksana yang tanggap, patuh serta memiliki motivasi yang tinggi.36

Perencanaan dan pembangunan karakter yang terprogram secara efektif bagi ketrampilan perangkat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan adalah sebagai upaya untuk menjadikan pegawai yang mampu melaksanakan tugas yang dibebankan sesuai dengan kebutuhan organisasi, dalam hal ini kecamatan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait implementasi kebijakan tentang

pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan

kependudukan. Perencanaan dan pembangunan karakter yang terprogram jika tidak dilaksanakan secara berkelanjutan akan menimbulkan perangkat yang memahami tugas tidak sesuai dengan kinerja yang diharapkan, perangkat hanya mengerti berdasarkan kebiasaan melaksanakan tugasnya secara rutin. Hal ini biasa terjadi pada pegawai di sektor publik pada umumnya.

Pembentukan karakter terhadap pegawai dalam program pelatihan dan pengembangan secara efektif menurut Norma M. Riccucci dan K.C. Naff (2007 : 331) diperlukan beberapa persyaratan meliputi :

1. Strategic alignment;

2. Leadership commitment and communication;

3. Stakeholder involvement;

4. Accountability and recognition;

5. Effective resource allocation;

6. Partership and learning from others;

7. Data quality assurance;

8. Continuous performance improvement.

Berdasarkan pandangan tersebut bahwa pengembangan ketrampilan bagi perangkat atau pegawai memerlukan kebersamaan antar instansi terkait dan komitment para pemimpin untuk mewujudkannya, artinya bahwa setiap stakeholder merupakan bagian integral yang saling bekerjasama dan tidak terpisahkan. Kecamatan didalam implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan merupakan bagian integral bersama dengan SKPD yang lain, tanpa bagian integral dengan yang lainnya camat akan mengalami kegagalan dalam mengimplementasikan wewenang yang diberikan dari Bupati.

Selain sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan SKPD terkait dalam implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan, kemitraan sesama perangkat daerah merupakan alat untuk mensinergiskan dan mensinkronisasikan program-program yang sama dalam memprioritaskan keberhasilan pendelegasian wewenang. Sinkronisasi dan sinergitas antara program-program kecamatan dengan SKPD lain sebagai upaya untuk mengurangi keterbatasan anggaran, personil, prasarana dan sarana di dalam implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan. Faktor sinkronisasi dan sinergitas serta kecamatan sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah merupkan penentu keberhasilan implementasi kebijakan tentang pendelegasian wewenang bidang pengembangan otonomi daerah dan kependudukan selain isi kebijakan dan konteks implementasi.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 100-105)

Dokumen terkait